Anda di halaman 1dari 22

PENDEKATAN TES BAHASA DAN PENYUSUSNAN TES BAHASA ARAB

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu:
Machrup Eko Cahyono, M.Pd.I.

Disusun oleh:
Anis Nur Hidayah (126202212055)
Bintan Fatiha Az Zahro’ (126202212057)
Lisa Ardiana Fatmawati (126202213080)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendekatan Tes
Bahasa Dan Penyususnan Tes Bahasa Arab” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Machrup Eko Cahyono, M.Pd.I.
selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Pembelajaran yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 29 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii

BAB I ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masasalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II ........................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 3

A. Tes Diskret ......................................................................................................................... 3

B. Tes Integratif ...................................................................................................................... 4

C. Tes Pragmatik .................................................................................................................... 6

E. Analisis Hasil Tes Bahasa Arab ....................................................................................... 15

BAB III ........................................................................................................................................ 17

PENUTUPAN ............................................................................................................................. 17

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 17

B. Saran................................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia seharihari.
Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya
sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia
pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran
tersebut maka perlu adanya evaluasi.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh
mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu.
Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa
disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam proses pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari
oleh siswa di setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat ahli yang
mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan.
Tes bahasa arab yang baik adalah tes yang memenuhi standar validitas,
reliabilitas, dan memiliki tingkat kesulitan dan daya beda yang baik. Untuk
menghasilkan tes bahasa arab yang memenuhi standar tersebut, ada tahapan-
tahapan prosedural yang harus diperhatikan oleh penyusun tes. Tahapan tersebut
meliputi: tahapan persiapan, pemilihan materi tes, penentuan bentuk tes,
penentuan jumlah butir soal, pembuatan kisi-kisi, penyusunan tes(butir soal), uji
coba, dan analisis hasil uji coba yang mencakup analisis tingkat kesulitan, daya
beda, dan reliabilitas
B. Rumusan Masasalah
1. Bagaimana pengertian dan penedekatan dari tes diskret?
2. Bagaimana pengertian dari pendekatan dari tes integratif?

1
3. Bagaimana pengertian dan penedekatan dari tes fragmatik?
4. Bagaimana tahap penyususnan soal (tes) bahasa Arab?
5. Bagaimana analisis hasil tes bahasa Arab?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelasakan pengertian dan penedekatan dari tes diskret.
2. Untuk menjelaskan pengertian dari pendekatan dari tes integratif
3. Untuk menjelasakan pengertian dan penedekatan dari tes fragmatik
4. Untuk menjelaskan tahap penyususnan soal (tes) bahasaArab
5. Untuk menjelaskan analisis hasil tes bahasa arab

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tes Diskret
1. Pengertian Tes Diskret
Tes Diskret adalah tes yang hanya menekankan atau menyangkut satu
aspek kebahasaan pada satu waktu. Menurut Oller tes yang bersifat dikrit tidak
hanya menyangkut aspek kebahasaan saja, melainkan berbagai macam
keterampilan berbahasa .Jika tes secara khusus hanya dimaksudkan mengukur
salah satu keterampilan berbahasa saja, misalnya menyimak, membaca,
berbicara, atau menulis, tanpa mengaitkan dengan keterampilan yang lain.
Sebagai contoh misalnya tes keterampilan menyimak yang hanya menuntut
siswa untuk mengenali perbedaan fonem-fonem tertentu atau aspek
kebahasaan yang lain, yang didengarkan fakta dengan pakta, kafandengan
kapan..Untuk keterampilan berbicara misalnya siswa hanya diminta
melafalkan kata-kata atau kalimat tertentu. 1
2. Pendekatan Tes Diskret
Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada pendekatan
structural dalam kajian kebahasaan. Dalam pendekatan struktural, bahasa
dianggap sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang tertata rapi, dan terdiri
dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi bahasa, kosa-kata,
dan tatabahasa. Komponen-komponen itu tersusun secara berjenjang menurut
suatu struktur tertentu. Dalam struktur itu, bagian-bagian kecil bersama-sama
membentuk bagian-bagian yang lebih besar, bagian-bagian lebih besar
membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, dan demikian selanjutnya,
sampai terbentuknya bahasa sebagai struktur terbesar. Ditinjau dari arah
sebaliknya, pendekatan struklural menggambarkan bahasa sebagai sesuatu

