Anda di halaman 1dari 18

PENGUKURAN DAN UJI PSIKOLOGIS

(MAKALAH PSIKOLOGI)

Disusun oleh :

ZAQIA KHOIRUNNISA (1814401122)

TRIYANA APRIYANTI (1814401133)

WIDDATUL MILATI (1814401140)

TINGKAT 1 REGULER 3

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dari mata kuliah Psikologi Keperawatan ini
dengan judul “Pengukuran dan Uji Psikologis”.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa
khususnya penulis.

Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis
menyadari bahwa memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai manusia biasa. Oleh karena itu,
jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan maupun dari isi
makalah, maka penulis memohon maaf dan kritik serta saran dari Dosen pengajar bahkan semua
pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga
dalam pengetahuan kita bersama. Harapan ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Terimakasih.

Bandar Lampung, 4 Februari 2019

Kelompok 12
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….... 1

C. Tujuan………………………………………………………………………….. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian pengukuran dan penilaian…………………………………………. 3

B. Perkembangan pengukuran……………………………………………………. 6

C. Tujuan pengukuran…………………………………………………………….. 9

D. Syarat-syarat pengukuran……………………………………………………… 10

E. Wilayah pengukuran…………………………………………………………… 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….. 14

B. Saran…………………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 15
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengukuran adalah suatu alat untuk mencapai tujuan didalam pengetahuan
tersebut sehingga memungkinkan di penuhinya kebutuhan dari penilaian bidang
tertentu. Uji psikologi diartikan suatu cara untuk mengetahui seseorang, misalnya
watak dan kemampuan seseorang.
Salah satu masalah yang mendorong kebutuhan akan penggunaan tes
psikologi adalah unyuk membedakan antara manusia normal dan manusia
abnormal. Untuk menghindari penyalahgunaan uji psikologis, ada beberapa kode
etik yang perlu diperhatikan.
Sebuah tes psikologis adalah alat yang dirancang untuk mengukur teramati
konstruksi juga dikenal sebagai variabel laten. Sebuah tes psikologi berguna harus
baik berlaku (misalnya ada bukti untuk mendukung interpretasi tertentu dari hasil
tes) dan handal (yaitu internal konsisten atau memberikan hasil yang konsisten
dari waktu ke waktu, melintasi penilai, dan lain-lain).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran dan penilaian?
2. Bagaimana perkembangan pengukuran?
3. Jelaskan tujuan pengukuran.
4. Jelaskan syarat-syarat pengukuran.
5. Jelaskan wilayah pengukuran.

C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian pengukuran dan
penilaian
2. Mahasiswa mampu memahami tentang perkembangan pengukuran.
3. Mahasiswa mampu memahami tentang tujuan pengukuran.
4. Mahasiswa mampu memahami tentang syarat-syarat pengukuran.
5. Mahasiswa mampu memahami tentang wilayah pengukuran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengukuran dan Penilaian


