Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME SERTA


APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Desain Pembelajaran Biologi

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Elizabeth Lolyta Huwae (1312819023)


Ilham Nurseha (1312819013)
Laras Kurnia Fajarwati (1312819014)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019

1
TUJUAN

 Memahami kembali arti teori belajar Behaviorisme dan Kognitivisme dalam


hubungannya dengan desain instruksional / desain pembelajaran Biologi.
 Mengkaji kelebihan dan kekurangan teori belajar klasik Behaviorisme dan
Kognitivisme dalam kaitan desain intsruksional / desain pembelajaran Biologi.

1
PENDAHULUAN
“Learning is an enduring change in behavior, or in the capacity to behave in a given
fashion, which results from practice or other forms of experience” (Schunk, 2012, p. 3).
Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang terjadi karena pengalaman-pengalaman
yang dialami. Seorang anak yang teriris pisau saat memotong buah, akan lebih berhati-hati
saat menggunakan pisau lagi. Itu merupakan salah satu contoh proses belajar yang sederhana.
Belajar juga merupakan proses mencapai kompetensi tertentu baik aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Menurut Oktariska., et al (2018) pembelajaran dianggap berhasil apabila
siswa mampu mengulangi apa yang telah dipelajari.
Teori belajar terus berkembang seiring banyaknya penelitian mengenai kegiatan
belajar mengajar. Meski demikian, teori-teori belajar klasik seperti teori behaviorisme dan
teori kognitivisme masih banyak dibahas, terutama dalam implementasinya pada metode atau
model pembelajar baru-baru ini. Teori behaviorisme dan kognitivisme menjadi teori dasar
berkembangnya metode dan model pembelajaran yang terus berkembang hingga kini.

TEORI BEHAVIORISME
Teori Behaviorisme diawali dari penelitian Pavlov (1849-1936) terhadap hewan.
Teori ini memandang manusia sebagai objek yang menerima stimulus dari lingkungannya
dan respons yang muncul karena stimulus tersebut dianggap sebagai hasil belajar. Parlov
(1849-1936) melakukan percobaan pada anjing dengan menggunakan lonceng, saat lonceng
dibunyikan anjing akan diberi makanan, hal tersebut dilakukan terus berulang-ulang, hingga
akhirnya lonceng dibunyikan tetapi anjing tidak diberi makanan. Respons yang terjadi pada
anjing tersebut tetap mengeluarkan liur sebagai tanda dia menantikan makanannya. Para
penganut teori behaviorisme berpegang teguh pada konsep hukuman dan hadiah, siswa yang
berhasil menerima stimulus yang diberikan akan mendapatkan hadiah dan sebaliknya.
Behaviorisme menunjukkan bagaimana mengubah perilaku seseorang tetapi
behaviorisme tidak dapat menjelaskan bagaimana perubahan konsepnya terjadi karena
behaviorisme tidak dapat mngetahui apa yang ada pada pikiran manusia.

2
TEORI KOGNITIVISME

Teori kognitivisme menyatakan bahwa belajar merupakan proses berfikir yang amat
kompleks yang mencakup ingatan, retensi, dan pengolahan informasi yang diperoleh. Teori
ini menatakan bahwa pembelajaran bukan hanya sekedar stimulus dan respons, melainkan
juga berkaitan dengan perubahan persepsi. Sehingga teori kognitivisme dianggap tidak
berfokus pada hasil belajar tetapi berfokus pada proses belajar yang dilakukan siswa, hasil
belajar tidak selalu harus tampak terlihat.

Menurut Jean Piaget (1926) dan Bruner (1960) dalam Cameron (2016) belajar
merupakan proses membangun pengetahuan yang terstruktur berdasarkan pengetahuan yang
sudah ada sesuai dengan perkembangan kogitif anak. Perkembangan kognitif menurut Piaget
dalam Zhou & Brown (2017) dibagi menjadi empat tahapan yakni periode sensori motor
(lahir – 2 tahun), Pra operasional (2-3 sampai 7-8 tahun), operasional konkret (7-8 sampai
12-14 tahun), dan operasional formal (14 sampai 18 tahun) yang masing-masing ciri khas di
setiap tahapannya.

