Anda di halaman 1dari 11

RME dan CTL dalam Pembelajaran Matematika serta

Implementasinya

Andika Rahadianto dan Qintara Setyaningrum

Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Andikarahadianto09@gmail.com dan qintarasetia@gmail.com

ABSTRAK

Realistic Mathematics Education yaitu sebuah pendekatan matematika tempat siswa


menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Pendekatan ini menekankan agar siswa bisa lebih aktif mengembangkan cakrawala agar bisa
menemukan pemahaman materi. Kata “realistic” tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi
dengan dunia nyata (real world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik
dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh
siswa.

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks,
suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002: 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning
(CTL) dapat diartikansebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam
proses belajar mengajar disekolah. Secara umum contextual mengandung arti: yang berkenan,
relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna,
dan kepentingan. Dalam proses belajarsehari-hari, siswa diminta untuk dapat mengeksplorasi segala
kemampuannya dalam bidang mata pelajaran yang mereka sukai.

Keyword: Realistic Mathematics Education, Contextual Teaching and Learning


A. Pendahuluan

Seiring dengan dinamika ilmu pengetahuan yang terus bergerak menuju arus globalisasi.
Matematika memiliki peranan yang penting dan strategis dalam proses peningkatan sumber daya
manusia yang hidup di tengah-tengah pergaulan dan interaksi sosial. Melalui penguasaan dan
kemampuan hitung khususnya operasi hitung yang baik dan benar, seseorang akan mampu
mengkomunikasikan dan mengimplementasikan, baik secara lisan ata tertulis dengan pihak lain
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan konteks dan situasinya.

Sebagai intuisi pendidikan formal, sekolah memiliki fungsi dan peranan strategis dalam melahirkan
generasi-generasi masa depan yang terampil berhitung secara baik dan benar. matematika penulis
mengajak peserta didik untuk berlatih dan belajar berhitung matematika yang inovatif dan
menyenangkan karena selama ini matematika atau pelajaran matematika mendapat gambaran yang
jelek di kalangan siswa siswi kita antara lain pelajaran matematika merupakan pelajaran yang
menakutkan dan membosankan.

Maka untuk menanggulangi permasalahan tersebut diatas penulis akan merubah gambaran tersebut
diatas menjadi pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan mengasikkan
serta menjadi mata pelajaran favorit bagi siswa-siswi kita.

B. Realistic Mathematics Education (RME)


1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education yaitu sebuah pendekatan matematika tempat siswa menemukan

kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Pendekatan ini

menekankan agar siswa bisa lebih aktif mengembangkan cakrawala agar bisa menemukan

pemahaman materi.

Kata “realistic” tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real

world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik dalam menempatkan

penekananpenggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh siswa. Pengertian

reslistik disini lebih kepada menemukan konsep suatu masalah.

2. Karakterisitik RME

Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) berjalanlancar, jika mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1. Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika.


2. Penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum
menggunakan cara formal atau rumus.
3. Mengaitkan sesama topik dalam matematika.
4. Penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika.
5. Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.

3. Langkah-langkah Pendekatan RME

Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

adalah sebagai berikut:

1. Memahami masalah kontekstual


Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa
untuk memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah kontekstual
Jika situasi siswa macet dalam penyelesaian masalah, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi

dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya. terhadap

bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti

maksud soal. Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah

kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau

pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual


Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individu berdasar
kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa secara
individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan
jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa
mengerjakan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

4. Kelebihan Realistic Mathematics Education (RME)


Kelebihan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) antara lain sebagai berikut:

1. Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan
pengetahuannya.
2. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas
kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
3. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
4. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
5. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
6. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7. Pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman yang
sedang berbicara.
5. Kekurangan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) antara lain sebagai berikut:

1. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan
menemukan sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang rendah.
3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.
4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
5. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi
nilai.

C. Contextual Teaching and Learning (CTL)

1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana
dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002: 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL)
dapat diartikansebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam
proses belajar mengajar disekolah. Secara umum contextual mengandung arti: yang berkenan,
relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna,
dan kepentingan. Dalam proses belajarsehari-hari, siswa diminta untuk dapat mengeksplorasi
segala kemampuannya dalam bidang mata pelajaran yang mereka sukai.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam
mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-haridengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2005:5)
.
2. Karakteristik pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual,
yaitu:
a. Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang
b. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak membosankan, serta
guru kreatif
c. Pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber
d. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa misalnya; peta, gambar,
diagaram, dll.
e. Laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya siswa, laporan
praktikum.

Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam pembelajaran kontekstual
yaitu: (a) Real world learning, mengutamakan pengalaman nyata; (b) Berpusat pada siswa, siswa
aktif, kritis, dan kreatif serta siswa „akting‟ guru mengarahkan; (c) Pengetahuan bermakna dalam
kehidupan, dekatdengan kehidupan nyata, serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan
„manusia‟; (d) Siswa praktek, bukan menghafal, Learning bukan Teaching; pendidikan bukan
pengajaran; (e) Memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi; (f) fîasil belajar di ukur dengan
berbagai cara bukan hanya dengan tes

3. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Menurut Nurhadi (2002:10) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh
komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh mahusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong, Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diaihBil dan
diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengétâliuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nÿatâ.
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses „mengkonstruksi‟ bukan
„menerima‟ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalm pross belajar mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan bukan guru. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan
pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam
pandangan konstruktivis ‘strategi memperoleh‟ lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan: a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan
bagi siswa, b) Memberi kesenpatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, c)
Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendifi dalam belajar.
2. Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajran berbasis CTL.


