Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Ilmu Lughah Al-Ijtima’iy

Wa An-Nafsiy

Dosen Pengampu :

Baso Pallawagau, Lc., MA.

Oleh Kelompok :

Sri Wahyuni Tajuddin 40100120053

Zasqia Rahman 40100120061

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan Yang
Maha Esa, Tuhan seluruh alam semesta, karena telah memberikan kami kesehatan dan
kesempatan untuk bisa menyelesaikan makalah dari mata kuliah Ilmu Lughah Al-Ijtima’iy Wa
An-Nafsiy yang berjudul “Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa”.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada pemimpin akhir zaman
sekaligus kekasih Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu’Alaihi Wa
Sallam. Karena perjuangan beliaulah yang sampai bertaruh nyawa untuk bisa menyebarluaskan
ajaran-ajaran Islam hingga ke pelosok negeri sekalipun dapat menikmati indahnya agama
Islam, hingga saat ini. Tercurahkan pula Salam serta Doa kepada keluarga, sahabat, Tabit-
Tabi’in, para Ulama, dan seluruh umatnya yang mengikuti sunnah-sunnah beliau hingga akhir
zaman.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Lughah
Al-Ijtima’iy Wa An-Nafsiy, yaitu Ustadz Baso Pallawagau, Lc., MA. yang telah memberikan
kami waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah kami. Kami menyadari bahwa
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah kami. Jadi, kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah kami. Mohon kritik dan sarannya
yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam
makalah kami. Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,
khususnya para pelajar yang membutuhkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
Sosiolingistik.

Sekian dan terima kasih.

Samata, 13 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... II

DAFTAR ISI ............................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan Perumusan Masalah ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Hakikat Pendidikan Dan Pembelajaran ................................................................... 3

B. Peranan Pendidikan Dan Pembelajaran Bahasa Dalam Pembentukan Karakter

dan Budaya 6

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 9

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 9

B. Saran ............................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu aspek yang mendasar dalam usaha mempersiapkan


sumber daya manusia dalam menghadapi proses dan dinamika kehidupan masyarakat dalam
berbangsa dan bernegara di tengah-tengah pluralistis. Pendidikan merupakan suatu saran
strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat ditandai
dan diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di dunia ini tidak
terlepas dari kemajuan yang dimulai dan dicapai dari pendidikannya (Maksum dan Ruhendi,
2004). Untuk mengantisipasi era globasasi dengan karakteristik suku dan budaya yang
beragam ini diperlukan suatu arah dan kebijakan pendidikan yang membumi dan realistik
untuk bisa dilaksanakan di sekolah. Arah dan prioritas pendidikan harus lebih diarahkan
pada pemecahan masalah-masalah permanen pendidikan yang selama ini tak pernah
terselesaikan1.
Pendidikan selain sebagai transfer pengetahuan, seharusnya menjadi alat
transformasi nilai-nilai moral dan pembangunan karakter. Karakter peserta didik dapat
diketahui dari bagaimana ia berbahasa. Berbagai sisi kehidupan peserta didik selama saat
ini mencirikan luput dari pengarakteran kepribadian. Perhatian peserta didik di sekolah
terfokus pada nilai belajar dan ke depan pada pemenuhan kebutuhan ekonomi yang
berorientasi pada gaya hidup atau fisik/ material. Sementara pendidik fokus pada pemberian
materi pelajaran yang berbasis ilmu pengetahuan tanpa mengedepankan pengarakteran. Hal
ini menyebabkan peserta didik kurang berintegritas, berperilaku nekat, suka melanggar,
tidak disiplin, dan tidak bertanggung jawab. Dengan karakter demikian, tidak
mengherankan jika di kalangan peserta didik tumbuh subur sifat-sifat kurang beradab,
materialisme dan perilaku kurang terpuji lainnya. Karakter sebagian peserta didik ini sudah
mengabaikan pembangunan kemanusiaan seutuhnya yang berbudi pekerti dan berbahasa
baik. Untuk itu, guna menghadapi kemajuan zaman dan teknologi, pengarakteran peserta
didik dapat dilatihkan melalui penanaman dan pembiasaan nilai-nilai luhur budaya bangsa2.
Ketika membahas tentang sebuah bangsa dalam hal kebahasaannya, maka kita akan
menemukan dua hal yang akan selalu muncul dan berjalan beriringan, yaitu bahasa dan
budaya.

