Anda di halaman 1dari 31

Mata Kuliah Teori Pendidikan dan Pengajaran

Dosen Prof. Dr. Drs. Sundring Pantja Djati, M.Si.,


M.A.Min.

TEORI
BEHAVIORISME
Penyusun Agustinus Setyo Broto
NIM. 1831 600 877
Program Studi Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Budi Luhur
Jakarta, 2020
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi
yang meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku
individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas
individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa
hipotetis yang terjadi dalam diri individu.
Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme
menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau
mentalitas dalam individu.

Kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi


formal diawali oleh J.B. Watson pada tahun 1913
yang menganggap psikologi sebagai bagian dari
ilmu kealaman yang eksperimental dan obyektif,
oleh sebab itu psikologi harus menggunakan
metode empiris, seperti observasi, conditioning,
testing, dan verbal reports.

Watson, J.B. 1913. Psychology as the Behaviorist Views


It. in Psychological Review, 20, 158-177. Baltimore:
Johns Hopkins University Press
John A. Laska dalam Knight (1982) menyatakan
pendidikan sebagai usaha yang terencana oleh
pelajar atau orang lain untuk mengontrol (memberi
panduan, mengarahkan, mempengaruhi, atau
mengatur) suatu situasi belajar untuk mencapai
tujuannya. Dari sudut pandang ini, pendidikan tidak
terbatas di sekolah, kurikulum atau metode sekolah
yang tradisional. Pendidikan dipandang sebagai
proses belajar seumur hidup yang dilaksanakan
secara terarah dan terencana.

Sedangkan menurut Corey (1982) dalam Sagala


(2003) proses pembelajaran adalah suatu proses di
mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah
laku tertentu dalam kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

Knight, G.R. 1982. Issue and Alternativesen


Educational Philosophy. Michigan: Andrews University
Press
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
A. Teori dan Pengertian Behaviorisme

Menurut pendekatan behavioristik, belajar Manusia adalah binatang yang sangat


dipahami sebagai proses perubahan tingkah berkembang dan manusia belajar dengan
laku teramati yang relatif berlangsung lama cara yang sama seperti yang telah dilakukan
sebagai hasil dari pengalaman dengan binatang lainnya
lingkungan. Pendekatan behavioristik
Pendidikan adalah proses perubahan
berkembang melalui eksperimen-
perilaku
eksperimen, baik pada manusia maupun
pada hewan (Kusmintardjo dan Mantja, Peran guru adalah menciptakan
2011). Terdapat empat prinsip filosofis lingkungan pembelajaran yang efektif
utama dalam pengembangan teori ini yaitu:
Efisiensi, ekonomi, ketepatan dan
obyektivitas merupakan perhatian utama
dalam pendidikan.

Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran.


Program Studi Doktor Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang
4
A. Teori dan Pengertian Behaviorisme

Belajar adalah tahapan perubahan seluruh Belajar merupakan akibat adanya interaksi
tingkah laku individu yang relatif menetap antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
sebagai hasil pengalaman dan interaksi Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
dengan lingkungan yang melibatkan proses jika menunjukkan perubahan perilaku.
tingkah laku yang timbul akibat proses
Menurut teori ini dalam belajar yang
kematangan fisik. Keadaan mabuk, lelah,
penting adalah input yang berupa stimulus
dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai
dan output yang berupa respon. Stimulus
proses belajar (Syah, 2003).
adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur.

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and
Bacon
5
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
A. Teori dan Pengertian Behaviorisme

Yang dapat diamati adalah stimulus dan Teori belajar Behavioristik memandang
respon. Oleh karena itu, apa yang diberikan individu sebagai makhluk reaktif yang
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima memberi respon terhadap lingkungan.
oleh siswa (respon) harus dapat diamati Pengalaman dan pemeliharaan akan
dan diukur. membentuk perilaku mereka.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut. Dalam
proses pembelajaran input ini bisa berupa
alat peraga, gambar-gambar, atau cara-cara
tertentu untuk membantu proses belajar
(Budiningsih, 2005).

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
6
A. Teori dan Pengertian Behaviorisme

Belajar merupakan perubahan perilaku dan Kedua, perubahan dalam pengetahuan


pengetahuan yang relatif lama dari hasil atau perilaku terjadi dalam waktu yang
praktek maupun pengalaman. Ada tiga poin relatif permanen atau lama. Ketika
kunci untuk membahas hal tersebut dikutip pertama kali mendaftarkan diri ke sekolah,
dari Kusmintardjo dan Mantja (2011). menanyakan kepada teman tentang cara
pengisian borang pendaftaran, maka hal itu
Pertama, belajar menghasilkan
bukan belajar karena tidak ada suatu
perubahan. Pengalaman tentang
perubahan permanen dalam cara
bagaimana melakukan sesuatu di sekolah
pendaftaran. Demikian halnya, dokter yang
telah berubah melalui belajar yang diawali
menangani pasien gawat darurat karena
sejak menjadi murid baru. Demikian halnya
kecelakaan juga bukan belajar karena tidak
perilaku dokter berubah ketika dia mampu
ada perubahan yang permanen dalam
menyembuhkan pasien.
penanganan tersebut.

Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Program Studi


Doktor Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang
7
A. Teori dan Pengertian Behaviorisme

Ketiga, belajar merupakan hasil dari Dengan demikian, dalam tingkah laku
praktek atau melalui pengalaman belajar terdapat jalinan yang erat antara
melihat orang lain. Pikirkan kembali reaksi-reaksi behavioral dengan
ketika anda belajar cara mengemudi mobil. stimulusnya. Guru yang menganut
Hanya dengan melalui praktek anda akan pandangan ini berpendapat bahwa tingkah
menguasainya. Demikian halnya dengan laku siswa merupakan reaksi terhadap
praktek dan pengalaman, seorang sekretaris lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar bagaimana cara penggunaan belajar.
software baru, seorang analis keuangan
belajar implikasi hukum pajak yang baru,
insinyur belajar bagaimana cara mendesain
kendaraan yang efisien, dan pramugari
belajar cara menghidangkan makanan di
atas pesawat.

8
B. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Edward Lee Thorndike
1874 – 1949

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera atau suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk bereaksi atau berbuat. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (akibat adanya rangsangan). Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000). Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) menunjukkan bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (errors) terlebih dahulu. Bentuk paling
dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan
(Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum
berikut:
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Ivan Petrovich Pavlov
1849 – 1936

Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Mula-mula ia menunjukkan makanan (unconditioned stimulus) kepada anjing yang sedang kelaparan dan
mengeluarkan air liur (unconditioned response). Kemudian Pavlov membunyilkan bel yang (conditioned
stimulus) yang diteruskan dengan pemberian makanan (unconditioned stimulus) kepada anjing (unconditioned
response). Selanjutnya, dalam penelitian Pavlov, yang terjadi adalah ketika bel mulai dibunyikan maka pada saat
yang sama anjing mengeluarkan air liurnya. Anjing merespon bel tersebut dengan air liur meskipun tanpa adanya
makanan. Classical conditioning telah terjadi. Pembelajar (anjing) mengenali hubungan antara unconditioned
stimulus (makanan) dengan conditional stimulus (bel) (Kusmintardjo dan Mantja, 2011).

Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Program Studi Doktor
Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: stimulus tidak dikondisikan, yaitu stimulus yang
langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned response) = perilaku responden (respondent behavior): respon tak bersyarat, yaitu respon
yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karena anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan
respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar
menimbulkan respon. misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu
dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning response): respon bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya CS, misalnya: air
liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi
stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh
bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan).
Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Burrhus Frederic Skinner
1904 – 1990
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya.
Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya
respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:
 Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis pada perilaku yang spesifik untuk
mendapatkan hubungan S-R. Pendekatannya induktif. Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat.
 Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.
 Menolak menggunakan metode statistikal, mendasarkan pengetahuannya pada subyek tunggal atau subyek
yang sedikit namun dengan manipulasi eksperimental yang terkontrol dan sistematis.
Konsep-konsep utama Skinner:
1. Proses operant conditioning:
 Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant behavior. Respondent terjadi pada
pengkondisian klasik, dimana reinforcement mendahului UCR/CR. Dalam kondisi sehari-hari yang lebih
sering terjadi adalah operant behavior di mana reinforcement terjadi setelah respon.
 Positive dan negative reinforcers (kehadiran PR menguatkan perilaku yang muncul, sedangkan justru
ketidakhadiran NR yang akan menguatkan perilaku).
 Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers
 Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam penjadwalan pemberian reinforcement dapat
meningkatkan perilaku namun dalam kadar peningkatan dan intensitas yang berbeda-beda (Lundin, 1991)
 Discrimination: organisme dapat diajarkan untuk berespon hanya pada suatu stimulus dan tidak pada
stimulus lainnya.
 Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah melalui proses pemasangan/pengkondisian dengan
reinforcer asli sehingga akhirnya bisa mendapatkan efek reinforcement sendiri.
 Aversive conditioning, proses pengkondisian dengan melibatkan suasana tidak menyenangkan. Hal ini
dilakukan dengan punishment. Reaksi organisme adalah escape atau avoidance.

