Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Bilangan
Kelompok 13/2B1
Kami menyampaikan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
dari zaman kegelapan menuju era literasi. Judul makalah ini adalah Keprimaan
Bilangan Prima dan Komposit.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Keprimaan Bilangan Prima dan Komposit.
Kelompok 13
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori bilangan adalah salah satu dasar dalam matematika, khusunya aljabar.
Himpunan semesta (semesta pembicaraan) dalam teori bilangan adalah
himpunan semua bilangan bulat. Bahkan dalam beberapa pembahasan hanya
terbatas pada himpunan bilangan asli. Teori bilangan berisi penelaahan sifat-
sifat bilangan bulat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bilangan prima merupakan pokok bahasan yang cukup populer dalam ranah
ilmu teori bilangan. Suatu bilangan bulat p yang lebih dari satu dikatakan prima
jika faktor positif dari p hanyalah 1 dan p. bilangan yang lebih dari satu tetapi
tidak prima dikatakan komposit. Bilangan prima banyak digunakan oleh
matematikawan dalam berbagai bidang seperti kriptografi dan game theory.
Bilangan prima sudah mulai dipelajari dari zaman yunani kuno. Meskipun
begitu, kajian mengenai bilangan prima baru berkembang ketika seorang
matematikawan Prancis yang bernama Fierre de Fermat menemukan hubunga n
antara bilangan prima dengan aritmatika modular pada abad ke-17. Beberapa
algoritma untuk menentukan keprimaan suatu bilangan sudah banyak
ditemukan. Meskipun begitu algoritma tersebut masih kurang efisien untuk
kebutuhan permasalahan saat ini.
Meskipun algoritma untuk menentukan keprimaan suatu bilangan yang
sudah ditemukan masih terhitung lambat untuk permasalahan saat ini, suatu
algoritma probabilistic dapat dibentuk dengan menggunakan teorema fermat.
Karena sifat probabilistic ini, hasil dari algoritma ini tidaklah eksak melainka n
merupakan probabilistic. Meskipun begitu, kemungkinan algoritma ini
menghasilkan kesalahan dapat diminimalisasi dengan menggunakan beberapa
perhitungan.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat beberapa cara atau rumus untuk menentukan bilangan prima, yaitu:
a. Metode Eratosthenes
3
Suatu metode untuk mendapatkan bilangan-bilangan prima yang
lebih kecil dari bilangan yang ditentukan, pertama dibuat oleh
matematikawan Yunani, Eratosthenes lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Metode ini dikenal dengan sebutan “The Sieve of Eratosthenes”. Misalnya
akan dicari bilangan - bilangan prima yang kurang dari 100. Mula- mula
dibuat tabel yang memuat angka dari 1 sampai dengan 100. Lihat tabel
beerikut: “The Sieve of Eratosthenes”
4
5. Bilangan berikutnya adalah 7, maka lingkarilah angka. Kemudian
setiap kelipatan angka 7. Karena 7 adalah bilangan prima terbesar yang
kurang dari √100 = 10, maka semua bilangan yang tersisa adalah
bilangan prima.
2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73,
79, 83, 89, dan 97.
Untuk dapat mendapatkan bilangan prima lebih kecil dari 100 dapat
dilakukan pula dengan cara berikut:
1. Tentukan bilangan prima terbesar yang kurang dari atau sama dengan
√100 (dalam hal ini 7).
2. Silanglah kelipatan-kelipatan dari bilangan prima sampai dengan 7.
3. Semua bilangan yang tersisa adalah prima.
5
Untuk menemukan semua bilangan prima yang lebih kecil dari 𝑛 dapat
dilakukan sebagai berikut :
Ternyata 1681 habis dibagi oleh satu, 41, dan 1681 (mempunyai 3
pembagi). Maka 𝑓 (41) bukan bilangan prima. Akibatnya rumusan ini
gagal (tak berlaku umum) untuk mencari bilangan prima.