1
John W. Oller, “Language Tests at School” (London: Longman, 1979) h.37

3
yang memiliki struktur, yang terdiri dari komponen-komponen yang dapat
dibedakan dan dipisahkan satu dari yang lain. 2
Penerapan pendekatan diskret dapat ditemukan dalam pengajaran
bahasa dalam bentuk pengajaran komponen-komponen kebahasaan secara
terpisah, seperti bunyi-bunyi bahasa, kata-kata, struklur-struktur kalimat dan
sebagainya. Pada tes bahasa, pendekatan diskret dapat ditemukan dalam
bentuk tes yang dirancang khusus untuk masing-masing komponen
kebahasaan secara terpisah. Penerapan pendekatan diskret dalam tes bahasa
secara ketat bahkan mengandung arti bahwa satu butir tes hanya digunakan
untuk mengukur satu, dan hanya satu aspek saja, dari kemampuan berbahasa.
Satu butir tes menyimak pada tes bunyi bahasa yang dilakukan secara diskret,
misalnya, hanya manyangkut kemampuan membedakan satu bunyi bahasa
dengan bunyi bahasa yang lain. Dalam tes kosakata dengan pendekatan
struktural dapat ditemukan butir tes yang menanyakan makna satu patah kata,
yang bahkan digunakan secara terpisah di luar kalimat. Dalam pelaksanaan
sebenarnya, tentu saja tidak selalu mungkin atau tepat untuk menerapkan
pengertian itu secara ketat dan konsekuen, dengan selalu membatasi cakupan
satu butir tes pada hanya satu aspek kecil dari kemampuan berbahasa.
B. Tes Integratif
1. Pengertian Tes Integratif
Tes yang bersifat integrative muncul sebagai reaksi terhadap teori tes
diskrit.Jika teori diskrit aspek-aspek bahasa dan keterampilan berbahasa
dilakukan secar terpisah dalam tes integrative aspek dan keterampilan
berbahasa itu dicakup secara bersamaan. Tes integrative ditekanakan pada
adanya dua aspek kebahasaan atau keterampilan berbahasa yang diujikan pada
saat bersamaan.3

2
Sudrajat Didi. “Hasil Belajar Grammatika Dengan Menggunakan Tes
Diskret,Integratif,Pragmatic Dan Komunikatif Mahasiswa Semester 1 Program Study Pendidikan Bahasa
Inggris Universitas Kutai Kartanegara”,Vol.1, Jurnal Intelegensia, 2016, h. 53
3
John W. Oller, “Language Tests at School”......... h. 38

4
2. Pendekatan Tes Integratif
Apabila pendekatan diskret bertitik tolak dari anggapan bahwa bahasa
dapat dipisah-pisahkan ke dalam komponen-komponen bahasa sampai dengan
bagian-bagiannya yang terkecil, pendekatan integratif justru menekankan
sebaliknya. Meskipun didasarkan atas pandangan yang sama dengan
pendekatan diskret terhadap bahasa, yaitu pandangan struktural, pendekatan
integratif beranggapan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari bagian-
bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk
bahasa. Bahasa merupakan suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil yang
membentuk bagian-bagian yang lebih besar, yang secara bertahap dan
berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, yang pada
akhirnya merupakan bentukan terbesar berupa bahasa seutuhnya. 4
Tes bahasa dengan pendekatan integratif melakukan pengukuran
penguasaan kalimat kemampuan berbahasa atas dasar penguasaan terhadap
gabungan antara beberapa bagian dari komponen bahasa dan kemampuan
berbahasa. Berbeda dengan pendekatan diskret yang memungkinkan
penggunaan kata-kata lepas, atau bahkan, bunyi-bunyi bahasa lepas sebagai
butir tes, pendekatan integratif mengandalkan penggunaan bahasa dalam
konteks yang besarnya beragam. Konteks yang kecil ditemukan pada
penggunaan bahasa dalam kata-kata, kata-kata dalam , atau kalimat-kalimat
dalam bacaan. Bahasa dalam konteks hanya dapat dipahami melalui
pemahaman terhadap gabungan berbagai bagian dari komponen bahasa dan
kemampuan berbahasa, seperti yang dapat ditemukan dalam penggunaan
bahasa senyatanya. Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat atau
teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tesdengan pendekatan integratif.
Mengerjakan tes semacam itu selalu mempersyaratkan penggunaan lebih dari

4
Sudrajat Didi. “Hasil Belajar Grammatika Dengan Menggunakan Tes
Diskret,Integratif,Pragmatic Dan Komunikatif Mahasiswa Semester 1 Program Study Pendidikan Bahasa
Inggris Universitas Kutai Kartanegara”,Vol.1, Jurnal Intelegensia, 2016, h. 54