ISU – ISU PENTING TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI


PEMBELAJARAN

Definisi pembelajaran juga terus berkembang menyesuaikan dengan temuan-temuan


permasalahan / isu yang umum didapati dari masa ke masa. Banyak para ahli teori
pembelajaran yang kemudian berusaha menyusun acuan-acuan tertentu guna
mengidentifikasi perbedaan dan tantangan dari setiap teori pembelajaran yang berkembang.
Pada tahun 1991, Dale H. Schunk dalam bukunya yang berjudul Learning Theories : An
Educational Perspective menuliskan sedikitnya 6 (enam) pertanyaan deskriptif seputar isu-
isu penting dalam teori pembelajaran yang dapat digunakan untuk membedakan teori satu
dengan teori lainnya, yaitu :

Gambar 1.1. Isu-isu penting dalam teori pembelajaran menurut Schunk (dikutip dari Schunk, 2012)

3
Bila dikatikan dengan peran praktisi / guru sebagai perancang desain instruksional
pembelajaran, Ertmer & Newbie (2013) mengembangkan 6 isu-isu di atas dengan dua isu
tambahan terkait dengan desain pembelajaran, yaitu :

 What basic assumptions / principles of this theory


are relevant to instructional design? and
 How should instruction be structured to facilitate learning?

Gambar 2.2. Dua isu hasil pengembangan 6 isu teori pembelajaran (dikutip dari Ertmer & Newbie, 2013)

Pada pembahasan selanjutnya, makalah ini akan menyajikan analisis teori belajar
behaviorisme dan kognitivisme terkait dengan isu-isu di atas yang dirangkum dalam lima
pertanyaan deskriptif berikut ini :

ANALISIS TEORI BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME

Bagaimana pembelajaran berlangsung pada teori behaviorisme dan kognitivisme ?

Pada teori behaviorisme, seseorang dikatakan belajar, jika setelah diberi stimulus
tertentu dari lingkungan, orang tersebut akan memberi respon yang sesuai[ CITATION Ert13 \l
1033 ]. Teori behaviorisme dapat digunakan untuk mentransfer pengetahuan, sikap, atau
keterampilan yang diinginkan dan sebaliknya, teori ini juga dapat digunakan untuk mencegah
siswa memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang tidak diinginkan (Zhou & Brown,
2017).

Sebagai contoh, bila guru memberikan stimulus berupa sebuah kartu bertuliskan
angka 4 + 5 = ?, maka siswa diharapkan akan memberi respon jawaban berupa angka 9.
Dalam hal ini, jika jawaban / respon belum sesuai, maka siswa tersebut dikatakan belum
berhasil dalam belajar. Teori behaviorisme akan mendorong guru untuk memberikan
pengulangan-pengulangan stimulus untuk mendapatkan respon yang sesuai hingga menjadi
sesuatu yang sifatnya otomatis dan spontan di masa yang akan datang. Penguatan (baik
positif maupun negatif) kemudian juga akan mencegah siswa menjawab jawaban selain 9.

Sama halnya pada ranah sikap dan keterampilan, saat guru menginginkan sekelompok
siswa melakukan penelitian dan menuliskannya dalam sebuah bentuk laporan yang standar,
teori behaviorisme akan mendorong guru untuk membuat sebuah stimulus yang
mengkondisikan siswa agar melakukan penelitian dan membuat laporannya sesuai dengan
ekspektasi / standar yang diharapkan. Respon / hasil akhir sekelompok siswa tersebut akan

4
bergantung pada keberhasilan guru dalam menyediakan stimulus misalnya berupa penjelasan
lisan, pemberian format / acuan / rubrik laporan, hingga pendampingan-pendampingannya
yang melibatkan proses pengulangan atau penguatan.

