Anda di halaman 1dari 74

Konsep Belajar, Konsep Pembelajaran, dan Komponen

Pembelajaran

Kelompok 5:
ABSTRAK

Belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang tak dapat dipisahkan satu
sama lain dalam proses pendidikan. Jika ada proses belajar, maka disitu ada pembelajaran.
Dan jika ada pembelajaran berarti disitu ada proses belajar. Begitu seterusnya, saling
terkait, tak dapat berdiri sendiri-sendiri.
Perbedaan belajar dan pembelajaran terletak pada penekanannya. Pembahasan masalah
belajar lebih menekankan pada siswa dan proses yang menyertai dalam rangkan perubahan
tingkah lakunya. Ada pun pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk
membuat siswa dapat belajar.Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari
berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut
meliputi: tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar, materi, metode, media dan evaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran,
sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran / pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh
karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan
pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.

KATAKUNCI: Konsep Belajar, Konsep Pembelajaran, Komponen-Komponen


Pembelajaran.

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi. Proses
komunikasi harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan tukar
menukar pesan atau informasi antara pendidik dengan peserta didik. Satu kesatuan dari
proses komunikasi belajar mengajar yang bertumpu pada tujuan pendidikan di sekolah adalah
konsep belajar dan pembelajaran. Peranan komponen pembelajaran juga menjadi penting
karena memiliki nilai praktis dan fungsi yang besar dalam pelaksanaan pembelajaran.

          Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan


kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan
yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang
guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang
baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran.

Maka dari itu dalam makalah ini, akan di bahas konsep belajar, pembelajaran dan
komponen-komponen pembelajaran yang bertujuan memberikan gambaran secara lebih detail
dengan teori-teori belajar.

METODE

Metode penulisan yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan proses
penelitian dan mencari informasi dalam memecahkan suatu masalah dengan mengambil
referensi dari berbagai buku yang terkait dengan evaluasi kurikulum dan model model
evaluasi kurikulum.

PEMBAHASAN

A. Konsep Belajar

Kata belajar secara etimologis merupakan terjemahan dari kata learning


(bahasa Inggris). Belajar merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi dan
berperan penting dalam pembentukkan pribadi dan prilaku individu.

Secara etimologis terdapat beberapa pengertian belajar yang diungkapkan oleh


para ahli pendidik, yaitu sebagai berikut:

1. Moh. Surya (1997) menyebutkan, belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengelaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkunagnnya.
2. Sardiman (2005:47) menyebutkan, bahwa belajar merupakan suatu perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan seperti membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
3. Slameto (2003:2) menyebutkan, bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yanng dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku
atau penampilan yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Meliahat dari beberpa pengertian belajar yang disampaikan oleh para ahli
terdapat kesamaan atau kata kunci dari belajar kesamaannya terletak pada kalimat
“perubahan prilaku”. Surya (1997) dalam salah satu tulisannya menyebutkan beberapa
ciri dari perubahan prilaku, yaitu sebagai berikut:

a. Perubahan yang disadari dan disengaja (internasional)

Perubahan ini merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Bbegitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan. Seperti pengetahuan
semakin bertambah atau keterampilan semakin meningkat jika dibandingkan
sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.

b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinu)


Bertambahnya pegetahuan atau keterampilan yang dimilki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh
sebelumnya. Begitu juga dengan pengetahuan yang telah diperoleh itu akan
menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan sikap dan keterampilan
berikutnya.
c. Perubahan yang fungsional
Setiap perubahan prilaku yang terjadi dapat diamanfaatkan untuk
kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingannya masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
d. Perubahan yanng bersifat positif
Perbahan prilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan ke arah
kemajuan.
e. Perubahan yang bersifat aktif
Untuk memperoleh prilku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan.
f. Perubahan yang bersifat permanen
Perubahan prilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap
(permanen) dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
g. Perubahan yang bertujuan dan terarah
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yanng ingin dicapai,
baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
h. Perubahan prilaku secara keseluruhan
Perubahan prilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan
semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan
keterampilannya.
Menurut Gagne dalam Syamsuddin (2003), menyebutkan perubahan prilaku yang
merupakan hasil belajar da[at berbentuk:
1. Informasi verbal
2. Kecakapan
3. Strategi Kognitif
4. Sikap
5. Kecakapan motorik

Adapun teori-teori belajar, yaitu sebagai berikut:

1. Teori Disiplin Mental


Teori ini merupakan teori yang kurang populer, tetapi merupakan rintisan menuju
aliran bahaviorisme. Teori ini berakar dari teori pembelajaran menurut Plato dan
Aristoteles. Teori ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus disiplin
atau dilatih. Menurut psikilogi, individu memiliki kekuatan, kemampuan dan potensi-
potensi tertentu
2. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang
terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput
yang berupa respon.
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.

Berikut tokoh-tokoh teori behavioristik:


a. Edward L. Thordike
Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan
antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa belajar terdiri atas
pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara stimulus-respons yang
terbentuk melalui pengulangan. Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen
yang dilakukan oleh thorndike. Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing
muda. Kucing itu dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji.
Kurungan kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya
terpijit, pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar kurungan
disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring. Kucing mulai beraksi.
Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk keluar dari kurungan. Tidak
beberapa lama tanpa disengaja kucing tersebut menyentuh tombol pembuka pintu.
Dengan girang, ia keluar dari kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing tersebut.
Pada awal percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir hingga menyentuh
tombol. Namun setelah sekian lama percobaan kucing tersebut tidak mondar-
mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol pembuka pintu.Dengan demikian
thorndike menyimpulkan bahwa proses belajar melalui dua bentuk, yaitu:
1) trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses belajar dari
kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.
2) law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang mengakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya.
b. Ivan Petrovitch Pavlov
Teori pavlov lebih dikenal dengan pembiasaan klasik (classical
conditioning). Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan
oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan rusia. Teori classical conditioning adalah
sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus
sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan
anjing dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu
organisme.
Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air liur.
Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam
percobaanya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada
anjing. Setelah diulang berkali- kali ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi
meskipun makananya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku
individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk
mengondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan berpakaian, masuk
kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll. Terbentuk karena pengkondisian.
c. Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi inilah yang
nantinya memengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar
harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap
alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
3. Teori Kognitif
Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal
mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan
belajar. Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya. Psikolagi
kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa
perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat
mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar membaca
dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah yaitu mulut dan tangan untuk
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan
menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada,
melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran
behaviorisme yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang
dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern
dewasa ini.
Berikut tokoh-tokoh teori kognitif:
a. Teori Gestalt
Teori ini dikenal juga dengan sebutan field theory atau insight full learning.
Menurut teori gestalt, manusia bukan sekedar makhluk reaksi yang berbuat atau
bereaksi jika ada perangsang yang memengaruhinya. Akan tetapi, manusia adalah
individu yang merupakan bulatan fisik dan psikis.
Manusia menurut gestalt, adalah makhluk bebas. Ia bebas memilih cara untuk
bereaksi dan menentukan stimuli yang diterima atau stimuli yang ditolaknya.
Dengan demikian, belajar menurut psikolagi gestalt bukan sekedar proses asosiasi
antara stimulus dan respons yang lama makin kuat tetapi karena adanya latihan-
latihan atau ulangan-ulangan. Akan tetapi belajar terjadi jika ada pengertian
(insight). Pengertian atau insight ini muncul setelah beberapa saat seseorang
mencoba memahami suatu masalah yang muncul kepadanya.
Persepsi dan insight siswa sangat penting dalam teori gestalt. Salah satu
sumbangan yang paling penting dari teori gestalt adalah ide bahwa tugas-tugas
sekolah harus cocok dengan pengalaman dan pemahaman siswa, kegagalan sering
terjadi karena: (1) tugas terlalu sulit bagi siswa untuk mencapai insight, (2)
keterangan-keterangan dari guru tidak terlalu jelas.
b. Teori Jean Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang
kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Proses
asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Implikasi Teori Kognitif Piaget
dalam pembelajaran, yaitu perkembangan kognitif sebagian besar bergantung
kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya, yaitu bagaimana anak secara aktif mengkontruksi pengetahuannya.
Pengetahuan sendiri datang dari tindakan.
Menurut teori Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi
lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu
menjadi lebih logis.
c. Teori Burner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara
mengajarkan penjumlahan.

4. Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktivdan isme.Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus
Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-
anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara
sadar, sedangkan  guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi. Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori
yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya
tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al
mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar
sebelumnya dengan belajar baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran,
konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih
menekankan pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari
masalah yang kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian
menghasilkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan.
Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan
belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan
kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai
pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih
diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana
siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di
kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan
memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan
pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus
menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk
belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan,
membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan
eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya
orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered instruction).

a. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme


Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip
konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak
dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk
bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis
menurut beberapa literatur yaitu sebagai berikut.
1) Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang
telah ada sebelumnya.
2) Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3) Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman.
4) Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna
melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam
berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.

b. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5) Struktur pembelajaran seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah
pertanyaan.
6) Mencari dan menilai pendapat siswa.
7) Menyesuaikan bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan siswa.

Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan
proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan
kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar
mengajar yang sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa
sekolah dasar. Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang
mengutamakan keaktifan siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on dan hands-
on serta terjadi interaksi dan mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa
melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
 Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi
pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan
awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi
perubahan konsepsi pada diri siswa.
 Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap,
dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam
merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-
usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan
sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
 Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif
dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan
bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
 Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses
belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk
melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
 Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga
mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa
melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan. Pembelajaran
kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam
pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti
pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong
menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu
lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru
memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang
konsep.
Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil
belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan
pembelajaran menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
a) Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa
mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan
ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.
b) Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan
pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk
lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih
menggunakan media yang sesuai.
c) Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru
dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru
khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.
d) Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang
terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil
akhirnya.
e) Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan
mata pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari
siswa merupakan yang cukup serius.
f) Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada
transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap
“menunggu informasi” menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi”
merupakan kendala itu sendiri.
g) Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di
lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, ank
dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke
sekolah. Siswa terkondisi untuk “mengiakan” pendapat atau penjelasan guru.
Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda
dengan gurunya.

B. Konsep Pembelajaran
Secara etimologis menurut Zayida (2004:8), kata pembelajaran merupakan
terjemahan dari bahsa Inggris, instruction yang berakna upaya untuk membelajarkan
seseorang atau kelompok orang, melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode
dan pendekatan ke arah pencappaia tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam
pengertian terminologis, pembelajaran dikatakan oleh Corey sebagaimana dikutip
oleh Sagala (2006:61), merupakan suatu proses dimana lingkunga seseoranng secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondis-kondisi khusus, atau menghasilkan respon dalam kondisi tertentu dalam
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan, jadi dapat dikatakan bahwa
pembelajaran merupakan sebuah sistem, yaitu suatu totalitas yang melibatkan
berbagai komponen yang saling berinteraksi.

Adapun teori-teori pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Teor-teori belajar menurut barat


Dalam pembahasan ini penulis akan menyajikan tentangbeberapa teori belajar
yang di tawarkan oleh para ahli atau ilmuan Barat, seperti B,F Skiner, Gagne, Jean
Piaget, Rogers, Bloom, Brunner dan Thorndike
a. Teori Belajar Menurut B.F Skinner
Beliau terkenal sebagai tokoh Behaviorisme yaitu dengan pendekatan model
instruksi langsung (directed intruction), dan meyakini bahwa prilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Belajar menurut Skinner adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangnsung secara
progresif, dan merupakan suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka
responnya akan menjadi lebih baik, sebaliknya jika belajarnya tidak baik
maka responnya akan menurun. Maka menurutnya belajar adalah suatu
perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon.
b. Teori Belajar Menurut Gagne (1972)
Beliau mengemukakan teorinya didasarkan atas penelitian tentang faktor-
faktor yangn kompleks pada proses belajar manusia. Penelitian ini untuk
mengemukakan pembelajaran yang efektif. Gagne mendefinisikan belajar
adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang
berfungsi secara komfleks. Komfleks ini meliputi skill, pengetahuan, prilaku,
dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia.
c. Teori Belajar Menurut Jean Piaget
Beliau adalah seorang psikologis Swiss, beliau lebih menitik beratkan pada
perkembangan kognitif, yaitu perkembangan secara alami fikiran
pembelajaran mulai anak-anak sampai dewasa. Ada empat faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu, lingkungan fisik, kematangan,
pengaruh sosial, proses pengendalian diri.
d. Teori Belajar Menurut Rogers
Beliau seorang ahli psikoterapi, mengajukan konsep pembelajaran yang
menitikberatkan pada konsep pembelajaran bukan pada siswa yang belajar.
Dalam praktekanya ditandai dengan dominannya peranan guru dan siswa
hanya menghafal. Menurut Roger bahwa pembelajaran yang berpusat pada
siswa memberikan kebebasan kepada mereka agar dapat memilih kegiatan
yang dirasakan perlu atas tanggungjawab sendiri. Oleh karena itu Rpger
memberi kebebasan untuk mengeluarkan segala isi hatinya sepuas-puasnya.
e. Teori Belajar Menurut Bloom
Adanya perubahan prilaku yang terjadi sebagai hasil belajar. Perubahan
prilaku tersebut mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Gulo
(2005) secara lebih terperinci menguraikan ketiga kawasan atau ranah tersebut
beserta aspek-aspeknya, yaitu sebagai berikut:
(a) Ranah Kognitifyaitu ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau
befikir nalar, dan mengetahui serta memecahkan masalah.
(b) Pengetahuan (knowledge) yaitu yang berhubungan dengan mengingat
kepada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan ini
merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
(c) Memadukan (systhesis) yaitu dapat mengabungkan, meramu, atau
merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu
hal yang baru.
(d) Penilaian (evaluation) yaitu kemapuan menilai, mempertimbangkan dan
mengambil keputusan benar-salah, baik buruk, atau bermanfaat atau
tidaknya dan berdasarkan kriteria tertentu baik kualitatif atau kuantitatif.
(e) Ranah afektif 9 Affective Domain) yaitu ranah yang berkaitan aspek-aspek
emosional.
(f) Ranah psikomotorik (psychomotorik domain) yaitu ranah yang berkaitan
dengan aspek-aspek keterampilan (skill) yang melibatkan funngsi sistem
syarat dan otot dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri atas kesiapan, meniru,
membiasakan, menyesuaikan, dan menciptakan.
f. Teori Belajar Menurut Bruner
Beliau adalah seorang ahli psikologi perkembangnan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Menurut Bruner belajar adalah bagaimana orang memilih,
mempertahankan, dan mentransformasikan secara efektif.
g. Teori Belajar Menurut Thorndike
Beliau adalah seorang pendidik dan psokologi berkebangsaan Amerika.
Menurut beliau belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
h. Teori Belajar Menurut Unesco (1996)
Telah merumuskan teori pembelajaran utama, yaitu sebagai berikut:
(a) Learning ti konw (belajar untuk mengetahui) atau seringn disebut dengan
learning to learn (belajar untuk belajar), mengandung pemahamn bahwa
belajar tidak hanya berorientasi pada produk atau hasil belajar semata ,
tetapi harus berorientasi pada proses.
(b) Learning to do (belajar melakukan), mengandung pemahaman bahwa
belajar itu bukan hanya mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi
pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan
kompetensi yang sangat diperlukan, terutama dala era persaingan global.
(c) Learning to be (belajar menjadi), mengandungn pemahamn bahwa belajar
adalah membentuk manusia yang menjadi dirinya sendiri atau dengnan
kata lain belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu
dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.
(d) Learninng to life together (belajar hidup bersama) mengandunng
pemahaman belajar untuk kerjasama.
i. Teori Belajar Menurut Islam
Dalam al-Qur’an, kata al-ilm dan turunannya berulang sebanyak 780
kali. Sebagaimana yang termaktub dalam wahyu pertama turun kepada
Rasulullah saw., yakni surat al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa
al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa
menyampaikan, menelaah, mencari, mengkaji, serta meneliti.