Lundin. 1991. Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath and Company.
Konsep-konsep utama Skinner:
2. Behavior Modification:
Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut sebagai behavior therapy. Merupakan penerapan
dari shaping (pembentukan perilaku bertahap), penggunaan positive reinforcement secara selektif, dan
extinction. Pendekatan ini banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.
Kritik terhadap Skinner:
 Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang analitis dianggap kurang valid sebagai sebuah
teori
 Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan generalisasi berlebihan dari satu konteks
perilaku kepada hampir seluruh perilaku umum
 Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari pendukung aspek biologis dan psikologi kognitif
yang percaya pada kondisi internal mansuia, entah itu berupa proses biologis atau proses mental
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification)
antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apa pun pada perilaku yang tidak tepat.
Operant conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan
positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas. Skinner membuat eksperimen
sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang
disebut ”Skinner Box” yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan,
penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak
kesana kemari untuk keluar dari boks, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut
shaping.
Unsur terpenting adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus - respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua,
yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang
atau menghilang.
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain (Kusmintardjo dan Mantja, 2011):
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variable rasio reinforcer.
g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Program Studi Doktor
Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendiskripsikan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan.
Penggunaan hukuman verba maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat
buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti penggunaan
rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi
penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak
penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang bahasa,
matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.
Edwin Ray Guthrie
1886 – 1956
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti (Contiguity Law) yang dapat diartikan sebagai
rangkaian peristiwa, hal-hal atau benda-benda yang terus saling berkait antara satu dengan lainnya. Teori ini
dikembangkan oleh Edwin Ray Guthrie (1886-1956). Guthrie menegaskan bahwa kombinasi stimulus yang
muncul bersamaan dengan satu gerakan tertentu, sehingga belajar adalah konsekuensi dari asosiasi antara
stimulus dan respon tertentu (Hitipew, 2009).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses
belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang
dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus dan respon secara tepat. Siswa harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak.

Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang
John Broadus Watson
1878-1958
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi, walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun
1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke
psikologi karena pengaruh Angell. Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran
behaviorisme:
1. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu Kimia dan Fisika
sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya
2. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu
halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya
kesadaran (mind) harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
3. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
Albert Bandura
1925-present
Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford
University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon
lingkungan. Oleh karenanya teorinya disebut teori belajar sosial atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku
merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya,
Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Inti utama dalam teori ini adalah bahwa dalam belajar tidak hanya ada reinforcement dan punishment saja,
namun menyangkut perasaan dan pikiran. Teori belajar sosial menyatakan tentang pentingnya manusia dalam
proses belajar, yang disebutnya dengan sebutan proses kognitif. Faktor-faktor yang berproses dalam belajar
observasi adalah (Kusmintardjo dan Mantja, 2011):
1. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat
2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik
3. Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri

Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Program Studi Doktor
Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang
Teori utama Bandura:
 Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses belajar manusia.
 Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adalah vicarious reinforcement, reinforcement
yang terjadi pada orang lain dapat memperkuat perilaku individu.
 Self-reinforcement, individu dapat memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus
ada orang dari luar yang memberinya reinforcement.
 Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-judgement, self-control, dan lain sebagainya.
 Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan yang lebih tinggi di masa depan.
C. Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme
Teknik behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan untuk waktu yang lama untuk
mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
 Stimulus dan Respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa
misalnya alat peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya.
Sedangkan respon adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah diberikan oleh guru
tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.
 Reinforcement. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut
penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan
memperlemah perilaku disebut dengan hukuman (punishment).
 Penguatan positif dan negatif. Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut
penguatan positif. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk
memperkuat perilaku disebut penguatan negatif.
 Penguatan primer dan sekunder. Penguat primer adalah penguatan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan fisik. Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non fisik.
 Kesegeraan memberi penguatan (immediacy). Penguatan hendaknya diberikan segera
setelah perilaku muncul karena akan menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih
baik dari pada pemberian penguatan yang diulur-ulur waktunya.
23
C. Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme
 Pembentukan perilaku (shaping). Menurut Skinner untuk membentuk perilaku
seseorang diperlukan langkah-langkah berikut:
o Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-tahapan yang lebih rinci
o Menentukan penguatan yang akan digunakan
o Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang semakin dekat dengan
perilaku yang akan dibentuk
 Kepunahan (Extinction). Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk
tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.

24
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Suparno, 1997).

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius


25
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang
mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori
behavioristik.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan
berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
 Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
 Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
 Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
26
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya
bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah,
sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respon.

27
E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Aliran psikologi belajar yang sangat besar memengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Menurut Budiningsih, (2005) dari semua teori pendukung
tingkah laku, teori Skinner-lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa
program pembelajaran menggunakan sistem stimulus dan respon yang diwujudkan dalam program-program
pembelajaran yang disertai oleh perangkat penguatan (reinforcement). Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak,
pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua
merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai
praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat
yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan
sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement
atau hukuman masih sering dilakukan.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
28
E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang
belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa.
Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan
pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan
diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
29

Degeng, I Nyoman Sudana. 2006. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, daya tahan, contohnya percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang
bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan,
sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006). Kesimpulan
mengenai kekurangan secara umum metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal
penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
30
Degeng, I Nyoman Sudana. 2006. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai