Oleh:
KELOMPOK I
1.
2.
3.
0250111020446
0250111020456
0250111020463
Jurusan Dharmaduta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa sebenarnya yang
dimaksud dengan pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan, diperoleh
melalui pemahaman mendalam terhadap unsur-unsurnya. Pendidikan seperti sifat
sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat
kompleks. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam
dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Konsep dasar kemandirian
membawa implikasi kepada konsep pembelajaran serta peranan pendidik.
Sebagaimana yang kita ketahui sekarang faktor yang sangat erat mendukung
proses pendidikan adalah sistem pembelajaran dan kegiatan belajar. Sejalan
dengan perkembangan teknologi serta teori-teori pembelajaran, maka guru pun
dituntut mampu menguasai dan memilih strategi pembelajaran yang tepat,
sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif, dan belajar dalam suasana senang serta
efektif.
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada
era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa
sebenarnya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan
yang tidak sama. Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan
batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tidak dapat dibedakan dengan
kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan
yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar. Hampir semua ahli
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teori Belajar
Belajar (learning) adalah salah satu topik paling penting di dalam psikologi
bahwa proses belajar tidak bisa dipelajari secara langsung, tetapi belajar hanya
dapat disimpulkan dari perubahan perilaku. Menurut Skinner, perubahan perilaku
merupakan proses belajar itu sendiri dan tidak perlu lagi ada proses lain. Dalam
definisi ini, belajar ditempatkan sebagai variabel penginterfensi atau variabel
perantara. Variabel perantara ini adalah proses teoritis yang diasumsikan terjadi
diantara respon yang diamati. Variabel independen (variabel bebas) menyebabkan
perubahan dalam variabel perantara (proses belajar) yang pada gilirannya akan
menimbulkan perubahan dalam variabel dependen atau variabel terikat (perilaku).
Situasinya dapat disajikan dalam diagram berikut ini:
Variabel Independen
Variabel Perantara
Variabel Dependen
Pengalaman
Belajar
Perubahan Perilaku
dimana informasi itu tidak diulang-ulang, orang itu akan mengingat kata-kata itu
secara hampir sempurna selama sekitar tiga detik saja. Tetapi dalam waktu lima
belas detik selanjutnya, ingatan mereka turun atau lupa sama sekali. Meskipun ada
fakta bahwa informasi itu hilang dalam rentang waktu yang pendek, kita tidak bisa
dengan yakin mengatakan bahwa dalam hal ini tidak ada proses belajar.
Penerimaan relatif permanen dalam definisi belajar juga akan menentukan
apakah proses sensitization (sensitisasi) dan habituation (habituasi) diterima
sebagai contoh dalam belajar. Sensitisasi adalah proses dimana suatu organisme
menjadi lebih rensponsif terhadap aspek tertentu dari lingkunganya. Sementara
habituasi adalah proses dimana suatu organisme menjasi kurang rensponsif
kepada lingkungannya.
B. Belajar dan Performa / Tindakan
Perbedaan utama antara learning (belajar) dan performance (performa,
tindakan) yaitu belajar merujuk pada kemungkinan (potensi) perubahan perilaku,
sementara tindakan merujuk pada penerjemahan potensi ini kedalam perilaku.
Jelas tidak semua perilaku dipelajari, perilaku yang lebih sederhana adalah hasil
dari refleks. Sebuah refleks dapat didefinisikan sebagai respon yang tidak
dipelajari lebih dahulu atau respon pembawaan internal dalam rangka bereaksi
terhadap sekelompok rangsangan tertentu. Bersin ketika hidung tergelitik, atau
secara mendadak menarik tangan saat tersengat api adalah contoh dari tindakan
refleks. Perilaku refleks ini jelas tidak perlu dipelajari lebih dahulu, ia adalah
karakterisitik bawaan genetik dari organisme, bukan hasil dari pengalaman.