5
satu bagian komponen bahasa atau kemampuan berbahasa sekaligus secara
integratif.
C. Tes Pragmatik
1. Pengertian Tes Pragmatik
Tes pragmatik muncul sebagai reaksi tes dikrit yang dipandang banyak
kelemahannya. Teori diskrit yang memecahkan unsur kebahasaan dan
kemudian diteskan secara terpisah dan terisolasi bersifat sangat artifisial.
Artinya belum dapat mencerminkan kemampuan siswa mempergunakan
bahasa sesuai dengan fungsi komunikatif. Tes pragmatik, di pihak lain,
merupakan suatu pendekatan dalam tes keterampilan (skills). Teori tes
pragmatik sejalan dengan (atau berasal dari) pedekatan komunikatif dalam
pengajaran bahasa yang menekankan pembentukann kompetensi berbahasa
kemampuan berbahasa dalam fungsi komunikatif secara wajar. Tes pragmatik
dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau tugas yang menuntut siswa untuk
mengahasilkan urut-urutan unsur bahasa sesuai dengan pemakaian bahasa itu
secara nyata dan sekaligus menuntut siswa untuk menghubungkan unsur-unsur
bahasa tersebut dengan konteks ekstralinguistik.5
2. Pendekatan Tes Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa
senyatanya dalam kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Dalam
pendekatan ini, bahasa tidak ditinjau dari struktumya dengan menunjukkan
adanya strukturyang berlapis dan bertingkat sampai ke bagian-bagiannya yang
terkecil, seperti pada pendekatan diskret. Bahasa tidak juga didekati sebagai
penggabungan bagian-bagian terkecil secara berlapis dan bertingkat dalam
mewujudkan bahasa, seperti pada pendekatan integratif. Pendekatan pragmatik
mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang melibatkan tidak
saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frase, atau kalimat, melainkan

5
John W. Oller, “Language Tests at School”...... h. 39

6
unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu terkait dalam setiap bentuk
penggunaan bahasa.6
Pada penggunaan tes pragmatik, titik berat pengukuran tidak
diletakkan pada penguasaan butir-butir (yang diskret) ataupun gabungan butir-
butir (secara integratif) dari kemampuan berbahasa atau komponen bahasa.Tes
pragmatik dimaksudkan untuk menyadap kemampuan untuk memahami atau
menggunakan bahasa senyatanya, yang erat kaitannya dengan seluruh konteks
penggunaannya. Informasi yang ingin diperoteh melalui tes pragmatik adalah
tingkat kemampuan seseorang dalam memahami atau menggunakan bahasa
seperti yang ditemui pada penggunaan bahasa senyatanya.
D. Tahapan Penyusunan Soal (Tes) Bahasa Arab
Sebelum membicarakan masalah teknik penyusunandan pelaksanaan tes
hasil belajar, alangkah baiknyamengenali dulu ciri-ciri tes hasil belajar yang baik
sehinggadiharapkan nantinya dalam menyusun dan melaksanakantes hasil belaiar
tidak mengalami kesulitan dalammenentukan soal-soal yang akan diteskan.
Setidak-tidaknya ada empat ciri atau karakteristikyang harus dimiliki oleh
tes hasil belaiar, sehingga testersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu
: (1)valid (shahih/tepat), (2) reliabel (andal/tetap/ajeg), (3)obyektif dan (4)
praktis.7
Ciri pertama, dari tes hasil belajar yang baik adalahbahwa tes hasil belajar
tersebut bersifat valid atau memilikivaliditas.Kata valid sering diartikan dengan
tepat,Banar, shahih, absah. Jadi kata validitas dapat diartikan denganketepatan,
kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Apabilakata valid itu dikaitkan dengan
fungsi tes sebagai alat pengukur,maka sebuah tes dikatakan telah
memiliki”validitas” apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak
diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar,

6
Sudrajat Didi. “Hasil Belajar Grammatika Dengan Menggunakan Tes
Diskret,Integratif,Pragmatic Dan Komunikatif Mahasiswa Semester 1 Program Study Pendidikan Bahasa
Inggris Universitas Kutai Kartanegara”,Vol.1, Jurnal Intelegensia, 2016, h. 55
7
Meliza Rezi, Annisa Aulia, “Tahapan Penyusunan dan Analisis Tes Bahasa Arab” vol. 5, no. 2
(2020). h 55