Arti penting belajar menurut al-Qur’an

1) Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan
untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia.
2) Manusia dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena
Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa
yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai
pertanggungjawabannya.
3) Dengan ilmu yang dimilikinya, mampu mengangkat derajatnya di mata
Allah.

C. Komponen – komponen Belajar Mengajar


Sebagai suatu sistem, kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen
sebagai berikut :

1. Tujuan

Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita –cita yang bernilai
normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus
ditanamkan kepada anak didik. Tujuan tersebut mempunyai jenjang dari yang luas
dan umum sampai pada yang sempit dan khusus. Semua tujuan itu berhubungan
antara yang satu dengan yang lainnya, dan tujuan yang berada di bawah akan
menunjang tujuan di atasnya.

2. Bahan Pelajaran
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut
sebagai sumber belajar ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan
pengajaran. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak
bisa diabaikan dalam pengajaran. Karena bahan adalah salah satu inti dalam
proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.
3. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan, karena akan
menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Segala
sesuatu yang diprogramkan akan dilaksanakan dan akan melibatkan semua
komponen pengajaran. Kegiatan belajar mengajar yang baik ditentukan dari baik
atau tidaknya program pengajaran yang telah dilakukan pula, karena akan
berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
4. Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc.
Ed., Mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode, yaitu :
a. Tujuan yang berbagai – bagai jenis dan fungsinya.
b. Anak didik yang berbagai – bagai tingkat kematangannya.
c. Situasi yang berbagai – bagai keadaannya.
d. Fasilitas yang berbagai – bagai kualitas dan kuantitasnya.
e. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda – beda.
5. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran yang berfungsi sebagai perlengkapan, sebagai alat bantu
mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan. Alat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu ala dan alat bantu. Alat adalah berupa suruhan,
perintah, larangan, dan lain – lain. Sedangkan alat bantu adalah berupa globe,
papan tulis, kapur, dan lain – lain.
6. Sumber Pelajaran

Dalam mengemukakan sumber – sumber belajar ini, para ahli sepakat bahwa
segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan
kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi
Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentuka nilai dari sesuatu. Menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N
Sumartana, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan. Menurut Ny.
Drs. Roestiyah N.K, evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas –
luasnya, sedalam – dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna
mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar siswa.

Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka
evaluasi mempunyai fungsi sebagai barikut :

a. Untuk memberikan umpan balik kepaa guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar.
b. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari
setiap siswa.
c. Untuk menentukan situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Kel: 8
ABSTRAK :

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peran pendidik dalam pembelajaran,

Adapun peran pendidik dalam pembelajaran diantaranya ;guru sebagai pendidik, guru
sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pengarah, guru sebagai pelatih,
guru sebagai penilai, guru sebagai evaluator, guru sebagai penasihat, guru sebagai
inovator serta guru sebagai pemimpin dalam kelas.

Kata kunci : Peranan Guru, Pembelajaran

PENDAHULUAN
Guru pada hakikatnya, berkembang sesuai dengan fungsi nya. Bahkan jika kita lihat,
kualitas sekolah pada era sekarang. Permasalahan kognifit, afektif, dan psikomotorik guru
harus di perhatikan. Meskipun unsur-unsur pendidikan sudah di rencanakan dengan baik jika
tenaga pendidiknya tidak di kaji dengan baik maka hasilnya pun tetap tidak akan maksimal
sesuai harapan. Karena pada hakikatnya guru merupakan orang yang berperan langsung
terhadap perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Jika kita tinjau kembali, guru memegang beberapa peranan yang mau tidak mau harus
dilaksanakan sebagai guru. Adapun peran yang dimiliki guru antara lain, guru sebgaai
pendidik pengajar, evaluator, motivator, dan masih banyak lagi. Untuk lebih memahami
masing-masing peran tersebut kami jelaskan beberapa peran guru dalam jurnal ini yaitu guru
sebagai pendidik, guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pengarah,
guru sebagai pelatih, guru sebagai penilai, guru sebagai evaluator, guru sebagai penasihat,
guru sebagai inovator serta guru sebagai pemimpin dalam kelas.

METODE PENELITIAN
Penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode, di antaranya ;
1. Metode deskripsi, yaitu memaparkan data yang diperoleh dari berbagai sumber
2. Browsing internet, yaitu mencari serta mengambil data tentang suatu objek melalui
internet
3. Studi pustaka, yaitu mencari serta mengambil data referensi dari buku atau yang
sejenisnya yang terkait dengan objek yang sedang dicari informasinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN


Dalam dunia pendidikan, usaha penerapan program pendidikan di sekolah yang
menjadi pelaku utama adalah guru. Sehingga sudah dipastikan, guru memiliki peranan yang
cukup penting. Secara tidak langsung, guru dibebani untuk meninjau segala sesuatu yang
terjadi di dalam kelas guna memantu kelangsungan proses perkembangan anak. Sedangkan
ditinjau dari definisinya saja, guru merupakan orang yang mengajar dan membantu siswa
dalam memecahkan masalah pendidikannya. Bahkan, Imam Al-Ghazali mendefinisikan
bahwa pendidik merupakan orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan segala potensi yang ada pada peserta didik. Di negara Indonesia, guru ini
populer dengan sebutan pengajar, diartikan sebagai tenaga kependidikan yang berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik.
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, peran guru dalam
pembelajaran berpusat pada ; (1) mendidik anak dengan memberikan pengarahan dan
motivasi untuk mencapai tujuan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang ,
(2) memberi fasilitas, media, pengalaman belajar yang memadai, (3) membantu
mengembangkan aspek-aspek kepribadian siswa, seperti sikap, nilai dan penyesuaian diri.
Meninjau ketiga peranan tersebut, guru merupakan komponen paling penting menentukan
dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Guru yang berkompeten akan mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya
sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.

1. Guru sebagai pendidik


Guru sebagai pendidik adalah mereka yang terlihat langsung dalam membina dalam
membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan
dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginteralisasikan nilai termasuk pembinaan
1
akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Guru harus mempunyai standar kualitas
pribadi tertentu yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin, guru harus
memahami ilai-nilai, norma moral dam sosial serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai
dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap tindakannya
dalam proses pembelajaran di sekolah.
Pada dasarnya guru memberikan pelayanan kepada pada siswa agar mereka menjadi
siswa atau anak didir yang selaras dengan tujuan sekolah. Dalam proses pendidikan, guru
merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. yang mau tidak mau harus
bertanggungjawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru
merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar, dan
karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi yang
akan diajarkan.
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas
memberi bantuan dan dorongan, tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang
berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan

1
Ramayulis (1992) Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia,, Jakarta ; hal. 6
sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-
peengalaman lebih lanjut. Sehingga sudah dipastikan, guru sebagai penanggung jawab
pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktifitas anak agar tingkah laku anak tidak
menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Oleh karena itu, guru sebagai pendidik harus berani mengambil keputusan secara
mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pementukan kompetensi serta bertindak sesuai
dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Serta mengembangkan kepribadian dan
membina budi pekerti serta memberikan pengarahan kepada siswa agar menjadi seorang anak
yang berbudi luhur. Bahkan guru mampu mengajak, memotivasi, mendukung, membantu dan
menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya dan
orang lain atau lingkungan. Mendidik disini lebih menitikeratkan pada kekuasaan dan
keteladanan.

2. Guru Sebagai Pengajar


Jika ditinjau dari definisi mengajar, yaitu guru memberikan ilmu pengetahuan kepada
siswa, melatih keterampilan, memberikan pedoman, bimbungan, meranvang pengajaran,
melaksanakan pembelajaran dan menilai aktivitas pembelajaran. Guru sebagai pengajar
adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan menididik peserta
didik, waktu dan kesempatan yang dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan
menginteralisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. 2
Guru sebagai pengajar diartikan guru yang memberi pelajaran atau memberi materi
pelajaran pada sekolah formal dan memberikan pelajaran atau mengajar materi pelajaran
yang diwajibkan kepada semua siswanya berdasarkan kurikulum yang ditetapkan. Guru harus
mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang sebaik-baiknya. Dalam peranannya sebagai
pengajar, guru diharap mampu membuat ilustrasi, bertanya dan merespon, menciptakan
kepercayaan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji
materi, serta menyesuaikan metode pembelajaran.
Dengan peranan ini diharapkan pemelajaran memiliki kekuatan yang maksimal,
sehingga guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat
yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi. Guru membantu peserta didik yang sedang

2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan. Hal 65
berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi
dna memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti
perkembangan teknologi, sehingga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan
hal –hal yang terbaru. Dengan kata lain, mengajar merupakan tindakan yang dilakukan oleh
guru untuk membantu atau memudahkan siswa melakukan kegiatan belajar. Prosesnya
dilakukan dengan memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikan keterampilan tertentu
atau menerapkan konsep yang diberikan kepada siswa agar menjadi kecakapan yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Guru sebagai Pembimbing


Jika guru mampu menyajikan kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang dan
menyenangkan maka anak akan ramai sendiri. Anak akan tertarik dan memusatkan perhatian
pada kegiatan pembelajarannya.3 Guru sebagai pemimbing diibarakan sebagai pembimbing
perjalanan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai
pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan,
menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Bahkan semua
kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerja sama yang baik antara guru
dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawa dalam setiap perjalanan yang
direncanakan dan dilaksanannya.
Pada dasarnya, ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan bahan ajar untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tekonologi dan seni dengan
pendekatan tertentu yang sesuai dengan karakter siswa. Membimbing juga dimaksudkan
untuk membantu siswa agar menemukan potensi dan kapasitasnya, menemukan bakat dan
minat yang dimilikinya sehingga sesuai dengan masa perkembangan dan pertumbuhan.

4. Guru sebagai pengarah

Mengarahkan adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru kepada peserta didik agar
dapat mengikuti apa yang harus dilakukan agar tujuan dapat tercapai. Mengarahkan bukan

3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan. Hal 65
berarti memaksa, kebebasan peserta didik tetap dihormati dengan tujuan agar tumbuh
kreativitas dan inisiatif peserta didik secara mandiri.

5. Guru sebagai pelatih


Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik
intelektual maupun motorik. Sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih yang
ebrtugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi
masing-masing peserta didik.
Menurut Sarief, melatih pada hakikatnya suatu proses kegiatan untuk membantu
orang lain mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya mencapai tujuan
tertentu. Dalam dunia pendidikan tugas guru adalah melatih siswa terhadap firik, mental,
emosi dan keterampilan.
6. Guru sebagai penilai

Guru dalam peranan ini, menyusun tes dan instrumen penilaian, melaksanakan
penilaian terhadap siswa secara ojektif, mengadakan pembelajaran remedial dan mengadakan
pengayaan dalam pembelajaran. Menurut BSNP 2007 ; 9 , penilaian merupakan serangkaian
kegiatan untuk memperoleh, menganalisis jdan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Tugas guru sendiri menilai
siswa pada aspek keterampilan, sikap dan pengetahuan. Tujuannnya untuk mengukur
sejauhmana kompetensi siswa setelah proses belajar mengajar selesai dilaksanakan.

7. Guru sebagai evaluator

Mengevaluasi dapat dimaknai sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan
atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Menurut
Gronlund, evaluasi ditujukan untuk mendapatkan data dan informasi yang dijadikan dasar
untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan dan pencapaian belajar siswam serta
keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran sendiri mencakup, kegiatan pengukuran
dan penilaian.