kebutuhannya akan beberapa hal seperti makanan, air, dan seks, dan ia harus
berinteraksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Proses belajar
juga memungkinkan organisme menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
dan bertindak secara fleksibel untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang
bervariasi. Selain mempelajari apakah suatu stimuli adalah positif, negatif, atau
netral organisme juga harus belajar bertindak dengan cara mendapatkan atau
menghindari berbagai stimuli tersebut. Secara umum, melalui pengkondisisan
klasik kita mempelajari lingkungan yang kondusif maupun yang tidak, dan
melalui pengkondisian instrumental kita mempelajari cara memperoleh atau
menghindari objek yang diinginkan atau yang tidak. Karenanya belajar harus
dilihat sebagai alat utama yang digunakan seorang untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
E. Fungsi Mengkaji Proses Belajar
Perilaku manusia terbentuk melalui proses belajar, yang akan membantu
kita mengapa kita berperilaku seperti yang dilakukan sekarang. Pemahaman ini
akan menambah pengetahuan bukan hanya tentang perilaku normal dan perilaku
adaptif tetapi situasi yang menimbulkan perilaku maladaptif atau abnormal (tidak
normal). Psikoterapi yang efektif mungkin berasal dari pemahaman semacam ini.
Praktik pengasuhan anak juga dapat memanfaatkan prinsip belajar. Setiap
individu berbeda satu sama lain dan perbedaan ini dapat diterangkan dalam term
pengalaman belajar yang berbeda. Salah satu atribut manusia yang terpenting
adalah bahasa, dan perkembangan bahasa berasal dari belajar. Ada juga hubungan
erat antara prinsip belajar dengan praktik pendidikan. Kita bisa menyimpulkan
10
bahwa setelah pengetahuan kita tentang proses belajar semakin bertambah maka
praktik pendidikan akan semakin efisien dan efektif.
2.2
secara tidak langsung melalui perubahan perilaku. Saat kita mengkaji belajar, kita
mengamati perilaku atau tindakan dan berdasarkan pengamatan ini kita
menyimpulkan tipe belajar tertentu yang telah terjadi atau yang tidak terjadi.
Sulitnya mengamati pengamatan langsung inilah yang menimbulkan begitu
banyak pendekatan studi. Metode mempelajari fenomena saat fenomena itu terjadi
secara alamaiah dinamakan naturaliste observation (observasi naturalistik).
Dengan teknik ini, kita melakukan observasi atau pengamatan secara mendetail
dan membuat catatan atas apa saja yang telah dikaji kita.
Ada dua kekurangan utama dalam pendekatan observasi naturalistis ini.
Pertama, karena situasi kelas sangatlah kompleks, maka sulit untuk mengamati
dan mencatat dengan akurat. Kedua, ada kecenderungan untuk mengklasifikasi
peristiwa kedalam bagian yang mungkin terlalu komprehensif. Klasifikasi yang
kelihatannya sederhana, mungkin akan menjadi sangat kompleks jika diteliti lebih
mendalam.
A. Studi Sistematis Terhadap Belajar
Dimasa modern, bagian dari psikologi yang membahas proses belajar
menjadi makin ilmiah (scientific). Dalam dunia pengetahuan ilmiah, empirisme
dan rasionalisme menyatu dalam scientific theory (teori ilmiah). Teori ilmiah
mengandung dua aspek penting. Pertama, sebuah teori memiliki formal aspect
(aspek formal), yang mencakup kata dan simbol yang ada didalam teori. Kedua,
10
11
sebuah teori memiliki empirical aspec (aspek empiris), yang terdiri dari peristiwa
fisik yang hendak dijelaskan oleh teori itu. Meskipun hubungan antara aspek
formal dan empiris dari suatu teori sangat kompleks, perlu dicatat bahwa bagian
formal dari teori boleh jadi masuk akal dalam dirinya sendiri meskipun mungkin
ia mengandung perkiraan yang salah tentang dunia fisik. Pernyataan semua proses
belajar tergantung pada niat mungkin masuk akal secara formal tapi tidak
menjelaskan secara akurat mengenai proses belajar itu. Maksudnya adalah sebuah
teori beleh jadi terdengar valid, tetapi tidak mengandung makna ilmiah kecuali ia
mampu bertahap dalam menghadapi ujian yang ketat.
Perlu diingat bahwa betapa pun abstrak dan kompleksnya sebuah teori, ia
pada akhirnya harus berkaitan dengan kejadian fisik yang dapat diamati. Semua
teori ilmiah, betapa pun abstraknya aspek formalnya, diawali dan diakhiri dengan
pernyataan tentang kejadian yang dapat diamati. Scientific law (kaidah ilmiah)
dapat didefinisikan sebagai hubungan yang konsisten antara dua atau lebih
kelompok kejadian yang terlihat. Semua ilmu pengetahuan ilmiah berusaha
mengungkap kaidah atau hukum tersebut.
