NIM : 20700121055
“TEORI-TEORI BELAJAR”
A. Teori Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage, Gagne dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut pembelajaran
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes (Rosnawati, 2021).
Tokoh-Tokoh Teori Behavioristik
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike. Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, penasaran atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera atau suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik Ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan akibat adanya
ransangan (Halamury, 2019).
Setelah peserta didik berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan
tepat dan cepat, maka pada diri peserta didik ini akan muncul rasa kepuasan
tersendiri sebagai akibat dari suksesnya ia dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru (Hidayah, 2020).
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Tokoh Pavlov terkenal dengan teori belajarnya yang klasik. Dapat
dikatakan bahwa pelopor teori conditioning adalah Ivan Petrovich Pavlov,
seorang ahli psikologi refleksologi dari Rusia. Ia melakukan percobaan-
percobaan dengan anjing (Hidayah, 2020).
Contoh dari teori pavlov adalah misal untuk membuat siswa mengerjakan
soal Pekerjaan Rumah (PR) dengan baik maka kita juga perlu melakukan
kebiasaan terhadap para peserta didik seperti memeriksanya,
menjelaskannya, atau dapat memberikan penilaian terhadap hasil
pekerjaannya. Karena dengan pembiasaan tersebut dapat membuat para
siswa menjadi semangat berlatih mengerjakan soal (Wiji Suwarno, 2006:64)
3. Burhus Frederic Skinner (1904-1990)
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sederhana, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan salin berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan
(Halamury, 2019).
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran ataupun penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Istilah ganjaran
perlu diganti dengan penguatan. Karena ganjaran merupakan respon yang
sifatnya menggembirakan. Sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang
mengakibatkan meningkatnya suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-
hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Penguatan tidak selalu berupa hal
yang selalu menggembirakan, tetapi dapat terjadi sebaliknya (Sri Hastuti
Noer, 2017:7)
4. Edwin Ray Guthrie (1886-1959)
Menurut Guthrie hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkindiberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Ia percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang (Halamury, 2019).
5. John Watson (1878-1958)
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur (Halamury, 2019).
6. Clark L. Hull (1884-1952)
Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reducation) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan)
dalam belajar pun hamper selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam
(Halamury, 2019).
7. Albert Bandura (1925)
Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya disebut teori
belajar sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil
interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, kognitif dan lingkungan.
Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Inti utama dalam teori ini adalah dalam belajar tidak hanya ada
reinforcement dan punishment saja, namun menyangkut perasaan dan
pikiran. Teori belajar sosial menyatakan tentang pentingnya manusia dalam
proses belajar, yang disebutnya dengan sebutan proses kognitif.
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru hal-hal
yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru (Sri Hastuti Noer, 2017:12).
Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme
a. Stimulus dan Respon
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru krpada siswa misalnya alat
peraga, gambar atau cara tertentu dalam rangka membantu belajarnya.
Sedangkan respon adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah
diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan
diukur.
b. Reinforcement (penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut
penguatan (reinforcement). Sedangkan konsekuensi yang tidak
menyenangkan akan memperlemah perilaku tersebut dengan hukuman
(punishment).
1) Penguatan Positif dan negative
2) Penguatan primer dan sekunder
3) Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)
4) Pembentukan perilaku (shapping)
5) Kepunahan (extinction)
Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan
a. Model belajar sangat cocok untuk pemerolehan praktik dan pembiasaan
yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan computer, berenang,
olahraga, dan sebagainya.
b. Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2. Kelemahan
a. Pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati
dan diukur. Sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan
kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
b. Penerapan metode ini yang salah akan mengakibatkan terjadinya
proses pembelajaran tidak menyenangkan bagi peserta didik yaitu,
guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu
arah guru melatih dan menentukan apa yang harus dilakukan oleh
murid. Murid dipandang pasif.
c. Murid hanya mendengarkan dengan penjelasan dari guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang
efektif.
B. Teori Kognitivisme
Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang
baru dengan pengetahuan yang telah ada (Rosnawati, S. P. 2021). Teori ini lebih
mengutamakan proses belajar daripada hasil belajarnya.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang
individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan
(Margaret Bell, 1991).
Tokoh-Tokoh Teori Kognitivisme
1. Jean Piaget (1975)
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan
yaitu, asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbang). Proses
asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke
struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Misalnya bagi seseorang yang sudah mengetahui prinsip-prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka
proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada
dibenak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah
yang disebut asimilasi. Jika seseorang diberi sebuah soal perkalian, maka
situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian
(aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar seseorang tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam
dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut
equelibrasi proses penyeimbangan antara “dunia luar” dan “dunia dalam”
tanpa proses ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat
dan berjalan tak teratur (disorganized).