7
bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat
melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada
permasalahannya.8Jadi tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila hasil belajar
tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilanbelajar peserta didik) dengan secara
tepat benar, shahih,atau absah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasilbelajar
yang telah dicapai oleh peserta didik, setelahmenempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.
Ciri kedua, dari tes hasil belajar yang baik adalahbahwa tes hasil belajar
tersebut telah memiliki reliabilitasatau bersifat reliabel. Kata “reliabilitas” sering
diterjemahkandengan keajegan (stabily) atau kemantapan (consistency).Apabila
istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi pesertadidik, maka sebuah tes hasil belajar
dapat dinyatakanreliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukandengan
menggunakan tes tersebut secara berulangkaliterhadap subyek yang sama,
senantiasa menunjukkan hasilyang tetap sama atau sifatnya aieg dan stabil.
Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah memiliki reliabilitas(daya keajegan
mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilaiyang diperoleh para peserta ujian
adalah stabil, kapan saja,dimana saja dan oleh siapa saja uiian itu
dilaksanakan,diperiksa dan dinilai. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
prinsipreliabilitas akan menyangkut pertanyaan: “seberapajauhkah pengukuran
yang dilakukan secara berulangkali terhadap subyek atau kelompok subyek yang
sama, memberikan hasil-hasil yang relatif tidak mengalami perubahan.”
Ciri ketiga dari tes hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar
tersebut bersifat obyektif. Dalam hubunganini sebuah tes hasil belajar dapat
dikatakan sebagai tes hasilbelajar yang obyektif, apabila tes tesebut disusun
dandilaksanakan“menurut apa adanya”. Ditinjau dari segi isiatau materi tesnya,
maka istilah “apa adanya, itumengandung pengertian bahwa materi tes tersebut

8
Fatimah Devi Susanty, “Analisis Validasi Soal Hasil Tes Belajar Pada Pelaksanaan Pembelajaran
Bahasa Arab DiPusat Pengembangan Bahasa,” Kutubkhanah: Jurnal Penelitian sosial keagamaan, vol 2,
19 (2016). h. 219

8
adalahdiambilkan atau bersumber dari materi atau bahanpelajaran yang telah
diberikan, sesuai atau seialan dengantujuan pembelajaran atau indikator atau hasil
belajar yangtelah ditentukan di dalam kurikulum. Dilihat dari segipemberian skor
dan penentuan nilai hasil tesnya, makadengan istilah “apa adanya” itu terkandung
pengertianbahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor dan penentuannilainya
terhindar dari unsur-unsur subyektivitas yangmelekat pada diri penyusun tes. Di
sini tester harus bisameminimalisir sejauh mungkin kemungkinankemungkinan
munculnya “hallo effect” seperti jawaban soaldengan tulisan yang baik mendapat
skor lebih tinggidariypada jawaban soal yang tulisannya jelek, padahaljawaban
tersebut sama. Demikian pula kesan rasa malu atau kasihan dan lain-lain darus
disingkirkan jauh-jauhsehingga tes hasil belajar tersebut menghasilkan nilai-
nilaiyang obyektif.
Ciri kempat dari tes hasil belajar yang baik adalah,bahwa tes hasil belajar
tersebut bersifat praktis (practicabitity)dan ekonomis. Bersifat praktis mengadung
pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan denganmudah
karena itu: (a) bersifat sederhana, dalam arti tidakmemerlukan peralatan yang
banyak atau peralatan yangsulit pengadaannya, (b) lengkap, dalam arti bahwa tes
tersebut telah dilengkapi dengan petuniuk mengenai caramengerjakannya kunci
jawabannya dan pedoman skoring serta penentuan nilainya. Bersifat ekonomis
mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan tenaga
biaya dan waktu yang banyak.9
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, maka tes yang disusun
benar-benar mampu mengukur yang seharusnya diukur. Permasalahannya adalah
seringkali tes yang disusun itu kurang memperhatikan unsur validitas dan
reliabilitasnya. Implikasinya, sering dijumpai bahwa tes yang disusun terlalu sulit
atau terlalu mudah, atau bahkan tes yang disusun tidak mencerminkan kemampuan
yang seharusnya diukur.

9
Gito Supriadi, Pengantar dan Teknik Evaluasi Dalam Pembelajaran (Malang: Intimedia Press,
2011).h 35-38

9
Untuk menghasilkan suatu tes yang valid dan reliable, maka pembuat tes
(guru) harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini guru atau pembuat tes melakukan kajian terhadap
kurikulum bahasa Arab dan buku pedoman pelaksanaan kurikulum untuk
mata pelajaran bahasa Arab. Apabila kurikulum yang dijadikan sandaran
adalah kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, maka substansi yang dikaji
meliputi Kompetensi Dasar, Indikator, hasil, topik-topik
bahasan,penilaian, dan alokasi waktu yang tersedia.10
2. Pemilihan Materi Tes
Untuk menetapkan materi tes bahasa Arab yang benar-benar
fixeddan selektif dapat dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Menentukan komponen dan keterampilan berbahasa yang akan
diteskan, misalnya tes kosakata,struktur, membaca, menulis atau tes
berbicara.
b. Menentukan pokok bahasan yang kan diteskan secara representatif
(tidak bias, dan tidak atas dasar subjektif penyusunan tes. 11
3. Menentukan Bentuk Dan Jenis Tes
Sebagaimana telah dikemukakan, tes komponen bahasa dan
kemampuan bahasa dapat disusun dalam bentuk subjektif atau objektif
dengan segala variasinya atau jenisnya (kecuali tes keterampilan berbicara
yang memiliki perlakuan khusus. Dengan ungkapan lain, tes yang disusun
dapat berbentuk objektif dengan jenis pilihan ganda atau salah benar, atau
dapat pula berbentuk subjektif (essay).
4. Menentukan Jumlah Butir Tes
Perihal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah
butir tes adalah alokasi waktu yang tersedia untuk penyelenggaraan tes.

10
Yelfi Dewi, Evaluasi dan tes Bahasa Arab Pedoman bagi Guru, Mahasiswa dan Praktisi
Pendidikan Bahasa Arab, (Bukittinggi : STAIN Bukittinggi Press, 2013), h. 45
11
M. Ainin, Dkk, Evaluasi Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2006), h. 95

10
Untuk menentukan berapa jumlah butir tes yang harus disusun sesuai
dengan waktu yang tersedia memang tidak ada batasan yang pasti. Akan
tetapi, guru dengan nalurinya yang mengetahui kondisi objektif siswanya
akan dapat menentukan jumlah butir tes yang sesuai dengan waktu yang
tersedia. Misalnya satunomor soal dalam pilihan ganda diberikan batas
waktu satu menit. Berkaitan dengan hubungan penentuan jumlah butir tes
dan alokasi waktu yang tersedia, seorang guru atau pembuat tes perlu juga
memperhatikan bentuk tesnya itu sendiri. Sudah barang tentu waktu yang
digunakan untuk menjawab soal dalam bentuk esai lebih banyak daripada
untuk menjawab soal dalam bentuk pilihan gandaatau salah benar.
Misalnya, jika jumlah butir tes itu 25, maka proporsi jumlah item
untuk masing-masing jenis tes adalah 10 item untuk tes pilihan ganda, 10
item untuk tes salah benar, dan 5 item untuk tes esai. Demikian pula,
proporsi jumlah butir tes untuk masing-masing sub kemampuan juga perlu
diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan penentuan jumlah butir tes untuk masing-
masing aspek (kosakata, struktur, membaca, dan menulis), pembuat tes
dapat merumuskannya dengan pertimbangan tertentu. Diantaranya dengan
menghitung alokasi waktu yang tersedia untuk mata pelajaran bahasa Arab
secara keseluruhan dan alokasi waktu untuk masing-masing aspek. Jika
dalam kurikulum tidak disebutkan alokasi waktu untuk masing-masing
komponen atau keterampilan, maka jumlah butir tes dapat ditentukan
melalui butir-butir tujuan pembelajaran atau prioritas tujuan
pembelajaran.12
5. Menentukan Skor
Apabila jumlah butir tes sebanyak 40 (pilihan ganda) dengan skor
tertinggi 100, dan semua butir tes diberi bobot skor sama, makaskor untuk
jawaban yang benar pada setiap butir tes adalah 2,5.

12
Moh. Matsna HS, Pengembangan Evaluasi dan Tes Bahasa Arab, (Tanggerang: Alkitabah,
2012), h. 77-78

11
Sementara itu, jawaban tes esay dapat di skor sesuai dengan
pendapat dan penilaian subjektif (berbasis keahlian profesional) seorang
korektor. Jika seandainya suatu pekerjaan tes subjektif diperiksa oleh dua
orang atau lebih korektor yang berbeda, maka hasil penilaiannya sangat
mungkin akan berbeda antara satu korektor dengan korektor lainnya.
Perbedaan itu disebabkan oleh pendapat penilaian masing-masing korektor
yang subjektif terhadap pekerjaan yang sama dari peserta tes yang sama.
Apabila soal yang dibuat mempunyai tingkat kesukaran yang
berbeda-beda, maka pihak pembuat tes dapat memberikan bobot yang
berbeda. Artinya, suatu butir tes diberi bobot tinggi apabila butir tes
tersebut lebih sulit dan lebih kompleks bila dibandingkan dengan butir tes
lain.
Dengan mengingat kedua jenis tes tersebut kita dapat menjelaskan
perbedaan pada pemberian skornya, yaitu sebagai berikut :
a. Untuk tes objektif dalam menentukan benar dan salahnya jawaban
terhadap suatu butir tes penilai hanya mencocokkan jawaban dengan
kunci jawaban yang tersedia. Sedangkan untuk tes subjektif penilai
seringkali masih perlu mempertimbangkan betul salahnya suatu
jawaban yang tidak persis sama dengan yang tertulis pada kuncinya.
b. Sebagai akibat dari perlunya pertimbangan penilai terhadap suatu
jawaban, maka otomatis proses pemberian skor untuk tes subjektif
akan lebih lama dibandingkan dengan proses pemberian skor pada tes
objektif.
c. Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, harus persis dengan
kuncinya, maka korektornya tidak harus seseorang yang ahli di bidang
yang diteskan. Sedangkan untuk tes subjektif, diperlukan korektor
yang menguasai bidang yang diteskan.
d. Siapapun yang mengoreksi tes objektif hasil skornya tidak akan
bervariasi, sedangkan pada tes subjektif berbeda korektor mungkin saja
menghasilkan skor yang berbeda.

12
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian skor untuk
tes subjektif lebih kompleks dan lebih rumit, sedangkan untuk tes objektif
lebih mudah dan lebih sederhana.13
6. Membuat Kisi-kisi
Tujuan pembuatan kisi-adalah membuat spesifikasi yang jelas tentang
apa yang akan ditanyakan. Tujuan membuat kisi-kisi adalah supaya apa
yang akan kita usahakan mengenai sasaran. Kisi-kisi yang baik harus
mewakili isi kurikulum suatu lembaga yang bersangkutan, komponen-
komponen nya diuraikan dengan jelas dan mudah dipahami serta
memberikan indokator yang jelas pula.14
Selain itu juga harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Waktu untuk melaksanakan tes
b. Topik-topik yang akan ditanyakan
c. Jenis soalyang akan digunakan
d. Jumlah soal setiap soal secara keseluruhan maupun tiap-tiap topik
e. Persentase soal yang mudah dan yang sulit setelah diuji cobakan
Dalam membuat kisi-kisi soal, dapat dilakukan langkah-langkah
berikut :
a. Menuliskan kompetensi dasar dan indikator capaian hasil belajar
yang terdapat dalam silabus/kurikulum
b. Menuliskan daftar pokok/sub pokok bahasan yang akan diujikan
c. Menentukan jumlah butir soal setiap pokok/sub pokok bahasan,
jumlah soal hendaknya representatif untuk untuk setiap pokok /sub
pokok bahasan yang diujikan dengan pertimbangan pentingnya
pokok/sub pokok bahasan tersebut. Selain itu, dalam menentukan
jumlah soal juga perlu mempertimbangkan waktu yang tersedia
untuk pelaksanaan tes.

13
Erta Mahyudin, Pengembangan Evaluasi dan Tes Bahasa Arab, (Tanggerang: Alkitabah, 2012),
h. 78 & 210
14
Moh. Matsna HS, Pengembangan Evaluasi dan Tes Bahasa Arab....... h. 79

