Anda di halaman 1dari 20

KEPRIMAAN

(BILANGAN PRIMA DAN KOMPOSIT)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Bilangan

Dosen Pengampu: Ahmad Dimyati, M.Pd.

Kelompok 13/2B1

1. Dina Hastuti (1984202031)


2. Khopipah (1984202024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Kami menyampaikan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
dari zaman kegelapan menuju era literasi. Judul makalah ini adalah Keprimaan
Bilangan Prima dan Komposit.

Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan kendala. Tanpa


bantuan dari beberapa pihak, kami belum tentu dapat menyelesaikan. Oleh sebab
itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ahmad Dimyati, M.Pd., Dosen mata kuliah Teori Bilangan;


2. Orang tua kami yang banyak memberikan semangat dan bantuan, baik
moril maupun materil;
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Keprimaan Bilangan Prima dan Komposit.

Tangerang, 15 Mei 2020

Kelompok 13

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bilangan Prima dan Komposit ....................................................3
B. Menentukan Bilangan Prima .........................................................................3
C. Teorema-teorema ..........................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................16
B. Saran ............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori bilangan adalah salah satu dasar dalam matematika, khusunya aljabar.
Himpunan semesta (semesta pembicaraan) dalam teori bilangan adalah
himpunan semua bilangan bulat. Bahkan dalam beberapa pembahasan hanya
terbatas pada himpunan bilangan asli. Teori bilangan berisi penelaahan sifat-
sifat bilangan bulat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bilangan prima merupakan pokok bahasan yang cukup populer dalam ranah
ilmu teori bilangan. Suatu bilangan bulat p yang lebih dari satu dikatakan prima
jika faktor positif dari p hanyalah 1 dan p. bilangan yang lebih dari satu tetapi
tidak prima dikatakan komposit. Bilangan prima banyak digunakan oleh
matematikawan dalam berbagai bidang seperti kriptografi dan game theory.
Bilangan prima sudah mulai dipelajari dari zaman yunani kuno. Meskipun
begitu, kajian mengenai bilangan prima baru berkembang ketika seorang
matematikawan Prancis yang bernama Fierre de Fermat menemukan hubunga n
antara bilangan prima dengan aritmatika modular pada abad ke-17. Beberapa
algoritma untuk menentukan keprimaan suatu bilangan sudah banyak
ditemukan. Meskipun begitu algoritma tersebut masih kurang efisien untuk
kebutuhan permasalahan saat ini.
Meskipun algoritma untuk menentukan keprimaan suatu bilangan yang
sudah ditemukan masih terhitung lambat untuk permasalahan saat ini, suatu
algoritma probabilistic dapat dibentuk dengan menggunakan teorema fermat.
Karena sifat probabilistic ini, hasil dari algoritma ini tidaklah eksak melainka n
merupakan probabilistic. Meskipun begitu, kemungkinan algoritma ini
menghasilkan kesalahan dapat diminimalisasi dengan menggunakan beberapa
perhitungan.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, ditetapkan rumusan masalah sebaga i


berikut:

1. Apa pengertian bilangan prima dan komposit?


2. Bagaimana cara menentukan bilangan prima?
3. Bagaimana teorema-teorema bilangan prima?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, ditetapkan tujuan penulisannya sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian bilangan prima dan komposit.


2. Mengetahui cara menentukan bilangan prima.
3. Mengetahui teorema-teorema bilangan prima.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bilangan Prima dan Komposit

