Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP DASAR DAN KARAKTERISTIK SKALA PSIKOLOGIS

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Konstruksi dan Pengukuran BK

Disusun Oleh :

Kelompok 1
Alysa Zahra 202001500141
M.Jamil ziddan 202001500143
Refina 202001500157
Seno dwi handoko 202001500179
Andini mega pratiwi 202001500200

Dosen Pengampu :
Yuda Syahputra, M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah

Konstruksi dan Pengukuran BK tepat pada waktunya.

Tugas Makalah Kesehatan Mental berjudul “Konsep dasar dan Karakteristik Skala

Psikologis” ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Konstruksi dan

Pengukuran BK di semester V. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas Yuda Syahputra, M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Konstruksi dan Pengukuran

BK. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep dasar

dan Karakteristik Skala Psikologis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah

ini.

Depok, 19 September 2022


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 4
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................... 4
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
1.4 Rumusan Masalah ................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 5
2.1 Perumusan atribut sebagai konsep .......................................... 5
2.2 Dimensi keprilakuan ............................................................... 7
2.3 Indikator keprilakuan .............................................................. 8
2.4 Penyusunan Blue Print Instrumen ........................................... 9

BAB III PENUTUP .................................................................................... 13


3.1 Kesimpulan.............................................................................. 13
3.2 Saran ...................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang :


Tes psikologi merupakan suatu alat ukur yang dapat mengidentifikasi kecerdasan,
kepribadian, minat dan bakat seseorang dalam bidang tertentu titik dengan menekankan
syarat kualitas utama bahwa tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang objektif
dan standar terhadap sampel perilaku, untuk membuat alat ukur tersebut haruslah
mengetahui tujuan dan kawasan ukur terlebih dahulu kemudian menguraikan komponen isi
dan memberi batasan perilaku dan kompetensinya setelah itu membuat tabel blueprint dan
membuat soal atau item titik setelah semua itu selesai maka alat ukur siap untuk diuji
cobakan kepada responden.

1.2. Tujuan Penelitian :


1. Mahasiswa diharapkan mampu bisa memahami makna dari konsep dasar dan
karakteristik skala psikologis
2. Mahasiswa dapat mengimplementasikan konsep dasar dan karakteristik skala
psikologis
3. Untuk membuat suatu alat ukur yang valid dan reliabel

1.3. Manfaat Penelitian :


1. Mahasiswa mendapat informasi mengenai teoriteori dalam merancang suatu alat
ukur psikologi dan mampu mandiri mengaplikasikannya.

1.4. Rumusan Masalah :


1. Bagaimana perumusan atribut sebagai konsep dalam skala psikologis?
2. Bagaimana mekanisme penyusunan blue print instrumen?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perumusan atribut sebagai konsep