Menurut Purwanto H (1998), pengukuran bisa disebut juga tes atau
evaluasi yang menunjukkan satu nama atau satu makna, hanya bila
disambungkan dengan permasalahan yang sesungguhnya akan berbeda arti.
Proses pengukuran berkenaan dengan mengonstruksikan,
mengadministrasikan, dan menyekorkan tes. Perbedaan pengukuran dan
penilaian adalah kegiatan yang dilakukan terhadap kemampuan dan kemajuan
belajar, sedangkan penilaian adalah aktivitas yang dilakukan terhadap tingkah
laku yang bersifat kualitatif. Pengukuran berlaku untuk tes hasil belajar dan
sampai batas-batas tertentu juga untuk tes bakat. Untuk tes-tes sikap dan
kepribadian dipergunakan istilah penilaian. Tes psikologis adalah bidang yang
ditandai dengan penggunaan contoh perilaku dalam rangka untuk menilai
psikologis membangun, seperti fungsi kognitif dan emosional, tentang
individu tertentu.
Dengan demikian, pengukuran psikologi merupakan pengukuran dengan
obyek psikologis tertentu. Objek pengukuran psikologi disebut sebagai
psychological attributes atau psychological traits, yaitu ciri yang mewarnai
atau melandasi perilaku. Perilaku sendiri merupakan ungkapan atau ekspresi
dari ciri tersebut, yang dapat diobservasi. Namun tidak semua hal yang
psikologis dapat diobservasi. Oleh karena itu, dibutuhkan indikator-indikator
yang memberikan tanda tentang derajat perilaku yang diukur.
Agar indikator-indikator tersebut dapat didefinisikan dengan lebih tepat,
dibutuhkan psychological attributes/traits yang disebut konstruk (construct)
dikenal sebagai variabel laten. Sebuah tes psikologi harus berguna dan berlaku
baik (misalnya, ada bukti untuk mendukung interpretasi tertentu dari hasil tes)
serta handal (yaitu, internal konsisten atau memberikan hasil yang konsisten
dari waktu ke waktu, melintasi penilai, dan sebagainya). Tes adalah kegiatan
mengamati atau mengumpulkan sampel tingkah laku yang dimiliki individu
secara sistematis dan terstandar.
Konstruk adalah konsep hipotesis yang digunakan oleh para ahli yang
berusaha membangun teori untuk menjelaskan tingkah laku. Indikator dari
suatu konstruk psikologis diperoleh melalui berbagai sumber seperti hasil-
hasil penelitian, teori, observasi, wawancara, serta elisitasi (terutama untuk
konstruk sikap), dan kemudian dinyatakan dalam definisi operasional.
Alat pengukur merupakan alat bantu dalam tujuan keseluruhan
penyelidikan psikologis dan tidak boleh diabaikan. Pengukuran berlaku untuk
tes hasil belajar dan sampai batasbatas tertentu juga dapat digunakan untuk tes
bakat. Untuk tes sikap dan kepribadian digunakan istilah penilaian. Setiap
penilaian pada hakekatnya dicakup oleh proses belajar seseorang individu
yang menyangkut seluruh kepribadian, meliputi, pengalaman, sikap, minat,
kematangan dan pertumbuhan, serta kemampuannya.
Jadi, penilaian itu menyangkut seluruh kondisi kehidupan psikis maupun
fisik di dalam situasi dan waktu tertentu (disebut sampel tingkah laku).
Artinya, pada saat tes berlangsung, diharapkan data yang diperoleh
merupakan representasi dari tingkah laku yang diukur secara keseluruhan.
Konsekuensi dari pemahaman ini antara lain:
1. terkadang hasil tes tidak menggambarkan kondisi pisikologis individu
(yang diukur) yang sebenarnya;
2. hasil tes sangat dipengaruhi oleh faktor situasional seperti kecemasan
akan suasana tes itu sendiri, kesehatan, atau keberadaan lingkungan
fisik, misalnya, ramai, panas, dan sebagainya;
3. hasil tes yang diambil pada suatu saat, belum tentu akan sama jika tes
dilakukan lagi pada beberapa waktu kemudian (walaupun ini
merupakan isu reliabililtas);
4. hasil tes belum tentu menggambarkan kondisi psikologis individu
dalam segala konteks.
Untuk meminimalisasikan permasalahan di atas diperlukan ahli
psikologi (psikolog) yang terampil dan berpengalaman.
Tes psikologi dikenal dengan nama psikotes, yang bertujuan untuk
mengenali diri lebih obyektif, menerima keadaan diri secara obyektif, mampu
mengemukakan berbagai aspek di dalam dirinya dan mampu mengelola informasi
sebagai dasar pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Tes psikologi
menurut Purwanto, H (1998) terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. optimal performance test, melihat kemampuan optimal individu.


2. typical performance test, memuat perasaan, sikap, minat, atau reaksi-
reaksi situasional individu. Tes ini sering disebut sebagai inventory
test.
Beberapa jenis tes psikologi yang biasa digunakan di kalangan praktisi
adalah sebagai berikut:
A. Tes intelegensi adalah tes untuk mengukur kecakapan umum. Tes
intelegensi mengandung tiga aspek kemampuan, yaitu, kemampuan
untuk memusatkan kepada suatu masalah yang harus dipecahkan,
kemampuan melakukan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya,
dan kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah
maupun terhadap dirinya sendiri. Ada beberapa model seperti Binnet
Test, Spearman Test, dan Thurstone Test. Tes-tes ini digunakan untuk
mendeteksi beberapa ukuran intelegensi dengan IQ
B. Tes kepribadian, dilakukan untuk mengetahui keadaan jasmani,
temperamen, sistem nilai, dan sebagainya. Aspek-aspek yang diukur di
antaranya: pengendalian diri, kepercayaan diri, hubungan
interpersonal, komitmen, optimisme, kemandirian, motivasi
berprestasi, daya tahan terhadap stres, penyesuaian diri, dan
sebagainya.
C. Tes bakat, hasilnya untuk memprediksi penampilan. Aspek-aspek yang
diukur di antaranya: kemampuan berpikir, bekerja dengan angka,
penalaran, visualisasi, kemampuan bahasa, penalaran di bidang
mekanik, dan kecepatan respon.
D. Tes minat, biasanya dilakukan untuk memperkirakan minat individu
dalam berbagai bidang pekerjaaan, antara lain: outdoor, mekanik,
komputasi, keilmiahan, persuasi, artistik, kesastraan, musik, medis,
dan pelayanan sosial.