1
H. Anna, Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Konteks Multibudaya, (Kendari:
Universitas Halu Oleo, Desember 2016), Jurnal Al-Ta’dib Vol. 9 No. 2, h. 75.
2
Petrus Purwanto and Tengsoe Tjahjono, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai
Pengarakteran,(Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, Juli 2021), KAIROS: Jurnal Ilmiah, Vol.1 No.
2, h. 49.

1
Ada banyak teori dan pendapat mengenai dua hal ini. Ada yang mengatakan bahasa
itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahasa dan
kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat
erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ketika seorang guru mengajarkan bahasa, sering kali dia lupa menyampaikan
budaya yang terkandung dalam bahasa tersebut, khususnya ketika mengajarkan bahasa ke
dua atau bahasa asing, sehingga seringkali dalam penerapan bahasa yang dipelajari tersebut
sering terjadi kekeliruan dalam pemakaiannya.
Misalnya saja kata “ ‫“ التقتیت ت‬, seringkali jika kita mendengar kata itu, itu yang
terbesit di kepala kita adalah “evaluasi”. Hal itu tidaklah salah, namun perlu diketahui bahwa
sesuai budayanya orang Arab biasa menggunakan ‫ القی‬untuk menyebut “kalender” selain
kata “‫ ” الرزنامة‬yang juga berarti sama. Ini menunjukan adanya kurangnya pemahaman kita
terhadap kultur budaya bahasa yang sedang dipelajari (bahasa Arab), walaupun secara
leksikal pengertian evaluasi di atas tidaklah salah3.
Maka dari itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai kaitan antara karakter,
budaya, serta pendidikan dan pembelajaran bahasa.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini ialah sebagai berikut.


1. Apa hakikat dari pendidikan dan pembelajaran?
2. Bagaimana peranan pendidikan dan pembelajaran bahasa dalam pembentukan karakter
dan budaya?

C. Tujuan Perumusan Masalah

Tujuan dari perumusan masalah dari makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui hakikat pendidikan dan pembelajaran.
2. Untuk mengetahui peranan dan pembelajaran dalam pembentukan karakter dan budaya.

3
Khairi Abu Syairi, Pembelajaran Bahasa Dengan Pendekatan Budaya, (Desember 2013),
Dinamika Ilmu,Vol. 13 No.2, h. 175.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan Dan Pembelajaran

Hakikat Pendidikan
Sebelum membahas lebih jauh tentang hakikat pendidikan, terlebih dahulu akan
dikemukakan beberapa variabel terkait dengan pendidikan itu sendiri sebagai berikut:
1. Definisi dan Konsep Pendidikan
Perkataan pendidikan dalam Bahasa Melayu ialah kata nama terbitan daripada
kata akar didik yang membawa maksud jaga, pelihara dan ajar. Perkataan pendidikan juga
bersinonim dengan ajaran, latihan, tarbiah, pelajaran, bimbingan, asuhan dan tunjuk ajar.
Dalam Bahasa Inggris, pendidikan disebut sebagai education (Simpson dan Weiner 1989)
yang dikatakan berasal daripada cantuman dua kalimah dalam bahasa latin yaitu e’ex dan
ducereduc berarti ‘memimpin’ yang dapat diinterpretasikan sebagai mengumpul
maklumat ke dalam diri bagi membentuk bakat (Abdullah Ishak 1995). Dalam bahasa
Arab pula terdapat beberapa kalimah yang merujuk kepada pendidikan. Antara kalimah
yang selalu digunakan ialah (Rosnani Hashim 2006; al-Attas 1979):
a) Tarbiyyah
Istilah tarbiyah berasal dari kata rabba. Menurut Ibrahim Anis, kata rabb bermakna
tumbuh dan berkembang4. Selain itu menurut al-Qurṭubi, rabba juga menunjukkan makna
menguasai, memperbaharui, mengatur dan memelihara5. Sementara itu, menurut al-Ragib
al-Aṣfahani, kata al-rabba bisa berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan
dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap 6.
Dengan demikian, dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang terkandung
dalam kata tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:
1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa.
2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap7.