Bilangan prima adalah bilangan asli yang tepat mempunyai 2 faktor


pembagi, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Sedangkan bilangan komposit adalah
bilangan yang mempunyai lebih dari 2 buah pembagi.
Dengan menggunakan angka bilangan prima ini, kita dapat menentuka n
angka 2 dan 3 mewakili bilangan prima, karena hanya bisa dibagi dengan angka
satu dan angka itu sendiri.
Dengan angka 4 tidak termasuk yang prima karena ia dapat dibagi dengan
angka tiga buah angka (pembagi): 1, 2, dan 4. Sebaliknya, dengan prima hanya
dapat dibagi dengan 2 angka.
Sebuah bilangan bulat 𝑝 > 1 disebut bilangan prima, atau prima, jika tidak
ada pembagi d dari p yang memenuhi 1 < 𝑑 < 𝑑.
Jika sebuah bilangan bulat 𝑝 > 1 bukan bilangan prima, maka 𝑝 dinamaka n
bilangan komposit.
Contoh:
1. 2, 3, 4 dan 7 adalah bilangan-bilangan prima, karena pembaginya adalah 1
dan bilangan itu sendiri. Sedangkan 4, 6, 8 dan 9 adalah bilangan komposit,
seperti 4 memiliki pembagi 1, 2 dan 4 ; 6 memiliki pembagi 1, 2, 3 dan 6.
2. −3, −5 bukan bilangan prima, demikian pula −6, −8 bukan bilanga n
komposit, karena bilangan prima dan komposit itu lebih besar dari 1 atau
bilangan bulat positif lebih dari 1.

B. Menentukan Bilangan Prima

Terdapat beberapa cara atau rumus untuk menentukan bilangan prima, yaitu:

a. Metode Eratosthenes

3
Suatu metode untuk mendapatkan bilangan-bilangan prima yang
lebih kecil dari bilangan yang ditentukan, pertama dibuat oleh
matematikawan Yunani, Eratosthenes lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Metode ini dikenal dengan sebutan “The Sieve of Eratosthenes”. Misalnya
akan dicari bilangan - bilangan prima yang kurang dari 100. Mula- mula
dibuat tabel yang memuat angka dari 1 sampai dengan 100. Lihat tabel
beerikut: “The Sieve of Eratosthenes”

Selanjutnya mengikuti proses berikut:


1. Silanglahlah angka 1, karena kita tahu bahwa 1 bukan bilangan prima.
2. Lingkarilah angka 2 (bilangan prima terkecil). Kemudian silangla h
setiap angka kelipatan 2, sehingga bukan bilangan prima.
3. Lingkarilah angka 3, kemudian silanglah semua angka kelipatan 3
(yang belum disilang).
4. Lingkarilah angka 5, kemudian silanglah semua angka kelipatan 5
(yang belum disilang).

4
5. Bilangan berikutnya adalah 7, maka lingkarilah angka. Kemudian
setiap kelipatan angka 7. Karena 7 adalah bilangan prima terbesar yang
kurang dari √100 = 10, maka semua bilangan yang tersisa adalah
bilangan prima.

(Angka pada tabel yang diwarnai adalah angka yang dicoret)

Jadi bilangan prima dari 1 sampai 100 adalah:

2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73,
79, 83, 89, dan 97.

Proses tersebut sederhana, karena untuk menyilang kelipatan 3 (sebagai


contoh) tidak harus dengan mengecek keterbagian dengan 3, tetapi cukup
dengan menyilang setiap angka ketiga. Jadi siapapun yang dapat membila ng
mampu mendapatkan bilangan prima dengan metode ini.

Untuk dapat mendapatkan bilangan prima lebih kecil dari 100 dapat
dilakukan pula dengan cara berikut:

1. Tentukan bilangan prima terbesar yang kurang dari atau sama dengan
√100 (dalam hal ini 7).
2. Silanglah kelipatan-kelipatan dari bilangan prima sampai dengan 7.
3. Semua bilangan yang tersisa adalah prima.

5
Untuk menemukan semua bilangan prima yang lebih kecil dari 𝑛 dapat
dilakukan sebagai berikut :

1. Tentukan bilangan prima terbesar yang kurang dari atau sama √ 𝑛.


2. Silanglah kelipatan-kelipatan dari bilangan prima yang kurang dari atau
sama dengan √𝑛.
3. Semua bilangan yang tersisa adalah bilangan prima.