Pada teori kognitivisme, seseorang dikatakan belajar tidak lagi dilihat dari perubahan
perilakunya, tetapi juga dari perubahan dimensi pengetahuannya. Belajar tidak lagi dipandang
dari apa yang pembelajar lakukan, tetapi pada apa yang pembelajar tahu dan bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan tersebut (Jonassen dalam Schunk, 2012).

Meskipun demikian, teori kognitif juga masih mengakui peran kondisi lingkungan
sebagai pengaruh pada pembelajaran. Penjelasan dan demonstrasi konsep dari guru dapat
bertindak sebagai input lingkungan bagi pembelajar. Praktik keterampilan, dikombinasikan
dengan umpan balik perbaikan yang diperlukan juga dapat mendukung keberhasilan
seseorang dalam belajar. Apa yang siswa lakukan dengan informasi mengenai bagaimana
mereka hadir, berlatih, memproses, memetakan, menyimpan, dan mengambilnya adalah hal
sangat penting dalam praktik teori pembelajaran ini.

Apa peran memori dalam teori behaviorime dan kognitivisme ?

Peran memori dalam teori behaviorisme dapat dikaitkan dengan pembentukan sebuah
kebiasaan [ CITATION Ert13 \l 1033 ]. Respon terhadap sebuah stimulus disimpan dalam
memori manusia yang kemudian akan muncul saat berhadapan dengan stimulus yang identik
pada kesempatan yang berbeda. Jika respon terhadap sebuah stimulus terus menerus
dimunculkan, maka akan terbentuk sebuah kebiasaan yang kemudian menjadi tolak ukur
keberhasilan orang tersebut dalam belajar.

Pada teori kognitivisme, memori sangat berperan penting dalam penyimpanan


informasi yang rumit dan kompleks yang kemudian akan digunakan oleh pembelajar dalam
konteks yang berbeda. Guru bertanggung jawab untuk mendampingi siswa dalam memproses
informasi dengan cara tertentu. Guru perlu menggunakan berbagai metode yang mendukung
seperti analogi-analogi, advance organizers, hubungan-hubungan hirarki, atau matriks-
matriks untuk menolong pembelajar mengaitkan informasi baru dengan informasi
sebelumnya [ CITATION Ert13 \l 14345 ].

5
Apa peran motivasi dalam teori behaviorime dan kognitivisme ?

Pada teori behaviorisme, motivasi berperan penting dalam proses pengulangan dan
penguatan respon. Jika motivasi internal pembelajar tergolong tinggi dalam meresponi
stimulus, maka proses pengulangan dan penguatan respon akan dapat berlangsung dengan
baik meskipun terjadi banyak pengulangan-pengulangan yang dilakukan.

Sama halnya pada teori kognitivisme, motivasi internal pembelajar yang terkait
dengan konsep dirinya akan memengaruhi seberapa berhasil anak tersebut belajar. Jika
seorang pembelajar tidak percaya terhadap kemampuannya dalam memproses informasi,
lingkungan / stimulus sebaik apapun akan tetap sulit untuk membuat pembelajar tersebut
berhasil.

Bagaimana proses transfer terjadi pada teori behaviorisme dan kognitivisme ?


Transfer ilmu pada teori behaviorisme merupakan hasil dari generalisasi
pengetahuan yang didapat dari hasil pengetahuan sebelumnya. Sebagai contoh, siswa yang
telah belajar mengenali dan mengklasifikasikan laba-laba, menunjukkan transfer ilmu ketika
ia menggolongkan tarantula menggunakan proses yang sama. Proses mengenali dan
mengklasifikasikan laba-laba yang didapat sebelumnya dapat digeneralisasikan ke dalam
proses mengklasifikasikan tarantula sebagai dua organisme yang mirip.
Kebalikannya, teori kognitivisme menganggap bahwa transfer ilmu terjadi saat
pembelajar memahami cara menggunakan pengetahuan yang didapat sebelumnya pada
kondisi yang berbeda. Pada proses ini, memori sangat berperan penting dalam mengingat
informasi-informasi sebelumnya. Saat seorang siswa menyelesaikan konsep persilangan
dihibrid dengan menggunakan penerapan / aplikasi pengetahuan dari cara persilangan
monohibrid, maka disitulah proses transfer ilmu terjadi.