B. Perkembangan Pengukuran

Banyak karya teoritis dan diterapkan pada awal psikometri dilakukan


dalam upaya untuk mengukur kecerdasan. Francis Galton, sering disebut
sebagai "bapak psychometrics", dirancang dan termasuk tes mental antara
tindakan antropometrinya. Namun, asal psychometrics juga memiliki koneksi
ke bidang terkait psychophysics. Dua pionir lainnya psychometrics diperoleh
doktor di Leipzig Psychophysics Laboratorium bawah Wilhelm Wundt: James
McKeen Cattell pada tahun 1886 dan Charles Spearman pada tahun 1906.
Psikometrian LL Thurstone, pendiri dan presiden pertama Psikometri pada
tahun 1936, mengembangkan dan menerapkan pendekatan teoritis untuk
pengukuran disebut sebagai hukum penilaian perbandingan, sebuah
pendekatan yang memiliki hubungan dekat dengan teori psikofisik dari Ernst
Heinrich Weber dan Gustav Fechner. Selain itu, Spearman dan Thurstone
keduanya membuat kontribusi penting kepada teori dan penerapan analisis
faktor, metode statistik dikembangkan dan digunakan secara luas di
psikometri.

Baru-baru ini, teori psikometri telah diterapkan dalam pengukuran


kepribadian, sikap, dan keyakinan, dan prestasi akademik. Pengukuran
fenomena ini tidak teramati sulit, dan banyak penelitian dan ilmu pengetahuan
akumulasi dalam disiplin ini telah dikembangkan dalam upaya untuk benar
mendefinisikan dan mengukur fenomena tersebut. Kritik, termasuk praktisi
dalam ilmu fisika dan aktivis sosial, berpendapat bahwa definisi tersebut dan
kuantifikasi adalah mustahil sulit, dan bahwa pengukuran tersebut seringkali
disalahgunakan, seperti dengan tes kepribadian psikometri yang digunakan
dalam prosedur kerja:
Pada awalnya, pengukuran psikologi umumnya di pengaruhi oleh ilmu
fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pengukuran
dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam psikologi. Karya-karya
tokoh dalam bidang psikofisika umumnya mencari hukum-hukum umum
(generalisasi). Baru kemudian, terutama karena pengaruh Galton, gerakan
testing yang mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang.

A. Kontribusi Psikofisika

Psikofisika dianggap suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan


kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadian-kejadian psikologis.
Dalam arti luas yang dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respon.
Seperti telah disebutkan di atas upaya mereka adalah untuk menemukan
hokum-hukum umum, seperti misalnya hokum Weber dan Fechner tentang
nisbah pertambahan perangsang menimbulkan pertambahan respon (sensasi).

Dalam psikofisika modern, kontribusi Thurstone mengenai low of


comparative judgment merupakan model yang sangat berharga bagi
pengembangan skala-sakala psikologi yang lebih kemudian. Aplikasinya
langsung adalah penerapan metode perbandingan-pasangan (paired-
comparison)

B. Kontribusi Francis Galton

Sir Francis Galton adalah seorang ahli biologi yang berminat pada factor
hereditas manusia. Dia meneliti dan ingin mengetahui secara luas kesamaan
orang-orang dalam satu keluarga, dan perbedaan orang-orang yang tidak satu
keluarga. Untuk itu, dia mendirikan laboratorium antropometri guna
melakukan pengukuran cirri-ciri fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran,
ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaki dan lain-lain fungsi
sensorimotor yang sederhana, serta fungsi kinestetik. Galton yakin bahwa
ketajaman sensoris bersangkutan dengan kemampuan intelektual orang.
Galton juga merintis penerapan metode rating dan kuesioner. Kontribusi
Galton yang lain adalah upayanya mengembangkan metode-metode statistic
guna menganalisis data mengenai perbedaan-perbedaan individual. Upaya ini
dilanjutkan oleh murid-muridnya di antara mereka itu kemudian menjadi
sangat terkenal adalah Karl Pearson.

C. Awal Gerakan Testing Psikologi

Orang yang dianggap mempunyai kontribusi pening dalam gerakan testing


psikologi adalah seorang ahli psikologi Amerika, James McKeen Cattell.
Disertasinya du Universitas Leipzig mengenai perbedaan individual dalam
waktu reaksi. Dia sempat kontak dengan Galton sehingga minatnya terhadap
perbedaan individual semakin kuat. Dia sependapat dengan Galton bahwa
ukuran fungsi intelektual dapat dicapai melalui tes diskriminasi sensoris dan
waktu reaksi.

Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX cenderung meliputi
fungsi yang lebih kompleks. Salah satu contohnya adalah tes Kraepelin. Tes
Kraepelin berupa penggunaan operasi-operasi arithmatik yang sederhana
dirancang untuk mengukur pengaruh latihan, ingatan dan kerentanan terhadap
kelelahan dan distraksi. Awalnya tes ini dirancang untuk mengukur
karakteristik pasien-pasien psikiatris. Oehr, mahasiswa kraepelin, menyusun
tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi motorik guna meneliti interrelasi
fungsi-fungsi psikologis. Ebbinghaus mengembangkan tes komputasi
aritmatik, luas ingatan, dan pelengkapan kalimat.

Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitan ilmiah


mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan
terpercaya. Pada pendekatan penelitian kuantitatif, hasil penelitian hanya akan
dapat diinterpretasikan dengan tepat bila kesimpulannya didasarkan pada data
yang diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang selain tinggi validitas dan
reliabilitasnya juga objektif.
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai proses kuantifikasi suatu atribut.
Pengukuran yang diharapkan akan menghasilkan data yang valid harus
dilakukan secara sistematik. Berbagai alat ukur telah berhasil diciptakan untuk
melakukan pengukuran atribut dalam bidang fisik seperti berat badan,
kecepatan kendaraan, luas bidang datar, dll. Dalam segi validitasnya hampir
semua dapat diterima secara universal. Kuantifikasi berat badan dengan
mudah dilakukan dengan bantuan alat timbangan dan kuantifikasi kecepatan
kendaraan dilakukan dengan bantuan speedometer sehinga angka berat badan
65 kg atau laju kendaraan 110 km/jam memberikan gambaran yang mudah
dimengerti oleh semua orang.

Pada sisi lain, pengukuran di bidang non-fisik masih berada dalam taraf
perkembangan yang tidak mendekati kesempurnaan. Beberapa tes dan skala
psikologi yang standar (standard measures) dan ang telah terstandarkan
(standardized measures) kualitasnya belum dikatakan optimal. Di sisi lain
kemajuan teori pengukuran telah membuka peluang untuk meningkatkan
penggapaian keberhasilan yang optimal dalam penyusunan dan
pengembangan alat ukur psikologi yang lebih berkualitas.

C. Tujuan Pengukuran
Tujuan penggunaan tes psikologis
Tujuan penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas tujuan riset dan
diagnosis psikologis
 Tes dengan tujuan riset
Tujuan untuk keperluan ini bermacam-macam pula misalnya riset
untuk penyusunan tes,riset untuk mengetahui sifat-sifat psikologis
tertentu pada sekelompok individu,riset untuk pemecahan masalah
social tertentu dan sebagainya.
 Tes dengan tujuan diagnosis psikologis
Sebagian besar dari tujuan tes adalah untuk membuat diagnosis
psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan maksud-maksud
tertentu pula antara lain:
1. Diagnosis untuk seleksi.
2. Diagnosis untuk keperluan pemilihan jabatan dan pendidikan.
3. Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan konseling.
4. Diagnosis untuk keperluan terapi.

D. Syarat-syarat Pengukuran
Tes sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat berfungsi secara
baik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu
adalah sebagai berikut:
1. Valid
Valid berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid,apabila tes
tersebut benar-benar dapt mengukur atau member gambaran tentang
apa yang diukur. Misalnya jika tes itu tes intelegensi individu dan
bukan memberikan keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai
mata pelajaran di sekolah
2. Reliabel
Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan dapat
dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap
tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes
lebih dari satu kali. Karena itu di dalam reabilitas menyangkut
persoalan stabilitas dari hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada 3
hal yang turut berpengaruh terhadap stabilitas hasil sesuatu tes
yaitu:alat pengukur itu sendiri,testi dan tester.
3. Distandardisasikan
Standarisasi suatu tes bertujuan supaya setiap testi mendapat perlakuan
yang benar-benar sama,sehingga dengan demikian suatu testi yang
dites mendapat perlakuan yang sama. Mengapa demikian,karena skor
yang dicapai hanya mempunyai arti apabila dibandingkan satu sama
lain. Ada 4 hal yang perlu distandarisasikan yaitu materi
tes,penyelenggaran tes,scoring tes dan interpretasi hasil testing.