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena
melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti
apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan
setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan
proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian
tujuan pembelajaran oleh peserta didik.12
12 Nurudin Syafrudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta, Ciputat
Press, 2002), hal 143.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang
sesuai, mungkin tes atau nontes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan
dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan
tindak lanjut.
Dari 10 peran guru tersebut di atas dalam implementasinya diharapakan memperhatikan pada
hal-hal sebagai berikut :
a. Apa tujuan dan materi pembelajarannya (What)
b. Siapa pendidik dan peserta didiknya (Who)
c. Dimana proses pembelajaranya itu berlangsung (Where)
d. Kapan saat berlangsungnya proses pembelajaran (When)
e. Bagaimana proses pembelajaranya berlangsung

8. Guru sebagai penasihat

Guru adalah seorang penasihat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun
mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat dan dalam beberapa hal tidak dapat
berharap untuk menasihati ornag. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan
untuk memuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat
menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih menadalam, ia
harus memahami psikologi kepribaidan dna ilmu kesehatan mental.

9. Guru sebagai pembaharu (inovator)

Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna
bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang
satu dengan yang lain, demikian hanya pengalaman orangtua memiliki arti lebih banyak
daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada
jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam
pendidikan. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini
kedalam istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan
antara generasi tua dan generasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus
menjadi pribadi yang terdidik.

10. Guru sebagai pemimpin

Guru dalam kelas berperan sebagai pemimpin, yang mempunyai tugas


mempengaruhi siswa melaluui pengembangan pengorganisasian pembelajaran. Sukses
pembelajaran bergantung pada kemampuan guru memimpin dan mengorganisasikan
pembelajaran dalam kelas sehingga dapat mewujudkan produk belajar sesuai dengan tujuan,
guru pula mampu mengembangkan pengalaman yang produktif dalam interaksi sosial yang
efektif. Karena tidak bisa dipungkiri, bahwa guru merupakan pemimpin bagi siswa dalam
pembelajarannya, bagi kolega atau teman-teman seprofesinya dan bagi dirinya sendiri. Guru
adalah pemimpin ketika ia sedang melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Bahkan ia
merupakan pemegang kendali dan pengambil keputusan saat melaksanakan pembelajaran.

Setiap saat guru harus melakukan tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam
kelasnya. Walaupun pada dasarnya kepemimpinan guru merupakan suatu proses untuk
memepengaruhi orang lain yang didalamnya berisi serangkaian tindakan atau perilaku
tertentu terhadap peserta didik yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru tidak hanya sebatas
pada peran guru dalam konteks kelas pada saat berinteraksi dengan kepala sekolah dan rekan
sejawat.

Guru juga sebagai sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak
didiknya. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak
didik menjadi seseorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas
menyiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan
membangun bangsa dan negara.
PERANAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN

Kel: 9
ABSTRAK
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan
sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi
lebih modern. Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada
guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered)
diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun
pengetahuan, sikap dan prilaku. Sebagaimana dalam kurikulum 2013, istilah Standar
Kompetensi tidak dikenal lagi, namun muncul istilah kompetensi inti. Kompetensi inti
gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokan ke dalam aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari
peserta ddik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan tema, kemampuan yang harus dimiliki
seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran. Menurut Bapak Pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan dalam hidup tumbuhnya anak-anak
yang bermaksud menuntun segala kekuatan kodrati pada anak-anak itu supaya mereka
sebagai manusia dan anggota masyarakat mampu menggapai keselamatan dan kebahagiaan
setingi-tingginya. Dari pandangan diatas dapatlah kita ketahui bahwa pendidikan itu pada
hakikatnya mengembangkan potensi-potensi manusia kearah yang lebih baik, baik dari segi
pengetahuan, keahlian dan juga nilai-nilai pada dirinya.

Kata kunci : peran perserta didik, mencapai hasil belajar dan menggunakan hasil belajar
METODE
metode yang digunakan adalah Metode Studi pustaka yaitu pengumpulan informasi-informasi
yang dibutuhkan dengan mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan pembahasan
yang dilakukan, referensi dapat diperoleh dari buku-buku atau internet.

PEMBAHASAN DAN HASIL

A. Peranan siswa

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang
berguru (belajar, bersekolah). Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid
(pelajar) adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari
beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan
berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun
untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan
jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.Murid atau anak didik adalah salah satu komponen
manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses
belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga
dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
belajarnya.Komponen–komponen pendidikan yang lain sangat bergantung kepada kondisi
siswa.
Materi yang diperlukan, metode yang akan digunakan, media yang akan dipakai,
semua itu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa menjadi
subyek dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan modern, siswa tidak hanya dianggap
sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses
belajar mengajar. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus mampu
mengorganisasikan setiap kegiatan pembelajaran dan menghargai anak didiknya sebagai
subyek yang memiliki potensi.
Dengan demikian, siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas
belajar siswa yang dimaksud di sini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental.
Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu:
a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen,
dan demonstrasi
b.      b. Aktiviatas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi
dan menyanyi
c.      Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkanpenjelasan guru,
ceramah, pengarahan
d.     d.  Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari,
melukis
e.     e.  Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat
makalah,membuatsurat.
Setiap jenis aktivitas tersebut di atas memiliki kadar atau bobot yang berbeda bergantung
pada segi tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Yang jelas, aktivitas belajar
siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. Aktivitas belajar siswa dapat
dilakukan secara individual dalam arti siswa di kelas dituntut untuk melakukan kegiatan
belajar masing-masing, dapat dilakukan secara klasikal artinya setiap siswa mempelajari hal
yang sama dalam waktu yang sama dan cara yang sama dan dapat dilakukan secara kelompok
artinya siswa dihimpun dalam satu kelompok dan setiap kelompok diberi masalah oleh guru
untuk dipecahkan bersama-sama.
Dalam kaitannya dengan aktifitas siswa, tugas-tugas yang harus dilakukan siswa secara
umum menurut al-Ghazali antara lain adalah:
a. Belajar sebagai sarana ibadah kepada Allah.
b. Semampu mungkin siswa mengurangi ketergantungan dirinya.
c. Bersifat rendah hati
d. Harus mempelajari ilmu pengetahuan yang terpuji baik ilmu agamamaupun dunia.
e. Siswa perlu mengetahui nilai pengetahuan dari segi manfaat yang iaperoleh.

B. Tugas Murid di sekolah


Selain guru, murid pun mempunyai tugas untuk menjaga hubungan baik dengan guru
maupun dengan sesama temannya dan untuk senantiasa meningkatkan keefektifan belajar
bagi kepentingan dirinya sendiri. Adapun tugas tersebut ditinjau dari berbagai aspek yaitu
aspek yang berhubungan dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan
aspek yang berhubungan dengan administrasi.Menurut pandangan konstruktivistik, belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.  Pembentukan ini harus dilakukan oleh si
belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
1. Aspek yang berhubungan dengan belajar
Kesalahan-kesalahan dalam belajar sering dilakukan murid, bukan saja karena
ketidaktahuannya, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaannya yang salah. Adalah
menjadi tugas murid untuk belajar baik yang menghindari atau mengubah cara-cara yang
salah itu agar tercapai hasil belajar yang maksimal.

 Hal-hal yang harus diperhatikan murid agar belajar menjadi efektif dan produktif, di
antaranya:
         Murid harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya, sehingga ia
senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan bahan. Jadi bukan belajar asal belajar
saja.
         Murid harus memiliki motif yang murni (intrinsik atau niat). Niat yang benar adalah
“karena Allah”, bukan karena sesuatu yang ekstrinsik, sehingga terdapat keikhlasan dalam
belajar. Untuk itulah mengapa belajar harus dimulai dengan mengucapkan basmalah.
         Harus belajar dengan “kepala penuh”, artinya murid memiliki pengetahuan dan
pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya (apersepsi), sehingga memudahkan dirinya
untuk menerima sesuatu yang baru.
         Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata mengahafal. Di dalamnya juga
terdapat penggunaan daya-daya mental lainnya yang harus dikembangkan sehingga
memungkinkan dirinya memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan mampu memecahkan
berbagai masalah.
         Harus senantiasa memusatkan perhatian (konsentrasi pikiran) terhadap apa yang sedang
dipelajari dan berusaha menjauhkan hal-hal yang mengganggu konsentrasi sehingga terbina
suasana ketertiban dan keamanan belajar bersama dan/atau sendiri.
         Harus memiliki rencana belajar yang jelas, sehingga terhindar dari perbuatan belajar
yang “insidental”. Jadi belajar harus merupakan suatu kebutuhan dan kebiasaan yang teratur,
bukan “seenaknya” saja.
         Murid harus memandang bahwa semua ilmu (bidang studi) itu sama penting bagi dirinya,
sehingga semua bidang studi dipelajarinya dengan sungguh-sungguh. Memang mungkin saja
ada “beberapa” bidang studi yang ia “senangi”, namun hal itu tidak berarti bahwa ia dapat
mengabaikan bidang studi yang lainnya.
         Jangan melalaikan waktu belajar dengan membuang-buang waktu atau bersantai-santai.
Gunakan waktu seefesien mungkin dan hanya bersantai sekadar melepaskan lelah atau
mengendorkan uraf saraf yang telah tegang dengan berekreasi.
         Harus dapat bekerja sama dengan kelompok/kelas untuk mendapatkan sesuatu atau
memperoleh pengalaman baru dan harus teguh bekerja sendiri dalam membuktikan
keberhasilan belajar, sehingga ia tahu benar akan batas-batas kemampuannya. Meniru,
mencontoh atau menyontek pada waktu mengikuti suatu tes merupakan perbuatan tercela dan
merendahkan “martabat” dirinya sebagai murid.
         Selama mengikuti pelajaran atau diskusi dalam kelompok/kelas, harus menunjukkan
partisipasi aktif dengan jalan bertanya atau mengeluarkan pendapat, bila diperlukan.
2. Aspek yang Berhubungan dengan Bimbingan
         Semua murid harus mendapat bimbingan, tetapi tidak semua murid khususnya yang
bermasalah, mempergunakan haknya untuk memperoleh bimbingan khusus. Hal itu mungkin
disebabkan oleh karena berbagai “perasaan” yang menyelimuti murid, atau karena
ketidaktahuannya, dan mungkin juga disebabkan oleh karena guru/sekolah tidak membuka
kesempatan untuk itu, dengan berbagai alasan.
         Guru berkewajiban memperhatikan masalah ini dan menjelaskan serta memberi peluang
kepada murid untuk memperoleh bimbingan dan penyuluhan. Jika hal itu telah disampaikan
guru dengan lurus dan benar, maka menjadi tugas muridlah kini untuk mempergunakan hak-
haknya dalam mendapatkan bimbingan/penyuluhan.
         Kesadaran murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam bersikap, agar
dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta melaksanakan sikap-sikap yang
sesuai dengan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu,
maka menjadi tugas muridlah untuk berpartisipasi secara aktif, sehingga bimbingan itu dapat
dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan itu dibuktikan, di antaranya dengan murid harus
menyediakan dan merelakan diri untuk dibimbing, sehingga ia memahami akan potensi dan
kemampuan dirinya dalam belajar dan bersikap. Kesedian itu dinyatakan dengan kepatuhan
dan perasaan senang jika dipanggil atau memperoleh kesempatan untuk mendapat bimbingan
khusus.
         Menaruh kepercayaan kepada pembimbing dan menjawab setiap pertanyaan dengan
sebenarnya dan sejujurnya. Demikian pula dalam mengisi “lembaran isian” untuk data
bimbingan.
         Secara jujur dan ikhlas mau menyampaikan dan menjelaskan berbagai masalah yang
diderita atau dialaminya, baik ketika ia ditanya maupun atas kemauannya sendiri, dalam
rangka mencari pemecahan atau memilih jalan keluar untuk mengatasinya.
         Berani dan berkemauan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan segala perasaan
dan latar belakang masalah yang dihadapinya, sehingga memudahkan dan memperlancar
proses penyuluhan.
         Menyadari dan menginsafi akan tanggung jawab terhadap dirinya untuk memecahkan
masalah/memperbaiki sikap dengan tenaganya sendiri, sehingga semua perbuatannya menjadi
sesuai dan selaras dengan ajaran Islam.
3.       3. Aspek yang Berhubungan dengan Administrasi
Aspek ini berkenaan dengan keturutsertaan murid dalam pengelolaan ketertiban,
keamanan dan pemenuhan kewajiban administratif, sehingga memberikan dukungan terhadap
kelancaran pelaksanaan pengajaran serta keberhasilan belajar itu sendiri. Tugas murid
sehubungan dengan aspek administrasi, meliputi:
a.      Tugas dan kewajiban terhadap sekolah, yaitu:

 Menaati tata tertib sekolah.