4
Ibrahim Anis, et al., Al-Mu’jam al-Wasiṭh (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1972), h. 321.
5
Al-Abi `Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, Al-Jami` al-
Ahkam al-Qurān (Kairo: Dar al-Ḥadis, 2005), jilid I, h. 138.
6
Al-Ragib al-Asfahani, Al-Mufradat fī Garīb al-Qurān (Beirut: Dar al-Ma`rifah,
2005), h. 190.
7
Salminawati. Fisafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep Pendidikan yang
Islami (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 108.

3
b) Ta’lim
Istilah ta`līm berasal dari kata ‘alima. Dalam Lisān al-`Arab, kata ini bisa memiliki
beberapa arti, seperti mengetahui atau merasa, dan memberi kabar kepadanya (Jamaluddin
Muhammad, Juz IX: 371). Menurut Rasyid Riḍa, ta’līm merupakan proses transmisi ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu8.
Pendapat tersebut berdasarkan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 31 yang artinya: “Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat…” Dan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 151
yang artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasūl di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitāb dan al-Ḥikmah,
serta mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
c) Ta’dib
Dalam Lisan al-`Arab dijelaskan bahwa arti dasar kata addaba adalah ad- du`a’ yang
berarti undangan. Dengan demikian kata ini diartikan sebagai undangan seseorang untuk
menghadiri suatu pesta atau perjamuan (Ibnu Manżur, t.th. 93). Sementara dalam Mu’jam
al-Wasīṭ karya Ibrahim Anis kata addaba diartikan:
1) Melatihkan perilaku yang baik dan sopan santun.
2) Mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku sopan,
pelatihan atau pembiasaan.
3) Mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan dan memberi tindakan 9.
2. Hakikat Pendidikan
Pendidikan tidak pernah terpisah dari kehidupan manusia. Semenjak masih di dalam
kandungan hingga dewasa, pendidikan terus berlangsung selama manusia itu hidup.
Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia. Pendidikan dilakukan baik secara sadar
maupun tidak sadar oleh manusia. Pendidikan sendiri digunakan sebagai alat untuk bertahan
hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan juga merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya 10.
Secara umum, pendidikan dilakukan semenjak manusia diciptakan. Pendidikan ini
merupakan pendidikan yang bersifat umum pada masyarakat. Pendidikan secara umum
didasarkan pada insting seorang manusia. Mendidik secara insting diikuti oleh mendidik yang
bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia. Manusia mampu menciptakan cara-cara
dalam mendidik karena perkembangan pikirannya. Semakin maju perkembangan pikiran,
semakin pula variasi orang tua dalam mendidik anak-anaknya11.

8
M. Rasyīd Rida, Tafsīr al-Manār (Beirut: Dar al-Manar, 1273 Ḥ), h. 262.
9
Ibrahim Anis, et al., Al-Mu’jam al-Wasiṭh, h. 9.
10
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
11
Azis Masang, Hakikat Pendidikan (Gowa: Universitas Muhammdiyah Makassar, Juni
2021), Al Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, Vol.1 No.1, h. 20.