Pengetahuan dan keterempilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang
merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri): (1) Merumuskan masalah (dalam mata
pelajaran apapun); (2) Mengamati atau melakukan observasi; (3) Menganalisis dan
menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainya; (4)
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau
audien yang lain.

3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari „bertanya‟. Questioning (bertanya)
merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
(b) Mengecek pemahaman siswa;
(c) Membangkitkanrespon kepada siswa;
(d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
(e) Mengetahui hal-hal yang sudahdiketahui siswa;
(f) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
(g) Untukmembangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
(h) Untuk menyegarkan pengetahuan siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)


Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari „Sharing‟ antara teman, antar kelompok
dan antara yang tahu dan yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga
orang-orang yang ada di luar sana adalah anggota masyarakat belajar.
Praktik masyarakat belajar dalam pembelajaran terwujud dalam: (a) Pembentukan
kelompok kecil; (b) Pembentukan kelompok besar; (c) Mendatangkan „ahli' ke kelas (tokoh
olahragawan, dokter perawat, polisi, dsb); (d) Bekerja dengan kelas sederajat; (e) Bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya; (i) Bekerja dengan masyarakat.

5. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu,
atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Diam pembelajaran CTL guru bukan
satu-satunya model. Model dapat di rancang dengan melibatkan siswa.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang
apa-apa yangsudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru di
pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakn respon terhadap kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan
yang baru. Dengan begitu siswa akan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang
apa yang dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap
ke benak siswa.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)


Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian, bukanlah
untuk mencari informasi tenteng belajar siswa. Pembelajaran yang benar sudah seharusnya
ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan di tekankan pada
diperolehnya sebanyak-banyak mungkin informasi di akhir
pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang diperoleh
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik penilaian yang sebenarnya
(a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
(b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif;
(c) Yang di ukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta;
(d) Berkesinambungan;
(e) Terintegrasi;
(i) Dapat digunakan sebagai feed back.
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses hasil belajar

Menurut Syaiful Bahri (2002:141) faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
ada empat yaitu:
(a) Faktor lingkungan, yaitu faktor lingkungan alami dan faktor lingkungan sosial budaya;

(b) Faktor Instrumental meliputi; kurikulum, program, sarana, fasilitas dan guru;

(c) Kondisi Psikologis meliputi;minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan


kognitif;

(d) Kondisi Fisiologis yaitu; keadaan jasmani dari peserta didik (mata, hidung, telinga, dan
tubuh) yang dapat bekerja dengan baik.

D. Implementasi dalam pembelajaran matematika

1. Penerapan model RME di kelas

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya

diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan

pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi

bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk

yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar

memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru

diperkenalkan istilah pecahan.

2. Penerapan model CTL

1. Guru memberikan contoh-contoh permasalahan kontektual yang ada di sekitar lingkungan siswa

yang berkaitan dengan materi Teorema Pythagoras.

2. Duduk berkelompok secara heterogen, yang masing-masing terdiri dari 4-5 orang siswa dan

mengatur tempat duduk siswa agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka.

3. Guru membagikan sebuah LKS pada tiap kelompok untuk menemukan kembali konsep-konsep

yang terdapat dalam Teorema Pythagoras dengan cara mengkontruksi pengetahuan yang telah

dimiliki siswa sebelumnya. Jika ada siswa yang tidak mengerti dapat ditanyakan kepada teman

kelompok maupun kepada guru.


4. Setelah menemukan kembali konsep, siswa diminta memecahkan contoh soal kontektual yang

telah diberikan guru pada awal kegiatan belajar

5. Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

6. Guru menunjukkan model alat peraga untuk menemukan konsepkonsep dalam Teorema

Pythagoras, dan memeragakannya di depan siswa.

7. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya kembali di depan kelas. 8. Guru memberikan tes di

akhir pelajaran sebagai umpan balik.


E. Daftar Pustaka

Budiamin, amin. IMPLEMENTASI PENDEKATAN CTL


(Contextual Teaching and Learning)DALAM MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR.Tersedia di 75880-ID-none.pdf

Akbar, R. (200.1). Psikologi Perkembangan Anak. Grasindo.


Jakarta.

Al-Khalili, (2005. Mengembangkan Kreatifitas Anak. Pustaka Al-


kautsar. Jakarta.

Ilyas, A.S. (1998). Karakteristik Belajar Siswa Kreatif. Tesis IKIP.


Bandung.

UIN SUSKA RIAU. BAB II Kajian Teori. Tersedia di 7. BAB


II_2018626PMT.pdf

CUT PUTRI NURA JULITA, PENERAPAN PENDEKATAN


CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII MTsN KUTA
BARO ACEH BESAR. Tersedia di Cut Putri Nura Julita.pdf (ar-
raniry.ac.id)

Dianti Yahya dan Yulia. PENERAPAN MODEL CONTEX TUAL


TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
PESERTA DIDIK KELAS VII SMPN 1 DANAU KEMBAR.
Januari-April 2019. Tersedia di 232-274-1-SM.pdf

Sari, Dian Permata, dkk. (2017). Penerapan Model Contextual


Teaching Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit Tahun
Pelajaran 2016/2017. Jurnal Ilmiah Pancaran, Vol 2, No. 1, Februari
2017.

Febrina Sucitra dan Firman Firman, MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR. Tersedia di (PDF) MODEL REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME) HASIL BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR (researchgate.net)

Drs. Syaiful Imam, M.Pd. 2009. IMPLEMENTASI


PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION
(RME) PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI
SD. Tersedia di 14_RME (um.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai