KELOMPOK 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses penuaan pasti terjadi baik perempuan maupun laki-laki, juga pada semua
makhluk hidup. hingga kini belum ditemukannya cara untuk mencegah proses
penuaan. Penyebab penuaan adalah mulai berkurangnya proses pertumbuhan,
pembelahan sel dan berkurangnya proses metabolisme tubuh. Akibatnya,
terjadigangguan terhadap kulit, selaput lendir, tulang, sistem pembuluh darah, aliran
darah,metabolisme vitamin dan fungsi otak.
Prevalensi DM sebesar 15,8% didapatkan pada kelompok usia 60-70 tahun dan
lansia wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dari lansia pria. Rata-rata skor domain
kondisi lingkungan lebih tinggi pada lansia yang tidak menderita DM dan rata-rata
skor kesehatan fisik lebih tinggi pada lansia yang menderita obesitas. Semakin besar
indeks massa tubuh maka skor domain kesehatan fisik akan semakin meningkat secara
drastis.
Ketertarikan kami mengangkat judul makalah ini khususnya pada diabetes militus
yaitu karena kebanyakan di rumah sakit ditemui orang yang menderita DM adalah
lansia dan kita sebagai perawat dapat melakukan tindakan keperawatan dalam
mengatasi penyakit DM pada lansia dan juga mengetahui komplikasi DM pada lansia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dari lanjut usia?
2. Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus?
3. Apa saja klasifikasi diabetes melitus?
4. Apa saja etiologi diabetes melitus?
5. Apa saja diagnosis klinis diabetes melitus?
6. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes melitus?
7. Apa saja konsep pada diabetes melitis tipe 2?
8. Bagaimana asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia terutama penyakit
diabetes melitus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari lanjut usia
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan diabetes melitus
3. Untuk mengetahui klasifikasi diabetes melitus
4. Untuk mengetahui etiologi diabetes melitus
5. Untuk mengetahui diagnosis klinis diabetes melitus
6. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes melitus
7. Untuk mengetahui konsep pada diabetes melitis tipe 2
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia terutama
penyakit diabetes melitus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia atau lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang dan dapat
dikatakan sebagai masa transisi akhir kehidupan manusia. Di Indonesia batasan umur
lanjut usia yakni 60 tahun ke atas (Saragih, 2012). UU no 4 tahun 1965 menyatakan
bahwa lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang mencapai usia 55 tahun dengan
keadaan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000 dalam Sutarti,2014).
Undang-Undang RI No. 13 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (2) Tahun 1998 tentang
kesehatan mengatakan bahwa lanjut usia adalah sesorang yang telah mencapai usia
≥60 tahun (Efendi & Makhfudli, 2009). Pada umumnya, lansia yang berusia ≥60
tahun memiliki tanda-tanda penurunan fungsi, baik fungsi biologis, psikologis, sosial
dan ekonomi (BKKBN, 1995 dalam Mubarak, 2012).
2. Klasifikasi lanjut usia
Klasifikasi pada lanjut usia menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam,et al.
(2012) dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut :
a. Pralansia (prasenilis) merupakan seseorang yang berusia 45-59 tahun.
b. Lansia yakni jika individu berusia ≥60 tahun.
c. Lansia resiko tinggi adalah individu yang memiliki masalah kesehatan dan berusia
≥70 tahun atau ≥60tahun.
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih dapat melakukan pekerjaan atau kegiatan
yang menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya untuk mencari nafkah
sendiri, sehingga bergantung pada bantuan orang lain.
3. Batasan lanjut usia
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (Mujahidullah, 2012) batasan
lanjut usia dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Middle age atau usia pertengahan yaitu 45-59 tahun.
2) Elderly atau lanjut usia yaitu 60-74 tahun.
3) Old atau lanjut usia tua yaitu 75-90 tahun.
4) Very old atau usia sangat tua yaitu diatas 90 tahun.
b. Burnside (1979) dalam Nugroho (2009) tahapan lanjut usia digolongkan menjadi
empat, meliputi:
1) Young old yaitu usia 60-69 tahun.
2) Middle old yaitu usia 70-79 tahun.
3) Old – old yaitu usia 80-89 tahun.
4) Very old-old yaitu berusia ≥90 tahun.
Tabel 2.2. Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(ADA) 2010 dalam Kurniawan (2010)
Kriteria Diagnosis DM
1 HbA1C ≥6,5%
.
2 Kadar gula darah puasa ≥126mg/dL
.