6
c. Rumus lain yang pernah juga tercatat dalam sejarah adalah rumus fermat,
yaitu 𝑓 (𝑛) = 22𝑛 + 1. Sama halnya dengan kedua rumus diatas, rumus ini
gagal juga sebagai rumus untuk mencari bilangan prima, karena 𝑓(5) =
202 + 1 = 429496296 + 1 = 4292967297 = 641.6700417.
Tetapi pada tahun 1732 Leonhard Euler membuktikan bahwa untuk n=5,
G(5)=4. 294.967.297 bukan merupakan bilanga prima. Karena nilai itu
sama dengan 641 dikali 6.700.417.
Kemudian pada tahun 1880, F.Landry menunjukan bahwa untuk n=6 juga
bukan merupakan bilangan prima. Dan pada awal tahun 1970 untuk n=7
juga bukan merupakan bilangan prima.
d. Rumusan lain yang juga ada dalam catatan sejarah matematika untuk
mencari bilangan prima adalah 𝑓(𝑛) = 𝑛2 + 79𝑛 + 1601. Namun rumusa
ini gagal juga sebagai rumus untuk mencari bilangan prima, karena untuk
𝑛 = 81 menghasilkan 𝑓 (81) = 1763 = 41.43. ini menunjukan bahwa
𝑓 (81)bukan bilangan prima.
7
C. Teorema-teorema
Teorema 1
Jika 𝑝|𝑎𝑏 , 𝑝 bilangan prima, maka 𝑝| 𝑎 atau 𝑝|𝑏.
generalisasinya, jika 𝑝|𝑎1 𝑎2 … . 𝑎𝑛 , maka 𝑝 membagi paling sedikit satu
faktor 𝑎1 dari hasil kalinya.
Bukti:
Karena 𝑝 bilangan prima, maka 𝑝 mempunyai tepat dua faktor (pembagi)
yaitu 1 dan. Jika 𝑝|𝑎 , karena faktor-faktor dari 𝑝 adalah 1 dan 𝑝 saja. Maka
(𝑝, 𝑎) = 1.
Analog, untuk, 𝑝|𝑏 dapat dibuktikan bahwa 𝑝|𝑎.
Selanjutnya kita akan membuktikan bahwa jika 𝑝 adalah bilangan prima
dan 𝑝|𝑎1 𝑎2 … . 𝑎1 maka 𝑝 paling sedikit membagi satu faktor 𝑎1 (1 ≤ 𝑖 ≤
𝑛)
Bukti:
Teorema 2 (a)
(teorema dasar aritmetika atau teorema faktorisasi tunggal)
Pemfaktoran dari sebarang bilangan bulat 𝑛 > 1 kedalam bilanga n-
bilangan prima adalah tunggal, terlepas dai urutan faktor prima.
Bukti:
𝑛 = 𝑃1 . 𝑃2 . 𝑃3 … . 𝑃𝑟
𝑛 = 𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … . 𝑞𝑠
Tentu saja 𝑟 > 1dan 𝑠 > 1. Akibat dari pemisalan diatas, maka bilanga n-
bilangan prima 𝑃1 . 𝑃2 . 𝑃3 … . 𝑃𝑟 tidak mempunyai anggota yang sama dengan
𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … . 𝑞𝑠
8
𝑝1 |𝑛 atau 𝑝1 |𝑞1 . 𝑞2 . 𝑞3 … 𝑞𝑠 dan 𝑝1 bilangan prima, maka menurut teorema
1.15 (b), 𝑝1 membagi paling sedikit satu faktor 𝑞, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑟
Kasus 1
Kasus 2
Setiap bilangan bulat yang lebih besar dari satu adalah prima atau hasil kali
bilangan-bilangan prima dari faktorisasinya adalah tunggal.
Teorema 2 (b)
Setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 dapat dinyatakan sebagai suatu hasilkali dari
bilangan-bilangan prima (mungkin hanya mempunyai satu faktor).
Bukti:
Karena 𝑛 > 1maka ada dua kemungkinan, yaitu 𝑛 bilangan prima atau 𝑛
bilangan komposit.
9
Jika 𝑛 bilangan prima maka 𝑛 adalah faktor prima bagi dirinya sendiri.