b. Menggunakan formula 𝑛2 − 𝑛 + 41. formula tersebut juga merupakan


suatu rumusan yang pernah tercatat dalam sejarah pencarian bilanga n
prima. Berikut ini adalah daftar untuk mengecek formula 𝑓 (𝑛) = 𝑛2 −
𝑛 + 41.
𝑛 𝑓(𝑛) 𝑛 𝑓(𝑛) 𝑁 𝑓(𝑛) 𝑛 𝑓(𝑛)
1 41 11 151 21 461 31 971
2 43 12 173 22 563 32 1033
3 47 13 197 23 547 33 1097
4 53 14 223 24 593 34 1163
5 61 15 251 25 641 35 1231
6 71 16 281 26 691 36 1301
7 83 17 313 27 743 37 1373
8 97 18 347 28 797 38 1447
9 113 19 383 29 853 39 1523
10 131 20 421 30 911 40 1603

Bila kita lanjutkan untuk 𝑛 = 41 maka akan didapat:

𝐹 (41) = 412 − 41 + 41 = 41.41 = 1681

Ternyata 1681 habis dibagi oleh satu, 41, dan 1681 (mempunyai 3
pembagi). Maka 𝑓 (41) bukan bilangan prima. Akibatnya rumusan ini
gagal (tak berlaku umum) untuk mencari bilangan prima.

6
c. Rumus lain yang pernah juga tercatat dalam sejarah adalah rumus fermat,
yaitu 𝑓 (𝑛) = 22𝑛 + 1. Sama halnya dengan kedua rumus diatas, rumus ini
gagal juga sebagai rumus untuk mencari bilangan prima, karena 𝑓(5) =
202 + 1 = 429496296 + 1 = 4292967297 = 641.6700417.

Jadi 𝑓(5) bukan bilangan prima.

Fermat telah menduga bahwa rumus tersebut adalah menghasilkan bilanga n


prima. Untuk 𝑛 = 0, 1, 2, 3, 4 ini merupakan benar bilangan prima. Tetapi
pertumbuhan bilangannya sangat besar. Sehingga membuat orang malas
menguji kebenaran bilangan itu untuk 𝑛 yang selanjutnya.

Tetapi pada tahun 1732 Leonhard Euler membuktikan bahwa untuk n=5,
G(5)=4. 294.967.297 bukan merupakan bilanga prima. Karena nilai itu
sama dengan 641 dikali 6.700.417.

Kemudian pada tahun 1880, F.Landry menunjukan bahwa untuk n=6 juga
bukan merupakan bilangan prima. Dan pada awal tahun 1970 untuk n=7
juga bukan merupakan bilangan prima.

Dan dengan menggunakan computer ternyata yang merupakan bilanga n


prima hanya lima angka pertama saja. Meskipun gagal, tetapi usaha fermat
sangat hebat.

d. Rumusan lain yang juga ada dalam catatan sejarah matematika untuk
mencari bilangan prima adalah 𝑓(𝑛) = 𝑛2 + 79𝑛 + 1601. Namun rumusa
ini gagal juga sebagai rumus untuk mencari bilangan prima, karena untuk
𝑛 = 81 menghasilkan 𝑓 (81) = 1763 = 41.43. ini menunjukan bahwa
𝑓 (81)bukan bilangan prima.

e. Terdapat pula sebuah bilangan prima besar, bilangan tersebut adalah


211219 − 1, ditemukan di university of Illinois. Bilangan prima ini pernah
merupakan salah satu lambang dalam benda pos (mungkin sebagai
perangko).

7
C. Teorema-teorema

 Teorema 1
Jika 𝑝|𝑎𝑏 , 𝑝 bilangan prima, maka 𝑝| 𝑎 atau 𝑝|𝑏.
generalisasinya, jika 𝑝|𝑎1 𝑎2 … . 𝑎𝑛 , maka 𝑝 membagi paling sedikit satu
faktor 𝑎1 dari hasil kalinya.
Bukti:
Karena 𝑝 bilangan prima, maka 𝑝 mempunyai tepat dua faktor (pembagi)
yaitu 1 dan. Jika 𝑝|𝑎 , karena faktor-faktor dari 𝑝 adalah 1 dan 𝑝 saja. Maka
(𝑝, 𝑎) = 1.
Analog, untuk, 𝑝|𝑏 dapat dibuktikan bahwa 𝑝|𝑎.
Selanjutnya kita akan membuktikan bahwa jika 𝑝 adalah bilangan prima
dan 𝑝|𝑎1 𝑎2 … . 𝑎1 maka 𝑝 paling sedikit membagi satu faktor 𝑎1 (1 ≤ 𝑖 ≤
𝑛)