 Membayar SPP dan segala sesuatu yang dibebankan sekolah kepadanya,
sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 Turut membina suasana sekolah yang aman, tertib dan tenteram, di mana suasana
keagamaan menjadi dominan.
 Menjaga nama baik sekolah di manapun ia berada dan menjadi “kebanggaan”
baginya mendapat kesempatan belajar pada sekolah yang bersangkutan.

b.      Tugas dan kewajiban terhadap kelas, yaitu:


 Senantiasa menjaga kebersihan kelas dan lingkungannya.
 Memelihara keamanan dan ketertiban kelas sehingga suasana belajar menjadi
aman, tenteram dan nyaman.
 Melakukan kerja sama yang baik dengan teman sekelasnya dalam berbagai urusan
dan kepentingan kelas serta segala sesuatunya dilakukan dengan cara musyawarah
dan mufakat.
 Memelihara dan mengembangkan semangat dan solidaritas, kesatuan dan
kebanggaan, suasana keagamaan dalam kelas, sehingga memberi peluang untuk
mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dan berlomba-lomba untuk kebaikan.

c.       Tugas dan kewajiban terhadap kelompok, yaitu:

 Membentuk kelompok belajar bersama untuk memperoleh berbagai pemahaman


dan pengalaman dalam mempelajari bahan pelajaran melalui penelaahan dan
diskusi kelompok.
 Mengembangkan pola sikap keagamaan dan mempergunakan waktu senggang
untuk belajar bersama, bersilaturrahmi dengan keluarga dan anggota kelompoknya
dan saling membantu, serta melakukan berbagai kegiatan yang bersifat rekreatif,
sehingga terwujud rasa ukhwah Islamiah di antara mereka.
 Memelihara semangat dan soladaritas kelompok, saling mempercayai dan saling
menghargai akan kemampuan masing-masing anggota kelompok, sehingga belajar
menjadi lebih terarah dan bermakna bagi diri masing-masing.
C. Faktor yang mempengaruhi minta belajar siswa
Faktor kurikulum
Sebagaimana dalam kurikulum 2013 bahwasannya , istilah Standar Kompetensi tidak
dikenal lagi, namun muncul istilah kompetensi inti. Kompetensi inti gambaran mengenai
kompetensi utama yang dikelompokan ke dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan
(afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta ddik untuk suatu jenjang
sekolah, kelas dan tema, kemampuan yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap
kelas melalui pembelajaran. Dalam hal ini siswa dituntut aktif untuk mengembangkan
dirinya, agar dapat bersaing dibidang akademik maupun non akademik. Karena Perubahan
paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered)
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan
prilaku.
b.      Faktor dari dalam Diri Siswa
Siswa adalah sekelompok manusia yang akan diajar, dibimbing, dan dibina menuju
pencapaian tujuan belajar yang ditentukan. Siswa juga mempunyai peranan dalam proses
belajar mengajar. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar terjadi interaksi antara guru
dan siswa, dan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, yaitu terjadinya saling
tukar informasi dan pengalaman mengarah kepada interaksi proses belajar mengajar yang
optimal (Ali, 1993).
Proses belajar mengajar menurut konsep ini, siswa menggunakan seluruh kemampuan
dasar yang memilikinya sebagai dasar untuk melakukan berbagai kegiatan agar memperoleh
prestasi belajar yang optimal. Dalam hal ini, fungsi guru dalam proses belajar mengajar
seperti diungkapkan oleh Sardiman (1992) adalah :
1.      Mencari perangsang atau motivasi agar siswa mau melakukan satu tujuan tertentu.
2.      Mengarahkan seluruh kegiatan belajar kepada suatu tujuan tertentu
3.      Memberi dorongan agar siswa mau melakukan seluruh kegiatan yang mampu dilakukan
untuk mencapai tujuan.
  Faktor Metode Mengajar
Mengajar atau mentransfer ilmu dari guru kepada siswa memerlukan suatu teknik atau
metode tertentu. Metode tersebut dengan istilah metode mengajar. Dalam dunia pendidikan
telah dikenal berbagai metode mengajar yang dapat digunakan. Di sekolah atau lembaga
pendidikan tertentu terdapat banyak mata pelajaran dan tiap mata pelajaran  mempunyai
tujuan-tujuan tersendiri. Untuk mencari tujuan tersebut setiap guru harus memilih metode
mengajar yang manakah yang paling tepat untuk mata pelajaran atau pokok bahasan yang
akan diajarkannya. Hal tersebut disebabkan karena tidak semua pokok bahasan cocok untuk
diterapkan satu mata pelajaran atau pokok bahasan. Oleh karena itu, guru yang mampu
menggunakan berbagai metode pengajaran dan menerapkannya dalam proses belajar
mengajar akan dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa (Roestiyah, 1993).
 Faktor Guru
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan ini
tidak bisa dilakukan oleh seseorang tanpa memiliki keahlian sebagai guru. Untuk menjadi
seorang guru, diperlukan syarat-syarat khusus, apa lagi seorang guru yang profesional yang
harus menguasai seluk beluk pendidikan dan mengajar dengan berbagai ilmu pengetahuan
lainnya yang perlu dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu.
Guru merupakan unsur penting dalam keseluruhan sistem pendidikan. Oleh karena itu
peranan dan kedudukan guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas anak didik perlu
diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Status guru bukan hanya sebatas pegawai yang
hanya semata-mata melaksanakan tugas tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap disiplin ilmu
yang diembannya.
Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi utama (Nasution,
1990), yaitu :
1.      Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis hanya dalam bentuk
kata-kata atau lisan belaka.
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, daya indra seperti objek terlalu besar dapat
digantikan dengan gambar, film, atau model.
3.      Dengan menggunakan media pengajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap
pasif siswa, dan
4.      Dengan sikap yang unik untuk tiap siswa dengan lingkungan dan pengalaman yang
berbeda, sedangkan kurikulum materi pelajaran yang ditentukan sama untuk setiap siswa,
maka guru akan banyak mengalami kesulitan jika harus diatasi sendiri.

Jika hal-hal diatas telah diterapakn dan tercapai dan para siswa dan siswi memahami maka
dengan mudahnya mereka dapat mencapai dan menggunakan hasil belajar yang telah mereka
pelajari selama ini dengan baik sesuai dengan tujuannya masing masing.
PENDEKATAN DAN MODEL PEMBELAJARAN

Kel: 10

ABSTRAK

Latar belakang masalah pada penelitian ini adalah bahwa dalam kegiatan pembelajaran
tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitukurikulum,
guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan
untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu
menggunakan berbagai  pendekatan pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan
kegiatan belajar dengan menyenangkan.Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan
hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus
disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi denganlingkungannya sehingga berbagai
jenis pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.Berdasarkan
pandangan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya guru
untuk meningkatkan hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat. Salah satu solusinya
yaitu denganmengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih
senang dan lebihtermotivasi untuk belajar. Siswa yang dihadapioleh guru rata-rata satu
kelas yang terdiri dari 40 orang. Kemungkinan dapat terjadi seorang gurumenghadapi
sejumlah ratusan siswa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
keterampilanmengorganisasi siswa agar belajar. Guru juga menghadapi bahan pengetahuan
yang berasal dari bukuteks, dari kehidupan, sumber informasi lain, atau kenyataan di sekitar
sekolah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan mengolah pesan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian dan Pendekatan Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut
adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4)
teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Istilah pendekatan
berasal dari bahasa Inggris approach yang salah satu artinya adalah “Pendekatan”. Dalam
pengajaran, approach diartikan sebagai a way of beginning something ‘cara memulai
sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara memulai pembelajaran. Dan
lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi mengenai cara belajar-mengajar.
Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu, suatu filsafat, atau keyakinan
yang kadang kala sulit membuktikannya. Pendekatan ini bersifat aksiomatis. Aksiomatis
artinya bahwa kebenaran teori yang digunakan tidak dipersoalkan lagi.
Jadi Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
 Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru melakukan pendekatan
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran, dan
 Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru menjadi subjek utama dalam proses
pembelajaran.
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan
dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
 Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
 Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
 Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
 Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau criteria dan
ukuran baku keberhasilan.
fungsi pendekatan bagi suatu pembelajaran adalah :
a.    Sebagai pedoman umum dalam menyusun langkah-langkah metode pembelajaran yang akan
digunakan.
b.    Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran.
c.     Menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai.
d.  Mendiaknosis masalah-masalah belajar yang timbul.4
Menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.
Untuk lebih jelasnyaa berikut ini akan dijelaskan kedua pendekatan tersebut yang diantaranya
adalah sebagi berikut :
1. Pendekatan Expository
Pendekatan Expository menekankan pada penyampaian informasi yang disampaikan
sumber belajar kepada warga belajar. Melalui pendekatan ini sumber belajar dapat
menyampaikan materi sampai tuntas. Pendekatan Expository lebih tepat digunakan apabila
jenis bahan belajar yang bersifat informatif yaitu berupa konsep-konsep dan prinsip dasar
yang perlu difahami warga belajar secara pasti. Pendekatan ini juga tepat digunakan apabila
jumlah warga belajar dalam kegiatan belajar itu relatif banyak. Pendekatan expository dalam
pembelajaran cenderung berpusat pada sumber belajar, dengan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: 1) adanya dominasi sumber belajar dalam pembelajaran, 2) bahan belajar terdiri dari

4
Wikipedia. (2011). Model dan Pendekatan pembelajaran. Google : wikipedia.com diakses pada
senin 4 maret 2015 pukul 01:20 .wib
konsep-konsep dasar atau materi yang baru bagi warga belajar, 3) materi lebih cenderung
bersifat informasi, 4) terbatasnya sarana pembelajaran.
Langkah-langkah penggunaan pendekatan Expository sebagai berikut :
 Sumber belajar menyampaikan informasi mengenai konsep, prinsip-prinsip dasar
serta contoh-contoh kongkritnya. Pada langkah ini sumber belajar dapat menggunakan
berbagai metode yang dianggap tepat untuk menyampaikan informasi
 Pengambilan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan baik dilakukan oleh sumber
belajar atau warga belajar atau bersama antara sumber belajar dengan warga belajar.
Keuntungan dari penggunaan pendekatan Expository adalah sumber belajar dapat
menyampaikan bahan belajar sampai tuntas sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan,
bahan belajar yang diperoleh warga belajarnya sifatnya seragam yaitu diperoleh dari satu
sumber, melatih warga belajar untuk menangkap, manafsirkan materi yang disampaikan oleh
sumber belajar, target materi pembelajaran yang perlu disampaikan mudah tercapai, dapat
diikuti oleh warga belajar dalam jumlah relative banyak. Disamping kebaikan ada juga
kelemahannya yaitu pembelajaran terlalu berpusat kepada sumber belajar sehingga terjadi
pendominasian kegiatan oleh sumber belajar yang mengakibatkan kreatifitas warga belajar
terhambat. Kelemahan lain yaitu sulit mengetahui taraf pemahaman warga belajar tentang
materi yang sudah diberikan, karena dalam hal ini tidak ada kegiatan umpan balik. Untuk
mengatasi kelemahan pendekatan ini harus ada usaha dari sumber belajar tentang jenis
metode yang digunakan yaitu setelah penyampaian informasi selesai harus ada tindak
lanjutnya yaitu dengan menggunakan metode bervariasi yang sekiranya memberikan
kesempatan kepada warga belajar untuk mengemukakan permasalahan atau gagasannya yang
ada kaitannya dengan materi yang sudah diberikan.
2. Pendekatan Inquiry
Istilah Inquiry mempunyai kesamaan konsep dengan istilah lain seperti Discovery,
Problem solving dan Reflektif Thinking. Semua istilah ini sama dalam penerapannya yaitu
berusaha untuk memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk dapat belajar melalui
kegiatan pengajuan berbagai permasalahan secara sistimatis, sehingga dalam pembelajaran
lebih berpusat pada keaktifan warga belajar. Dalam kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Inquiry, sumber belajar menyajikan bahan tidak sampai tuntas,
tetapi memberi peluang kepada warga belajar untuk mencari dan menemukannya sendiri
dengan menggunakan berbagai cara pendekatan masalah. Sebagaimana dikemukakan oleh
Bruner bahwa landasan yang mendasari pendekatan inquiry ini adalah hasil belajar dengan
cara ini lebih mudah diingat, mudah ditransfer oleh warga belajar. Pengetahuan dan
kecakapan warga belajar yang bersangkutan dapat menumbuhkan motif intrinsic karena
warga belajar merasa puas atas penemuannya sendiri. Pendekatan Inquiry ditujukan kepada
cara belajar yang menggunakan cara penelaahan atau pencarian terhadap sesuatu objek secara
kritis dan analitis, sehingga dapat membentuk pengalaman belajar yang bermakna. Warga
belajar dituntut untuk dapat mengungkapkan sejumlah pertanyaan secara sistimatis terhadap
objek yang dipelajarinya sehingga ia dapat mengambil kesimpulan dari hasil informasi yang
diperolehnya. Peran sumber belajar dalam penggunaan pendekatan Inquiry ini adalah sebagai
pembimbing/fasilitator yang dapat mengarahkan warga belajar dalam kegiatan
pembelajarannya secara efektif dan efisien. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan
menggunakan pendekatan Inquiryyaitu sebagaimana dikemukan oleh A.Trabani :
o Stimulation : Sumber belajar mulai dengan bertanya mengajukan persoalan atau
memberi kesempatan kepada warga belajar untuk membaca atau mendengarkan
uraian yang memuat permasalahan
o Problem Statement : Warga belajar diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai
permasalahan. Permasalahan yang dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan atau hipotesis
o Data Collection : Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis itu, warga belajar diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objeknya, mewawancarai
narasumber, uji coba sendiri dan sebagainya.
o Data Processing : Semua informasi itu diolah, dilacak, diklasifikasikan, ditabulasikan
kalau mungkin dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
o Verification : Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada
tersebut, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek terbukti atau tidak.
o Generalization : Berdasarkan hasil verifikasi maka warga belajar menarik generalisasi
atau kesimpulan tertentu. Adapun langkah secara keseluruhan mulai dari perencanaan
sampai evaluasi tentang penggunaan pendekatan Inquiry adalah sebagai berikut :
 Kegiatan pemberian dorongan : Kegiatan ini ditujukan untuk menarik
perhatian warga belajar dan mengungkapkan hubungan bahan belajar yang
akan dipelajari dengan bahan belajar yang sudah dikuasai atau dalam
keseluruhan bahan belajar secara utuh.
 Kegiatan penyampaian rencana program pembelajaran. Kegiatan ini ditujukan
untuk mengungkapkan rencana program pembelajaran, termasuk prosedur
pembelajaran yang harus diikuti oleh warga belajar
 Proses inquiry. Pelaksanaan pembelajaran dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Pengajuan permasalahan
2) Pengajuan pertanyaan penelitian atau hipotesis
3) Pengumpulan data
4) Penarikan kesimpulan
5) Penarikan generalisasi
 Umpan balik. Kegiatan ini ditujukan untuk melihat respon warga belajar
terhadap keseluruhan bahan belajar yang telah dipelajari
 Penilaian. Kegiatan penilaian dilakukan oleh sumber belajar baik secara
lisanmaupun tertulis dan atau penampilan. Dalam penggunaan pendekatan
Inquiry, Sumber belajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Warga belajar sudah memiliki pengetahuan konsep dasar yang
berhubungan dengan bahan belajar yang dipelajari
 Warga belajar memiliki sikap dan nilai tentang keraguan terhadap
informasi yang diterima, keingintahuan, respek terhadap penggunaan
fikiran, respek terhadap data, objektif, keingintahuan dalam
pengambilan keputusan, dan toleran dalam ketidaksamaan
 Memahami prosedur pelaksanaan penggunaan strategi pembelajaran
Inquiry Apabila pendekatan Inquiry digunakan dalam kegiatan
pembelajaran maka banyak kelebihan yang diperoleh, diantaranya
yaitu :
a. Menumbuhkan situasi keakraban diantara warga belajar, karena
diberi kesempatan untuk saling berkomunikasi dalam memecahkan
suatu permasalahan
b. Membiasakan berfikir sistimatis dan analitis dalam mengajukan
hipotesis dan pemecahan masalah
c. Membiasakan berfikir objektif dan empirik yang didasarkan atas
pengalaman atau data yang diperoleh
d. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran
e. Dapat menambah wawasan bagi warga belajar dan sumber belajar
karena terjadi saling tukar pengalaman.