4. Objektif
Suatu tes dikatakan objektif apabila pendapat tau pertimbangan tester
tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing.
5. Diksriminatif
Suatu tes dikatakan diskriminatif bila mampu menunjukkan
perbedaan-perbedaan yang kecil darisifat-sifat atau factor-faktor
tertentu dari individu individu yang berbeda-beda.
6. Komprehensif
Tes komprehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus menyelidiki
banyak hal misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam
bahan ujian tertentu,maka tes yang cukup komprehensif akan mampu
mengungkapkan pengetahuan testi mengenai hal yang dipelajari,juga
hal yang mencegah dorongan berspekulasi.
7. Mudah digunakan
Dalam hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus mudah
menggunakannya,sebab walaupun semua syarat yang telah disebutkan
diatas terpenuhi oleh suatu tes akan tetapi tes tersebut suka
menggunakannya maka tes itu tetap mempunyai kelemahan ,sebab tes
itu adalah suatu alat yang nilainya sangat tergantung pada
kegunaaanya.

E. Wilayah Pengukuran
Wilayah pengukuran psikologis, digolong-golongkan menurut cara tertentu.
Terdapat penggolongan berbagai atribut psikologis menjadi empat kelompok,
yaitu :
(1) kepribadian,
(2) intelegensi,
(3) hasil belajar, dan
(4) hasil belajar.

Dan berdasarkan penggolongan tersebut maka tes psikologi digolongkan


menjadi empat, yaitu :
(1) tes kepribadian,
(2) tes intelegensi,
(3) tes potensi intelektual, dan
(4) tes hasil belajar.
Terdapat beberapa kontribusi yang mempengaruhi dalam perkembangan
upaya pengukuran psikologis,
• Pertama, kontribusi psikofisika yang dianggap suatu ilmu pengetahuan
yang mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan
kejadian-kejadian psikologis.
• Kedua, kontribusi francis galton yang merintis penerapan metode “rating”
dan kuesioner.
• Ketiga, kontribusi lainnya yaitu upaya mengembangkan metode statistik
guna menganalisis data mengenai perbedaan individual. awal gerakan
testing psikologis yang memiliki kontribusi penting adalah seorang ahli
psikologis amerika, yaitu James McKeen Cattelyang memperkenalkan
istilah “mental test” yang selanjutnya banyak digunakan dan menjadi
populer.
• Keempat, binet dan tes intelegensi memiliki kontribusi menghasilkan
skala yang terkenal dengan nama skala 1905.
• Kelima, Testing kelompok dikembangkan karena kebutuhan yang
mendesak. Tes yang dikembangkan oleh ahli psikologi dalam militer itu
kemudian terkenal dengan nama Army Alpha dan Army Beta.
• Keenam, pengukuran potensi intelektual yang dirancang untuk mencakup
fungsi intelektual yang luas ragamnya guna mengistemasikan taraf
intelektual umum individu, namun seraya nyata bahwa liputan tes
intelegensi itu sangat tebatas.
• Ketujuh, tes hasil belajar, yang dikembangkan para ahli psikologi dengan
mengembangkan tes intelegensi dan tes potensi intelektual khusus.
• Kedelapan, tes projektif dikembangkan oleh kelompok psikiater dan
psikolog untuk mengungkapkan isi batin yang tidak disadari.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengukuran psikologi adalah pengukuran aspek-aspek tingkah laku yang nampak,
yang dianggap mencerminkan prestasi, bakat, sikap dan aspek-aspek kepribadian yang
lain.
Dalam prakteknya, pengukuran psikologi pada umumnya banyak menggunakan
tes sebagai alatnya. Istilah test psikologis merupakan suatu alat untuk menyelidiki reaksi
atau disposisi seseorang atas dasar tingkah lakunya.
Dengan demikian pengertian pengukuran psikologi dan tes psikologi pada
dasarnya sama. Perbedaannya terletak pada proses dan alatnya yang digunakan sebagai
dasar penggunaan istilah dalam praktek.

B. Saran
Semua orang perlu menyadari dan memahami bahwa suatu pengujian tidak
pernah menunjukkan tujuan akhir dari suatu penyelidikan. Pengujian adalah suatu
penilaian manusia, hasil pemikiran manusia setelah daya upaya keras dan bukan sesuatu
yang bersifat mutlak dan fisik belaka.
Kontrol terhadap tes-tes psikologi perlu untuk menghindari makin dikenalnya isi
tes tersebut untuk sembarang orang, dan untuk diyakini bahwa tes tersebut dilakukan oleh
seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Dudi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Psikologi. Jakarta Selatan. Pusdik
Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

https://dokumen.tips/documents/perkembangan-sejarah-pengukuran-psikologi.html

https://bukunnq.wordpress.com/tes-psikologi/

https://fakhrahfany.wordpress.com/2012/05/16/pengukuran-dalam-psikologi/

Anda mungkin juga menyukai