Pengukuran adalah proses kuantifikasi atribut. Pengukuran harus dijalankan
untuk memberikan data yang valid sistematis. Berbagai alat ukur diciptakan untuk
melakukan pengukuran atribut dalam bidang fisik seperti berat badan, kerataan,
efektivitas kecepatan kendaraan, suhu, dll. Semua diterima secara umum mengukur
berat badan dengan mudah dijalankan dengan menggunakan kuantifikasi berat dan
kecepatan karena kendaraan dilakukan dengan bantuan speedometer, beratnya pada
kecepatan kendaraan 45kg atau 60km/jam.
Hampir semua orang mengerti Validitas, Reliabilitas dan Objektivitas. Hasil
Pengukuran di bidang fisik tidak lagi mengkhawatirkan orang banyak. Di sisi lain,
pengukuran dalam domain non-fisik (terutama bidang psikologi) masih dalam masa
pertumbuhan dan mungkin belum kesempurnaan tidak pernah tercapai. Beberapa tes
dan timbangan psikologi standar (ukuran standar) dan terstandarkan (ukuran
terstandar) kualitasnya kurang optimal. Kemajuan pesat di bidang teori Psikometri
sebenarnya mengungkapkan kelemahan dalam banyak tes dapat menggunakannya
untuk waktu yang lama. Untungnya, kemajuan teoretis Pengukuran juga dapat
meningkatkan upaya agar Berhasil menciptakan dan mengembangkan alat ukur
psikologi yang lebih berkualitas.
Adanya / seringnya variabel psikologis yang nama atau identifikasinya sama
namun batasan konsepsionalnya berbeda. Sebagai konsekwensinya setiap definisi atau
teori akan melahirkan bentuk-bentuk skala yang tidak sama, karena dalam teori
mengenai suatu atribut paling tidak akan diperoleh penjelasan atau gambaran tentang
karakteristik /ciri-ciri atribut tersebut.
Pengukuran atribut-atribut psikologis sangat sukar atau bahkan mungkin tidak
akan pernah dapat dilakukan dengan validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang tinggi.
Hal ini antara lain dikarenakan : 1. Atribut psikologi bersifat latent atau tidak tampak.
Oleh sebab itu, apa yang kita miliki hanyalah konstrak yang tidak akan dapat diukur
secara langsung. Pengukuran terhadap konstrak laten harus dilakukan lewat indikator
perilaku yang belum tentu mewakili domain (kawasan) yang tepat dikarenkan batasan
konstrak psikologis tidak dapat dibuat dengan akurasi yang tinggi. Selalu ada
kemungkinan terjadinya tumpang-tindih (overlapping) dengan konsep atribut lain. Di
5
samping itu, konstrak psikologis tidak mudah pula untuk dioperasionalkan. 2. Item-
item dalam skala psikologi didasari oleh indikator-indikator perilaku yang jumlahnya
terbatas. Keterbatasan itu mengakibatkan hasil pengukuran menjadi tidak cukup
komprehensif sedangkan bagian dari indikator perilaku yang terbatas itu sangat
mungkin pula tumpang-tindih dengan indikator dari atribut psikologiis yang lain. 3.
Respons yang diberikan oleh subjek sedikit-banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel
tidak relevan seperti suasana hati subjek, kondisi dan situasi di sekitar, kesalahan
prosedur administrasi, dan semacamnya. 4. Atribut psikologi yang terdapat dalam diri
manusia stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang mudah berubah sejalan dengan waktu
dan situasi. 5. Interpretasi terhadap hasil ukur psikologi hanya dapat dilakukan secara
normatif. Dalam istilah pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologi
terdapat lebih banyak sumber eror.
Keterbatasan-keterbatasan pengukuran dalam bidang psikologi inilah yang
menjadikan prosedur konstruksi skala-skala psikologi lebih rumit dan harus dilakukan
dengan penuh perencanaan dan mengikuti langkah-langkah metodologis sehingga
sumber eror yang mungkin ada dapat ditekan sesedikit mungkin. Permasalahan
validitas pengukuran sudah harus diperhitungkan dan diusahakan untuk dicapai sejak
dari langkah yaang paling awal sampai pada langkah konstruksi yang terakhir. Sebagai
alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari
berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar
isian, inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya
istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan instrumen
ukur) umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif
sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur aspek afektif.
Oleh karena itu, dapat diuraikan beberapa di antara karakteristik skala sebagai alat ukur
psikologi, yaitu:
1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator
perilaku dari atribut yang bersangkutan. Dalam hal ini, meskipun subjek yang
diukur memahami pertanyaan atau pernyataannya namun tidak mengetahui
arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan sehingga
jawaban yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap
pertanyaan tersebut dan jawabannya lebih bersifat proyektif, yaitu berupa
proyeksi dari perasaan atau kepribadiannya.2. Dikarenakan atribut psikologis
6
diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan
indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala
psikologi selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek selalu terhadap satu aitem
baru merupakan sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur,
sedankan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila
semua aitem telah direspons.3. Respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai
jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang
diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang
berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

2.2. Dimensi keprilakuan


a. Definisi Dimensi Keperilakuan (behavioral dimensions)
Dimensi atau aspek keperilakuan adalah hasil penguraian konstrak
menjadi konsep keperilakuan baru yang lebih konkret untuk menggambarkan
ciriborang yang memiliki atribut yang hendak diukur.

Dimensi atau aspek keperilakuan harus secara representatif


menggambarkan atribut yang diukur, sebagaimana yang dikehendaki oleh teori
yang mendasarinya. Aspek keperilakuan tidak boleh dirumuskan dalam bentuk
kalimat unfavorable. Untuk itu ada cara-cara untuk mendapatkan aspek
keprilakuan tersebut, yaitu dengan cara menggali dengan pertanyaan ,
Misalnya : “seperti apakah gambaran konseptual mengenai perilaku agresif
“Maka akan dapat gambaran keperilakuan untuk diuraikan sebagai gambar
diagram berikut ini Contoh Penguraian Atribut Keperilakuan Agresivitas