6
Bagaimana desain pembelajaran yang sesuai teori behaviorisme dan kognitivisme ?

Guru sebagai perancang desain pembelajaran yang menggunakan teori behaviorisme


bertugas untuk :

1) Menentukan daftar respon-respon yang diharapkan dari suatu stimulus


2) Mengatur stimulus-stimulus yang akan digunakan untuk memicu munculnya
respon-respon yang diinginkan
3) Memberikan pengulangan dan penguatan stimulus-stimulus

Salah satu aplikasi teori behavioristik adalah bank sampah pada smkn 6 Malang
(oktariska, 2018). Teori behavioristik dapat Menumbuhkembangkan Perilaku Peduli
Lingkungan Hidup Siswa di SMKN 6 Malang, Setiap minggunya siswa diminta untuk
mengumpulkan sampah yang kemudian hasilnya dapat ditabung untuk pembayaran sekolah.
Siswa diberikan stimulus dengan cara personil sekolah mencontohkan, memberi reward, dan
memberikan peringatan. Hasilnya pada siswa meliputi perubahan pola pikir yang lebih
mencintai lingkungan dan perubahan perilaku yaitu mengelola sampah secara bijak dengan
menabungkan sampah di bank sampah.

Sedangkan dalam kognitivisme, tugas utama seorang guru / perancang desain


pembelajaran perlu :
1) memahami bahwa setiap individu pembelajar memiliki beragam kemampuan atau
pengalaman belajar dalam meresponi setiap stimulus yang diberikan ;
2) menentukan cara yang paling efektif untuk mengatur dan menyusun informasi baru
dengan memanfaatkan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang diperoleh
sebelumnya dari para pembelajar; dan
3) membuat strategi penyampaian materi dan umpan balik yang tepat sehingga informasi
baru dapat tersampaikan sesuai dengan struktur kognitif masing-masing pembelajar
(stepich & Newby, 1988 dalam Ertmer & Newbie, 2013).

Bentuk aplikasi dari desain pembelajaran di atas sudah banyak digunakan di


Indonesia Pada sistem pembelajaran di Indonesia tingkatan satuan pendidikan dari PAUD, SD,
SMP, SMA, hingga kampus merupakan implementasi dari teori ini karena menganggap
pembelajaran dilakukan berdasarkan tingkat perkembangan kognitif siswa. Selain itu dalam

7
proses pembelajarannya metode seperti diskusi, model Problem Based Learning dan Project
Based Learning melibatkan proses berfikir yang kompleks.

KELEBIHAN / KEKURANGAN TEORI BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME

Teori behaviorisme memiliki kelebihan diantaranya sangat cocok diterapkan pada


pembelajaran praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur spontanitas, refleks, dan
kecepatan seperti mengetik, berenang, olahraga, dsb. Selain itu, teori ini juga sangat cocok
diterapkan pada anak yang masih membutuhkan dominasi orang tua, kecenderungan meniru
tingkah laku yang masihvamat tinggi, suka mengulangi, dan pembiasaan. Kelemahan dari
teori behaviorisme adalah pembelajaran menjadi berpusat pada guru, penerapan yang salah
akan menyebabkan terjadinya kejenuhan dan pembelajaran menjadi tidak menyenangkan,
siswa menjadi pasif, dan siswa melakukan pembelajaran disebabkan takut dengan hukuman
dan ingin hadiah, sehingga proses belajar akan berorientasi pada hasil bukan prosesnya.