Bukti:

𝑝|𝑎1 𝑎2 … 𝑎𝑛 atau 𝑝|𝑎1 (𝑎2 𝑎3 …. 𝑎𝑛), maka menurut teorema 1. 15(a)


𝑝|𝑎1atau 𝑝|𝑎2 𝑎3 …. 𝑎𝑛 ). jika 𝑝|𝑎1 maka 𝑝|𝑎2 𝑎3 …. 𝑎𝑛 atau 𝑝|𝑎2 (𝑎3 …. 𝑎𝑛 ).

karena 𝑝|𝑎2 (𝑎3 …. 𝑎𝑛 ). maka 𝑝| 𝑎2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝|𝑎3 … 𝑎𝑛 . Bila proses ini


dilanjutkan akan diperoleh 𝑝|𝑎𝑛−1 berakibat pula bahwa 𝑝|𝑎𝑛−1 atau
𝑝|𝑎𝑛 (telah dibuktikan pada bagian pertama dari teorema ini. Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 𝑝 paling sedikit membagi satu faktor
𝑎.

 Teorema 2 (a)
(teorema dasar aritmetika atau teorema faktorisasi tunggal)
Pemfaktoran dari sebarang bilangan bulat 𝑛 > 1 kedalam bilanga n-
bilangan prima adalah tunggal, terlepas dai urutan faktor prima.

Bukti:

Dengan bukti kontradiksi, misalkan teorema trsebut salah. Misalkan 𝑛


adalah bilangan bulat positif yang dapat dinyatakan sebagai dua macam
perkalian bilangan-bilangan prima yang berbeda yaitu:

𝑛 = 𝑃1 . 𝑃2 . 𝑃3 … . 𝑃𝑟

𝑛 = 𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … . 𝑞𝑠

Tentu saja 𝑟 > 1dan 𝑠 > 1. Akibat dari pemisalan diatas, maka bilanga n-
bilangan prima 𝑃1 . 𝑃2 . 𝑃3 … . 𝑃𝑟 tidak mempunyai anggota yang sama dengan
𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … . 𝑞𝑠

8
𝑝1 |𝑛 atau 𝑝1 |𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑠 dan 𝑝1 bilangan prima, maka menurut teorema
1.15 (b), 𝑝1 membagi paling sedikit satu faktor 𝑞, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑟

Karena 𝑞𝑖 juga bilangan prima, artinya faktornya hanya 1dan 𝑞𝑖 sendiri,


maka 𝑝1 = 𝑞𝑖 .

Jika 𝑞𝑖 diatas bersesuaian dengan 𝑞1, maka 𝑝1 = 𝑞1 , akibatnya diperoleh


bahwa 𝑝2 . 𝑝3 … 𝑝𝑟 = 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑟 bila proses ini dilanjutkan maka akan
diperoleh 𝑝2 = 𝑞2, 𝑝3 = 𝑞3, … , 𝑝𝑟 = 𝑞𝑟 sehingga 𝑛 = 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … 𝑝𝑟 =
𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑟 .

Selanjutnya akan ditunjukan bahwa 𝑟 = 𝑠

Kasus 1

Misalkan 𝑟 < 𝑠 dan misalkan

𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … 𝑝𝑟 =𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑘 . 𝑞𝑘+1 . 𝑞𝑘+2 … 𝑞𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 =


𝑘, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑞𝑘+1 . 𝑞𝑘+2 … 𝑞𝑠 = 1. ini tidak mungkin terjadi karena tidak ada
bilangan-bilangan prima yang hasil kalinya sama satu. Ini menghasilka n
kontradiksi dengan 𝑟 < 𝑠.