4
Pendidikan mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan manusia.
Pendidikan bermaksud membuat manusia meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah
menjadi berbudaya. Pendidikan erat kaitannya dengan membudayakan manusia.
Membudayakan manusia sendiri merupakan proses atau upaya meningkatkan hidup dan
kehidupan manusia atau kelompok. Secara sederhana adalah cara hidup yang dikembangkan
oleh masyarakat.
Insting, pendidikan, dan kebudayaan saling berkatian. Insting dibawa oleh manusia
sejak lahir. Pendidikan dan kebudayaan didapat melalui proses pembelajaran yang didasarkan
pada insting itu sendiri. Pendidikan dan budaya berjalan bersama untuk saling memajukan.
Makin tinggi kebudayaan, makin tinggi pula pendidikan dan cara mendidiknya. Pendidikan
merupakan aspek dari kehidupan manusia dan ada dalam kebudayaan akan tetapi, kebudayaan
hanya bisa dibentuk melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan diperlukan untuk
membudayakan atau memanusiakan manusia12.
Hakikat Pembelajaran
Instruction yang artinya pembelajaran dalam konteks pendidikan di sekolah merupakan suatu
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses
ini berupa bantuan yang diberikan pendidik/guru agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap serta kepercayaan pada peserta
didik, dengan memanfaatkan sumber belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik/pebelajar agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dirancang untuk membantu
individu/peserta didik/pebelajar mempelajari suatu kemampuan dan/atau nilai yang baru. Proses
pembelajaran pada awalnya dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh
pebelajar yang meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar
belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Pengenalan karakteristik pebelajar merupakan
modal utama pe-nyampaian bahan ajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran 13.
Paradigma modern tentang pembelajaran yang berlaku saat ini adalah sebuah upaya secara
sistematis untuk menciptakan lingkungan belajar dan interaksi sebaik-baiknya, agar mencapai hasil
yang optimal. Lingkungan belajar bisa berupa makhluk hidup, dan makhluk tak hidup. Makhluk hidup
bisa berupa tumbuh-an,hewan, manusia, termasuk guru dan instruktur di tempat pendidikan/sekolah.
Sedangkan interaksi dimaksudkan sebagai pertautan atau komunikasi antara individu pebelajar dengan
lingkungan belajarnya.
Pembelajaran tidak terjadi seketika, tetapi sudah melalui tahapan rancangan pembelajaran.
Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara
efektif dan efisien Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun untuk mengembangkan
kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir pebelajar, serta dapat meningkatkan
kemampuan meng-konstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik

12
Azis Masang, Hakikat Pendidikan, h. 21.

13
Luhur Wicaksono, Bahasa Dalam Komunikasi Pembelajaran Luhur Wicaksono
(Pontianak: Universitas Tanjungpura, Februari 2016), J P P: Journal of Prospective Learning Vol.1
No.2, h. 1.

5
terhadap materi pelajaran. Oleh karena itu, sebelum dibuat rancangan pembelajaran, harus ada langkah
persiapan yang berupa pengetahuan mengenai kemampuan dasar pebelajar, tema atau pesan yang ingin
disampaikan, cara bagaimana pesan itu disampaikan yang meliputi metode dan media, serta sarana dan
prasarananya. Ketika sudah diselenggarakan, maka dinilai utuk mengetahui apakah semua sudah sesuai
dengan rencana. Sejauhmana capaian sebagaimana tujuan yang sudah dicanangkan sebelumnya. Apa
yang bisa ditingkatkan, dan adakah kendala-kendala pada pelaksanaan kegiatan14.

B. Peranan Pendidikan Dan Pembelajaran Bahasa Dalam Pembentukan Karakter dan

Budaya

Pendidikan bahasa dan sastra diperlukan dalam pengarakteran peserta didik terlebih
di zaman yang semakin maju ini. Pendidikan bahasa dan sastra tidak hanya mengajarkan
struktur bahasa, permainan bahasa, pola kalimat, cerita, jenis- jenis sastra, angka tahun
periodisasi sastra, serta nama-nama sastrawan untuk dihafalkan karena bahasa dan sastra tidak
hanya tulisan dan lembaran-lembaran kertas. Dalam pendidikan bahasa dan sastra terkandung
nilai-nilai luhur budaya bangsa15.
Pendidikan bahasa dan sastra harus dilihat sebagai bentuk nyata penerapan
pendidikan dengan penggunaan bahasa yang potensial. Untuk mencapai hal tersebut,
pendidikan bahasa dan sastra harus dilakukan secara komprehensif. Misalnya dengan
memadukan teori-teori yang sesuai dengan pemberian kurikulum dipadukan dengan
kehidupan yang terjadi sehari-hari saat ini. Teori-teori struktural dalam linguistik dan
strukturalisme sastra yang masih dominan di sekolah dipadukan dengan teori psikolinguistik
dan psikologi sastra, sosiolinguistik dan sosiologi sastra, atau antropolinguistik dengan
resepsi sastra, dan lain-lain. Dari beberapa teori tersebut pembelajaran dilakukan dengan
penilaian diri dan pelatihan keterampilan hidup guna menekankan pada citra diri dan
perkembangan diri, pelatihan keterampilan hidup, belajar tentang cara belajar dan berpikir,
serta kemampuan-kemampuan sosial lainnya16.
Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan peserta didik yang memiliki
pengetahuan, berakhlak mulia, berkepribadian, dan berkarakter. Hal ini sesuai dengan UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

14
Luhur Wicaksono, Bahasa Dalam Komunikasi Pembelajaran, h. 11.

15
Petrus Purwanto dan Tengsoe Tjahjono, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai
Pengarakteran (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, Juli 2021), KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol. 2 No.
1, h. 59.
16
Purwanto and Tjahjono, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai Pengarakteran, h. 59.

6
keagamaan, pengendalian, diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara17.
Bahasa merupakan sistem tanda, kode, makna, dan juga komunikatif. Sistem-sistem
tersebut dapat kita temui dalam Pendidikan Bahasa dan Sastra. Untuk memahami apa yang
disampaikan melalui sistem bahasa tersebut diperlukan kegiatan analisis. Analisis (analisa)
dilakukan guna memeriksa secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-
istilah yang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Pemeriksaan ini sebagai
usaha untuk memeroleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan,
lalu mengujinya melalui penggunaan dan melakukan pengamatan melalui contoh- contohnya.
Setelah itu perlu juga membandingkan dengan contoh-contoh lain yang sejenis sesuai realita
kehidupan untuk memeroleh kejelasan yang semaksimal mungkin18.
Filsafat pendidikan bahasa dan sastra adalah suatu studi kefilsafatan/ filosofis dengan
materinya pendidikan, bahasa, dan sastra. Tujuan pendidikan adalah proses pendewasaan dan
pengarakteran kepada peserta didik. Hal ini dapat diperoleh melalui proses berpikir kritis,
realistis, sistematis guna menemukan makna dan nilai-nilai dalam pembelajaran bahasa dan
sastra. Di samping prinsip penggunaan yang menentukan makna, sejumlah pedoman lain
tentang bagaimana mestinya bahasa sehari-hari diselidiki perlu mendapat perhatian
(Palmquist, 2007).
Dengan demikian melalui pendidikan bahasa dan sastra, tujuan pendidikan nasional
untuk menciptakan manusia yang berpengetahuan dan berkarakter dapat tercapai. Produk
pendidikan nasional bukan hanya berharap peserta didik pintar dan cerdas, namun juga
berakhlak mulia, bermoral, dan berkarakter. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut, perlu sebuah
teori dan sistem pemikiran yang logis, misalnya perlunya filsafat analitik, melihat kenyataan
hidup, eksistensi, esensi, substansi, sebab-akibat dan juga perubahan yang terjadi. Kita perlu
berlayar ke lautan filsafat kehidupan dan mencernanya dengan bahasa yang mudah
dimengerti19.
Kalau kita terima pendapat Masinambouw yang mengatakan bahwa sistem bahasa
mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat,
maka berarti di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di
dalam budaya itu. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut etika
berbahasa atau tata cara berbahasa20.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan


17

Pendidikan, Edisi Revisi (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2014), h. 205.


18
Purwanto and Tjahjono, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai Pengarakteran, h. 61.
19
Purwanto and Tjahjono, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai Pengarakteran, h. 64.

20
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik. (Jakarta: Rineka Cipta,2004), h.
172.

7
Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma
sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. Oleh karena itu, etika
berbahasa antara lain akan mengatur:
1) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan
tertentu berkenaan dengan status social dan budaya dalam masyarakat itu.
2) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan.
3) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan
orang lain.
4) Kapan harus diam.
5) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu
Bahasa bukan saja merupakan "property" yang ada dalam diri manusia yang dikaji
sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar personal. Komunikasi
selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang
wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang
selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya
ada budaya. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya
selalu dibayangi oleh budaya.
Bahasa tidak berbeda dari makhluk hidup lainnya, lahir kecil, kemudian berkembang
dan mencapai kedewasaan, kemudian mengalami masa kesirnaannya. Anggapan yang
mengatakan bahwa bahasa adalah sesuatu yang statis adalah anggapan yang keliru21.
Dalam analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasaitu bersifat unik dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis
suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis
bahasa lain22.
Dari sini, maka fungsi bahasa sebenarnya bukan saja sekedar alat komunikasi, akan
tetapi lebih dari itu bahasa juga merupakan cerminan budaya penuturnya yang dapat digunakan
sebagai alat penafsir identitasnya. Dengan demikian, maka bahasa bisa berfungsi
sebagaiidentitas keperibadian, sebagai sarana penghubung antara anggota keluarga, sebagai
sarana transformasi pengetahuan, disamping sebai alat komunikasi antar warga penuturnya23.

