Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
A. DASAR PEMIKIRAN
Salah satu unsur penting bagi guru PAK untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi
pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori
belajar. Jika guru PAK telah memahami bagaimana individu dapat belajar secara lebih efektif,
maka ia dapat membantu peserta didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal.
Kalau guru hanya menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak
didik belajar, maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan
itu, guru perlu terus belajar dari berbagai teori belajar, dan meninjau secara kritis dan
konstruktif manfaatnya dalam pembelajaran PAK.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kita akan belajar Teori-teori Belajar, Tokoh, Analisa dan
aplikasinya dalam pembelajaran PAK, Teori Belajar Aktif, Ketrampilan proses dan Pembelajaran
tuntas. Mengingat dalam teori belajar: mendengar cepat lupa, melihat ingat dan melakukan
paham, maka supaya pembelajar menjadi efektif dan menyenangkan maka media alat peraga,
metode dan strategi pembelajaran aktif menjadi hal yang perlu mendapat perhatian.
B. HAKEKAT DAN ARTI BELAJAR
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku seseorang.Nana Syaodih Sukmadinata (2005) Sebagaian
terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
APAKAH BELAJAR?
 Moh Surya (1999) = Satu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan
prilaku baik secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri melalui
kegiatan belajar.
 Crow dan Crow: belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap
baru.
 Di Vesta dan Thompon (1970): Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif menetap bagi
hasil dari pengalaman.
 Gege dan Beliner: Belajar adalah suatu proses perubahan prilaku yang muncul karena
pengalaman.
 B. Samuel Sidjabat: belajar pada dasarnya merupakan peristiwa kompleks sama halnya
kompleksitas manusia itu sendiri. Seluruh aspek dalam diri individu relatif turut terlibat.
 AD Rooijakkers (1984) belajar merupakan proses, artinya kegiatan belajar senantiasa dinamis,
dan mengarah kepada terjadinya perubahan dalam diri si pelajar.
Kesimpulan:
Kunci dari belajar adalah PERUBAHAN PRILAKU
Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual,
tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan
segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan
yang mengerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga
relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar
memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian
bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J. Dewey ada 5 upaya
pemecahannya yakni:
1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga harus dapat
merumuskan
2. Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3. Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
4. Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang
diperoleh.
5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan
soal itu.

C. PERUBAHAN PRILAKU
Menurut Gagne (2003)
 Informasi Verbal
 Kecakapan Intelektual
 Strategi kognitif
 Sikap
 Kecakapan motorik
D. HASIL BELAJAR AKAN TAMPAK
Menurut Moh Surya: Hasil Belajar Nampak pada;
1. Kebiasaan
2. Keterampilan
3. Pengamatan
4. Berfikir asosiatif
5. Berfikir rasional dan kritis
6. Sikap yakin/menetap
7. Indibisi (Menghindari hal yang mbazh)
8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu)
9. Prilaku efektif
E. CIRI-CIRI BELAJAR (Perubahan)
1. Perubahan yang disadari dan disengaja
2. Perubahan yang berkesinambungan
3. Perubahan yang Fungsional
4. Perubahan yang bersifat positif
5. Perubahan yang bersifat aktif
6. Perubahan yang bersifat permanen
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah
8. Perubahan secara keseluruhan
F. PROSES DALAM BELAJAR
1. Motivasi
2. Konsentrasi
3. Mengolah
4. Menyimpan
5. Menggali 1
6. Menggali 2
7. Prestasi
8. Umpan Balik

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BALAJAR EFEKTIF


1. Motivasi
2. Kualitas dan kuantitas perhatian
3. Kemampuan (daya menerima dan mengingat)
4. Kemampuan menerapkan
5. Kemampuan memetik dan mengajukan prinsip
BAB 2
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A. Arti dan Hakekat Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.
B. Tokoh-tokoh Teori Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan
analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

1. Teori Belajar Menurut Thorndike


Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit,
yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana
hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

2. Teori Belajar Menurut Watson


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan
diukur

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis
(drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam
teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Menurut Skinner (1904-1990)
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang
diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan belajar.
Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pada
teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin.
Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses
penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang
kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu,
sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan
pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi
”mentalistik”.
C. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari
yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan
yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau
shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama;
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan
(sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun
bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi
agar memperkuat respons.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran


Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami
oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-
hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan
potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan
atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang
perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara
ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.

BAB 3
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pendahulun
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia\proses belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru
2. Personalia informasi ini pada individu.
B. Tokoh-tokoh Teori Behavioristik Humanistik
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W.
Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada
alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah
dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan s ebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa
yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk
lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang
penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa
belum terpenuhi.
3. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi.
Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun
1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan
pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya,
Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd
Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan
adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik
yang penting diantaranya ialah :
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan
para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
7. kebutuhan segera dari siswa)
8. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk
pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang
berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
C. Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Guru sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan
mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan
menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
C. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa
dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan
atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat
oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang
berlaku.
Sumber:
1. Psikologi Belajar: Dr. Mulyati, M.Pd
2. Psikologi Belajar: Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono
3. Psikologi Pendidikan: Sugihartono,dkk
4. Psikologi Pendidikan: Rochman Natawidjaya dan Moein

Anda mungkin juga menyukai