Disamping kelebihan dari pendekatan ini juga tidak lepas dari kelemahan yang
mungkin timbul dalam proses pembelajaran yaitu apabila tidak ada kesiapan dan kemampuan
dari warga belajar untuk memecahkan permasalahan maka tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai, juga kemungkinan akan terjadi pendominasian oleh beberapa orang warga belajar
yang sudah biasa dalam hal mengemukakan pendapat. Untuk mengurangi permasalahan yang
mungkin muncul, sumber belajar dituntut memiliki kemampuan dalam hal membimbing dan
mengarahkan warga belajar supaya mereka dapat mengembangkan kemampuannya sesuai
dengan potensi yang sudah dimilikinya. 5
B. Pengertian dan Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk
mengoperasikan kurikulum. Merancang materi pembelajaran, dan untuk membimbing belajar
dalam setting kelas atau lainnya.
 Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial.
 Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan
informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran
berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Jadi bisa dikatakan model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus
atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan
dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.
Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
(1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik;
dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah
model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

5
Depdikbud. 2003. UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Pembelajaran
Untuk lebih jelasnya berikut adalah pemaparan dari keempat model pembelajaran tersebut :
1.  Model Interaksi Sosial
Model Interaksi Sosial menekankan pada hubungan personal dan social
kemasyarakatan diantara peserta didik. Model tersebut berfokus pada peningkatan
kemampuan peserta didik untuk berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses yang
demokratis, dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Model ini didasari oleh teori
belajar Gestalt (field-theory). Model interaksi social menitikberatkan pada hubungan yang
harmonis antara individu dalam masyarakat (learning to life together).
2. Model Pengolahan Informasi
Model pengolahan informasi ditekankan pada pengambilan, penguasaan, dan
pemprosesan informasi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik.
Model ini didasari oleh teori belajar kognitif (piaget) dan berorientasi pada kemampuan
peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan
Informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan,
mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan simbol
verbal dan visual. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985).
Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga
menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-kondisi
eksternal (rangsangan dari lingkungan). Interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil
belajar.
3.   Model Personal-Humanistik
Model personal-Humanistik menekankan pada pengembangan konsep diri setiap
individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta
mengorganisasikan dirinya sendiri. Model memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan
realistis untuk membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan
lingkungannya.
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan
individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan
yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu
membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh
humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur
Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar
peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirin baik emosional maupun
intelektual. Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori
humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensivitas
peserta didik terhadap perasaanya.
4.  Model Modifikasi Tingkah laku (Behavioral)
Model behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang tampak dari peserta
ddik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Sebagai bagian dari teori stimulus-respon.
Model behaviorial menekankan bahwa tugas-tugas harus diberikan dalam suatu rangkaian
yang kecil, berurutan dan mengandung perilaku tertentu. Model ini bertitik tolak dari teori
belajar behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk
mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi
penguatan (reinforcement). Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku
psikologis dan perlilaku yang tidak dapat diamanti karakteristik model ini adalah penjabaran
tugas-tugas yang harus dipelajari peserta didik lebih efisien dan berurutan. Implementasi dari
model modifikasi tingkah laku ini adalah meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak.
Guru harus selalu perhatian terhadap tingkah laku belajar peserta didik. Modifikasi tingkah
laku anak yanyang kemampuan belajarnya rendah dengan reward,
sebagai reinforcement pendukung. Penerapan prinsif pembelajaran individual dalam
pembelajaran klasikal.6

INOVASI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

Kel: ll

Abstrak
Masalah di bidang isu pendidikan termasuk relevansi pendidikan, isu kualitas pendidikan,
efektifitas dan efisiensi masalah, masalah keterbatasan kapasitas. Dengan inovasi dalam
pendidikan, khususnya di bidang kurikulum dan pembelajaran, diharapkan bisa memberikan
solusi nyata terhadap permasalahan yang ada. Inovasi dan pembelajaran kurikulum adalah
6
Damyati dan mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
sebuah gagasan, gagasan tentang tindakan spesifik dibidang kurikulum dan pembelajaran
pemikiran baru untuk memecahkan masalah pendidikan. Inovasi ada karena adanya masalah
yang dirasakan. Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan siswa
dalam menciptakan, mengatur dan mengorganisir acara pembelajaran yang memungkinkan
pembelajaran sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kata Kunci
Inovasi Krikulum Pembelajaran
Pendahuluan
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat bahwa
tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan. Tampaknya perubahan ini
merupakan sesuatu yang harus terjadi tetapi tidak jarang dihindari oleh manusia. Semua
perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum,
metode, model dan media. Tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab
mengkondisikan dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi
bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan. Dengan
demikian, inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan, untuk mengatasi
masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah
yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Beberapa karakteristik yang menjadi ciri perubahan adalah: (1) Perubahan itu Intensional
(disengaja). (2) Perubahan itu Positif dan Aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha sendiri). (3)
Perubahan itu afektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong timbulnya perubahan
baru)7
Proses munculnya inovasi karena ada permasalahan yang harus diatasi, dan upaya mengatasi
permasalahan tersebut melalui inovasi (seringkali disebut dengan istilah "pembaharuan"
meskipun istilah ini tidak identik dengan inovasi). Inovasi ini harus merupakan hasil
pemikiran yang original, kreatif, dan tidak konvensional. Penerapannya harus praktis di mana
di dalamnya terdapat unsur-unsur kenyamanan dan kemudahan. Semua ini dimunculkan
sebagai suatu upaya untuk memperbaiki situasi/keadaan yang berhadapan dengan
permasalahan.
Ada keterkaitan erat antara difusi, Inovasi dan komunikasi. Oleh karena difusi adalah proses
komunikasi untuk menyebarluaskan gagasan, ide, karya, dan sebagainya sebagai suatu
produk Inovasi, maka aspek komunikasi menjadi sangat penting dalam menyebarluaskan
7
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), 117
gagasan, Ide, ataupun produk tersebut. Sebagal contoh, ide metode pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) yang merupakan suatu proses pembelajaran Holistik yang
bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna
(meaningfull) yang dikaitkan dengan kontek kehidupan nyata, baik berkaitan dengan
lingkugan pribadi, agama, social, ekonomi, maupun kultur. Untuk menyebarluaskan gagasan
Itu, maka perlu difusi Inovasi tentang pembelajaran CTL. Biasanyaada pilot proyek yang
dilakukan, disosialisasikan, dibina, dankemudiandisebarluaskankepadasekolahlain. Hal inilah
yang disebutdifusiinovasi,
yaitupenyebarluasansuatuinovasiuntukkemudiandiadopsiolehkelompokmasyarakattertentu.

Metode
Metode penulisan yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan proses penelitian
dan mencari informasi dalam memecahkan suatu masalah dengan mengambil referensi dari
beberapa buku yang terkait dengan Inovasi krikulum pembelajaran.

Pembahasan
A. Pengertian Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum adalah suatu hal yang
esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat
dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta
didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu.
Pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Implikasinya bahwa pembelajaran
sebagai suatu proses harus dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis,
dengan menerapkan pendekatan multi untuk menciptakan suasana dan proses
pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Pembelajaran sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan siswa yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar
pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan inovatif.
Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada
proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran
maupun tindakan.
Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau
wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan.
Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum
tercipta sebelumnya yang kemudian disebut invantion, atau dapat juga tidak benar-benar baru
sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut dengan
istilah discovery. Proses invantion, misalkan penerapan metode atau pendekatan
pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan di mana pun untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kita dapat mendesain pembelajaran melalui Hand Phone yang
selama ini belum ada; sedangkan proses discovery, misalkan penggunaan model
pembelajaran inkuiri dalam pelajaran IPA di Indonesia untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut
sudah dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalui jaringan internet. Jadi
dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses invention atau melalui proses
discovery.
Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-
pihak tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan, keresahan guru tentang
pelaksanaan prosese belajar mengajar yang dianggapnya kurang berhasil, keresahan pihak
administrator pendidikan tentang kinerja guru, atau mungkin keresahan masyarakat terhadap
kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan. Keresahan-keresahan itu pada akhirnya
membentuk permaslahan-permasalahan yang menuntut penanganan dengan segera. Upaya
untuk memecahkan masalah itulah muncul gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi.
Dengan demikian, maka dapat kita katakan bahwa inovasi kurikulum dan
pembelajaran adalah suatu ide, gagasan atau tindakan- tindakan tertentu dalam bidang
kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan. Inovasi biasanya muncul dari keresahan pihak-pihak tertentu tentang
penyelenggaraan pendidikan, dengan kata lain bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah
yang dirasakan.8
Inovasi memilki beberapa sifat perubahan yaitu:
1. Penggantian (substitution), inovasi dalam penggantian jenis sekolahm penggantian bentuk
perabot, alat-alat atau system ujian yang lama diganti dengan yang baru.

WinaSanjaya, InovasiKurikulumdanPembelajaran: TeoridanPraktikPengembanganKurikulum Tingkat Satuan


8

Pendidikan (KTSP), (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2010), hlm. 318.


2. Perubahan (alternation), merubah tugas guru yang tadinya hanya bertugas mengajar, juga
harus bertugas menjadi guru pembimbing. Perubahan yang bersifat sebagian komponen
dari sekian banyak komponen yang masih dapat dipertahankan dalam sistem lama.
3. Penambahan (addition), inovasi yang besifat penambahan tidak ada penggantian atau
perubahan. Kalaupun ada yang berubah, maka perubahan tersebut hanya dalam lingkup
komponen dalam system yang masih dipertahankan.
4. Penyusunan kembali (restructuring). Upaya penyusunan kembali bebagai kmponen yang
telah ada dalam system dengan maksud agar mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
dan kebutuhan.
5. Penghapusan (elimination). Upaya perubahan dengan cara menghilangkan aspek-aspek
tertentu dalam pendidikan atau pengurangan komponen-komponen tertentu dalam
pendidikan atau penghapusan pola atau cara-cara lama.
6. Penguatan (reinforcement). Upaya peningkatan untuk memperkokoh atau memantapkan
kemampuan atau pola dan cara-cara yang sebelumnya terasa lemah.
Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana
pembuatan kurikulum yang akan berjalan. Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil
sesuai dengan yang diinginkan, maka di dalam pengembangan kurikulum diperlukan
landasan-landasan pengembangan kurikulum yaitu:
(1) Landasan Filosofis, (2) Landasan Sosial-Budaya-Agama, (3) Landasan Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Seni, (4) Landasan Kebutuhan Masyarakat, (5) Landasan
Perkembangan Masyarakat.9
Beberapa faktor yang menuntut adanya inovasi kurikulum dan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi
kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang, dan
fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,
sedangkan dipihak lain kesempatan sangat terbatas.
4. Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

9
Dimyati&Mudjiono, BelajardanPembelajaran, (Jakarta: PT. RinekaCipta, 2002), hlm. 268.
5. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang
subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan perubahan yang dituntut oleh
keadaan sekarang dan yang akan datang.
6. Kurang ada relevansi antara program pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang
membangun.
7. Keterbatasan dana.
Prinsip-prinsip yang berlaku dan dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru
dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya, prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) Perhatian
dan motivasi, (2) Keaktifan, (3) Keterlibatan langsung, (4) Pengulangan, (5) Tantangan, (6)
Balikan dan penguatan, (7) Perbedaan individual.10
Pembuatan keputusan dalam pembinaan kurikulum bukan saja menjadi tanggung
jawab para perencana kurikulum, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab para guru di
sekolah. Para perencana kurikulum perlu membuat keputusan yang tepat, rasional, dan
sistematis. Pembuatan keputusan itu tidak dapat dibuat secara acak-acakan, melainkan harus
berdasarkan informasi dan data yang obyektif.11
Kurikulum meliputi komponen-komponen, yaitu tujuan pendidikan, tujuan
instruksional, alat dan metode instruksional, pemilihan dan pembimbingan materi program,
evaluasi dan staf pelaksanaan kurikulum. Semua komponen tersebut harus dipertimbangkan
dalam penyusunan kurikulum secara keseluruhan.12
Beberapa kriteria dan syarat dalam inovasi kurikulum: (1) Kurikulum harus up to
date, (2) Kurikulum memberikan kemudahan untuk memahami prinsip-prinsip pokok dan
generalisasi-generalisasi. (3) Kurikulum memberikan kontribusi pengembangan
keterampilan, kebiasaan berfikir bebas, dan didiplin berdasarkan pengetahuan. (4) Kurikulum
menyumbang terhadap pengembangan moralitas yang essenisial dan yang berkenaan dengan
evaluasi dan penggunaan pengetahuan, (5) Kurikulum mempunyai makna dan maksud bagi
para siswa, (6) Kurikulum menyediakan suatu ukuran keberhasilan dan suatu tantangan, (7)
Kurikulum menyumbang terhadap pertumbuhan yang seimbang, (8) Kurikulum mengarahkan
tindakan sehari-hari dan mengarahkan pelajaran serta pengalaman selanjutnya.13
B. Masalah Pendidikan sebagai Sumber Inovasi