Jika 𝑛 bilangan komposit, maka dapat difaktorkan.
Misalkan, 𝑛 = 𝑛1 . 𝑛2 , jika 𝑛1 bisa difaktorkan, misalkan 𝑛1 =
𝑛3 . 𝑛4 , dimana 1 < 𝑛3 < 𝑛4 < 𝑛1 dan jika 𝑛2 masih dapat difaktorkan
maka cara yang sama dapat pula dilakukan untuk 𝑛2 .
Proses pemfaktoran ini haruslah berakhir, sebab-sebab faktor-faktornya
lebih kecil dari bilangan komposit itu sendiri, namun setiap faktor tersebut
merupakan bilangan bulat yang lebih besar dari 1, sebut saja faktir-faktor
itu adalah 1 < 𝑝1 , 𝑝2 … 𝑝𝑛 < 𝑛, dimana 𝑝1 , 𝑝2 … 𝑝𝑛 adalah faktor-faktor
prima sehingga kita dapat menuliskan 𝑛 sebagi suatu hasil kali dai
bilangan-bilangan prima, dank arena faktor-faktor prima tersebut tidak
harus berbeda, maka hasilnya dapat ditulis dalam bentuk 𝑛 =
𝑝1𝑎1 . 𝑝2𝑎2 . 𝑝3𝑎3 … . 𝑝𝑛𝑎𝑟 dimana 𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3 … . 𝑝𝑛 adalah bilangan-bila nga n
prima yang berbeda, dan 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … 𝑎𝑟 adalah bilangan positif.
Teorema 3 (Euclid)
Banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga, yakni tidak ada suku
terakhir dan barisan bilangan prima (tidak ada batas akhir dari barisan
bilangan prima 2, 3,5,7,11, 13, … ).
Bukti:
Misalkan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 adalah 𝑟 bilangan prima yang pertama. Dibentuk
bilangan bulat 𝑛 = 1 + 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 maka 𝑛 tidak dapat dibagi oleh
𝑝1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝3 𝑎𝑡𝑎𝑢 … 𝑝𝑟 , karena sebarang bilangan prima 𝑝 yang
merupakan faktor dari bilangan bulat 𝑛 adalah bilangan prima yang berbeda
dengan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟
Berarti 𝑛 dapat merupakan merupakan sebuah bilanga prima yang lain atau
mempunyai sebuah faktor prima 𝑝, dan akibatnya ada suatu bilangan prima
yang berbeda dengan 𝑝1 . 𝑝2 . 𝑝3 … . 𝑝𝑟 . sehingga untuk sebarang 𝑟 yang
terbatas (terhingga), banyaknya bilangan tidak dapat sama dengan 𝑟. Jadi
banyaknya bilangan prima adalah tidak terbatas.
Bukti:
(𝑎, 𝑏)[𝑎, 𝑐 ] = 𝑎𝑏
𝑝. [𝑎, 𝑏] = 𝑝 2 𝑘1 𝑘2
10
[𝑎, 𝑏] = 𝑝𝑘1 𝑘2
(𝑎, 𝑐 )[𝑎, 𝑐 ] = 𝑎𝑐
𝑝. [𝑎, 𝑐 ] = 𝑝 2 𝑘1 𝑘3
[𝑎, 𝑐 ] = 𝑝𝑘1 𝑘3
𝑝| 𝑏 → 𝑏 = 𝑝𝑘2 ; 𝑘2 ∈ 𝑍
𝑐 = 𝑝 → 𝑝|𝑎 → 𝑎 = 𝑝𝑘3 ; 𝑘3 ∈ 𝑍
𝑝| 𝑐 → 𝑐 = 𝑝𝑘4 ; 𝑘4 ∈ 𝑍
𝑎2 𝑥 + 𝑏 2 𝑦
𝑝 2 𝑘12 𝑥 + 𝑝 2 𝑘22 𝑦
(𝑝 2 , 𝑝 2 ) = 𝑝
(𝑎2 , 𝑐 2 ) dinyatakan dengan
𝑎2 𝑥 + 𝑐 2 𝑦
𝑝 2 𝑘32 𝑥 + 𝑝 2 𝑘42 𝑦
Sehingga (𝑝 2 , 𝑝 2 ) = 𝑝 2
𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐𝑧
11
𝑝 ( 𝑘 1 𝑥 + 𝑘 2 𝑦) 𝑝(𝑘1 𝑥 + 𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑧
(𝑝, 𝑝) = 𝑝 𝑝(𝑝, 𝑝) = 𝑝
Contoh:
Bukti:
2 2
𝑝|𝑎 → 𝑝| 𝑎2 ∋ 𝑝| 𝑎𝑝| +𝑏
𝑏
} 𝑝|𝑏2 → 𝑝|𝑏. 𝑏
Menurut teorema 𝑝|𝑏 atau 𝑝|𝑏.