2. Ausubel (1968)
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
“pengaturan kemajuan (belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan
dengan baik dan tepat pada siswa (Degeng I Nyoman Sudana, 1989).
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang
mewadahi (mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada
siswa.
Ausubel percaya bahwa advance organizers dapat memberikan tiga
macam manfaat, yaitu dapat menyediakan suatu kerangka konseptual
untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa, dapat berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari
siswa “saat ini” denga napa yang “akan” dipelajari siswa, dan mampu
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Jadi guru harus memiliki pengetahuan yang sangat baik terhadap isi
mata pelajaran. Karena dengan begitu seseorang guru akan mampu
menemukan informasi, yang menurut ausubel “sangat abstrak, umum dan
inklusif”, yang mewadahi apa yang akan diajarkan selain itu logika berfikir
guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berfikir yang
baik, guru akan kesulitan memilih-milih materi pelajaran,
merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta
mengurutkan materi demi materi kedalam struktur urutan yang logis dan
mudah dipahami.
3. Bruner (1960)
Menurut Bruner proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatid
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
aliran (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-
contoh yang menggambarkan (mewakili) antara yang menjadi sumbernya.
Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya, siswa
pertama-tama tidak menghapal definisi kata kejujuran tetapi mempelajari
contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa
dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Menurut pendapat Brunner (1964) bahwa teori belajar bersifat
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya,
teori belajar memprediksikan beberapa usia maksimum seorang anak
untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan
bagaimana cara-cara mengajarakan penjumlahan.
Prinsip-Prinsip Teori Kognitivisme
1. Proses belajar lebih penting daripada hasil
2. Persepsi dan pemahaman dalam mencapai tujuan belajar
menunjukkan tingkah laku seorang individu
3. Materi belajar dipisahkan dalam komponen kecil, lalu dipelajari
secara terpisah
4. Keaktifan peserta didik saat pembelajaran merupakan suatu
keharusan.
5. Pada kegiatan belajar, dibutuhkan proses berpikir yang kompleks
Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitif
1. Kelebihan
a. Pembelajaran berdasarkan kemampuan struktur kognitif peserta
didik sehingga kemampuan peserta didik tidak terlalu dipaksakan.
Hal demikian sebagai wujud penghargaan bahwa masing-masing
peserta didik memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga
pendekatan dalam belajarnya pun harus berbeda-beda.
b. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center) yang
mengakibatkan dinamisasi kelas yang tinggi, sehingga tidak
menimbulkan pelajaran yang membosankan.
2. Kelemahan
a. Bentuk pendisiplinan yang tidak diambil dari proses stimulus-
respons berakibat pada melemahnya disiplin peserta didik.
b. Strategi pembelajaran yang aktif yang dilakukan oleh guru yang
tidak mengenal manajemen kelas baik akan menimbulkan waktu
yang sia-sia dalam proses pembelajaran dikelas.
C. Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata (Rosnawati, S. P. 2021).
Belajar menurut pandangan konstruktivisme merupakan hasil konstruksi
kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberikan penekanan
bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (Suparno, 1997:18).
Dengan teori kontruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih
paham dan mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep yang telah mereka pelajari. Jadi teori kontruktivisme adalah proses
mengkontruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai
hasil interaksi antar siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun
realitas sosial.
Pendekatan Konstruktivisme adalah satu inovasi pengajaran dan
pembelajaran dalam pendidikan (Khadijah, 2011). Pendekatan Konstruktivisme
menerangkan bagaimana murid menyesuaikan semua maklumat baru yang
diperolehi dengan pengalaman sedia ada mereka untuk membentuk
pengetahuan baharu dan disusun dalam minda. Dalam Konstruktivisme, guru
bertindak sebagai fasilitator di mana individu murid yang berfikir akan berusaha
untuk membina pengetahuan tanpa menerimanya secara pasif. Murid-murid juga
menyelesaikan sesuatu tugasan dengan usahanya sendiri serta melalui hubungan
sosial bersama rakan dan gurunya (Amran, 2021).
Tokoh-Tokoh Konstruktivisme
Dr. Pupu Saeful Rahmat, M. P. (2018). Psikologi Pendidikan . Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara.
Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori Behaviorisme. Makasar:
Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.
Susanti, L. (2015). Pemberian Motivasi Belajar Kepada Peserta Didik Sebagai Bentuk
Aplikasi Dari Teori-Teori Belajar. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 10(2).
Hatip, A., & Setiawan, W. (2021). Teori kognitif bruner dalam pembelajaran
matematika. PHI: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 87-97.