10
Ibid, 42.
11
OemarHamalik, Pendidikan Guru: BerdasarkanPendekatanKompetensi, (Jakarta: PT. BumiAksara, 2002),
hlm. 20.
12
Ibid, 22.
13
Ibid,70.
Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah
diberlakukannya otonomi daerah sebagai konsekuensi penerapan Undang-Undang nomor 22
Tahun 1999, permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks.
Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Masalah tersebut adalah:14
1. Masalah Relevansi Pendidikan
Relevansi adalah kesesuaian antara kenyataan atau pelaksanaan dengan tuntutan dan
harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil
pendidikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga sisi yaitu:
1). Relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa
2). Relevansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun
masa yang akan datang.
3). Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja
2. Masalah Kualitas Pendidikan
Rendahnya kualitas pendidikan juga dianggap sebagai suatu masalah yang dihadapi
dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua
sisi. Pertama dari segi proses dan dari segi hasil
1). Dari segi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang
dibangun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau
bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu
mengembangkan kreatifitas berfikir proses pendidikan atau proses belajar mengajar dianggap
cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi dan
bahan-bahan hafalan.
2). Dari segi hasil, rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tidak meratanya setiap
sekolah dalam mencapai rata-rata nilai Ujian Nasional (UN). Ada sekolah yang dapat
mencapai nilai rata-rata tinggi, namun di lain sisi juga terdapat banyak sekolah yang
mencapai nilai UN di bawah standar. Hal ini juga membuat pengelola sekolah berlaku kurang
jujur ketika UN agar nilai rata-ratanya mencapai standar kelulusan.
3. Masalah Efektifitas dan Efesiensi
Efektifitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang
didesain oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skala sempit,
maupun tujuan dalam skala yang lebih luas. Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan

14
Dimyati&Mudjiono, BelajardanPembelajaran, (Jakarta: PT. RinekaCipta, 2002), hlm. 322.
pembelajaran suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektifitas yang tinggi
manakala program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Efesiensi berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efesiensi
yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat menghasilkan atau dapat
mencapai tujuan yang maksimal.
Sekolah dan guru harus menghindari program-program kegiatan yangbanyak
memerlukan biaya, waktu dan tenaga, padahal kegiatan tersebut tidak atau kurang
mendukung terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
4. Masalah Daya Tampung yang Terbatas
Masalah yang tidak kalah pentingnya untuk segera dicarikan solusi yang kongkrit
adalah masalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah ini
muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan SD Inpress, yang mengakibatkan meledaknya
lulusan sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat
menampung para lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan program Inpress ini otomatis membawa permasalahan baru yaitu
banyaknya minat lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis,
sosial, ekonomi mereka kurang mendukung, misalkan karena tempat tinggal mereka jauh
berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemampuan sosial ekonomi mereka
yang rendah.
C. Difusi dan Keputusan Inovasi
Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk
inovasi antara warga masyarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan
saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.15
Secara umum, Difusi Inovasi dimaknakan sebagai penyebarluasan gagasan inovasi
tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran
tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial dalam masyarakat.
Everett M. Rogers, menyebut difusi sebagai proses untuk mengkomunikasikan suatu
inovasi kepada anggota suatu sistem sosiai melalui saluran komunikasi tertentu dan
berlangsung sepanjang waktu. Sedangkan Difusi Inovasi dimaknakan sebagai penyebarluasan
gagasan inovasi tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem
sosial masyarakat.
15
Wina Sanjaya (Kurikulum dan Pembelajaran) kencana. 2008.0185 hlm 322.
Ada keterkaitan erat antara difusi, inovasi, dan komunikasi. Oleh karena difusi adalah
proses komunikasi untuk menyebarluaskan gagasan, ide, karya dan sebagainya, sebagai suatu
produk Inovasi, maka aspek komunikasi menjadi sangat penting dalam menyebarluaskan
gagasan, ide, ataupun produk tersebut. Sebagai contoh, ide pembelajaran kelas rangkap (multi
grade instruction), dapat dipandang sebagal suatu ide atau gagasan dalam mengatasi
keterbatasan jumlah guru di sekolah. Untuk menyebarluaskan gagasan itu, diperlukan difusi
inovasi tentang pembelajaran kelas rangkap di sekolah. Biasanya ada pilot proyek yang
dilakukan, disosialisasikan, dibina, dan kemudian disebarluaskan kepada sekolah lain. Hal
inilah yang disebut difusi inovasi, yaitu penyebaraluasan suatu inovasi untuk kemudian
diadopsi oleh kelompok masyarakat tertentu.
Dalamtelaah di atas, adaketerkaitaneratantaradifusi, inovasidankomunikasi,
termasukdifusipendidikan. Olehkarenadifusipendidikanadalah proses
komunikasiuntukmenyebarluaskangagasan, Ide, karya, dansebagainya,
sebagaisuatuprodukInovasipendidikan,
makaaspekkomunikasimenjadisangatpentingdalammenyebarluaskangagasan, Ide,
ataupunproduk di bidangpendidikantersebut. Dalamkonteksdifusiinovasipendidikan,
salurankomunikasi yang digunakanmerupakanalursuatu proses
penyebarluasangagasanpendidikantersebut. Komunikasiadalahsuatu proses
dimanapartisipanmelakukantukarmenukarinformasisatusama lain,
sehinggamenghasilkansalingpengertian.16
Ada beberapa tahapan proses keputusan inovasi, yaitu :
1. Tahap Pengetahuan (knowledge), yaitu apabila individu/kelompok,membuka diri terhadap
adanya suatu inovasi.
2. Tahap bujukan (persuation), yaitu manakala individu atau kelompok, mulai Membentuk
sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi inovasi.
3. Tahap pengambilan keputusan (decision making), yaitu tahap dimana seseorang Atau
kelompok melakukan aktifitas yang mengarah kepada keputusan untuk menolak atau
menerima inovasi.
4. Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang atau kelompok Menerapkan
atau menggunakan inovasi itu.
5. Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahap dimana seseorang atau kelompokmencari
penguatan terhadap inovasi yang dilakukannya.

16
http: // alamsetiadi08. Wordpress.com/ difusi-inovasi/.
Ada dua bentuk sistem difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi. Difusi
sentralisasi adalah difusi yang bersifat memusat. Artinya segala bentuk keputusan tentang
komunikasi inovasi ditentukan oleh orang – orang yang merumuskan bentuk inovasi.
Sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi adalah proses penyebaran informasi inovasi
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Proses difusi diarahkan agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh
karena itu agar terjadi proses difusi yang efektif perlu direncanakan. Proses perencanaan
difusi dinamakan diseminasi, yang dapat diartikan sebagai proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan dan dikelola dengan baik. Dengan demikian, keberhasilan suatu
penyebaran inovasi sangat tergantung kepada proses diseminasi.17
Bagaimana agar terjadi proses difusi sehingga inovasi itu mudah diterima oleh
anggota masyarakat atau sasaran inovasi? Hal ini tergantung beberapa faktor diantaranya:
1. Faktor pembiayaan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dikeluarkan untuk suatu
inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat atau sasaran
inovasi, walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya yang
dikeluarkan.
2. Risiko yang muncul sebagai akibat pelaksanaan inovasi. Suatu inovasi tidak akan mudah
diterima apabila memiliki risiko yang tinggi, melainkan akan mudah diterima manakala
memiliki efek samping yang sangat kecil.
3. Kompleksitas. Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat apabila bersifat sederhana
dan mudah dikomunikasikan.
4. Kompabilitas. Artinya, mudah atau sulitnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat
sasaran dientukan juga oleh kesesuaiannya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan, dan
keyakinan masyarakat pemakai.
5. Tingkat keandalan. Suatu bentuk inovasi akan mudah diterima manakala diketahui tingkat
keandalannya untuk mengetahui tingkat keandalannya suatu inovasi yaitu dengan cara
diujicobakan secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
6. Keterlibatan. Bentuk inovasi yang dalam proses penyusunannya melibatkan kelompok
masyarakat sasaran, akan mudah diterima.
7. Kualitas penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan sedemikian rupa sehingga mudah
dipahami. Salah satu faktor yang menentukan dalam proses sosialisasi adalah faktor
kualitas penyuluh. Proses penyuluhan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap
kurang berpengalaman, akan sulit meyakinkan masyarakat sasaran.
17
Wina Sanjaya ( Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran) Kencana Prenada Media Group hlm. 323.
Selanjutnya bagaimana keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi.
Ibrahim (1998) menyatakan ada tiga tipe keputusan penerimaan inovasi, yaitu keputusan
inovasi opsional, kolektif, dan keputusan otoritas.18
Keputusan opsional adalah keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri
tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Keputusan inovasi kolektif adalah keputusan yang
didasarkan oleh kesepakan bersama dari setiap kelompok masyarakat. Keputusan inovasi
otoritas adalah keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi ditentukan oleh orang
– orang tertentu yang memiliki kewenangan dan pengaruh terhadap anggota kelompok
masyarakatnya.
D. Hambatan – Hambatan Inovasi
Proses adopsiinovasibisa juga terhambat oleh berbagai faktor. Ada tiga hambatan
utama, yang berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi :
1. Mental block barriers, hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mental, seperti :Salah
persepsi atau asumsi, Cenderung berfikir negative, Dihantui oleh kecemasan dan
kegagalan, Tidak mau mengambil resiko terlalu dalam, Malas, Saat ini berada pada
daerah “nyaman dan aman”, Cenderung resisten/menolak terhdap perubahan;
2. Hambatan yang sifatnya culture block (hambatan budaya). Hal ini dilatarbelakangi oleh:
Adat yang sudah mengakar dan mentradisi, Taat terhadap tradisi setempat, Ada perasaan
berdosa bila berubah;
3. Hambatan social block (hambatan sosial); Perbedaan suku dan agama atau ras, Perbedaan
sosial dan ekonomi, Nasionalisme sempit, Arogansi primodial, Fanatisme daerah yang
kurang terkontrol
Menurut Ibrahim (1988), ada 6 faktorutama yang dapatmenghambatsuatuinovasi,
yaitu:19
1. Estimasi yang tidak tepat
Sering terjadi kegagalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau
kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul. Hambatan yang disebabkan kurang
tepatnya estimasi ini diantaranya mencakup kurang adanya pertimbangan implementasi
inovasi, kurang adanya hubungan antar tim pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat
tentang tujuan yang ingin dicapai, tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat.

18
“Ibrahim” (1988) Wina Sanjaya (Kurikulum dan Pembelajaran) Kencana Prenada Media Group hlm.324.
19
Dimyati&Mudjiono, BelajardanPembelajaran …., 325
2. Konflik dan motifasi
Konflik bisa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalnya ada pertentangan antara
anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya perasaan iri dari pihak atau anggota
tim inovasi. Disamping konflik, faktor yang dapat menghambat bisa juga ditimbulkan
oleh motivasi, misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat, adanya
pandangan yang sempit dari tim proyek inovasi, adanya sikap yang tidak terbuka dari
pemegang jabatan proyek inovasi dan sebagainya.
3. Inovasi tidak berkembang
Hambatan lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabkan kurang
berkembangnya proses inovasi itu sendiri. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
diantaranya, pendapat yang rendah, faktor geografis, kurangnya sarana komunikasi, iklim
dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
4. Masalah finansial
Sering terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan masalah finansial ini adalah, bantuan dana yang sangat minim,
kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan, penundaan bantuan dana.
5. Penolakan dari kelompok tertentu
Keberhasilan inovasi dapat juga ditentukan oleh kesungguhan dan peranan seluruh
kelompok masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti
golongan elit dan tokoh masyarakat. Manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut
terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan mengalami ganjalan. Penolakan inovasi
sering ditunjukkan oleh kelompok sosial yang tradisional dan konservatif.
6. Kurang adanya hubungan sosial
Faktor lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan
sosial yang baik antara berbagai pihak khususnya antar anggota team, sehingga terjadi
ketidakharmonisan dalam bekerja.

E. Berbagai Jenis Inovasi dalam Kurikulum dan Pembelajaran

Sebagai usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah orde baru


terus-menerus melakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum.
Beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan dikemukakan di bawah ini.

1. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan Republik Indonesia ini, kurikulum di
Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah kurang bahkan tidak diberi ruang yang cukup
untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi
sebagai pelaksana kurikulum yang seluruhnya diatur oleh pusat, dari mulai isi pelajaran,
sistem penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajarankepada siswa melalui bentuk
kurikulum yang bersifat matriks. Baru sejak tahun 2006, terjadi perubahan kebijakan
pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur
oleh pusat, akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasionalyan
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyususnan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP). Dilihat dari adanya perubahan sistem manajemen kurikulum itulah,
maka dapat kita katakan bahwa pemberlakuan KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi
kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak demikian dengan KTSP sebagai kurikulum
operasional, disusun oleh sekolah sesuai dengan kondisi daerah.
Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. KTSP adalah kurikulum sebagai jumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta
didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari struktur kurikulum KTSP
yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap
mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu
juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat, maka dapat dikatakan bahwa KTSP
merupakan kurikulum yang berorientas pada disiplin ilmu.
b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat
dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas
siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai
pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri,
pembelajaran fortopolio dan lain sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam
strukturkurikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah
satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Dengan demikian, maka KTSP adalah
kurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya.
KTSP didasarkan padakeberagaman kondisi, sosial, budaya yang berbeda masing-masing
daerahnya.
d. KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar
kompetensi,kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar,
yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilaian.

Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and responbility” dalam
menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan tersebut,
sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah. Secara khusus Tujuan
diterapkannya KTSP adalah untuk:20

a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam


mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan
kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
c) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
2. Penyelenggaraan Sekolah Lanjutan Pertama Terbuka (SLTPT)
SLTP Terbuka merupakan sekolah menengah umum Tingkat Pertama yang kegiatan
belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar gedung sekolah. Penyampaian pelajaran
dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya dengan
menggunakan paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik seperti radio.
SLTP Terbuka diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataan pendidikan,
khususnya bagi lulusan SD yang ingin melanjutkan pendidikannya, akan tetapi tidak dapat
merealisasikan niatnya disebabkan faktor geografi, sosial dan ekonomi. Ciri-ciri SLTP
Terbuka adalah sebagai berikut:
a. Terbuka bagi peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat-syarat akademis.
b. Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan jangka pendek yang bersifat praktis, insidental dan individual
(perorangan).

20
http://www.dhanay.co.cc/2009/11/ktsp-kurikulum-tingkat.html
c. Dalam proses belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus diselenggarakan
didalam kelas melalui tatap muka dengan guru, akan tetapi dapat dilakukan diluar kelas
sesuai dengan kesempatan masing-masing dengan belajar melalui berbagai media, seperti
radio, media cetak, film, foto dan lain sebagainya.
d. Peserta didik dapat secara bebas mengikuti program belajar sesuai kesempatan yang
tersedia.
e. SLTP terbuka dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh
masyarakat, orang tua peserta didik dan pamong pemerintah setempat.

Tujuan yang ingin dicapai oleh SLTP Terbuka adalah agar lulusan:
a. Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir dan batin.
b. Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di
sekolah dasar.
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke sekolah lanjutan atas dan untuk terjun
ke masyarakat.
d. Meningkatkan disiplin siswa.
e. Menilai kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.

3. Pengajaran Melalui Modul


Pengajaran melalui modul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang
pernah ada di Indonesia yang digunakan dalam berbagai penyelenggaraan pendidikan baik
formal maupun nonformal.
Dalam konteks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang
berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu
peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dalam
sebuah modul dirumuskan suatu unit pengajaran secara jelas, dari mulai tujuan yang harus
dicapai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa,
materi pembelajaran sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya.
Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self intruction), tanpa bantuan
guru.
Dari uraian diatas, suatu modul memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sebuah modul adalah unit pengajaran terkecil yang direncanakan dan ditulis secara
sistematis dan operasional yang terdiri atas:
1) Rumusan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik dan terukur yang diharapkan
dapat dikuasai peserta didik setelah menyelsaikan unit pelajaran.
2) Uraian bahan/Isi pengajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
3) Daftar alat dan bahan pelajaran yang akan digunakan peserta didik dalam proses
belajar mengajar sesuai dengan penagalaman belajar yang harus dilakukan.
4) Kegiatan belajar harus disusun dalam bentuk:
a) Teks bacaan dan petunjuk yang harus diikuti.
b) Lembar tugas yang berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan kegiatan
yang dilakukan sebagaimana point 1).
5) Kunci lembar kerja.
6) Lembar evaluasi tes untuk mengukur taraf penguasaan peserta didik terhadap bahan
yang dipelajari dengan dilengkapi lembar jawaban.
7) Kunci evaluasi berisi jawaban yang benar dari setiap soal tes sebagaimana tercantum
dalam lembar evaluasi.
8) Petunjuk guru yang berisi petunjuk penggunaan modul.
b. Modul dirancang agar memungkinkan peserta didik dapat belajar sendiri seoptimal
mungkin.
c. Sebuah modul dirancang sedemikian rupa, sehingga penilaian terhadap kemajuan peserta
didik dapat dilakukan secara cermat melalui evaluasi setiap akhir unit pembelajaran.
d. Sebuah modul dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik dapat
belajar sesuai dengan kemampuan belajarnya masing-masing.
e. Sebuah modul dirancang berasaskan “belajar tuntas” taraf ketuntasan (mastery) yang
ditentukan adalah 75%. Peserta didik yang belum mencapai taraf ketuntasan tidak
diperkenankan melanjutkan mempelajari modul berikutnya.

Tujuan yang ingin dicapai dengan pembelajaran melalui modul adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.
b. Mendorong peserta didik untuk lebih aktif belajar secara mandiri.
c. Agar proses pembelajaran tidak terlalu menggantungkan kepada guru. Artinya, ada atau
tidak ada guru peserta didik dapat belajar.
d. Peserta didik dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
e. Peserta didik dapat mengetahui hasil belajarnya sendiri secara maju berkelanjutan, serta
akan tahu letak kelemahannya sendiri.
4. Pembelajaran Melalui Komputer
Pembelajaran melalui komputer adalah bentuk pembelajaran yang dirancang secara
individual dengan cara siswa berinteraksi secara langsung dengan materi pelajaran yang
diprogram secara khusus melalui sistem komputer. Dengan demikian melalui komputer siswa
dapat belajar sendiri dari mulai pengenalan tujuan yang harus dicapai, pengalaman belajar
yang harus dilakukan sampai mengetahui tingkat keberhasilannya sendiri dalam pencapaian
tujuan.

EVALUASI PEMBELAJARAN

Kel:12

Abstrak

Pelaksanaan pembelajaran di kelas membawa konsekuensi kepada seorang guru untuk


meningkatkan peranan dan kompetensinya, sebab guru yang kompeten akan lebih mampu
mengelola kelas dan melaksanakan evaluasi bagi siswanya baik secara individu maupun
kelas. Evaluasi merupakan usaha untuk memperolehinformasi tentang perolehan belajar
siswa secara menyeluruh, baik pengetahuan,konsep, sikap, nilai, maupun keterampilan
proses. Hal ini dapat digunakan olehguru sebagai balikan maupun keputusan yang sangat
diperlukan dalammenentukan strategi belajar mengajar. Untuk maksud tersebut guru
perlumengadakan penilaian, baik terhadap proses maupun terhadap hasil belajarsiswa.
Kata Kunci: kurikulum, kompetensi, pembelajaran, evaluasi
Pendahuluan

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah evaluasi
pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam
pembelajaran, yaitu mengevaluasi pembelajaran. Termasuk di dalamnya melaksanakan
penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrumen
penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornya adalah melakukan evaluasi
pembelajaran. Hal ini menunjukan bahwa pada semua model kompetensi dasar guru selalu
menggambarkan dan mensyaratkan adanya kemampuan guru dalam mengevaluasi
pembelajaran. Sebab kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran  merupakan kemampuan
dasar yang mutlak harus dimiliki oleh setiap guru dan calon guru.

Pemaparan ini menurut kami sangat penting terutama bagi kita yang benar-benar
diorientasikan untuk menjadi seorang  guru.  Sebelum mengenal lebih jauh dan mendalam
tentang evaluassi pembelajaran, alangkah baiknya kita mengetahui tentang konsep dasar
evaluasi pembelajaran. Nah kami mencoba menyusun makalah yang berisikan konsep dasar
pembelajaran agar bisa membantu dalam memahami tugas kita sebagai calon guru.

Metode penelitian

1. Metode deskripsi, yaitu memaparkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber
2. Studi pustaka, yaitu mencari serta mengambil data referensi dari buku-buku atau yang
sejenisnya yang terkait dengan objek yang sedang dicari informasinya.
3. Browsing internet, Yaitu mencari serta mengambil data-data tentang suatu objek
melalui internet

Pembahasan

Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran

A Pengertian Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran

Ada tiga istilah yang digunakan dan perlu disepakati pemakainannya, sebelum
disampaikan uraian lebih jauh tentang evaluasi program, yaitu “Evaluasi” (evaluation)
“Pengukuran” (measurement) dan “Penilaian’’ (assesment). Adapun beberapa penjelasan
ketiga hal tersebut di atas adalah sebagai berikut

1. Evaluasi

Evaluasi berasal dari kata evaluation, kata tersebut diserap kedalam pembendaharaan istilah
bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian
lafal Indonesia menjadi “Evaluasi”.

a) Menurut kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English ( AS


Hornby, 186)

Evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk
menentukan nilai atau jumlah. Dari kalimat itu menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus
dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat
dipertanggungjawabkan.

b) Suchman ( 1961 dalam Anderson, 1975 )

memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yanng direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.

c) Worthen dan Sanders ( 1973 dalam Anderson, 1971 )

Evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu, dalam mencari
sesuatu tersebut, juga termassuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif  strategi yang diajukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan

d) Stufflebeam ( 1971, dalam Fernandes 1984 )

evalusi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat
bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan

e) Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21

dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan


penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.
f) Evaluation is a process which determines the extent to which objectives have been
achieved.

(Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat
dicapai.)Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu
kegiatan yang mengukur derajat, dimana suatu tujuan bisa dicapai.

g) Menurut Grondlund dan Linn

Mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan,


menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh
mana ketercapaian tujuan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan
untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan. Dalam evaluasi selalu mengandung proses. Proses evaluasi harus tepat terhadap
tipe tujuan yang biasanya dinyatakan dalam bahasa perilaku. Dikarenakan tidak semua
perilaku dapat dinyatakan dengan alat evaluasi yang sama, maka evaluasi menjadi salah satu
hal yang sulit dan menantang yang harus disadari oleh para guru.

2. Pengukuran

Pengukuran adalah pemberian angka pada suatu atribut atau karakteristik tertentu
yang dimiliki oleh orang atau objek lain menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Karakteristik dari pengukuran adalah penggunaan angka atau skala tertentu dan penggunaan
aturan atau formula tertentu. Misalnya, untuk mengukur berat atau tinggi badan seseorang
kita akan dengan mudah melakukannya karena alat ukur dan formulasinya telah diketahui
secara umum.

Pengukuran menjadi kompleks dan rumit bila kita dihadapkan pada pengukuran
tentang kecepatan cahaya, ketinggian puncak gunung, daya penglihatan, kemampuan
pendengaran, kecerdasan, kematangan, dan kepribadian seseorang. Alat ukur dan
formulasinya sangat khusus dan hanya orang yang ahli di bidangnya yang bisa
melakukannya. Dengan kata lain, tidak semua orang bisa melakukan pengukuran dalam
semua bidang dengan baik. Demikian juga halnya dengan pengukuran dalam dunia
pendidikan, yang pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang ahli di bidang
pendidikan.
Kemampuan ini merupakan kemampuan profesional guru. Tanpa melakukan
pengukuran, seorang guru tidak akan mengetahui kemajuan proses belajar mengajar yang
dikelolanya. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui ada dua karakter pengukuran, yakni
pemakaian angka atau skala tertentu, dan pemakaian aturan atau formula tertentu.

Ahman dan Glock dalam S. Hamid Hasan ( 1988) menjelaskan “in the last analysis
measurement is only a part, although a very substansial part of evaluation. It provides
information upon which an evaluotion can be based...Education measurement is the process
that attemps to obtain a quantified representation of the degree to which a trait is possessed
by a pupil.”

Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitaas sesuatu.
Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar,dan sebagainya.

3.    Penilaian

Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment


Depdikbudmengemukakan “Penilaian adalah suatu kegiatan untuk memberikan berbagai
informasi secara berkesinambbungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah
dicapai siswa.”

a) Menurut Hamid Hasan sebagai proses sistematik untuk menentukan hasil belajar
peserta didik, dalam bidang pendidikan assesment sering dikaitkan dengan pencapaian
kurikulum dan digunakan untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan proses
pembelajaran dan hasilnya, dengan demikian assesment dapat diartikan sebagai proses
pembelajaran yang dilakukan secara sistematis, digunakan untuk mengungkapkan
kemampuan siswa secara individu untuk menentukan pencapaian hasil belajar dalam
rangka pencapaian kurikulum.

b) Penilaian adalah penentuan harga berdassarkan pengumpulan informasi yaitu untuk


membandingkan hasil pengukuran/pengujian dengan tolok ukur ( norma atau
kriteria ). Hasil penilaian berupa gambaran yang menunjukan jumlah atau deskripsi
kualitatif. Penilaian dilaksanakan pada saat proses akhir kegiatan secara terpadu.

c) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan pengggunaan


informasi tentang hasil belajar siswa ( perorangan atau kelompok ) yang diperoleh
melalui pengukuran. Penilaian bertujuan untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk
kerja/prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait dan mengefektifkan
penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan.

Evaluasi lebih luas ruanglingkupnya daripada penilaian, sedangkan penilaian lebih


terfokus pada aspek tertentu saja yang merupakan bagian dari ruang lingkup tersebut. Jika hal
yang ingin dinilai adalah sistem pembelajaran, maka ruang lingkupnya adalah semua
komponen pembelajaran, dan istilah yang tepat untuk menilai sistem pembelajaran adalah
evaluasi, bukan penilaian.

Jika yang ingin dinilai satu atau beberapa bagian atau komponen pembelajaran,
misalnya hassil belajar maka istilah yang tepat digunakan adalah penilaian, bukan evaluasi.
Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif, maka pengukuran bersifat kuantitatif yang
diperoleh dengan menggunakan alat ukur atau instrumen yang standar (baku).

B Syarat dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran

Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan kepada  siswa
yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik harus
mempunyai syarat-syarat seperti berikut :

1. Valid

2. Andal

3. Objektif

4. Seimbang

5. Membedakan

6. Norma

7. Fair

8. Praktis

  Disamping kedelapan persyaratan yang perlu ada dalam kegiatan evaluasi ada
beberapa tujuan mengapa evaluasi dilakukan oleh setiap guru. Selain untuk melengkapi
penilaian, secara luas evaluasi dibatasi sebagai alat penilaian terhadap faktor-faktor penting
suatu program termasuk situasi, kemampuan, pengetahuan, dan perkembangan tujuan.
Minimal ada 6 tujuan evaluasi dalam kaitannnya dengan belajar mengajar.

1. Menilai ketercapaian ( attainment) tujuan. Ada keterkaitan antara tujuan belajar,


metode evaluasi, dan cara belajar siswa, sebaliknya tujuan evaluasi akan menentukan
metode evaluasi yang digunakan oleh seorang guru.

2. Mengukur macam-macam aspek belajar yang bervariasi. Belajar dikategorikan


sebagai kognitif, psikomotor dan afektif. Guru menyatakan proporsi sama maka siswa
dapat menekankan dalam belajar dengan proporsi yang digunakan guru dalam
mengevaluasi sehingga mereka dapat menyesuaikan dalam belajar. 

3. Sebagai Sarana ( means ) untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui

4. Memotivasi belajar siswa. Evaluasi juga harus dapat memotivasi belajar siswa. Guru
harus menguasai berbagai teknik motivasi,

5. Menyediakan Informasi Untuk tujuan Bimbingan dan Konseling. Informasi yang


berkaitan dengan problem pribadi seperti data kemampuan, kualitas pribadi, adaptasi
sosial, kemampuan membaca, dan skor hasil belajar. Guru perlu mengetahui
informasi pribadi untuk kemudian guru mengambil keputusan terbaiknya. Proses yang
berkaitan dengan informasi pribadi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
quasionir, atau alat ratting untuk membantu membuat keputusan.

6. Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum. Keterkaitan evaluasi


dengan intruksional adalah sangat erat. Hal ini karena evaluasi merupakan salah satu
bagian dari intruksional.

Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas


proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Secara khusus, tujuan evaluasi adalah untuk :

1. Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah


ditetapkan.

2. Mengetahui Kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar,


sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching,
dan,
3. Mengetahui efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik
yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber belajar.

Sedangkan menurut Depdiknasmengemukakan tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk :

1. Melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar.

2. Memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru.

3. Memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar.

4. Mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar
dan mencarikan jalan keluarnya, dan

5. Menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat sesuai dengan


kemampuannya.

Menurut sumber lain evaluasi secara umum bertujuan untuk memberikan


penghargaan terhadap pencapaian dan memperbaiki program dalam kegiatan pembelajaran.
Menekankan pencapaian hasil belajar siswa sekaligus mencakup sseluruh pembelajaran,
karakteristik siswa, pencapaian kurikulum dan administrasi.

1. Kemajuan belajar siswa secara individual dalam mencapai kompetensi.

2. Kegiatan belajar lebih lanjut baik terhadap masing-masing siswa maupun seluruh
kelas.

3. Penetapan tingkat kemampuan, tingkat kesulitan atau kemudahan untuk


melaksanakan kegiatan remedial, pendalaman atau pengayaan yang harus diketahui
oleh guru dan siswa.

4. Kemajuan dan motivasi siswa untuk melakukan usaha pemantapan atau perbaikan.

5. Kemajuan semua aspek setiap siswa sehingga guru dapat membantu pertumbuhannya
secara efektif untuk menjadi anggota masyarakat dan pribadi yang utuh.

6. Bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau yang sesuai dengan
keterampilan,minat dan kemampuannya.
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi
sistem pembelajaran,baik yang menyangkut tentang tujuan,materi,metode,media,sumber
belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.

Tujuan khusus evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan jenis evaluasi pembelajaran


itu sendiri. Seperti evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi
dampak, evaluasi efisiensi-ekonomis, dan evaluasi program komprehensip.

Gilbert Sax (1980) mengemukakan tujuan evaluasi pengukuran adalah untuk


“selection,placement,diagnosis and remediation, feedback, norm-referenced and criterion
referenced interpretation, motivation and guidance of learning, program and curriculum
improvement : formative and summative evaluation and theory development”

Perlu diketahui bahwa evaluasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan
kegiatan, antara lain dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan, supervisi, seleksi dan
pembelajaran. Setiap bidang atau kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda.

Sementara itu Chittenden (1944) mengemukakan tujuan evaluasi ( assesment purpose)


Adalah keeping track, checking-up, Finding-out, Summing-up”.

a) Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai
dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan.

b) Checking-up, untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses


pembelajaran dan kekurangan-kekurangan peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran.

c) Finding Out, untuk mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau
kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran.

d) Summing-up, untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap


kompetensi yang telah ditetapkan.

C Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Cronbach (1963) menjelaskan “evaluation used to improved the course while it is still
fluid contributes more to improvement of education than evaluation used to appraise a
product already on the market”.
Menurut Scriven (1967) fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanankan apabila hasil yang
diperoleh dari kegiatan evaluassi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian
besar bagia kurikulum yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi sumatif dihubungkan
dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan, dan fungsi ini dapat
dilaksananakan apabila pengembangan suatu kurikulum telah dianggap selesai.

Fungsi evaluasi memang cukup luas, bergantung dari sudut mana kita melihatnya :

a) Secara psikologis, peserta didik selalu butuh untuk mengetahui sejauh mana kegiatan
yang telah di lakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapa

b)  Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik sudah
cukup mampu untuk terjun ke masyarakat.

c) Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam


menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan
kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha memperbaiki proses
pembelajarannya.

d) Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dala kelompok, apakah
dia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang pandai.

e) Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dala menempuh
program pendidikan.

f) Evaluasi berfungsi membantun guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik
dalam rangka menetukan jenis pendidikan, jurusan, mauapun kenaikan kelas.

g) Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan


peserta didik kepada orangtua, pejabat pemerintah yang berwenang, kepala sekolah,
guru-guru, dan peserta didikitu sendiri.

Dengan demikian, perbaikan dan pengembangan dan pembelajaran bukan hanya


terhadap proses dan hasil belajra melaimkan harus diarahkan pada semua kompoen
pembeljaran tersebut.

D Prinsip – Prinsip Evaluasi Pembelajaran


Prinsip tidak lain adalah pernyataan yang mengandung kebenaran hampir sebagian
besar, jika tidak dikatakan benar untuk semua kasus. Hal ini sesuai dengan pendapat Cross
yang mengatakan bahwa “ a principle is a statment that holds in most, if not all cases”.
Keberadaan prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting karena dengan memahami
prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau keyakinan bagi dirinya atau guru lain guna
merealisasi evaluasi dengan cara benar.

a) Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.

b) Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.

c) Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.

d) Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu

e) Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.

Sedangkan menurut Slameto ( 2001: 16) evaluasi harus mempunyai minimal tujuh
prinsip berikut :

a) Terpadu

b) Menganut cara belajar siswa aktif

c) Kontinuitas

d) Koherensi dengan tujuan

e) Menyeluruh

f) Membedakan ( diskriminasi )

g) Pedagogis.

Dalam suber lain disebutkan hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan evaluasi
harus beritik tolak dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut :

a) Continuenitas

Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri
adalah suatu proses yang continue. Oleh sebab itu evaluasi pun harus dilakukan secara
continue.
b) Komprehensif

Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek
itu sebagai bahan evaluasi. Misalkan jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka
seluruh aspek kepribadian peserta didik yang menyangkut koognitif, afektif maupun
psikomotor.

c) Adil dan Obejektif

Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Guru juga
hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik.

d) Kooperatif

Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti
orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu
sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi dan pihak-
pihak tersebut merasa dihargai

e) Praktis

Mengandung arti mudah digunaka, baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat
evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus
diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.

Dalam UU No 20/2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 22 dijelaskan bahwa “akreditasi adalah


kegiatan penilaian kelayakan program dalam suatu pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan”. Salah satu komponen akreditasi adalah pembelajaran. Artinya fungsi akreditasi
dapat dilaksanakan apabila hasil evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi
lembaga pendidikan.

Fungsi Penilaian hasil belajar adalah sebagai berikut

1. Fungsi Formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran peserta didik

2. Fungsi Sumatif, yaitu untuk menentukan nilai ( angka) kemajuan atau hasil belajar
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan
laporankepada berbagai pihak, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus
tidaknya peserta didik.
3. Fungsi Diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
memcahkan kesulitan-kesulitan masalah.

4. Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi


pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

E Kedudukan Evaluasi Pembelajaran

Berdasarkan kedudukan evaluasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran tersebut,


evaluasi memiliki empat fungsi sebagai berikut. Untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi digunakan untuk memperbaiki cara
belajar siswa (formatif) yang dilanjutkan dengan kegiatan remediasi atau pengayaan. Selain
itu dapat digunakan pula untuk menentukan keputusan naik/tidak naik kelas atau lulus/tidak
lulusnya siswa tersebut (fungsi sumatif) dari lembaga pendidikan tertentu.

1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran, yang meliputi seluruh


komponen pembelajaran (tujuan, materi/bahan, metode, alat/media, serta alat dan
prosedur evaluasi itu sendiri).

2. Untuk keperluan bimbingan dan konseling. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
membuat diagnosis mengenai kelemahan dan kelebihan siswa yang bersangkutan,
untuk mengetahui bantuan apa yang paling tepat diberikan kepada siswa, sebagai
dasar penanganan kasus-kasus yang dialami siswa, untuk acuan melayani kebutuhan
bimbingankarier.

3. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang


bersangkutan. Proses pembelajaran dan evaluasi merupakan dua hal yang memiliki
hubungan yang sangat istimewa. Mehrens dan Lehmann membuat ungkapan yang
berbunyi to teach without testing is unthinkable ‘mengajar tanpa melakukan tes
adalah tidak masuk akal’. Ungkapan ini menyiratkan betapa erat hubungan antara
pembelajaran dan tes. Tokoh pendidikan yang lain mengungkapakan “pengukuran
adalah langkah awal pembelajaran. Tanpa pengukuran tidak terjadi penilaian. Tanpa
penilaian tidak akan terjadi evaluasi. Tanpa evaluasi tidak akan terjadi umpan balik.
Tanpa umpan balik, tidak akan diperoleh pengetahuan yang baik tentang hasil. Tanpa
pengetahuan tentang hasil, tidak dapat terjadi perbaikan sistem pembelajaran”.
F Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran.

Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu sendiri.
Jika objek evaluasi itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan
pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran. Ruang lingkup evaluasi
pembelajaran ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu domain hasil belajar, sistem
pembelajaran, proses dan hasil belajar, dan kompetensi.

Hal ini dimaksudkan agar guru betu-betul dapat membedakan antara evaluasi
pembelajaran dengan penilaian hasil belajar sehingga tidak terjadi kekeliruan atau
tumpang tindih dalam penggunaannya.

1.    Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif Domain Hasil Belajar.

Menurut Benyamin S. Bloom (1956) hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam tiga
domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi bebarapa
jenjang kemampuan. Mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang komplek, mulai
daari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang kongkrit sampai
dengan hal yang abstrak.

a. Domain kognitif

a) Pengetahuan ( knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik


untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.

b) Pemahaman ( comprehension ) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta


didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan
guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal
lain.

c) Penerapan ( application ) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik


untukmenggunakan ide-ide umum , tata cara atau metode umum dalam situasi baru
yang kongkrit.

d) Analisis yaitu jenjang kemampuan menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu
situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya.
e) Sintesis yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan
sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.

f) Evaluasi. Jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat


mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria
tertentu.

b. Domain Afektif,

yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila
pesreta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima,kemudian mengambil sikap sehingga
menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku.

a) Kemampuan menerima ( receiving)

b) Kemampuan menanggapi/menjawab ( responding)

c) Menilai (valuing)

Organisasi (Organization) kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-
nilai yang berbeda, memecahkan masalah membentut suatu sistem nilai.

c. Domain Psikomotor,

yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-
bagiannya. Mulai dari gerakan yang sederhana sampai denggan gerakan yang kompleks.

a) Muscular or motor skill, meliputi : mempertontonkan gerak,menunjukan hasil,


melompat, menggerakan, menampilkan.

b) Manipulations of materials or objects, meliputi : mereparasi, menyusun,


membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.

c) Neuromuscular coordination, meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan,


menggunakan.

2. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Sistem Pembelajaran.

a. Program pembelajaran

b. Proses Pelaksanaan pembelajaran


c. Hasil Pembelajaran

G Karakteristik Evaluasi Pembelajaran

Kegiatan Evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa karakteristik


penting, antara lain sebagai berikut

a) Memiliki implikasi secara tidak langsungterhadap siswa yang dievaluasi

Hal ini terjadi misalnya seorang guru melakukan penilaian terhadap kemampuan yang
tidak tampak dari siswa. Apa yang dilakukan adalah ia lebih banyak menafsir melalui
beberapa aspek penting yang diijinkan seperti melalui penampilan, keterampilan, atau reaksi
mereka terhadap suatu stimulus yang diberikan secara terencana.

b) Lebih bersifat tidak lengkap

Dikarenakan evaluasi dilakukan secara kontinu maka  hanya merupakan sebagian


fenomena saja. Atau dengan kata lain, apa yang dievaluasi hanya sesuai dengan pertanyaan
item yang direncanakan oleh seorang guru.

c) Mempunyai sifat kebermaknaan Relatif. Hasil penilaian sesuai dengan tolok ukur
yang digunakan oleh guru.

H Peranan Evaluasi Pembelajaran

Ada tiga faktor yang perlu difahami oleh seorang guru dalam proses pembelajaran.
Tiga faktor ini memiliki posisi yang strategis guna membawa siswa dapat mencapai satu
tahapan mampu melakukan perubahan prilaku.

Dilihat dari aspek fungsi evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar, pada prinsipnya dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu

a. Membantu guru dalam menentukan derajat tujuan pengajaran agar dapat dicapai

b. Membantu guru mengetahui keadaan yang benara dari para siswanya.

Tugas guru dalam melakukan evaluasi adalah membantu siswa dalam mencapai
tujuan umum dari pendidikan yang telah ditetapkan. Agar tercapai tujuan pendidikan yang
dimaksud. Seorang guru perlu bertindak secara aktif dalam membantu setiap langkah dalam
proses pembelajaran.

Tujuan pendidikan yang telah ditetapkan untuk dicapai sebaiknya ditunjukan sejak
dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pengajaran. Siswa yang telah memahami dan
menguasai materi yang diajarkan dengan mereka yang belum, hendaknya dapat dibedakan
dalam kaitan dengan adanya penunjukan perubahan prilaku. Bentuk prilaku siswa dapat
diidentifikasi dalam suatu fenomena atau indikator, misalnya pengetahuan, pemahaman,
sikap, penghargaan atau apresiasi.

Anda mungkin juga menyukai