Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL OBSERVASI

(PENGAMATAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL)

Dosen Pembimbing : Drs. I Nyoman Karma, M.Si


Disusun oleh :
Nama : Rizky Fitri
NIM : E1E017121
Kelas : 2D Reguler Pagi

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM
2017/2018

I. Pendahuluan
a. Latar belakang
Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup seorang diri tanpa bantuan yang
lain. Sejalan dengan bertambahnya umur manusia akan mengenal lingkungan
yang heterogen dan kompleks yang akan di bawa ke arah kehidupan bersama,
bermasyarakat atau kehidupan sosial. Dalam perkembangannya setiap oranng
akhirnya mengetahui bahwa manusia saling membantu dan di bantu, memberi dan
diberi.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi
suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Selama masa kanak-kanak menengah dan akhir, kehidupan sosial dan


emosional anak-anak mengalami banyak perubahan. Mereka mengalami
transformasi dalam berelasi dengan orangtua dan kawan-kawan sebaya, dan
sekolah juga memperkaya kehidupan akademik mereka, di samping itu mereka
juga mengalami perkembangan yang penting dalam bidang konsepsi diri,
penalaran moral, dan perilaku moral. Berdasarkan orientasi tugas mereka yang
utama untuk dapat bekerja dan berinteraksi secara efektif dengan teman
sebayanya, karena siswa yang gagal dalam membangun hubungan yang positif
dengan temannya yang disebabkan penilaian diri dan pencapaian yang kurang di
sekolah. Sehingga dimungkinkan mereka akan menghadapi masalah di masa
depannya.

Disinilah peran guru dan orangtua untuk mengontrol perkembangan pribadi


dan ketrampilan sosialnya dalam rentang usia lima sampai delapan tahun.
Menurut penelitian menyatakan bahwa campur tangan orangtua dapat membantu
secara efektif perkembangan anak dalam keberhasilan hubungan sosial dengan
teman sebayanya (Asher & Williams, 1987, dalam Sue C. Wortham: 320).
Menurut Erikson dalam John. W Santrock (2012: 359), anak-anak berada di
tahap inisiatif versus rasa bersalah. Orangtua tetap berperan penting dalam
perkembangan mereka dan gaya pengasuhan yanng otoritatif cenderung
memberikan hasil positif bagi anak-anak. Di masa kanak-kanak awal, relasi
dengan kawan-kawan sebaya mengambil peran signifikan sejalan dengan
meluasnya dunia sosial anak-anak. Bermain menjadi aspek spesial dalam
kehidupan anak-anak dan sebagai konteks yang penting bagi perkembangan
kognitif dan sosio emosi.

Semakin meningkat pengalaman bersosial seorang anak, maka mereka juga


akan menyadari pentingnya mengendalikan dan menngelola emosi mereka agar
sesuai dengan standar sosial.

Menurut Cunningham, Kliwer dan Garner (2009); Saarni dkk (2006) dalam
Santrock (2012:364) menyatakan bahwa di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir, anak-anak mengemabangkan pemahaman dan regulasi diri terhadap emosi.
Berdasarkan teori perkembangan sosial dan emosi, maka guru seyogyanya
mempunyai kepedulian untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang
menyenangkan atau kondusif demi terciptanya proses belajar siswa secara efektif.

Manfaat lain yanng dapat diperoleh dengan memahami perkembangan sosial


anak adalah memberikan landasan Konseptual dalam menentukan alternatif
perlakuan pendidikan terhadap anak didik yang sesuai dengan perkembangannya ,
dengan demikian guru diharapkan bisa menjadi fasilitator perkembangan sosial
anak.

b. Rumusan masalah
1) Bagaimana konsep perkembangan sosial emosional pada anak?
2) Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional pada
anak
3) Bagaimana hasil pengamatan perkembangan sosial emosional pada anak?

c. Tujuan penulisan
1) Untuk mengetahui bagaimana konsep perkembangan sosial emosional
pada anak.
2) Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
sosial emosional pada anak.
3) Untuk mengetahui hasil pengamatan perkembangan peserta didik.

II. Isi laporan


A. Konsep dasar dan Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional
1. Konsep dasar perkembangan sosial emosi
a) Pengertian
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku
yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari
kelompoknya. Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki
kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan
sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan
tahap perkembangan dan usianya, dan cenderung menjadi anak yang mudah
bergaul.
Perkembangan emosi yang terganggu. Perilaku sosial merupakan aktivitas
dalam hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orang tua
maupun saudara-saudaranya. Saat berhubungan dengan orang lain, terjadi
peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupan anak yang dapat
membentuk kepribadiannya, dan membentuk perkembangannya menjadi manusia
yang sempurna.

Perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam lingkungan sosialnya


sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya. Perkembangan emosi seorang anak
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suatu hal yang sangat bijak apabila
kita mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu
perkembangan emosi anak.

Emosi merupakan suatu gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam
dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu. Emosi juga berfungsi untuk
mencapai pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan kesejahteraan pribadi
pada saat berhadapan dengan lingkungan atau objek tertentu.
Pada saat anak masuk Kelompok Bermain atau juga PAUD, mereka mulai
keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki dunia baru. Peristiwa ini
merupakan perubahan situasi dari suasana emosional yang aman, ke kehidupan
baru yang tidak dialami anak pada saat mereka berada di lingkungan keluarga.
Dalam dunia baru yang dimasuki anak, ia harus pandai menempatkan diri diantara
teman sebaya, guru dan orang dewasa di sekitarnya.

Tidak setiap anak berhasil melewati tugas perkembangan sosioemosional pada


usia dini, sehingga berbagai kendala dapat saja terjadi. Sebagai pendidik
sepatutnyalah untuk memahami perkembangan sosioemosional anak sebagai bekal
dalam memberikan bimbingan terhadap anak agar mereka dapat mengembangkan
kemampuan sosial dan emosinya dengan baik.

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi

Anak berkembang dengan cara tertentu seperti individu-individu lainnya.


Selain terdapat persamaan dalam pola perkembangan yang dialami anak juga
mempunyai variasi-variasi individual dalam perkembangan anak yang bisa terjadi
setiap saat. Ada tiga faktor yang dapat memberikan pengaruh besar
terhadapperkembangan sosial dan emosi anak usia dini sebagai berikut:
1) Faktor hereditas
Biasanya ada yang menyebut faktor hereditas ini sebagai istilah nature. Faktor
ini merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orang tua biologis atau
orang tua kandung kepada anaknya. Jadi dapat dikatakan faktor hereditas
merupakan pemberian biologis sejak lahir. Pembawaan yang telah ada sejak lahir
itulah yang menentukan perkembangan anak untuk dikemudian hari.

2) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sering disebut dengan istilah nurture. Faktor ini bisa
diartikan sebagai kekuatan kompleks dunia fisik dan sosial yang memiliki
pengaruh dalam susunan biologis serta pengalaman psikologis, termasuk
pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum ada dan sesudah dia lahir. Faktor
ini meliputi semua pengaruh lingkungan temasuk didalamnya pengaruh-pengaruh
berikut ini:
- Keluarga
Keluarga menjadi lingkungan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki
peran yang utama dalam menentukan pengembangan sosial dan emosi anak. Di
lingkungan keluarga inilah anak pertama kali menerima pendidikan sedangkan
orang tua mereka merupakan pendidik bagi mereka.
- Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga.
Di sekolah anak berhubungan dengan guru dan teman-teman sebayanya.
Hubungan antara guru dan anak dengan teman sebaya dapat mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak. Guru merupakan wakil dari orang tua saat
berada di sekolah serta pola asuh dan perilaku yang ditampilkan oleh guru
dihadapan anak juga dapat mempengaruhi emosi dan sosial anak.
- Masyarakat
Secara sederhana, masyarakat disini diartikan sebagai kumpulan individu atau
kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama. Budaya,
kebiasaan, agama, dan keaadaan demografi pada suatu masyarakat diakui ataupun
tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosi anak usia dini.

3) Faktor umum
Faktor umum maksudnya di sini merupakan unsur-unsur yang dapat
digolongkan ke dalam kedua faktor di atas ( faktor hereditas dan faktor
lingkungan ). Faktor umum adalah faktor campuran dari faktor hereditas dan
faktor lingkungan. Faktor umum juga dapat mempengaruhi perkembangan anak
usia dini. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
- Kematangan
- Belajar: pembiasaan dan contoh
- Inteligensi
- Jenis kelamin
- Status ekonomi
- Kondisi fisik
- Posisi anak dalam keluarga

Untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosi pada anak, maka


pendidik memiliki peran yang sangat penting. Di antara peran pendidik tersebut
adalah:
a. Memberikan berbagai stimulasi pada anak

Pendidik perlu memberikan stimulasi edukatif pada anak agar kemampuan


sosial emosi anak berkembang sesuai tahapan usianya. Kegiatan belajar melalui
permainan dapat dioptimalkan dengan cara menstimulasi anak misalnya;
mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain
bergiliran, mengajak anak menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih
kesadaran anak untuk berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi bencana,
dan sebagainya.

b. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Pendidik perlu mengelola kelas yang memungkinkan anak mengembangkan


kemampuan sosial emosinya terutama kesadaran anak untuk bertanggungjawab
terhadap benda dan tidakan yang dilakukannya. Lingkungan ini berupa fisik dan
psikis. Lingkungan fisik menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak
berlatih kecakapan sosial emosinya. Sedangkan lingkungan psikis lebih
ditekankan pada suasana lingkungan penuh cinta kasih sehingga merasa nyaman
dan aman di kelas.

c. Memberikan contoh

Pendidik adalah contoh konkrit bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata
pendidik anak diikuti oleh anak. Oleh karena itu pendidik seharusnya dapat
menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti menghargai
pendapat anak, bersedia menyimak keluh kesah anak, membangun sikap positif
anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi anak, dan sebagainya.
d. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak

Pendidik sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan


sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian dapat diberikan
secara lisan maupun non lisan. Misalnya dengan kata-kata yang menyenangkan,
atau dengan senyuman, pelukan, dan pemberian tanda-tanda terentu yang
bermakna untuk anak. Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat
dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak.
Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:

- Memberikan pilihan pada anak

- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya

- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan

- Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri

- Menghargai ide/gagasan anak

- Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah

Perkembangan emosi dan sosial anak tidak selamanya stabil.Seorang anak


mampu menyesuaikan diri secara tepat dan baik dalam lingkungan yang
dimasukinya,tetapi suatu saat mereka mengalami kesulitan bahkan kegagalan
dalam berinteraksi dan beraktivitas dalam lingkungan sosial tertentu.Juga dalam
perkembangan emosinya, suatu saat anak-anak berada dalam kondisi yang penuh
dengan kegembiraan dan keceriaan, disaat lain mereka tampak kecewa,marah
bahkan stress yang jelas terlihat pada ekspresi mereka saat berkomunikasi dan
berinteraksi dalam lingkungannya.

Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas emosi dan kesanggupan social


anak,baik yang berasal dari anak itu sendiri maupun yang berasal dari luar dirinya.
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi secara dominan, maupun secara terbatas
baik pada aspek fisik dan psikologis maupun pada perilaku anak secara
keseluruhan. Untuk dapat menyelami berbagai faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi maupun social anak, selanjutnya akan dibahas tentang
faktor-faktor yang dianggap potensial mempengaruhi kedua dimensi
perkembangan tersebut.

2. Aspek perkembangan dan karakteristiknya


 Aspek perkembangan sosial emosional dan karakteristiknya
Setiap manusia akan mengalami tahapan perubahan sesuai dengan periode
perkembangannya masing-masing. Dan setiap periode menunjukan ciri-ciri atau
karakteristik perilaku tertentu sebagai harapan sosial yang harus dicapai.
Karakteristik perkembangan merupakan tugas perkembangan pada suatu periode
yang harus dicapai dan dikuasai oleh seorang anak. Berikut ini tahapan/tugas
perkembangan sosial emosionalmenurut Sofia Hartati (2005: 18-22) pada anak
besertakarakteristiknya :
Usia Aspek Karakteristik
Perkembangan
0-2 tahun Sosial
Emosional • Memberikan reaksi yang berbeda pada suara
yang berbeda
• Membalas senyuman pada orang lain atau
senyum sosial
• Lebih menyukai satu orang
• Tertawa bila digelitik atau ditiup mukanya
• Menangis sebagai reaksi dari dingin, lapar, sakit
• Tertawa dan menjerit karena gembira diajak
bermain
• Bersikap tenang bila kebutuhannya terpenuhi.
• Mulai senang bergaul dengan teman
2-4 tahun
• Meniru kegiatan orang dewasa
• Memperlihatkan rasa cemburu
• Mulai menunjukan perasaan cemburu
• Mulai menunjukan perasaan berharga
• Mulai dan mampu menahan tangis dan tawa
• Menunjukan rasa sayang kepada saudara-
saudaranya
• Senang menirukan lagu dan dongeng-dongeng
• Mulai mandiri dalam mengerjakan tugas.
4-6 tahun • Dapat melepaskan ikatan emosionalnya
• Menunjukan penghargaan terhadap guru
• Tidak terlalu cepat menangis bila ada hal-hal
yang diinginkan tidak terpenuhi
• Tidak menunjukan sikap yang murung
• Tidak menunjukan sifat/sikap marah dalam
kondisi yang wajar
• Tidak suka menentang guru
• Tidak suka mengganggu teman
• Tidak suka menyerang teman
• Senang bermain dengan anak lain
• Tidak suka menyendiri
• Telah memiliki kemauan untuk menceritakan
sesuatu pada temannya
• Mampu bermain dan bekerjasama dengan
temannya dalam kelompok
• Menolong dan membela teman
• Dapat bertindak sopan
• Dapat menunjukan sikap yang ramah.
6-8 tahun • Belajar membina persahabatan
• Menunjukan rasa setia kawan yang kuat
terhadap sesama teman
• Berpenampilan rapi dan bersih dalam kehidupan
sehari-hari
• Berkomunikasi dengan orang dewasa

