Anda di halaman 1dari 19

RINGKASAN.

Motivasi belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya


peningkatan mutu pendidikan, yaitu apabila dikehendaki peningkatan mutu
pendidikan maka dibutuhkan motivasi yang lebih besar dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Miniriset ini bertujuan mengkaji dan mendiskripsikan adanya
peningkatan motivasi belajar siswa SMP kelas VIII. Manfaat dari miniriset ini
adalah untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam mendeskripsikan adnya
motivasi belajar siswa SMP kelas VIII. Metode penelitian yang dilakukan peneliti
dalam pengumpulan data dalam penelitiannya yaitu kami menggunakan teknik
pengumpulan data dengan memberikan angket atau kuesioner ke siswa-siswi yang
duduk di bangku SMP kelas VIII. Dari data yang diperoleh melalui angket
motivasi yaitu : Siswa yang sangat bersemangat = 5 orang, Siswa yang semangat
= 20 orang, Siswa yang tidak bersemangat = 5 orang. Jadi dari data tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa lebih banyak yang bersemangat.

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi
sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Salah satu faktor dari dalam
diri yang menentukan berhasil tidaknya dalam proses belajar mengajar adalah
motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya
penggerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar,yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor
psikis yang bersifat non intelektual. Seseorang yang mempunyai intelegensi yang
cukup tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya.
Motivasi belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan, yaitu apabila dikehendaki peningkatan mutu
pendidikan maka dibutuhkan motivasi yang lebih besar dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Hal ini menempatkan motivasi belajar pada posisi yang penting di
dalam proses pembelajaran, akan tetapi realita di lapangan menunjukan bahwa
banyak siswa yang tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi pada mata
pelajaran matematika.
Kurangnya motivasi belajar siswa ini, disebabkan karena terlalu
monotonya suasana dalam pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dalam
mengikuti materi yang disampaikan oleh guru. Disamping itu juga faktor
lingkungan belajar yang kurang mendukung dalam merangsang motivasi siswa.
Jika hal ini berlangsung secara terus – menerus dan tidak ada tindakan untuk
mencipkan suasana pembelajaran yang menarik dan nyaman serta membantu
mempermudah memahami bagi siswa, maka hal ini akan sangat mempengaruhi
motivasi belajar siswa, khususnya pelajaran matematika, yang selanjutnya akan
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Permasalahan di atas pada dasarnya berhubungan erat dengan metode dan
cara penyampaian materi yang digunakan oleh guru. Untuk itu guru dituntut harus
mampu disamping menciptakan suasana kelas yang nyaman dan kondusif, yang
lebih penting adalah menciptakan atau menggunakan metode pembelajaran yang
menarik dan mudah untuk memahami setiap materi yang disampaikan. Salah satu

2
cara agar siswa mudah memahami materi yang disampaikan, guru harus mampu
menyampaikan materi dengan cara mengaitkan materi tersebut dengan hal-hal
yang berada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengaitkan materi dengan hal-
hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung siswa akan
mudah menghafal dan memahami karena apa yang sedang mereka pelajari
merupakan sesuatu yang tidak asing dan selalu mereka temui dalam keseharian.

1.2 Tujuan
Miniriset ini bertujuan mengkaji dan mendiskripsikan adanya peningkatan
motivasi belajar siswa SMP kelas VIII.

1.3 Manfaat
Manfaat dari miniriset ini adalah untuk dapat dijadikan sebagai acuan
dalam mendeskripsikan adnya motivasi belajar siswa SMP kelas VIII

3
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Dasar Teori Belajar


Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli mengadakan penelitian
eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli
menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai
objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang
kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka
sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat
lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:

1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

4
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

2.2 Macam-Macam Teori Belajar


Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar
seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) memaparkan tentang
teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan  dalam empat kelompok
atau aliran meliputi:
1. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik),
tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak
berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson, (1963); Hull,
(1943); dan Skinner, (1968).
a). Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bias
diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” (connectionism).
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan
yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu
kemudian secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan
situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan

5
yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan
yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike
melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan),
dan 2). Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan
dipelajari dengan sebaik-baknya.     
b). Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental
yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi
factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi
atau belum.[8]
c). Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.
Hal yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah
adanyaIncentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro)
berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas,
adalah sebagai berikut:
1. Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus
reduction.
2. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang
lebih kompleks/ sulit.

6
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
6. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi.
Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran
yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang
yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran
penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak
perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan
topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali
oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil
menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan
stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini
tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin
mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).
e). Skinner
      Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa
program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-
program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat
(reinforcement),adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk
menghindari hukuman.

7
4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5. Dalam pembelajaran digunakan shapping.

2.   Aliran Kognitif
a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif   yang
kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). 
Asimilasi, 2).Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur
kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. 
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga
manfaat;
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan
dipelajari oleh siswa.
2. Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat
ini dengan apa yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya,
teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara
mengajarkan penjumlahan.

3.  Aliran Humanistik
a).  Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang  mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1). Kognitif

8
Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu :
a. Pengetahuan (mengingat, menghafal)
b. Pemahaman(menginterprestasikan)
c. Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
d. Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh)
f. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)

2). Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
a. Peniruan (menirukan gerak).
b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak).
c. Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).
d. Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar).
e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

3).  Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan;
a. Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b. Merespons (aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
d. Pengorganisasisan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).

b). Kolb
Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar
menjadi empat tahap, yaitu;
a. Pengalaman konkret
b. Pengamatan aktif dan reflektif
c. Konseptualisasi
d. Ekperimen aktif

9
Pada tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya
mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran
tentang hakikat kejadian tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
“teori” tentang suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif),
siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.
c). Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan
siswa. Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
1). Aktivis
2). Reflector
3). Teoris, dan
4). Pragmatis[19]
d). Habermas
Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian, yaitu;
1). Belajar teknis (technical learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).

4. Aliran Sibernetik
a). Landa
Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik.
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses
berfikiralgoritmik, yaitu berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target
tertentu. Jenis kedua, adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir divergen,
menuju kebeberapa target sekaligus.

10
b). Pask dan Scott
Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan
Scott.Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan
pendekatanalgoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama
dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung
melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi
seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.

2.3 Pengertian Motivasi Belajar


Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu  movere, yang berarti
bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan
sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya,dan membantu mereka dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini  berarti bahwa konsep motivasi digunakan
untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas
perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang
sesungguhnya (Pintrich, 2003).
Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah,
dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang  memiliki motivasi adalah perilaku
yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan
belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan  kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai
(Sardiman, 2000).
Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan
bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan
siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat
mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang
memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan,
membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi
belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan

11
yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari
bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. 
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah
aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.
Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

2.4 Aspek-Aspek Motivasi Belajar


Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh
Santrock (2007), yaitu:
a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang
lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh
insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras
dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua
kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas,
dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung
informasi tentang penguasaan keahlian. 
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi
ujian karena dia senang pada mata  pelajaran yang diujikan itu. Murid
termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi
tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan
yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai  untuk kontrol,
misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi
intrinsik, yaitu:
1. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan
sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan
eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai
pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas
pembelajaran mereka.

12
2. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal
kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh
saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka
anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat
lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siwa, yaitu:
a. Harapan guru
b. Instruksi langsung
c. Umpanbalik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman
Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa
bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan
tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b. Persaingan/kompetisi
c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar
merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga
bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.
d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat
belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.
e. Memberitahukan hasil, hal  ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar
terutama kalau terjadi kemajuan.
f. Pujian, jika ada siswa yang  berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini
merupakan bentuk penguatan positif.

4. Motivasi Belajar pada Anak Berbakat


Menurut Heward (1996), karakteristik perilaku belajar dengan motivasi tinggi
yang dimiliki oleh anak berbakat, yaitu:
a. Konsisten dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya.

13
b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya
memerlukan sedikit pengarahan.
c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah
menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik,
dan lain sebagainya.

2.5 KETERAMPILAN GURU MENGAJAR


Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan
yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat
mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada motivasi
belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah (Uno, 2006). Sejalan dengan
pernyataan Uno di  atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999) menyatakan bahwa
keterampilan guru mengajar berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dengan
siswa, pengetahuan yang dimiliki serta bagaimana menginformasikan
pengetahuan tersebut  kepada siswa sehingga siswa menjadi sadar terhadap
pengetahuan tersebut. Pintrich & Schunk (2002) menambahkan bahwa guru yang
memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan praktekpraktek pengajaran
yang bervariasi dalam kelas mereka.

14
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Metode penelitian yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data dalam


penelitiannya yaitu kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan angket atau kuesioner ke siswa-siswi yang duduk di bangku SMP
kelas VIII.
Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
kuesioner atau angket langsung yang tertutup karena responden (siswa-siswi SMP
kelas VIII) hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang
dianggap benar.
Kami memilih dengan memberikan metode angket ini, sebab metode angket ini
memiliki beberapa kebaikan diantaranya:
a. Menghemat waktu
b. Menghemat biaya
c. Menghemat tenaga

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Pendekatan dengan skala Likert


Penilaian
Jumlah pilihan = 5
Jumlah pertanyaan = 44
Skoring terendah = 1 (pilihan jawaban yang salah)
Skoring tertinggi = 5 (pilihan jawaban yang benar)
Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 44 = 44
(44/220 x 100% = 20%)
Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 44 = 220
(220/220 x 100%) = 100 %

Penentuan skoring pada kriteria objektif :


Rumus umum
Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)
Range (R) = skor tertinggi - skor terendah = 100 - 20 = 80%
Kategori (K) = 3 adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif
suatu variabel
Kategori yaitu Cukup dan Kurang
Interval (I) = 80 / 3 = 26,6%
Kriteria penilian = skor tertinggi - interval = 100 – 26,6 = 73,4%, sehingga
1. Sangat semangat = jika skor 73,4 – 100 %
2. Semangat = jika skor 46,9 - 73,4 %
3. Tidak semangat = jika skor 0 – 46,8 %
Kriteria
Sangat Semangat Tidak
No Nama
Semangat (46,9 – 73,4 Semangat
(73,4 – 100 % ) %) (0 – 46,8 %)
1 Agung Pratama 
2 Ahmad Zaki 

16
Nawawi
3 Amir Hakim 
4 Ardila Fani 
5 Budi Santoso 
6 Cantika Edi Cahya 
7 Devi Silfrida 
8 Dwi Rezekika 
9 Enni Efrida 
10 Fairus Ahmad 
11 Fathin Humaira 
12 Hasan Basri 
13 Hasonangan Hrp 
14 Indah Batubara 
15 Lutfi Padli 
16 M.Dicky Wahyudi 
17 Maulana 
18 Mhd.Zikry Rizfaldi 
19 Muhammad Alfi 
20 Murny 
21 Nabila Ufara Zikri 
22 Putra Sanjaya 
23 Putriyani Siregar 
24 Rina Sintia 
25 Sofia Maimunah 
26 Syarfah Auni 
27 Syukron Habib 
28 Teguh Alfansuri 
29 Ummu Rahma 
Nadia
30 Vicka Airwana 

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh melalui angket motivasi yaitu :
 Siswa yang sangat bersemangat = 5 orang
 Siswa yang semangat = 20 orang
 Siswa yang tidak bersemangat = 5 orang
Jadi dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa lebih banyak yang
bersemangat.
5.2 Saran
Sebagai seorang calon guru sebaiknya dapat melihat siswa dimana ia
bersemangat belajara atau tidak. Disinilah peranan psikologi pendidikan bagi
seorang calon guru maupun seorang guru.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hamid Darmadi (2010) Kemampuan Dasar Mengajar; Konsep dasar dan Praktek :
Penerbit Bandung Alfabeta
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990.
R.E, Slavin,.. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon. 2000.
Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT.
Bumi Aksara. 2005.

19

Anda mungkin juga menyukai