21
Khairi Abu Syairi, Pembelajaran Bahasa Dengan Pendekatan Budaya, h. 177.
22
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, h. 172.
23
Afifi, Sayid Abdul Fattah Afifi, Ilm al Ijtima’ al Lughowi. (Cairo: Daar al Fikri
al Arabi,1995), h. 152.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada makalah ini ialah sebagai berikut.

1. Pendidikan tidak pernah terpisah dari kehidupan manusia. Semenjak masih di dalam
kandungan hingga dewasa, pendidikan terus berlangsung selama manusia itu hidup.
Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia. Pendidikan dilakukan baik secara sadar
maupun tidak sadar oleh manusia. Pendidikan sendiri digunakan sebagai alat untuk
bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan juga
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dirancang untuk membantu
individu/peserta didik/pebelajar mempelajari suatu kemampuan dan/atau nilai yang baru. Proses
pembelajaran pada awalnya dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh
pebelajar yang meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar
belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Pengenalan karakteristik pebelajar
merupakan modal utama penyampaian bahan ajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan
pembelajaran.
2. Pendidikan bahasa dan sastra diperlukan dalam pengarakteran peserta didik terlebih di
zaman yang semakin maju ini. Pendidikan bahasa dan sastra tidak hanya mengajarkan
struktur bahasa, permainan bahasa, pola kalimat, cerita, jenis- jenis sastra, angka tahun
periodisasi sastra, serta nama-nama sastrawan untuk dihafalkan karena bahasa dan sastra
tidak hanya tulisan dan lembaran-lembaran kertas. Dalam pendidikan bahasa dan sastra
terkandung nilai-nilai luhur budaya bangsa. Bahasa bukan saja merupakan "property"
yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa
juga alat komunikasi antar personal. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di
dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat
absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-
tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu
bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh
budaya.
B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam makalah kami ini memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Jadi, kami mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun agar kami ke
depannya dapat membuat makalah dengan lebih baik lagi dan juga berguna bagi banyak
orang, khususnya bagi para pelajar yang mencari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
Sosiolinguistik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anis, Ibrahim, et al., Al-Mu’jam al-Wasiṭh (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1972).


Bin Aḥmad al-Anṣari al-Qurṭubi, Al-Abi `Abdullah Muḥammad Al-Jami` al-Ahkam al-Qurān
Jidid I (Kairo: Dar al-Ḥadiṡ, 2005).
Al-Aṣfahani, Al-Ragib, Al-Mufradat fī Garīb al-Qurān (Beirut: Dār al-Ma`rifah, 2005).
Salminawati. Fisafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep Pendidikan yang Islami
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011).
Riḍā, M. Rasyīd Tafsīr al-Manār (Beirut: Dār al-Manār, 1273 H).
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jalaluddin dan Idi, Abdullah Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Edisi
Revisi (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2014).
Anna, H., ‘Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Konteks Multibudaya’, Al-Ta’dib, 9 (2016),
75
Wicaksono,Luhur Bahasa Dalam Komunikasi Pembelajaran Luhur Wicaksono, (Pontianak:
Universitas Tanjungpura, Februari 2016) J P P Journal of Prospective Learning, Vol.1
No.2.
Masang, Azis, Hakikat Pendidikan,(Gowa: Universitas Muhammdiyah Makassar, Juni 2021) ,Al
Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 1
Purwanto, Petrus, and Tjahjono,Tengsoe, Pendidikan Bahasa Dan Sastra Sebagai
Pengarakteran,(Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, Juli 2021) KAIROS: Jurnal
Ilmiah, Vol. I No.2.
Syairi, Khairi Abu, Pembelajaran Bahasa Dengan Pendekatan Budaya,(Samarinda: STAIN
Samarinda, Desember 2013) Dinamika Ilmu, Vol. 13 No.2.

10
11

Anda mungkin juga menyukai