 Landasan teori
Teori Psikoanalisa (Sigmun Freud)

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat


tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi, berorientasi untuk berusaha
membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada
rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut
pandangan Freud, setiap manusia didorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di
dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari dan oleh kebutuhan-
kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri.

Menurut pandangan Psikoanalisis, struktur kepribadian manusia tersusun


secara struktural, dimana terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis,
yaitu id, ego, dan superego.

a) Id, atau biasa disebut struktur kepribadian primitif adalah sistem kepribadian
yang dimiliki individu sejak lahir, yang dihubungkan dengan faktor biologis dan
hereditas. Digerakkan oleh libido, yaitu energi psikis untuk dapat beradaptasi
secara fisiologis dan sosial untuk mempertahankan dan mengembangkan
spesiesnya. Prinsip kerjanya selalu mencari kesenangan dan menghindari rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara
langsung berpengaruh terhadap perilaku seseorang tanpa disadari. Menurut Freud
terdapat dua insting dasar dalam Id, yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan
insting untuk bertahan hidup, dengan libido sebagai dorongan utama. Sedangkan
Thanatos merupakan insting yang mendorong individu untuk berperilaku agresif
dan destruktif.

b) Ego, adalah strukutur kepribadian yang tidak diperoleh saat lahir, tetapi
dipelajari sepanjang berinteraksi dengan lingkungannya. Ego memiliki kontak
dengan dunia eksternal dari kenyataan, merupakan eksekutif dari struktur
kepribadian yang bertugas memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego
mempunyai tugas sebagai “penengah” antara dorongan-dorongan biologis (Id) dan
tuntutan atau hati nurani yang terbentuk dari orang tua, budaya, dan tradisi
( superego). Ego bertindak realistis dan berfikir logis dalam merumuskan rencana-
rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan. Hubungan antara ego dengan id,
adalah bahwa ego adalah tempat bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang
mengawasi dan mengendalikan impuls buta id, sementara id hanya mengenal
kenyataan yang subyektif.

c) Superego, adalah struktur kepribadian yang berhubungan dengan tindakan


baik-buruk, benar-salah. Superego dikembangkan dari kebudayaan dan nilai
sosial, terbentuk karena adanya interaksi dengan orang tua dan masyarakat,
merepresentasikan hal-hal yang ideal, dan mendorong individu kepada
kesempurnaan, bukan kesenangan semata. Dapat dikatakan superego merupakan
kata hati seseorang dan sebagai alat kontrol dari dalam individu untuk menentang
kehendak Id. Tempatnya pada alam sadar dan terbentuk sejak kanak-kanak lalu
terus berkembang hingga dewasa.

Sehingga menurut Freud, struktur kepribadian merupakan sistem yang kompleks,


karena adanya interaksi antara tuntutan Id, dunia realitas yang dimiliki Ego dan
harapan moral Superego.

- Kelemahan dari pendekatan ini adalah:

1) Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat


kemanusiaan.
2) Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap
kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Hal ini memberikan gambaran
seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.

3) Cenderung meminimalkan rasionalitas.

4) Kurang efisien dari segi waktu dan biaya

- Kelebihan dari pendekatan ini adalah:

1) Penggunaan terapi wicara

2) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat
manusia untuk meredakan penderitaan manusia.

3) Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi,


resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.

4) Pendekatan ini memberikan kepada konselor suatu kerangka konseptual untuk


melihat tingkah laku serta untuk memahami sumber-sumber dan fungsi
simptomatologi.

 Teknik analisis

Pada pengamatan ini penulis menggunakan teknik analisis observasi dengan


menggunakan rating scalle.