13
d. Menentukan bentuk soal tes, dalam menentukan bentuk tes, perlu
mempertimbangkan karakteristik materi yang hendak diukur. Jika
tes itu untuk mengukur pemahaman mufradat, qawaid, istima’, dan
qiraah, maka bisa digunakan bentuk tes pilihan ganda. Namun jika
tes itu untuk mengukur kemampuan menulis dan berbicara, maka
lebih tepat jika menggunakan bentuk tes uraian atau mengarang. 15
7. Menyusun Butir Tes Berdasarkan Kisi-Kisi
Dalam penyusunan butir soal ini, ada rambu-rambu yang sebaiknya
diperhatikan oleh guru atau pembuat tes, yaitu :
a. Bahasa yang digunakan jelas dan lugas
b. Stem (pernyataan pokok) pada setiap butir tes (pilihan ganda)
hanya berisi satu permasalahan
c. Panjang jawaban untuk setiap option (khusus untuk pilihan ganda)
relatif sama
d. Letak jawaban yang benar disusun secra acak, artinya harus
dihindari letak jawaban benar yang berpola, misalnya berpola ab,
ac, dan ad atau berpola aa, bb, cc, dan dd.
8. Uji Coba Tes yang telah disusun
Idealnya sebelum tes diberlakukan kepada siswa, perlu dilakukan
uji coba terlebih dahulu. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah
tes yang disusun benar-benar tes yang baik atau apakah tes yang disusun
itu memiliki tingkat kesulitan yang normal dan benar-benar dapat
membedakan kelompok teste yang memiliki kemampuan tinggi dan
rendah. Untuk mengetahui hal itu, maka setelah tes uji coba dilakukanlah
analisis terhadap jawaban siswa. Diantara variabel yang dianalisis adalah
analisis tingkat kesulitan, analisis daya beda, dan analisis reliabilitas. 16

15
Yelfi Dewi, Evaluasi dan tes Bahasa Arab Pedoman bagi Guru, Mahasiswa dan Praktisi
Pendidikan Bahasa Arab.......h. 47-48
16
M. Ainin, Dkk, Evaluasi Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, ............ hal. 100-102

14
E. Analisis Hasil Tes Bahasa Arab
Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk
mengetahui derajat kualitas suatu tes, baik tes secara keseluruhan maupun butir
soal yang menjadi bagian dari tes tersebut. Tes sebagai alat evaluasi diharapkan
menghasilkan nilai yang objektif dan akurat. Jika tes yang digunakan guru kurang
baik, maka hasil yang diperolehpun tentunya kurang baik. Hal ini dapat merugikan
peserta didik itu sendiri. Artinya, hasil yang diperoleh peserta didik menjadi tidak
objektif dan tidak adil. Oleh sebab itu, tes yang digunakan guru harus memiliki
kualitas yang lebih baik dilihat dari berbagai segi. Tes hendaknya disusun sesuai
dengan prinsip dan prosedur penyusunan tes. Setelah digunakan perlu diketahui
apakah tes tersebut berkualitas baik atau kurang baik. Untuk mengetahui apakah
suatu tes yang digunakan termasuk baik atau kurang baik, maka perlu dilakukan
analisis kualitas tes.17
Penganalisisan terhadap butir-butir item tes hasil belajar meliputi :
1. Tingkat Kesukaran/kesulitan
Analisis tingkat kesulitan butir tes dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa sulit atau mudahnya tes yang telah diselenggarakan, baik tes secra
keseluruhan maupun masing-masing butir tesnya. Tingkat kesulitan itu
diperhitungkan dari perbandingan antara jumlah peserta tes yang dapat
mnjawab dengan benar dan yang tidak mampu menjawab dengan benar.
Dasarnya adalah bahwa semakin banyak peserta tes yang menjawab dengan
benar, semakin mudah tes atau butir tes yang bersangkutan.
2. Daya Pembedan
Selain tingkat kesulitan, aspek lain dari butir tes yang dijadikan sasaran
analisis adalah kemampuan butir tes untuk membedakan peserta tes yang
mampu dan yang kurang mampu dalam menjawab pertanyaan tes atau
mengerjakan tugas tes dengan benar. Kemampuan butir tes untuk
membedakan peserta tes tersebut dikenal dengan daya pembeda. 18Daya

17
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 311
18
Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa : Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, ...........h. 220

15
pembeda soal berkaitan dengan kemampuan soal untuk mengetahuidan
membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi) dan siswa yang
kurang pandai (tidak/kurang menguasai materi). 19
3. Fungsi Distraktor
Dalam tes objektif selalu digunakan alternatif jawaban yang
mngandung dua unsur sekaligus, yaitu jawaban yang tepat dan jawaban yang
salah sebagai penyesat (distraktor). Tujuannya adalah sebagai pengecoh bagi
yang kurang mampu untuk dapat dibedakan dengan yang mampu. Jika sebuah
distraktor dipiih oleh 5% lebih dari semua peserta tes, maka sebuah distraktor
yang bersangkutan berfungsi, dan jika sebuah distraktor dipilih kurang dari 5%
dari semua peserta tes maka distraktor yang bersangkutan tidak berfungsi. 20

19
Indah Rahmi Nur Fauziah, dkk, Analisis Kualitas Tes Bahasa Arab Berbasis Higher Order
Thinking Skill (HOTS), “Lisanuna”, Vol. 10, 2020, h. 137
20
Sri Suharti, Kualitas Tes Bahasa Arab dan Prestasi Peserta Didik Madrasah Tsanawiyah
Kabupaten Bantul (Analisis Butir Soal UAMBN Tahun Ajaran2013/2014), Jurnal Pendidikan Madrasah,
Vol. 2, 2017, h. 21

16
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Tes Diskret adalah tes yang hanya menekankan atau menyangkut satu aspek
kebahasaan pada satu waktu. Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada
pendekatan structural dalam kajian kebahasaan.
Tes yang bersifat integrative muncul sebagai reaksi terhadap teori tes
diskrit.Jika teori diskrit aspek-aspek bahasa dan keterampilan berbahasa dilakukan
secar terpisah dalam tes integrative aspek dan keterampilan berbahasa itu dicakup
secara bersamaan. Meskipun didasarkan atas pandangan yang sama dengan
pendekatan diskret terhadap bahasa, yaitu pandangan struktural, pendekatan integratif
beranggapan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan
komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa.
Tes pragmatik dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau tugas yang
menuntut siswa untuk mengahasilkan urut-urutan unsur bahasa sesuai dengan
pemakaian bahasa itu secara nyata dan sekaligus menuntut siswa untuk
menghubungkan unsur-unsur bahasa tersebut dengan konteks ekstralinguistik.
Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya dalam
kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa.
Pada tahapan penyusunan soal atau tes, pembuat tes (guru) dapat
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: tahap persiapan, pemilihan materi tes,
menentukan bentuk dan jenis tes, menentukan jumlah butir tes, menentukan skor
membuat kisi-kisi, menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi, uji coba tes yang telah
disusun.
Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk
mengetahui derajat kualitas suatu tes, baik tes secara keseluruhan maupun butir soal
yang menjadi bagian dari tes tersebut. Penganalisisan terhadap butir-butir tes meliputi:
tingkat kesulitan, daya pembedaan, dan fungsi distraktor

17
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus berusaha memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun mengenai
pembahasan dalam makalah di atas. Bagi para pembaca jika ingin menambah
wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh maka penulis mengharapkan dengan rendah
hati agar pembaca membaca buku yang berkaitan dengan “Pendekatan Tes Bahasa
Dan Penyususnan Tes Bahasa Arab”

18
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya .


Dewi, Y. (2013). Evaluasi dan Tes Bahasa Arab Pedoman bagi Guru, Mahasiswa dan
Praktisi Pendidikan Bahasa Arab. Bukittinggi : STAIN Bukittinggi Press.
Didi, S. (2016). Hasil Belajar Grammatika Dengan Menggunakan Tes
Diskret,Integratif,Pragmatic Dan Komunikatif Mahasiswa Semester 1 Program
Study Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Kutai Kartanegara. Jurnal
Intelegensia, 53.
HS, M. M. (2012). Pengembangan Evaluasi dan Tes Bahasa Arab. Tanggerang:
Alkitabah.
Indah Rahmi Nur Fauziah, d. (2020). Analisis Kualitas Tes Bahasa Arab Berbasis Higher
Order Thinking Skill (HOTS). Lisanuna, 137.
M. Ainin, D. (2006). Evaluasi Dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Mahyudin, E. (Tanggerang). Pengembangan Evaluasi dan Tes Bahasa Arab. Alkitabah:
2012.
Meliza Rezi, A. A. (2020). Tahapan Penyusunan dan Analisis Tes Bahasa Arab. 55.
Oller, J. W. (1979). Language Tests at School. London: Longman.
Suharti, S. (2017). Kualitas Tes Bahasa Arab dan Prestasi Peserta Didik Madrasah
Tsanawiyah Kabupaten Bantul (Analisis Butir Soal UAMBN Tahun
Ajaran2013/2014). Jurnal Pendidikan Madrasah, 21.
Supriadi, G. (2011). Pengantar dan Teknik Evaluasi Dalam Pembelajaran . Malang:
Intimedia Press.
Susanty, F. D. (2016). Analisis Validasi Soal Hasil Tes Belajar Pada Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Arab DiPusat Pengembangan Bahasa. Kutubkhanah: Jurnal
Penelitian sosial keagamaan, 219.

19

Anda mungkin juga menyukai