Bukti:
Sehingga 𝑝|𝑎2 − 𝑐 2
Bukti:
𝑎2 𝑘1 + 𝑎𝑏𝑘2 = 𝑎
𝑎𝑏𝑘1 + 𝑏2 𝑘2 = 𝑏
𝑎𝑘1 + 𝑏𝑘2 = 1
(𝑎2 𝑘1 + 𝑎𝑏𝑘2 )𝑘1 + (𝑎𝑏𝑘1 + 𝑏2 𝑘2 )𝑘2 = 1
𝑎2 𝑘12 + 2𝑎𝑏𝑘1 𝑘2 + 𝑏2 𝑘22 = 1
𝑎2 𝑘12 + 𝑎𝑏(2𝑘1 𝑘2 ) + 𝑏2 𝑘22 = 1
12
Sehingga (𝑎2 , 𝑎𝑏, 𝑏2 ) = 1; 𝑘12 , 𝑘22 ∈ 𝑍 dan 2𝑘1 𝑘2 ∈ 𝑍
Bukti:
Bukti:
Bukti:
(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)
(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)
(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐(𝑎, 𝑏)
13
(𝑎2 , 𝑏2 ) = 𝑐. 𝑐
( 𝑎2 , 𝑏 2 ) = 𝑐 2
Jawab:
𝑑 = 𝑎𝑏𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2 ; 𝑡1 𝑡2 ∈ 𝑍
Substitusi diperoleh:
𝑑 = 𝑝𝑘1 𝑝 2 𝑘2 𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2
𝑑 = 𝑝 3 (𝑘1 𝑘2 𝑡1 ) + 𝑝 4 𝑡2
𝑑 = 𝑝 3 (𝑘1 𝑘2 𝑡1 ) + 𝑝𝑡2 )
𝑑 = 𝑝 3 . (1, 𝑝)
𝑑 = 𝑝 3. 1 = 𝑝 3
(𝑎 + 𝑏, 𝑝 4 ) dapat dinyatakan sebagai
↔ (𝑎 + 𝑏)𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2 ; 𝑡1 , 𝑡2 ∈ 𝑍
↔ (𝑝𝑘1 + 𝑝 2 𝑘2 )𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2
↔ 𝑝𝑘1 𝑡1 + 𝑝 2 𝑘2 )𝑡1 + 𝑝 4 𝑡2
Contoh:
Bukti:
14
Mssal 𝑝 = 3𝑘 + 1
𝑘 ganjil yaitu 𝑘 = 2𝑡 + 1; 𝑡 ∈ 𝑍
𝑝 = 3𝑘 + 1
𝑝 = 3(2𝑡 + 1) + 1
𝑝 = 6𝑡 + 4
𝑝 = 2(3𝑡 + 2)
𝑝 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝
𝑝=2
𝑝 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑝 = 2 maka 𝑘 = 2𝑛; 𝑛 ∈ 𝑍
𝑝 = 3𝑘 + 1 → 𝑝 = 3(2𝑛) + 1 → 𝑝 = 6𝑛 + 1
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
https://novihartini.wordpress.com/2011/01/18/cara-mencari-bilangan-
prima-dengan-saringan-erastotenes/
17