7
2.3. Indikator keprilakuan
Dalam penyusunan skala psikologis ada kalanya penulisan system sudah dapat
dimulai ketika semua dimensi keprilakuannya sudah selesai dirumuskan. Artinya item
ditulis tanpa acuan yang lebih konkret dan operasional. Hal tersebut dilakukan apabila
dimensi keprilakuan dari atribut yang diukur sangat jelas dan mudah difahami oleh
penulis item sehingga tidak dikhawatirkan akan menimbulkan pengertian yang salah.
Namun dikarenakan kebanyakan atribut psikologi bukanlah variable yang sederhana
dan ketika telah diuraikan menjadi beberapa dimensi sehingga diperlukan suatu
langkah lagi yaitu operasionalisasi aspek ke dalam bentuk indikator - indikator
keprilakuan.
Salah satu karakteristik utama indicator keprilakuan adalah rumusnya yang sangat
operasional dan tingkat kejelasan yang dapat diukur (measureable) dan karenanya
dapat dikuantifikasikan. Sebagai suatu analogi, fungsi indicator keprilakuan dalam
mendiagnosis atribut psikologis dapat disamakan dengan fungsi symptom atau gejala
gejala yang digunakan dokter untuk mendiagnosis penyakit. Dokter tidak punya alat
ukur penyakit, tapi ia dapat menyimpulkan bahwa seseorang menderita demam
berdarah dari melihat dan mengukur misalnya suhu badan, tekanan darah, dan lain lain.
Begitu pula dalam dunia pengukuran psikologi, sebagai suatu atribut maka
‘kecemasan’ tidak dapat diukur secara langsung namun dapat disimpulkan dari bentuk
bentuk prilaku tertentu yang mengindikasikan secara tidaklansung adanya kecemasan.
Itulah fungsi indicator keprilakuan
Tidak seperti halnya perumusan aspek keprilakuan yang harus selalu berada dalam
batas koridor teori dan sama sekali tidak boleh keluar dari konstrak atribut yang diukur,
maka perumusan indicator keprilakuan harus dinyatakan dalam bentuk favorable
sebagaimana perumusan dimensi dimensi keprilakuan, dan scyogyanya dalam bentuk
kalimat/kata kerja.
Pada gilirannya nanti, masing masing indicator akan diuji secara empiric guna
membuktikan relevansinya dalam pengukuran atribut yang bersangkutan. Indicator
yang tidak relevam akan gugur dengan sendirinya dalam analisis berdasar data empiric,
bilamana tidak didukung oleh data respon subjek, karena item itemnya yanga ada
didalamnya tidak memiliki daya beda yang baik. Secara skematik, prosedur perumusan
indicator indicator keprilakuan yang di turunkan dari aspek aspek suatu atribut yang
hendak diukur digambarkan sebagai berikut :
8
Bila menggunakan contoh perancangan pengukuran agretivitas sebelumnya, skema
diatas dapat disajikan kembali sebagai berikut :

Perlu diperhatikan bahwa suatu atribut sebagai objek ukur tidak boleh diturunkan
menjadi hanya satu aspek atau dimensi dan masing masing aspek juga tidak boleh
diturunkan menjadi hanya satu indicator saja. Perhatikan juga bahwa banyaknya
indicator keprilakuan pada setiap aspek tidak perlu dibuat sama. Dalam contoh
perancangan skala agresivitas diatas dengan tiga aspek dan delapan indicator
keprilakuan, bila andaikan rata rata setiap indicator diungkapkan dengan lima item
maka keseluruhan skala akan berisi 40 item. Perancang skala harus lebih dahulu
faham betul mengenai atribut yang hendak diukur beserta aspek keprilakuannya
baru kemudian merumuskan indikatornya, bukan sebaliknya mencoba coba
mengumpulkan indikator lebih dahulu baru kemudian mencarikan tempatnya dalam
aspek keprilakuan yang mana. Pada sisi lain, tanpa perlu mengetahui atribut yang
diukur dan spek keprilakuannya, penulis item harus sangat memahami lebih dahulu
indikator keprilakuannya baru kemudian menulis item, bukan sebaliknya menulis
item lebih dahulu baru mencoba mencocokannya dengan indikator yang ada.

