Implementasinya
ABSTRAK
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks,
suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002: 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning
(CTL) dapat diartikansebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam
proses belajar mengajar disekolah. Secara umum contextual mengandung arti: yang berkenan,
relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna,
dan kepentingan. Dalam proses belajarsehari-hari, siswa diminta untuk dapat mengeksplorasi segala
kemampuannya dalam bidang mata pelajaran yang mereka sukai.
Seiring dengan dinamika ilmu pengetahuan yang terus bergerak menuju arus globalisasi.
Matematika memiliki peranan yang penting dan strategis dalam proses peningkatan sumber daya
manusia yang hidup di tengah-tengah pergaulan dan interaksi sosial. Melalui penguasaan dan
kemampuan hitung khususnya operasi hitung yang baik dan benar, seseorang akan mampu
mengkomunikasikan dan mengimplementasikan, baik secara lisan ata tertulis dengan pihak lain
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan konteks dan situasinya.
Sebagai intuisi pendidikan formal, sekolah memiliki fungsi dan peranan strategis dalam melahirkan
generasi-generasi masa depan yang terampil berhitung secara baik dan benar. matematika penulis
mengajak peserta didik untuk berlatih dan belajar berhitung matematika yang inovatif dan
menyenangkan karena selama ini matematika atau pelajaran matematika mendapat gambaran yang
jelek di kalangan siswa siswi kita antara lain pelajaran matematika merupakan pelajaran yang
menakutkan dan membosankan.
Maka untuk menanggulangi permasalahan tersebut diatas penulis akan merubah gambaran tersebut
diatas menjadi pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan mengasikkan
serta menjadi mata pelajaran favorit bagi siswa-siswi kita.
Realistic Mathematics Education yaitu sebuah pendekatan matematika tempat siswa menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Pendekatan ini
menekankan agar siswa bisa lebih aktif mengembangkan cakrawala agar bisa menemukan
pemahaman materi.
Kata “realistic” tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real
world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik dalam menempatkan
penekananpenggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh siswa. Pengertian
2. Karakterisitik RME
sebagai berikut:
dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya. terhadap
bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti
maksud soal. Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah
kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau
1. Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan
pengetahuannya.
2. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas
kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
3. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
4. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
5. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
6. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7. Pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman yang
sedang berbicara.
5. Kekurangan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) antara lain sebagai berikut:
1. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan
menemukan sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang rendah.
3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.
4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
5. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi
nilai.
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana
dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002: 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL)
dapat diartikansebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam
proses belajar mengajar disekolah. Secara umum contextual mengandung arti: yang berkenan,
relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna,
dan kepentingan. Dalam proses belajarsehari-hari, siswa diminta untuk dapat mengeksplorasi
segala kemampuannya dalam bidang mata pelajaran yang mereka sukai.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam
mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-haridengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2005:5)
.
2. Karakteristik pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual,
yaitu:
a. Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang
b. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak membosankan, serta
guru kreatif
c. Pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber
d. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa misalnya; peta, gambar,
diagaram, dll.
e. Laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya siswa, laporan
praktikum.
Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam pembelajaran kontekstual
yaitu: (a) Real world learning, mengutamakan pengalaman nyata; (b) Berpusat pada siswa, siswa
aktif, kritis, dan kreatif serta siswa „akting‟ guru mengarahkan; (c) Pengetahuan bermakna dalam
kehidupan, dekatdengan kehidupan nyata, serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan
„manusia‟; (d) Siswa praktek, bukan menghafal, Learning bukan Teaching; pendidikan bukan
pengajaran; (e) Memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi; (f) fîasil belajar di ukur dengan
berbagai cara bukan hanya dengan tes
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari „bertanya‟. Questioning (bertanya)
merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
(b) Mengecek pemahaman siswa;
(c) Membangkitkanrespon kepada siswa;
(d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
(e) Mengetahui hal-hal yang sudahdiketahui siswa;
(f) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
(g) Untukmembangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
(h) Untuk menyegarkan pengetahuan siswa.
5. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu,
atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Diam pembelajaran CTL guru bukan
satu-satunya model. Model dapat di rancang dengan melibatkan siswa.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang
apa-apa yangsudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru di
pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakn respon terhadap kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan
yang baru. Dengan begitu siswa akan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang
apa yang dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap
ke benak siswa.
Menurut Syaiful Bahri (2002:141) faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
ada empat yaitu:
(a) Faktor lingkungan, yaitu faktor lingkungan alami dan faktor lingkungan sosial budaya;
(b) Faktor Instrumental meliputi; kurikulum, program, sarana, fasilitas dan guru;
(d) Kondisi Fisiologis yaitu; keadaan jasmani dari peserta didik (mata, hidung, telinga, dan
tubuh) yang dapat bekerja dengan baik.
diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan
pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi
bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk
yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar
memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru
1. Guru memberikan contoh-contoh permasalahan kontektual yang ada di sekitar lingkungan siswa
2. Duduk berkelompok secara heterogen, yang masing-masing terdiri dari 4-5 orang siswa dan
mengatur tempat duduk siswa agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka.
3. Guru membagikan sebuah LKS pada tiap kelompok untuk menemukan kembali konsep-konsep
yang terdapat dalam Teorema Pythagoras dengan cara mengkontruksi pengetahuan yang telah
dimiliki siswa sebelumnya. Jika ada siswa yang tidak mengerti dapat ditanyakan kepada teman
5. Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
6. Guru menunjukkan model alat peraga untuk menemukan konsepkonsep dalam Teorema
7. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya kembali di depan kelas. 8. Guru memberikan tes di
Febrina Sucitra dan Firman Firman, MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR. Tersedia di (PDF) MODEL REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME) HASIL BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR (researchgate.net)