Kasus 2

Misalkan 𝑟 > 𝑠 dan misalkan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … 𝑝𝑘 . 𝑝𝑘+1 . 𝑝𝑘+2 … 𝑝𝑟 =


𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑠 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘 = 𝑠, maka 𝑞𝑘+1 . 𝑞𝑘+2 … 𝑞𝑟 = 1 ini tidak mungk in
terjadi karena tidak ada bilangan-bilangan priman yang hasil kalinya sama
dengan 1. Hal ini menghasilkan kontradiksi dengan > 𝑠 .

Akibatnya haruslah 𝑟 = 𝑠. Ini menunjukan bahwa pemfaktoran sembarang


bilangan bulat 𝑛 > 1 menjadi bilangan-bilangan prima adalah tungga l
(unik).

Dalam buku “The Nature of Number Theory” adalah sebagai berikut:

Setiap bilangan bulat yang lebih besar dari satu adalah prima atau hasil kali
bilangan-bilangan prima dari faktorisasinya adalah tunggal.

 Teorema 2 (b)
Setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 dapat dinyatakan sebagai suatu hasilkali dari
bilangan-bilangan prima (mungkin hanya mempunyai satu faktor).
Bukti:
Karena 𝑛 > 1maka ada dua kemungkinan, yaitu 𝑛 bilangan prima atau 𝑛
bilangan komposit.

9
Jika 𝑛 bilangan prima maka 𝑛 adalah faktor prima bagi dirinya sendiri.
Jika 𝑛 bilangan komposit, maka dapat difaktorkan.
Misalkan, 𝑛 = 𝑛1 . 𝑛2 , jika 𝑛1 bisa difaktorkan, misalkan 𝑛1 =
𝑛3 . 𝑛4 , dimana 1 < 𝑛3 < 𝑛4 < 𝑛1 dan jika 𝑛2 masih dapat difaktorkan
maka cara yang sama dapat pula dilakukan untuk 𝑛2 .
Proses pemfaktoran ini haruslah berakhir, sebab-sebab faktor-faktornya
lebih kecil dari bilangan komposit itu sendiri, namun setiap faktor tersebut
merupakan bilangan bulat yang lebih besar dari 1, sebut saja faktir-faktor
itu adalah 1 < 𝑝1 , 𝑝2 … 𝑝𝑛 < 𝑛, dimana 𝑝1 , 𝑝2 … 𝑝𝑛 adalah faktor-faktor
prima sehingga kita dapat menuliskan 𝑛 sebagi suatu hasil kali dai
bilangan-bilangan prima, dank arena faktor-faktor prima tersebut tidak
harus berbeda, maka hasilnya dapat ditulis dalam bentuk 𝑛 =
𝑝1𝑎1 . 𝑝2𝑎2 . 𝑝3𝑎3 … . 𝑝𝑛𝑎𝑟 dimana 𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3 … . 𝑝𝑛 adalah bilangan-bila nga n
prima yang berbeda, dan 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … 𝑎𝑟 adalah bilangan positif.

 Teorema 3 (Euclid)
Banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga, yakni tidak ada suku
terakhir dan barisan bilangan prima (tidak ada batas akhir dari barisan
bilangan prima 2, 3,5,7,11, 13, … ).
Bukti:
Misalkan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 adalah 𝑟 bilangan prima yang pertama. Dibentuk
bilangan bulat 𝑛 = 1 + 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 maka 𝑛 tidak dapat dibagi oleh
𝑝1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝3 𝑎𝑡𝑎𝑢 … 𝑝𝑟 , karena sebarang bilangan prima 𝑝 yang
merupakan faktor dari bilangan bulat 𝑛 adalah bilangan prima yang berbeda
dengan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟
Berarti 𝑛 dapat merupakan merupakan sebuah bilanga prima yang lain atau
mempunyai sebuah faktor prima 𝑝, dan akibatnya ada suatu bilangan prima
yang berbeda dengan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 . sehingga untuk sebarang 𝑟 yang
terbatas (terhingga), banyaknya bilangan tidak dapat sama dengan 𝑟. Jadi
banyaknya bilangan prima adalah tidak terbatas.

Soal dan pembahasan


1. Buktikan bahwa (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) maka [𝑎, 𝑏] = [𝑎, 𝑐 ]

Bukti:

Misal (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) = 𝑝; 𝑝 ∈ 𝑍

(𝑎, 𝑏)[𝑎, 𝑐 ] = 𝑎𝑏

𝑝. [𝑎, 𝑏] = 𝑝 2 𝑘1 𝑘2

10
[𝑎, 𝑏] = 𝑝𝑘1 𝑘2

Jadi [𝑎, 𝑏] ≠ [𝑎, 𝑐 ]

(𝑎, 𝑐 )[𝑎, 𝑐 ] = 𝑎𝑐

𝑝. [𝑎, 𝑐 ] = 𝑝 2 𝑘1 𝑘3

[𝑎, 𝑐 ] = 𝑝𝑘1 𝑘3

Jadi [𝑎, 𝑏] ≠ [𝑎, 𝑐 ]

Kontra contoh: (2,4) = (2,6) = 2 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 [2,4] = [2,6] 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 4 ≠


6

a. Jika (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) 𝑚𝑎𝑘𝑎 (𝑎2 , 𝑏2 ) = (𝑎2 , 𝑐 2 )

Misal (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) = 𝑝; 𝑝 ∈ 𝑍

(𝑎, 𝑏) = 𝑝 → 𝑝⃓𝑎 → 𝑎 = 𝑝𝑘1 ; 𝑘1 ∈ 𝑍

𝑝| 𝑏 → 𝑏 = 𝑝𝑘2 ; 𝑘2 ∈ 𝑍
𝑐 = 𝑝 → 𝑝|𝑎 → 𝑎 = 𝑝𝑘3 ; 𝑘3 ∈ 𝑍
𝑝| 𝑐 → 𝑐 = 𝑝𝑘4 ; 𝑘4 ∈ 𝑍

Sehingga (𝑎2 , 𝑏2 ) dapat dinyatakan

𝑎2 𝑥 + 𝑏 2 𝑦
𝑝 2 𝑘12 𝑥 + 𝑝 2 𝑘22 𝑦
(𝑝 2 , 𝑝 2 ) = 𝑝
(𝑎2 , 𝑐 2 ) dinyatakan dengan
𝑎2 𝑥 + 𝑐 2 𝑦
𝑝 2 𝑘32 𝑥 + 𝑝 2 𝑘42 𝑦
Sehingga (𝑝 2 , 𝑝 2 ) = 𝑝 2

b. Jika (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) 𝑚𝑎𝑘𝑎 (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑏, 𝑐 )

Misal (𝑎, 𝑏) = (𝑎, 𝑐 ) = 𝑝 berarti

(𝑎, 𝑏) = 𝑝 → 𝑝|𝑎 → 𝑎 = 𝑝𝑘1 ; 𝑘1 ∈ 𝑍


𝑝| 𝑏 → 𝑏 = 𝑝𝑘2 ; 𝑘2 ∈ 𝑍
(𝑎, 𝑏)dapat dinyatakan (𝑎, 𝑏, 𝑐) dinyatakan dengan

𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐𝑧

𝑝𝑘1 𝑥 + 𝑝𝑘2 𝑦 𝑝𝑘1 𝑥 + 𝑝𝑘2 𝑦 + 𝑝𝑘3 𝑧

11
𝑝 ( 𝑘 1 𝑥 + 𝑘 2 𝑦) 𝑝(𝑘1 𝑥 + 𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑧

(𝑝, 𝑝) = 𝑝 𝑝(𝑝, 𝑝) = 𝑝

Contoh:

(2,4) = (2,6) = 2 𝑚𝑎𝑘𝑎 (2,4,6) = 2

2. Jika 𝑝 prima 𝑝|𝑎 dan 𝑝|𝑎2 + 𝑏2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑝|𝑏

Bukti:
2 2
𝑝|𝑎 → 𝑝| 𝑎2 ∋ 𝑝| 𝑎𝑝| +𝑏
𝑏
} 𝑝|𝑏2 → 𝑝|𝑏. 𝑏
Menurut teorema 𝑝|𝑏 atau 𝑝|𝑏.

3. Jika 𝑝 prima dan 𝑝|𝑎2 + 𝑏2 dan 𝑝|𝑏2 + 𝑐 2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑝|𝑎2 − 𝑐 2

Bukti:

𝑝|𝑎2 + 𝑏2 berarti 𝑎2 + 𝑏2 = 𝑝𝑘1 ; 𝑘1 ∈ 𝑍


𝑝|𝑏2 + 𝑐 2 berarti 𝑏2 + 𝑐 2 = 𝑝𝑘2 ; 𝑘2 ∈ 𝑍
𝑎2 − 𝑐 2 = 𝑝( 𝑘 1 − 𝑘 2 )

Sehingga 𝑝|𝑎2 − 𝑐 2

4. Jika (𝑎, 𝑏) = 1 𝑚𝑎𝑘𝑎 (𝑎2 , 𝑎𝑏, 𝑏2 ) = 1

Bukti:

(𝑎, 𝑏) = 1 berarti 𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 = 1; 𝑘1 , 𝑘2 ∈ 𝑍

Dengan mengalikan 𝑎 dan 𝑏 diperoleh:

𝑎2 𝑘1 + 𝑎𝑏𝑘2 = 𝑎
𝑎𝑏𝑘1 + 𝑏2 𝑘2 = 𝑏

Substitsi ke persamaan semula diperoleh:

𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 = 1
(𝑎2 𝑘1 + 𝑎𝑏𝑘2 )𝑘1 + (𝑎𝑏𝑘1 + 𝑏2 𝑘2 )𝑘2 = 1
𝑎2 𝑘12 + 2𝑎𝑏𝑘1 𝑘2 + 𝑏2 𝑘22 = 1
𝑎2 𝑘12 + 𝑎𝑏(2𝑘1 𝑘2 ) + 𝑏2 𝑘22 = 1

12
Sehingga (𝑎2 , 𝑎𝑏, 𝑏2 ) = 1; 𝑘12 , 𝑘22 ∈ 𝑍 dan 2𝑘1 𝑘2 ∈ 𝑍

5. Jika 𝑏|𝑎2 − 1 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑏|𝑎4 − 1

Bukti:

𝑏|𝑎2 − 1 → 𝑏|(𝑎2 − 1)𝑐; 𝑐∈ 𝑍

Misal 𝑝 = (𝑎2 + 1) maka 𝑏|(𝑎2 − 1)(𝑎2 + 1) jadi 𝑏|𝑎4 − 1

6. (𝑎, 𝑏, 𝑐 ) = ((𝑎, 𝑏), (𝑎, 𝑐 ))

Bukti:

Misal (𝑎, 𝑏, 𝑐 ) = ((𝑎, 𝑏), (𝑎, 𝑐 )) = 𝑝 maka

(𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 , 𝑎𝑘3 + 𝑐𝑘4 ) = 𝑝 untuk suatu 𝑘1 , 𝑘2 , 𝑘3 , 𝑘4 ∈ 𝑍


(𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 )𝑘5 + (𝑎𝑘3 + 𝑐𝑘4 )𝑘6 = 𝑝; 𝑘5 , 𝑘6 ∈ 𝑍
𝑎𝑘1 𝑘5 + 𝑏𝑘2 𝑘5 + 𝑎𝑘3 𝑘6 = 𝑝
𝑎(𝑘1 𝑘5 + 𝑘3 𝑘6 ) + 𝑏(𝑘2 𝑘5 ) + 𝑐(𝑘4 𝑘6 ) = 𝑝

Sehingga (𝑎, 𝑏, 𝑐 ) = ( (𝑎, 𝑏), (𝑎, 𝑐 ))

7. Buktikan bahwa (𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐 2 jika (𝑎, 𝑏) = 𝑐

Bukti:

(𝑎, 𝑏) = 𝑐 berarti 𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 = 𝑐 maka


𝑎2 𝑘1 + 𝑎𝑏𝑘2 = 𝑎𝑐
𝑎𝑏𝑘1 + 𝑏2 𝑘2 = 𝑏𝑐 −

𝑎2 𝑘1−1 − 𝑏2 𝑘22 = 𝑐 (𝑎𝑘 − 𝑘𝑎𝑙𝑖 )