2.4. Penyusunan Blue Print Instrumen


Blue‐print disajikan dalam bentuk tabel yang memuat uraian komponen variabel
yang harus dibuat itemnya, proporsi item masing‐ masing komponen, serta indikator
perilaku tiap komponen. Blue‐print disusun untuk menjadi gambaran tentang isi skala
& menjadi acuan bagi penyusun skala supaya untuk tetap berada pada lingkup ukur
yang benar. Blue‐print juga digunakan untuk mendukung validitas isi skala yang
dikembangkan dan juga sebagai perbandingan proporsional bobot komponen

9
didasarkan pada analisis faktor, profesional judgement/common sense (bila tidak ada
alasan, bisa dibuat sama bobotnya). Contoh blue‐print yang memuat komponen dan
telah disertai nomer‐nomer item untuk skala Dukungan Sosial Teman Sebaya (SDS‐
TS).
Penyajian muatan atau bobot komponen secara proporsional dalam bentuk
persentase dengan mudah dapat diterjemahkan kedalam angka yang menunjukkan
banyaknya aitem pada masing‐ masing komponen yang bersangkutan bilamana jumlah
aitem secara keseluruhan telah ditetapkan oleh spesifikasi skala. Pada blue‐print
tersebut di atas juga mununjukan ada dua jenis item sebagaimana pada kolom item
yaitu ada item yang termasuk jenis favorable (F) dan item yang terunmasuk jenis
unfavorable (UF). Favorable (F) adalah item yang isinya mendukung, memihak atau
menunjukkan ciri adanya atribut yang di ukur. Sedangkan Unfavorable (UF) adalah
item yang isinya tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri adanya atribut yang di
ukur. Sebagai contoh dalam skala yang mengukur Kecemasan Komunikasi yaitu
sebagai berikut :
• Item Favorable:
“Jantung saya berdetak keras saat saya mulai berbicara”
Sangat Sering (SS)
Sering (S)
Kadang‐Kadang (KK)
Jarang (J)
Tidak Pernah (TP)
• Item Unfavorable:
“Saya merasa santai dan rileks dalam mengutarakan pendapat‐ pendapat
saya”
Sangat Sering (SS)
Sering (S)
Kadang‐Kadang (KK)
Jarang (J)
Tidak Pernah (TP)

10
Dalam pemberian skor, setiap respons positif terhadap item favorable (F) akan
diberi bobot yang labih tinggi dari pada respon negatif dan berlaku sebaliknya untuk
respons unfavorable, respon positif akan diberi skor yang bobotnya lebih rendah dari
pada respons negatif.
Uraian tersebut disajikan dalam bentuk tabel yang memuat aspek atau dimensi
keprilakuan dan indikator masing-masing aspek. Suatu atribut keperilakuan yang
diukur belum tentu memiliki signifikansi kontribusi yang sama maka perlu
melaksanakan pembobotan untuk mencari aspek-aspek yang lebih penting.
Pembobotan dilaksanakan dalam bentuk persentasi atau proporsi (seperti tabel
berikut) :

*contoh skala agresivitas :

11
*contoh skala regulasi diri :

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan :
Skala psikologi adalah suatu instrument yang berupa pertanyaan atau
pernyataan dan digunakan untuk mengukur serta mengidentifikasi atribut psikologis
responden. Skala adalah salah satu instrument non tes yang digunakan konselor untuk
mengidentifkasi kebutuhan peserta didik. Bidang layanan bimbingan dan konseling
salah satunya adalah bimbingan dan konseling pribadi sosial. Bimbingan pribadi sosial
merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi
permasalahan permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun
sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya.
Aspek-aspek materi bimbingan dan konseling pribadi sosial diantaranya adalah
karakter, temperamen, sikap, stabilitas emosi, responsibilitas, sosiabilitas, sifat toleran
dan empati, sopan santun dalam lingkungan sosial, dan sikap menolong. Dari beberapa
aspek pribadi sosial tersebut di atas diharapkan dapat menjadi acuan bagi seorang
konselor dalam mengembangkan skala psikologis pribadi social yang dapat membatu
mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, khususnya kebutuhan pribadi dan sosial.
Skala psikologis pada khususnya membantu seorang konselor untuk dapat
memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sedangkan secara
umumnya pengembangan skala psikologi ini akan membantu pengembangan keilmuan
bimbingan dan konseling dalam sumber dan literatur instrument non tes. Diharapkan
dengan adanya pengembangan skala psikologi ini, akan membantu menambah sumber
dan literatur untuk mengembangkan instrument non tes berupa skala psikologi yang
lain atau digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

3.2. Saran :
Kepada pembaca agar terus meningkatkan kompetensi dan kapasitas diri yang
berkaitan dengan bidang bimbingan dan konseling pada umumnya serta pengukuran
dan penilaian pada khususnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Marliani, R. (2010). 'Pengukuran dalam Penelitian Psikologi'. Psympatic, Jurnal Ilmiah
Psikologi. Vol. III, No.1: 107-120
Sumadi, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Andi Ofset. Yogyakarta

14

Anda mungkin juga menyukai