Walaupun tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan hukumhukum (hubungan yang teramati antarkejadian), penelitian ilmiah tak cukup hanya
dengan mengamati dan mencatat ratusan atau mungkin ribuan hubungan empiris.
Ilmuwan biasanya berusaha memahami suatu hukum yang mereka temukan,
artinya mereka mencoba mengelompokkannya secara koheren. Pengelompokkan
ini memiliki dua fungsi yaitu (1) synthesizing function (fungsi sintesis), yang
berusaha menjelaskan secara sistematis sejumlah besar observasi dan (2) heuristic
function (fungsi heuristik) yang menunjukkan jalan ke riset selanjutnya.
11
12
Karena teori hanya alat riset, ia tidak bisa dikatakan salah atau benar, ia bisa
dikatakan berguna atau tidak berguna. Jika sebuah teori menjelaskan berbagai
observasi dan jika teori memicu riset lanjutan, maka teori itu bagus. Jika ia gagal
dalam satu dari kedua hal itu, maka periset mungkin akan melakukan riset lagi
untuk menemukan teori baru. Jika sebuah hipotesis yang dihasilkan dari sebuah
teori bisa dikonfirmasi atau diterima maka teori itu akan semakin kuat. Jika
hipotesis yang dihasilkan dari teori itu tertolak, maka teori itu akan menjadi lemah
dan harus direvisi atau ditinggalkan. Jadi, teori harus terus-menerus menghasilkan
hipotesis dasar yang mungkin membuktikan bahwa teori itu tidak efektif.
Salah satu karakteristik dari ilmu pengetahuan adalah ia hanya berhubungan
dengan pernyataan yang secara prinsip dapat diverifikasi. Karakteristik lain dari
ilmu pengetahuan adalah bahwa ia mengikuti principle of parsimony (prinsip
parsimoni). Prinsip ini juga terkadang disebut prinsip ekonomi. Prinsip ini
menyatakan bahwa ketika dua teori yang sama-sama efektif dapat menjelaskan
fenomena yang sama, tetapi salah satu penjelasannya adalah lebih sederhana dan
yang satunya lagi lebih kompleks, maka kita harus menggunakan penjelasan yang
lebih sederhana. Ringkasan karakteristik teori ilmiah:
1. Teori mensintesiskan sejumlah observasi.
2. Teori yang baik bersifat heuristik, artinya ia menimbulkan riset baru.
3. Teori harus menghasilkan hipotesis yang dapat diverifikasi secara empiris. Jika
hipotesis dikonfirmasi atau diterima, maka teori itu makin kuat, jika hipotesis
ditolak, teori itu lemah dan harus direvisi atau ditinggalkan.
4. Teori adalah alat dan karenanya tidak bisa dikatakan salah atau benar, ia bisa
dikatakan berguna atau tidak berguna.
12
13
13
14
14
15
kedunia luar. Akan tetapi, jika mereka menggunakan subjek non manusia,
mereka juga harus memikirkan bagaimana menggeneralisasikan proses belajar
dari satu spesies ke spesies lainnya dan juga bagaimana mesti digeneralisasikan
kedunia luas.
4. Teknik Korelasi vs. Teknik Eksperimental.
Beberapa periset mungkin menggunakan correlational technique. Mereka
mengorelasikan belajar secara operasional sebagai skor pada tes prestasi
dengan kecerdasan yang secara operasional didefinisikan skor pada tes IQ.
5. Variabel Bebas (Independen) Mana Yang Harus Dikaji.
Setelah belajar didefinisikan secara operasional, variabel belajar dalam
eksperimen secara otomatis akan muncul. Fungsi teori lainnya adalah memberi
periset beberapa pedoman untuk memilih variabel bebas atau terikat.
6. Seberapa Banyak Level Bebas Yang Akan Diteliti.
Setelah satu atau lebih variabel bebas dipilih, periset harus menentukan berapa
banyak level variabel bebas yang mesti direpresentasikan dalam eksperimen.
7. Memilih Variabel Bebas.
Variabel bebas yang umum dalam eksperimen belajar antara lain adalah skor
atau nilai tes/ujian, trials to extinction, kecepatan lari, tingkat respon, waktu
untuk menemukan solusi, trials to criterion, latensi, probabilitas respon,
jumlah kesalahan, dan besaran respon.