3 Kadar gula darah 2 jam pp ≥200mg/dL pada tes toleransi gukosa oral yang
. dilakukan dengan 75g glukosa standar WHO
4 Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krsis hiperglikemia dengan kadar
. gula sewaktu ≥200mg/dL
Tabel 2.3. Kriteria diagnosis DM menurut Konsensus PERKENI 2006 dalam
Djokomoeljanto (2014)
Uji diagnostik diabetes mellitus berbeda dengan pemeriksaan penyaring. Pada uji
diagnostik dilakukan pada klien yang merasakan gejala diabates mellitus, sedangkan
pada pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi klien yang tidak
merasakan gejala namun memiliki resiko terhadap diabates mellitus seperti usia,
riwayat keluarga, obesitas. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, kelmudian diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral standar (Fatimah, 2015).
Proses Penuaan
Meningkatkan kadar
glukosa darah
5) Terapi Komplementer
Terapi komplementer yang dapat diberikan pada penderita diabates
mellitus yakni salah satunya relaksasi otot progresif yang merupakan
intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan relaksasi dan pengelolaan
diri (Mashudi, 2012). Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik
relaksasi dengan prosedur yang terdiri dari dua langkah yakni memberikan
ketegangan pada otot, dan menghentikan ketegangan tersebut dengan
memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot menjadi rileks, merasakan
sensasi rileks, dan ketegangan menjadi hilang (Richmond,2007 dalam
Mashudi, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS :
Tn. R (67 tahun) mempunyai istri Ny. A (60 tahun).Mereka memiliki 1 orang anak, yakni Tn.
S (30 tahun). Tn. S yang juga sudah menikah dengan Ny. W (27 tahun) yang tinggal bersama
Tn. R. Ny.A sering mengeluh banyak minum, sering kencing serta nafsu makannya
meningkat. Keadaanya terlihat lemas, pusing, pernafasan cepat dan kurang bersemangat.Ny.
A mengatakan nyeri otot dan kejang otot disertai kelemahan.1 tahun yang lalu, Ny.A dibawa
periksa ke puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus (DM).
Ny. A tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan tidak ada dan
keterbatasan biaya. Tn. R, Tn. S dan Ny. W bekerja sebagai buruh pabrik.Tn. R kadang jika
ada rejeki membeli obatnya di apotek terdekat sesuai fotocopy resep dokter. Hasil observasi
jari kaki Ny. A sebelah kiri terdapat luka kecil sudah 3 minggu belum sembuh.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 60 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Agama : Islam
g. Suku : Caniago
h. Status Perkawinan : Menikah
i. Alamat :Jl. Nusa Indah No. 26 Palembang
j. Orang yang paling dekat dihubungi: Tn. R
k. Hubungan dengan usila : Suami
l. Jenis kelamin keluarga : Laki-Laki
Keluarga selalu mendapat dukungan dari tetangga dan juga dari keluarga
besarnya.Bila ada masalah kesehatan dengan salah satu anggota keluarga, Tn. R
selalu membawa ke dokter yang terdekat dengan rumah atau ke pak mantri.
Jarak Untuk Pelayanan Kesehatan Terdekat
Ny. A melakukan ibadah secara rutin dan ia selalu ikut dalam kegiatan
pengajian, arisan walaupun dengan badan yang sudah rentan dan kaki yang
terkadang terasa sakit.
d. Integumen
Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah ditemukan luka kecil
pada kaki kiri dan sudah 3 minggu belum sembuh. Sehingga Ny. S sulit
melakukan kegiatan sehari hari
e. Kepala : Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan,
bentuk kepala normal
f. Mata : Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak,
penglihatan masih baik.
g. Telinga : Simetris, fungsi pendengaran baik
h. Hidung : Simetris, fungsi penghidung baik dan tidak ada polip
i. Mulut :Simetris, fungsi pengecapan tidak berkurang, polifagia,
polidipsi
j. Leher
Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis
dan arteri carotis, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma).
k. Payudara : simetris
l. Paru – paru
I : bentuk simetris
P : taxtil fremitus sama, pengembangan dada sama
P : sonor
A : vesikuler, irama teratur
m. Jantung
I : bentuk simetris
P : ictus cordis teraba di ics 5 dibawah puting susu
P :pekak
A : suara jantung S1 dan S2 tunggal
n. Gastrointestinal :
I : simetris, tidak ada bekas luka
P : tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : tidak ada bising usus
o. Perkemihan : poliuri
p. Genetalia
Tn. R berusia 67 tahun dan Ny. A 60 tahun merupakan usia lansia,
keluarga tidak menggunakan kontrasepsi pil dan suntik.
w. Psikososial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang
baik.Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan
yang ada di masyarakat.