Keberagaman cara menyelesaikan tugas pada pembelajar jika tidak dibarengi dengan
cara yang cocok dari guru dalam mendorong siswa memproses informasi menjadi salah satu
kelemahan dari teori ini. Sebagai contoh, masuk ke internet pada satu komputer mungkin
tidak sama dengan log masuk di komputer lain. Jika guru tidak mempertimbangkan
keragaman tersebut, maka tidak semua pembelajar akan dapat terakomodasi. Sedangkan
kelebihan dari teori ini adalah mengizinkan pembelajar untuk lebih terampil dalam
mengaplikasikan pengetahuan yang didapat pada beragam situasi yang berbeda.

KESIMPULAN

Belajar merupakan proses perubahan prilaku yang terjadi karena pengalaman yang
dialami. Menurut teori behaviorisme belajar merupakan proses timbal balik antara stimulus
dan respons. Teori ini menanggap siswa sebagai objek pembelajaran yang harus terus
menerus diberi stimulus hingga dia melakukan apa yang kita inginkan. Sedagkan menurut
teori kognitivisme belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan ingatan,
retensi dan pengolahan informasi yang diperoleh. Pembelajaran ini berfokus pada proses
berfikir siswa, dengan guru sebagai pendesain pembelajaran yang harus disesuaikan dengan
perkembangan kognitif siswa.

8
REFLEKSI

Menurut (Santrock, 2012) teori teori kognitif berkontribusi dalam menyajikan suatu
pandangan yang positif mengenai perkembangan dan mengedepankan usaha aktif individu
dalam menyusun pemahamannya. Kritik-kritik yang dilontarkan terhadap teori-teori kognitif
mencakup keaslian tahapan Piaget dan kurangnya perhatian terhadap variasi individu.

Dalam mengaplikasikan behavioristik tidak semua cara yang sama dapat dilakukan
untuk semua siswa karena semua siswa memiliki karakter yang berbeda. Memberikan
stimulus juga tidak dapat berlebihan karena siswa akan merasa berbeda dengan siswa yang
lain. Untuk teori kognitif akan lebih baik bagi siswa agar mencari informasi secara mandiri
agar lebih terbiasa, namun perlu juga bimbingan dari guru untuk mengarahkan siswa.

9
KOSAKATA BARU

Neobehavioristik pada hasil dari tingkah laku seorang siswa setelah melakukan proses belajar
yang tentunya melalui S-R (Stimulus dan Respon)nya siswa tersebut dalam menghasilkan
output yang diharapkan mampu mencapai perkembangan setelah melewati proses tersebut

10
DAFTAR PUSTAKA

Abramson, I. Charles. (2013). Problems of Teaching the Behaviorist Perspective in the

Cognitive Revolution. Behav. Sci. 2013, 3, 55–71; Https//

doi:10.3390/bs3010055

Cameron, S. (2016). Integration of problem-based learning into 1st year biology teaching

at Abertay University. Abertay University Press, 5 (6), 29-34.

Ertmer, P. A., & Newby, T. J. (2013). Behaviorism, Cognitivism, Constructivism:

Comparing Critical Features From an Instructional Design Perspective.

PERFORMANCE IMPROVEMENT QUARTERLY, 43-71.

Oktariska, Bariyah., Anselmus., Susilaningsih & J.E Toenlioe, (2018). Studi Kasus

Penerapan teori Belajar Behavioristik dalam Menumbuhkembangkan

Perilaku Peduli Lingkungan Hidup Siswa di SMKN 6 Malang. JKTP Volume

1, Nomor 2 2018.

Santrock, John W.(2011). Life-Span Development Thirteenth Edition. McGraw-Hill

Companies Inc.

Schunk, D. H. (2012). Learning Theories : An Educational Perspective. (P. Smith, Ed.)

Boston, MA, United States: Pearson Education, Inc.

Yilmaz, Kaya. (2011). The Cognitive Perspective on Learning: Its Theoretical Underpinnings and

Implications for Classroom Practices. The Clearing House, 84: 204–212.

https://DOI: 10.1080/00098655.2011.568989

Zhou, M., & Brown, D. 2017. Education Learning Theories. Georgia: Galileo Open

Learning Material.

11
12

Anda mungkin juga menyukai