8. Analisis dan Intrepetasi Data.
Setelah data (skor pada variabel terikat) dikumpulkan pada satu eksperimen
bagaimana kita menganalisisnya? Setelah eksperimen didesain, dilaksanakan,
dan dianalisis, ia harus diinterpretasikan. Biasanya ada banyak interpretasi data
15
16
16
17
hilang
dalam
percobaan
di
laboratorium.
Keuntungannya
adalah
18
Jadi menurut Kuhn ilmu pengetahuan atau sains berubah (meskipun tidak
selalu bertambah maju). Menurut Kuhn, revolusi ilmu pengetahuan setidaknya
adalah fenomena sosiologis sekaligus fenomena ilmiah. Kita bisa menambahkan
bahwa ini juga merupakan fenomena psikologis juga ada keterlibatan emosional
didalamnya.
F. Pandangan Popper Tentang Ilmu Pengetahuan
Seperti yang telah kita ketahui, ilmu pengetahuan dianggap berkaitan
dengan observasi empiris, pembentukan teori, pengujian teori, perevisi teori, dan
pencarian kaidah hubungan tertentu. Seperti Kuhn, Karl Popper (1902-1904)
bersikap kritis tentang pandangan ilmu pengetahuan ini. Menurut Popper,
aktivitas keilmuwan ilmiah tidak berawal dengan observasi empiris. Namun ia
berawal dari problem. Menurut Popper, ide bahwa ilmuwan melakukan
pengamatan empiris dan kemudian berusaha menjelaskan observasi itu.
Menurut Popper, problem akan menentukan observasi mana yang akan
dilakukan oleh ilmuwan. Langkah selanjutnya menurut Popper adalah
mengajukan solusi persoalan. Teori ilmiah adalah usulan solusi atas problem. Apa
yang membedakan teori ilmiah dengan teori non ilmiah adalah principle of
revutability, menurut prinsip ini sebuah teori ilmiah harus memberikan prediksi
spesifik tentang apa yang akan terjadi dalam situasi tertentu.
2.3
19
20
dengan memeriksa benda yang kita rasakan dan alami lewat indera, kita akan
tersesat. Informasi inderawi hanya menghasilkan opini, ide-ide abstrak itu sendiri
adalah satu basis pengetahuan yang benar.
Menurut Plato, jika manusia menerima apa yang mereka alami lewat indera
sebagai kebenaran, mereka hanya akan sampai pada opini dan ketidaktahuan.
Hanya dengan mengalihkan perhatian dari dunia fisik dan tak murni ke dunia ide,
merenunginya dengan mata pikiran, barulah kita bisa berharap mendapatkan
kembali pengetahuan sejati kita. Jadi, sebuah pengetahuan adalah kenangan, atau
ingatan tentang pengalaman jiwa kita saat berada dilangit diatas langit.
C. Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM), salah satu murid Plato pada awalnya menganut
ajaran Plato, namun kemudian berbeda dengan pendapatnya. Perbedaan dasar
antara kedua pemikir itu adalah dalam sikap mereka terhadap informasi inderawi.
Bagi Plato informasi inderawi itu adalah halangan dan merupakan sesuatu yang
tidak bisa dipercaya. Namun Aristoteles menganggap informasi inderawi adalah
basis dari semua pengetahuan.
Aristoteles tidak pernah mengabaikan nalar, dia menganggap kesan indera
adalah awal dari pengetahuan pikiran kemudian harus merenungi kesan ini untuk
menemukan hukum-hukum didalamnya. Jadi Aristoteles percaya bahwa
pengetahuan diperoleh dari pengalaman indera dan penalaran (pemikiran). Disini
ada dua perbedaan antara teori pengetahuan Plato dengan Aristoteles. Pertama,
hukum dan alam yang dikaji Aristoteles dianggap tidak memiliki eksistensi yang
independen dari manistevasi empirisnya seperti yang diasumsikan Plato. Kedua,
20
21
22
22
23
23
24
24
25
asosiasi adalah hukum frekuensi, yang menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum
frekuensi menyatakan bahwa semakin sering suatu pengalaman terjadi, semakin
mudah pengalaman itu diingat atau dilakukan lagi. Untuk menguji gagasan ini
dibutuhkan materi yang belum pernah dialami oleh subjek. Untuk mengontrol
efek dari pengalaman sebelumnya, dia menciptakan nonsense material (materi tak
bermakna). Hubungan antar suku kata itulah tidak bermakna. Riset Ebbinghaus
menimbulkan revolusi dalam studi proses asosiatif. Alih-alih menyusun hipotesis
tentang hukum frekuensi, dia justru menunjukkan bagaimana hukum itu
berfungsi.