Berdasarkan data, maka Ny. A memperoleh nilai 3. Maka lansia tersebut tidak
depresi.
Analisa hasil :
Skor : 8 – 10 : fungsi sosial normal
Skor : 5 – 7 : fungsi sosial cukup
Skor : 0 – 4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri
Berdasarkan data, makaNy. A memperoleh nilai 7. Maka lansia tersebut mempunyai
fungsi sosial cukup.
B. ANALISA MASALAH
NO
Symtomp Etiologi Problem
.
1. DS : Penurunan kekuatan Intoleransi aktivitas
otot,
- Klien mengatakan nyeri
nyeri/ketidaknyamanan
otot dan kejang otot
dan kelemahan
disertai kelemahan.
menyeluruh.
DO :
DO :
DO:
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway management (manajemen jalan nafas) dan
berhubungan dengan diharapkan pola nafas efektif dan ventilasi respiratori monitoring (pemantauan pernafasan)
hiperventilasi, penurunan adekuat (respiratory status: ventilation - atur posisi klien semi fowler untuk memaksimalkan
energi/kelelahan ditandai status respirasi: ventilasi), dengan kriteria: ventilasi
dengan frekuensi nafas - klien menunjukkan pola nafas - anjurkan klien untuk bernafas pelan dan dalam
meningkat adekuat - pantau adanya pucat dan sianosis
- klien menunjukkan kedalaman - pantau efek obat pada status respirasi
inspirasi dan kemudahan bernafas - pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
- tidak ada penggunaan obat bantu respirasi
pernafsan - perhatikan gerakan dada, amati kesimetrisan,
- tidak ada bunyi nafas tambahan penggunaan otot-otot bantu, serta rekraksi otot
- tidak ada nafas pendek supraklavikular dan intercostal
- irama nafas, frekuensi nafas dalam - pantau pola pernafasan : bradipnea, takipnea,
batas normal hiperventilasi, pernafasan kussmaul, pernafasan
- tidak ada suara nafas abnormal chyene stokes dan apneu
- auskultasi bunyi nafas, area penurunan ventilasi atau
tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi nafas
tambahan
- palpasi ekspansi paru
- perkusi thoraks anterior dan posterior bagian apeks
dan dasar kedua paru-paru
- catat pergerakan dada, kesimetrisan dan penggunaan
otot nafas tambahan dan adanya retraksi otot
interkosta
- pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan
tersengal-sengal
- informasikan kepada klien/keluarga bahwa tidak
boleh merokok di ruangan
- instruksikan klien/keluarga untuk memberitahu
perawat pada saat terjadi pola nafas tidak efektif
- kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
- laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola
pernafasan, nilai AGD, sputum dst sesuai dengan
kebutuhan
- pantau respirasi dan status oksigen
- observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
- pntau adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi
3. Penurunan cardiac output Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan jantung (Cardiac Care )
berhubungan dengan selama 2 x 24 jam. Klien menunjukkan - Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi,
perubahan denyut curah jantung adekuat (cardiac pump durasi dan faktor yang pencetuskan nyeri )
jantung/irama. effectiveness) dengan kriteria : - Lakukan penilaian komperhensif terhadap sirkulasi
- TD dalam rentang normal perifer (misalnya : cek nadi perifer, edema, pengisian
- Denyut jantung dalam batas normal kapiler, dan suhu ekstremitas)
- Hipotensi ortostatik tidak ada adi - Catat adanya disritmia jantung.
perifer kuat. - Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung,
- Bunyi nafas abnormal tidak ada. - Memonitor vital sign
- Menunjukka peningkatan tolerasni - Monitor status
terhadap aktivitas. - Kardiovaskuler
- Nadi perifer kuat - Monitor disritmia jantung irama dan konduksi
- Ukuran jantung normal - Monitor status respirasi terhadap gagal jantung
- Tidak ada distensi vena jugularis. - Monitor keseimbangan cairan (intake output dan bb
- Tidak ada disritmia. harian)
- Tidak ada bunyi jantung abnormal - Kenali pengaurh psikologis yang mendasari kondisi
- Tidak ada angina klien.
- Tidak ada udema pulmo - Kolaborasi dalam pemberian terapi antiritmia sesuai
- Tidak ada mual - Monitor respon klien terhadap pemberian terapi anti