𝑎2 𝑘12 + 𝑏2 𝑘12 = 𝑐 (𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 )

(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)

Menurut teorema bahwa

(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)

(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)

13
(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐. 𝑐

( 𝑎2 , 𝑏 2 ) = 𝑐 2

8. Jika (𝑎, 𝑝 2 ) = 𝑝 dan (𝑏, 𝑝 3 ) = 𝑝 2 , 𝑝 adalah prima. Carilah (𝑎𝑏, 𝑝 4 )


dan (𝑎 + 𝑏, 𝑝 4 )

Jawab:

(𝑎, 𝑝 2 ) = 𝑝 berarti 𝑝| 𝑎 →= 𝑝𝑘1 ; 𝑘1 ∈ 𝑍


(𝑏, 𝑝 3 ) = 𝑝 2 berarti 𝑝 2 |𝑏 →= 𝑝 2 𝑘2 ; 𝑘2 ∈ 𝑍

Misal (𝑎𝑏, 𝑝 4 ) = 𝑑 maka dapat dinyatakan sebagai

𝑑 = 𝑎𝑏𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2 ; 𝑡1 𝑡2 ∈ 𝑍

Substitusi diperoleh:

𝑑 = 𝑝𝑘1 𝑝 2 𝑘2 𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2
𝑑 = 𝑝 3 (𝑘1 𝑘2 𝑡1 ) + 𝑝 4 𝑡2
𝑑 = 𝑝 3 (𝑘1 𝑘2 𝑡1 ) + 𝑝𝑡2 )
𝑑 = 𝑝 3 . (1, 𝑝)
𝑑 = 𝑝 3. 1 = 𝑝 3
(𝑎 + 𝑏, 𝑝 4 ) dapat dinyatakan sebagai
↔ (𝑎 + 𝑏)𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2 ; 𝑡1 , 𝑡2 ∈ 𝑍

↔ (𝑝𝑘1 + 𝑝 2 𝑘2 )𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2

↔ 𝑝𝑘1 𝑡1 + 𝑝 2 𝑘2 )𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2

↔ (𝑝, 𝑝 2 , 𝑝 4 ) = 𝑝 untuk 𝑘1 𝑡1 , 𝑘2 𝑡2 𝑑𝑎𝑛 𝑡2 ∈ 𝑍

Contoh:

(6, 32 ) = 3 dan (18, 33 ) = 32 = 9

Maka (6.18, 34 ) = (108, 81) = 27 = 33 dan

(6 + 18, 34 ) = (24, 81) = 3

9. Sebarang bilangan prima yang mempunyai bentuk 3𝑘 + 1 juga dalam


bentuk 6𝑘 + 1, buktikan ?

Bukti:

14
Mssal 𝑝 = 3𝑘 + 1

𝑘 ganjil yaitu 𝑘 = 2𝑡 + 1; 𝑡 ∈ 𝑍
𝑝 = 3𝑘 + 1
𝑝 = 3(2𝑡 + 1) + 1
𝑝 = 6𝑡 + 4
𝑝 = 2(3𝑡 + 2)
𝑝 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝
𝑝=2
𝑝 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑝 = 2 maka 𝑘 = 2𝑛; 𝑛 ∈ 𝑍
𝑝 = 3𝑘 + 1 → 𝑝 = 3(2𝑛) + 1 → 𝑝 = 6𝑛 + 1

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bilangan prima adalah bilangan asli yang tepat mempunyai 2 faktor


pembagi, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Sedangkan bilangan komposit adalah
bilangan yang mempunyai lebih dari 2 buah pembagi.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak


terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan sumbangsi pikiran dari para pembaca demi penyempur naa n
makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hartni, Novi. (2011). “Cara Mencari Bilangan Prima dengan Saringan


Ertosthenes”.

https://novihartini.wordpress.com/2011/01/18/cara-mencari-bilangan-
prima-dengan-saringan-erastotenes/

Sukirman, (2013). Teori Bilangan. Yogyakarta: UNY Press.

17

Anda mungkin juga menyukai