F. Mazhab Psikologi Awal
Dalam perkembangannya, mazhab psikologi terdiri dari beberapa macam.
Adapun mazhab-mazhab yang tumbuh pada masa awal berkembangnya psikologi
adalah sebagai berikut.
1. Voluntarisme
Mazhab psikologi pertama adalah voluntarism (voluntarisme), aliran ini
didirikan oleh Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920), yang mengikuti tradisi
rasionalis Jerman. Tujuan Wundt adalah mempelajari kesadaran sebagaimana ia
dialami secara langsung dan mempelajari produk dari kesadaran seperti berbagai
pencapaian kultural. Salah satu dari eksperimentalnya adalah menemukan elemenelemen pikiran yakni elemen dasar yang menyusun pemikiran. Untuk menemukan
elemen dasar pemikiran, Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama pada
1879.
25
26
26
27
27
28
1936 dia mengemukakan pandangan yang dianutnya sejak 1912. Tentu saja poin
utama behavioris adalah bahwa perilakulah yang seharusnya dipelajari karena
perilaku dapat dikaji secara langsung. Behaviorisme berpengaruh besar terhadap
teori belajar di Amerika. Sejak Watson, pada dasarnya semua psikolog
mempelajari perilaku. Bahkan para psikolog kognitif menggunakan perilaku untuk
mengukur kejadian kognitif. Karena alasan ini dapat dikatakan bahwa semua
psikolog kontemporer adalah behavioris.
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan ringkas yang telah disajikan, dapat dilihat bahwa teori
belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan ini,
dewasa ini ada banyak sudut pandang tentang proses belajar. Satu paradigma kita
sebut sebagai fungsionalistik, paradigma ini menekankan pada hubungan antara
belajar dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Paradigma kedua disebut sebagai
asosiasionistik, sebab ia mempelajari proses belajar dalam term hukum asosiasi.
Paradigma ini berasal dari Aristoteles dan dipertahankan serta dielaborasi oleh
Locke, Berkeley, dan Hume. Paradigma ketiga dinamakan kognitif, karena ia
menekankan sifat kognitif dari belajar. Paradigma ini berasal dari Plato dan
sampai pada kita melalui Descartes, Kant, dan para psikolog fakultas. Paradigma
keempat disebut sebagai neurofisologis, karena ia berusaha mengisolasi korelasi
neurofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikiran, dan kecerdasan.
Paradigma ini merupakan manifestasi rangkaian penelitian yang diawali dengan
pemisahan tubuh dan pemikiran oleh Descartes. Paradigma kelima disebut
evolusioner, sebab ia menekankan pada sejarah evolusi proses belajar organisme.
Paradigma ini berfokus pada cara dimana proses evolusi mempersiapkan
organisme untuk beberapa jenis belajar tetapi membuat jenis belajar lain menjadi
sulit.
Paradigma ini mesti dilihat sebagai kategori kasar karena sulit untuk
menemukan teori belajar yang sesuai persis dengan salah satu kategori itu. Kita
meletakkan satu teori dalam paradigma tertentu berdasarkan penekanan utamanya.
29
30
Namun didalam hampir semua teori, aspek-aspek tertentu dari paradigma lain juga
bisa ditemukan. Semua paradigma yang telah dijelaskan sebenarnya menekankan
pada kebenaran tertentu tentang proses belajar dan mengabaikan kebenaran
lainnya. Jadi, untuk mendapatkan gambaran yang paling akurat tentang proses
belajar, seseorang harus memandangnya dari sudut pandang berbeda.
3.2
Saran
Dalam menentukan perilaku dan kepribadian manusia, tidak ada proses yang
30
31
DAFTAR PUSTAKA
B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2009. THEORIES OF LEARNING
(Teori Belajar). Jakarta : KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
31