MATEMATIS
MAKALAH
Oleh
KELOMPOK 3
MAKALAH
Oleh
KELOMPOK 3
4. ATIKATUL MAULA NIM. 858863972
5. AGNIS MILA LISTANTI NIM. 858867378
6. LEVIKA YUSLIANITA NIM. 858867647
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT Tuhan yang maha esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah dengan judul “ Tahap perkembangan Bahasa dan kemampuan
berfikir matematis” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata
kuliah Perkembangan Peserta Didik. Selainitu, pembuatan makalah ini juga bertujuan
agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
C. Tujuan .................................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................................ 2
3. Bilingualisme ................................................................................................. 7
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan
sampai meninggal di dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun
psikis. Perubahan- perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan
perkembangan dalam dirinya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa
digunakan secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi
saling bergantung satu dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud
lebih memperjelas penggunaannya.
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu,
yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menggunakan istilah
“pertumbuhan” dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini
berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain.
Kedua proses ini tidak bias dipisahkan dalam bentuk- bentuk yang secara pilah
berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya.
Dalam hal ini, kedua proses tersebut memiliki tahapan-tahapan, diantaranya
tahap secara moral dan spiritual. Karena pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dilihat dari tahapan tersebut memiliki kesinambungan yang begitu erat dan
penting untuk dibahas, maka kita menguraikannya dalam bentuk struktur yang jelas
baik dari segi teori sampai kaitannya dengan pengaruh yang ditimbulkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah adalah sebagai berikut :
1
1) Apa sajakah tahap perkembangan bahasa?
C. Tujuan
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
“bebek” (unggas) dan kata “bebek” (rujak yang ditumbuk) . Sementara
itu, fonemik adalah cabang fonologi yang membahas bunyi dengan
memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna,
contohnya penggunaan bunyi “s” pada kata “sari”, dan bunyi “d” pada
kata “dari”. Perbedaan 1 bunyi akan membedakan arti.
b. Morfologi
4
sintax berfungsi dalam menata kata hingga membentuk kalimat yang
utuh.
e. Pragmatik
a. Teori empiris
Teori empiris atau yang biasa dikenal dengan teori belajar
menunjukkan bahwa ketika bayi dilahirkan, mereka dikelilingi oleh
bahasa. Kita berbicara dengannya setiap waktu walaupun kita tahu
kalau mereka tidak dapat mengerti dan merespons apa yang kita
sedang bicarakan. Ketika seseorang mengajak bayi berbicara, itu
merupakan salah satu cara bagaimana bayi belajar memproduksi
bahasa. Pada tahap awal, bayi akan mengikuti suara yang sering mereka
dengar, kemudian mereka belajar untuk menangkap makna kata dan
meniru peraturan tata bahasa berdasarkan apa yang mereka dengar.
b. Teori Nativisme
Noam Comsky adalah ahli bahasa terkemuka yang mengatakan
bahwa manusia terlahir dengan perangkat akuisisi bahasa atau language
acquisition device (LAD). Chomsky tidak memercayai jika bayi belajar
mengembangkan bahasa dengan cara mengikuti perkataan orang
dewasa di sekitarnya karena orang dewasa sangat jarang berbicara
dengan menggunakan tata bahasa yang benar. Hal tersebut tidak
memungkinkan anak belajar mengembangkan bahasa dari orang
dewasa.
5
c. Teori Interaksi
Teori ini menjelaskan interaksi antara perkembangan bahasa,
perkembangan kognitif, dan kemampuan berpikir secara umum. Teori
ini banyak terkait mengenai teori kognitivitas dari Piaget. Menurut
Piaget, perkembangan kognitif adalah sebuah proses genetik yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
Dengan semakin bertambahnya umur seseorang, semakin komplek
susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya.
Oleh karena itu, kemampuan anak umur 1 dan 3 berbeda dalam proses
belajar. Berikut adalah tahapan pemerolehan bahasa yang terjadi. Ada
seseorang berbicara → didengar oleh orang lain → diingat oleh orang
tersebut → diingat kembali kata-kata yang memiliki arti → terjadi
proses berpikir → mengucapkan apa yang telah disampaikan dalam
ingatan.
1) Periode Pralinguistik
6
walaupun ia tidak mengatakan dengan kalimat yang lengkap, “Aku mau
susu.”
3) Periode Telegrafis
Jika pada tahap holophrase, anak mencoba menyampaikan pesan
melalui satu kata, pada tahap telegrafis, anak mencoba membentuk makna
dengan mengombinasikan dua kata. Contohnya, anak mengatakan “mam
nasi” yang sebenarnya anak itu ingin sampaikan adalah ia sedang makan nasi
atau ia ingin makan nasi. Namun, kemampuannya masih terbatas sehingga
iahanya mengatakan dua kata.
4) Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-kanak dan Remaja
Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-Kanak, dan Remaja Sebagai
pendidik, penting untuk mengetahui tahap perkembangan bahasa anak. Selain
untuk berkomunikasi, bahasa juga digunakan sebagai alat pendeteksi gejala-
gejala yang terjadi pada anak dalam proses perkembangannya. Sebagai
contoh, anak dengan keterlambatan berbicara atau speech delay dengan
kondisi yang serius dapat menunjukkan adanya gangguan pendengaran.
Mereka sulit berkomunikasi dan mengekspresikan keinginannya. Oleh karena
itu, penting untuk Anda mengetahui tahapan perkembangan bahasa pada anak
agar tetap dapat memahami kondisi peserta didik.
3. Bilingualisme
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan setelah seseorang sudah
menguasai bahasa pertamanya. Elis (Maharani dan Astuti, 2018) berpendapat
bahwa pembelajaran bahasa kedua akan lebih mudah jika seseorang telah
menguasai bahasa pertamanya dengan baik karena kemampuan bahasa pertama
dapat berguna dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Berbeda dengan
proses pemerolehan bahasa pertama, bahasa kedua pada umumnya diperoleh
dari proses sadar melalui pembelajaran. Bambang Kaswanti Purwo (1989)
7
meneliti pemerolehan bahasa kedua, khususnya bahasa Inggris oleh anak
sekolah dasar (SD). Dari penelitian tersebut disimpulkan hal berikut:
1) Masa emas seseorang belajar bahasa kedua adalah saat ia berusia 6 - 12
tahun sehingga pembelajaran bahasa kedua pada masa ini harus dilakukan
dengan maksimal Walaupun pada masa ini pembelajaran bahasa kedua
sebaiknya dilakukan dengan maksimal, pengajar sebaiknya tidak
memforsir keadaan ini mengingat usia anak yang masih muda.
2) Pada pembelajaran usia 6 - 8 tahun, kemampuan yang lebih ditonjolkan
adalah penguasaan fonologi (tata bunyi/pelafalan) Hal ini terjadi karena
kondisi psikologi yang belum matang sehingga belum bisa berpikir
tentang tata kalimat.
3) Pada usia 9 - 12 tahun, kemampuan anak ditonjolkan pada penguasaan
morfologi dan sintaksisnya karena fonologi sudah dikuasai saat mereka
berada pada usia 6 - 8 tahun Pada usia ini, kondisi psikologi anak lebih
siap untuk mengonstruksi kata dan kalimat.
Dengan mengetahui perkembangan bahasa kedua sesuai dengan umur
dan kapasitas yang ditonjolkan, Anda diharapkan bisa menentukan
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Selain itu, penelitian
di atas juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam proses belajar
mengajar bahasa kedua.
8
B. Kemampuan Berfikir Matematis
9
menanggapi tantangan yang ada, tetapi tidak mencapai puncak
kesuksesan dan mudah puas dengan apa yang sudah dicapai.
c. Quitters
Merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar
dan menolak kesempatan yang ada, mudah putus asa, mudah
menyerah, cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk mencapai
puncak keberhasilan.Dengan mengetahui macam-macam cara
manusia dalam memecahkan masalah, diharapkan Anda dapat
mengidentifikasi siswa berdasarkan cara mereka memecahkan
masalah, kali ini dalam konteks berpikir matematis.
10
memiliki tiga buah pensil dan Heni memiliki tiga buah permen.
Kemudian, ibu meminta Sandra dan Heni untuk saling bertukar
barang yang mereka miliki. Pada akhirnya, kita mengekspektasikan
Sandra untuk mengetahui bahwa jumlah pensil dan permen adalah
sama tanpa menghitungnya.
11
2) Pandangan Teori Nativisme
Teori nativisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki
sistem bawaan yang memberi kita kemampuan untuk membuat
perkiraan penilaian tentang jumlah angka. Sistem ini memungkinkan
kita untuk memetakan label nomor agar digunakan dalam menghitung
dengan jumlah yang sesuai, contohnya penggunaan angka pada jam.
2) Penalaran Multiplikatif
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang ada pada bab sebelumnya maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa dalam hal ini banyak sekali faktor yang
mendukung seseorang anak untuk berfikir secara matematis dengan
mengembangkan cara mengajar. Selain itu, banyak juga faktor yang
mempengaruhi perkembangan penalaran dalam pemecahan masalah..
B. Saran
Makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian demi
tercapainya kesempurnaan dari makalah kami ini untuk kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Gelman, R., & Gallistel, C.R. (1978). The child’s understanding of number.
Cambridge,
MA: Harvard University Press.
Martin, C.L., & Halverson, C.F. (1981). A schematic processing model of sex typing
and stereotyping in children. Child Development, 52, 1119—1134
Purwo, B.K. (1989). PELLBA 2, pertemuan linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya
kedua:Neurolinguistik, sosiolinguistik, humanistik, tipologi, aliran praha, tata
14
bahasa kasus, pemerolehan bahasa. Jakarta: Unika Atma Jaya.
Widyastuti, R., Usodo, B., & Riyadi. (2015). Proses berpikir siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan teori polya ditinjau dari
adversity quotient tipe climber. https://doi.org/10.24042/ajpm.v6i2.48
15