B. Penyusunan instrumen dan pengamatan


1. Penyusunan Instrumen

N Aspek Indikator Perilaku Desriptor Metode Teknik Jml Item


o Perilaku Pengukuran
1 sosial a. Keterampilan - Tidak Observasi 3 3
emosional membina mengganggu
hubungan dengan teman dengan
orang lain sengaja
- Mau bermain
dengan teman 4
sebaya
- Dapat
berkomunikas
i dengan
3
orang yang
dikenal
b. - Membantu 3 3
Keterampilan teman
berempati - Mau berbagi 3
dengan teman
- Tenggang rasa
terhadap
orang lain 2
c. Keterampila - Sabar 3 2
n mengelola menunggu
emosi giliran dan
terbiasa antri
- Menunjukkan
ekspresi wajar 4
saat marah,
sedih, takut,
dsb

d. Kemampuan - Mengerti 4 3
mengetahui aturan main
aturan
dalam suatu
permainan
- Dapat
memecahkan 2
masalah
sederhana
- Dapat
mematuhi 3
peraturan
yang ada
Jumlah 34 11

2. Pedoman penskoran dan Analisis data

 Analisis data
 Rumus NA = SA / SMi X 100
= 34/44 X 100
= 77, 27
Keterangan : NA : Nilai Akhir
SA : Skor Aktual
SMi : Standar Maksimal Ideal

3. Pedoman penilaian
≥ M + 2 SD
M + 1 SD s/d < M + 2 SD
M - 1 SD s/d < M + 1 SD
M - 2 SD s/d < M - 1 SD
< M - 2 SD
 Pedoman konversi
84 - 100 sangat baik
67 - 83 baik
33 - 66 cukup baik
16 - 32 kurang baik
0 - 15 tidak baik

4. Pelaksanaan pengamatan

Penulis melakukan observasi pada saat sedang tidak ada perkuliahan.


Observasi yang dilakukan oleh penulis dengan cara penulis mendatangi
narasumber.
Waktu pengamatan : Rabu, 23 Juni 2018
Anak yang diamati : Arjuna Pratama
Asal sekolah : SDN 13 Ampenan

5. Analisis data hasil pengamatan

Dari hasil analisis data dengan menggunakan rumus NA diperoleh skor 77,27.
Jadi berdasarkan pedoman konversi anak tersebut mendapat skor diantara 67 -83
berarti anak tersebut mendapat nilai BAIK.

6. Kesimpulan analisis data

Dari analisis yang dilakukan pada anak tersebut berdasarkan instrumen yang
telah ditentukan, diperoleh skor 77,27 dan berarti berdasarkan pedoman konversi
anak tersebut mendapat skor diantara 67-83 berarti kemampuan sosial emosional
anak tersebut memperoleh nilai BAIK.

III. Penutup
A. Kesimpulan Umum
Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki kemampuan
yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan sosial yang
dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan tahap
perkembangan dan usianya, dan cenderung menjadi anak yang mudah bergaul.

Emosi pada masa awal kanak-kanak sangat kuat. Perkembangan emosi ini
mencolok pada anak usia 2,5-3,5 tahun dan 5,5 - 6,5 tahun. Fase usia 0-2 fase
menyerap kasih dan perhatian dari lingkungan yang akan mendasari kepercayaan
diri, kepedulian dan kepercayaan terhadap lingkungan.

B. Saran tindakan
Adapun saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian adalah
untuk para orangtua atau guru prasekolah sudah seharusnya dapat memberikan
pembekalan yang memadai tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar dapat
memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari lingkungannya, sekolah maupun teman
bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut tidak segera
diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius.
Kepustakaan
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Anak. Bandung : Alumni. hurlock,
Elizabeth. B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York : Mc.Graw
Hill, Inc.

Maxim, George. W. (1985). The Very Young Guiding Children from


Infancy through the Early Years, Second Edition.California : Wodsworth
Publishing Company.

Munandar, Utami, (1995). Dasar-dasar Pengembangan Kreativitas Anak


Berbakat, Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.

Rachmawati, Yeni, & Kurniati, Euis. (2003). Strategi Pengembangan


Kreativitas Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta. Dikti.
Roopnaire, J. L & Johnson, J.E. (1993). Approaches to Early Childhood,
Education, 2nd Edition. New York : Merril.

Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed.


Dubuque, IA,Wm, C.Brown.

Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung :


FIP UPI.

Sukmadinata, Nana S. (1995). Psikologi Pendidikan.Bandung.

Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan


Remaja.Bandung : Rosda Karya.

Slavin, Robert E., 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Indeks

Triyono, dkk. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Fakultas Ilmu


Pendidikan Universitas Negeri Malang

Yusuf, Syamsu & Nani M. Sugandhi. 2013. Perkembangan Peserta Didik.


Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai