1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi
sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Salah satu faktor dari dalam
diri yang menentukan berhasil tidaknya dalam proses belajar mengajar adalah
motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya
penggerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar,yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor
psikis yang bersifat non intelektual. Seseorang yang mempunyai intelegensi yang
cukup tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya.
Motivasi belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan, yaitu apabila dikehendaki peningkatan mutu
pendidikan maka dibutuhkan motivasi yang lebih besar dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Hal ini menempatkan motivasi belajar pada posisi yang penting di
dalam proses pembelajaran, akan tetapi realita di lapangan menunjukan bahwa
banyak siswa yang tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi pada mata
pelajaran matematika.
Kurangnya motivasi belajar siswa ini, disebabkan karena terlalu
monotonya suasana dalam pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dalam
mengikuti materi yang disampaikan oleh guru. Disamping itu juga faktor
lingkungan belajar yang kurang mendukung dalam merangsang motivasi siswa.
Jika hal ini berlangsung secara terus menerus dan tidak ada tindakan untuk
mencipkan suasana pembelajaran yang menarik dan nyaman serta membantu
mempermudah memahami bagi siswa, maka hal ini akan sangat mempengaruhi
motivasi belajar siswa, khususnya pelajaran matematika, yang selanjutnya akan
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Permasalahan di atas pada dasarnya berhubungan erat dengan metode dan
cara penyampaian materi yang digunakan oleh guru. Untuk itu guru dituntut harus
mampu disamping menciptakan suasana kelas yang nyaman dan kondusif, yang
lebih penting adalah menciptakan atau menggunakan metode pembelajaran yang
menarik dan mudah untuk memahami setiap materi yang disampaikan. Salah satu
2
cara agar siswa mudah memahami materi yang disampaikan, guru harus mampu
menyampaikan materi dengan cara mengaitkan materi tersebut dengan hal-hal
yang berada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengaitkan materi dengan hal-
hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung siswa akan
mudah menghafal dan memahami karena apa yang sedang mereka pelajari
merupakan sesuatu yang tidak asing dan selalu mereka temui dalam keseharian.
1.2 Tujuan
Miniriset ini bertujuan mengkaji dan mendiskripsikan adanya peningkatan
motivasi belajar siswa SMP kelas VIII.
1.3 Manfaat
Manfaat dari miniriset ini adalah untuk dapat dijadikan sebagai acuan
dalam mendeskripsikan adnya motivasi belajar siswa SMP kelas VIII
3
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
4
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
5
yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan
yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike
melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan),
dan 2). Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan
dipelajari dengan sebaik-baknya.
b). Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang bisa diamati(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental
yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi
factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi
atau belum.[8]
c). Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.
Hal yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah
adanyaIncentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro)
berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas,
adalah sebagai berikut:
1. Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus
reduction.
2. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang
lebih kompleks/ sulit.
6
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
6. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi.
Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran
yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang
yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peran
penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak
perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan
topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali
oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil
menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan
stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini
tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin
mempopulerkan ide tentang penguatan (reinforcement).
e). Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa
program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-
program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat
(reinforcement),adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk
menghindari hukuman.
7
4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5. Dalam pembelajaran digunakan shapping.
2. Aliran Kognitif
a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang
kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1).
Asimilasi, 2).Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur
kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa advance organizer dapat memberikan tiga
manfaat;
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan
dipelajari oleh siswa.
2. Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat
ini dengan apa yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya,
teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara
mengajarkan penjumlahan.
3. Aliran Humanistik
a). Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1). Kognitif
8
Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu :
a. Pengetahuan (mengingat, menghafal)
b. Pemahaman(menginterprestasikan)
c. Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
d. Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh)
f. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)
2). Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
a. Peniruan (menirukan gerak).
b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak).
c. Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).
d. Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar).
e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3). Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan;
a. Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b. Merespons (aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
d. Pengorganisasisan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).
b). Kolb
Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar
menjadi empat tahap, yaitu;
a. Pengalaman konkret
b. Pengamatan aktif dan reflektif
c. Konseptualisasi
d. Ekperimen aktif
9
Pada tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya
mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran
tentang hakikat kejadian tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
teori tentang suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif),
siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.
c). Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan
siswa. Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
1). Aktivis
2). Reflector
3). Teoris, dan
4). Pragmatis[19]
d). Habermas
Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian, yaitu;
1). Belajar teknis (technical learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).
4. Aliran Sibernetik
a). Landa
Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik.
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses
berfikiralgoritmik, yaitu berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target
tertentu. Jenis kedua, adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir divergen,
menuju kebeberapa target sekaligus.
10
b). Pask dan Scott
Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan
Scott.Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan
pendekatanalgoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama
dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung
melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi
seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
11
yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari
bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah
aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.
Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
12
2. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal
kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh
saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka
anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat
lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siwa, yaitu:
a. Harapan guru
b. Instruksi langsung
c. Umpanbalik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman
Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa
bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan
tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b. Persaingan/kompetisi
c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar
merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga
bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.
d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat
belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.
e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar
terutama kalau terjadi kemajuan.
f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini
merupakan bentuk penguatan positif.
13
b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya
memerlukan sedikit pengarahan.
c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah
menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik,
dan lain sebagainya.
14
BAB III
METODE PELAKSANAAN
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
Nawawi
3 Amir Hakim
4 Ardila Fani
5 Budi Santoso
6 Cantika Edi Cahya
7 Devi Silfrida
8 Dwi Rezekika
9 Enni Efrida
10 Fairus Ahmad
11 Fathin Humaira
12 Hasan Basri
13 Hasonangan Hrp
14 Indah Batubara
15 Lutfi Padli
16 M.Dicky Wahyudi
17 Maulana
18 Mhd.Zikry Rizfaldi
19 Muhammad Alfi
20 Murny
21 Nabila Ufara Zikri
22 Putra Sanjaya
23 Putriyani Siregar
24 Rina Sintia
25 Sofia Maimunah
26 Syarfah Auni
27 Syukron Habib
28 Teguh Alfansuri
29 Ummu Rahma
Nadia
30 Vicka Airwana
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh melalui angket motivasi yaitu :
Siswa yang sangat bersemangat = 5 orang
Siswa yang semangat = 20 orang
Siswa yang tidak bersemangat = 5 orang
Jadi dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa lebih banyak yang
bersemangat.
5.2 Saran
Sebagai seorang calon guru sebaiknya dapat melihat siswa dimana ia
bersemangat belajara atau tidak. Disinilah peranan psikologi pendidikan bagi
seorang calon guru maupun seorang guru.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Darmadi (2010) Kemampuan Dasar Mengajar; Konsep dasar dan Praktek :
Penerbit Bandung Alfabeta
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990.
R.E, Slavin,.. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon. 2000.
Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT.
Bumi Aksara. 2005.
19