Anda di halaman 1dari 19

1.

Latar Belakang

Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yamg
masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafka
sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006).

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang disebabkan berbagai macam
etiologi, disertai adanya hiperglikemi kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja
dari insulin, atau keduanya (Hanifah, Basuki, & Faizi, 2021).

Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat
penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir (WHO
Global Report, 2016 dalam Kemenkes, 2018).

DM pada lansia adalah penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia yang disebabkan karena
lansia tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu
menggunakan insulin secara efektif (Nugroho, 2012).

Pada organ tubuh lansia akanterjadi kelebihan glukosa di dalam darah serta akan dirasakan
setelah terjadi komplikasi lanjut, setelah itu akan terjadi pada semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan maupun gejala yang sangat bervariasi (Gibney, 2009).
DM pada lansia di sebabkan oleh faktor genetik, usia, obesitas dan aktifitas fisik kemudian
dengan berjalannya usia yang semakin meningkatan secara bertahap di karenakan terjadi proses
menua, faktor genetik , IMT serta aktivitas fisik yang kurang (Adamo, 2008 dalam
(Musthakimah, 2019)).

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya
(Suciana, Marwanti, & Arifianto, 2019).

Menurut Priyono & bettiza, 2010; American Diabetes Association (ADA) 2004 Hiperglikemia
kronik pada Diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Marzel, 2021).
Klasifikasi DM secara umum terdiri atas DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) dan DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). DM tipe 2
terjadi karena sel β pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami
resistensi insulin. Jumlah penderita DM tipe 1 sebanyak 5-10% dan DM tipe 2 sebanyak 90-95%
dari penderita DM di seluruh dunia (ADA, 2020 dalam Widiastuti, 2020).

2. Tujuan

1. Konsep Lansia

a. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berusia mencapai 60 tahun keatas (Menteri Negara
Sekretaris Negara, 1998). Menua bukanlah sebuah penyakit, akan tetapi sebuah proses yang
berangsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh seperti yang tertuang di dalam
Undang- Undang nomor 13 tahun 1998. Secara global populasi lansia diprediksi terus
mengalami peningkatan. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi daripada
populasi lansia di dunia setelah tahun 2100 (Infodatin, 2016). Lanjut usia memiliki hak yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Menteri Negara Sekretaris
Negara, 1998).

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia memiliki hak untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial meliputi:

1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual

2. Pelayanan kesehatan

3. Pelayanan kesempatan kerja

4. Pelayanan pendidikan dan pelatihan

5. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, saran dan prasarana umum

6. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum


7. Perlindungan Sosial

8. Bantuan sosial

b. Batasan Lansia

Kelompok lansia sering dibagi menjadi beberapa kategori. Berdasarkan beberapa sumber berikut
dibawah ini, ditentukan karakteristik lansia beserta batasan usia. Batasan usia di bawah ini hanya
sebagai pedoman untuk populasi menua. Batasan lansia menurut Mauk (2006) terbagi menjadi
tiga, sebagai berikut:

1. Usia 65-74 tahun disebut lansia muda

2. Usia 75-84 tahun disebut lansia menengah

3. Usia 85 keatas disebut lansia tua dan sangat tua

Badan Pusat Statistik (2010) menjelaskan bahwa batasan usia lansia dibagi menjadi empat
kategori yaitu:

1. Usia pra lansia yaitu usia 45-59 tahun

2. Usia lansia muda yaitu usia 60-69 tahun

3. Usia lansia menengah yaitu usia 70-79 tahun

4. Usia lansia tua yaitu 80 tahun keatas

c. Ciri-ciri Lansia

Berikut dibahas mengenai ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016):

1. Lansia mengalami periode kemunduran

Lansia dapat mengalami kemunduran dari aspek fisik dan psikologis. Lansia yang memiliki
motivasi rendah maka cenderung mengalami proses kemunduran fisik secara cepat juga,
sedangkan lansia yang memiliki motivasi tinggi, kemungkinan kemunduran fisik nya lambat
terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Lansia sebagai kelompok minoritas bisa diakibatkan akibat kurangnya tenggang rasa pada orang
lain sehingga sering mengakibatkan persepsi negatif dari masyarakat.

3. Menua membutuhkan perubahan peranPerubahan peran pada lansia dimaksudkan jika lansia
memiliki jabatan di masyarakat, akibat penurunan fungsi diharapkan lansia dapat merubah
perannya di masyarakat atas kemauan sendiri.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap lansia seringkali
mengakibatkan konsep diri yang buruk pula dari lansia. Misalnya, jika dalam suatu keluarga,
lansia sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena dianggap pendapatnya kuno.
Hal ini bisa menyebabkan gangguan menarik diri dari lansia.

Teori Penuaan

Beberapa individu menua dengan sangat anggun dan penuh energi serta vitalitas hingga usia
mencapai 80-an dan 90-an. Akan tetapi beberapa lansia lainnya bahkan tidak berdaya karena
penyakit yang diderita pada saat mencapai usia 60 tahun. Usia panjang seringkali dikaitkan
dengan peningkatan kapasitas metabolisme dan respon seseorang terhadap stres (Kane et al.,
2013). Selanjutnya juga, beberapa orang menunjukkan penurunan kognitif yang signifikan
seiring bertambahnya usia sementara yang lain tetap tajam dan berkinerja baik dalam
keterampilan berpikir. Akan tetapi, ada juga lansia yang lemah karena banyak kerugian yang
dialami seiring bertambahnya usia, namun yang lain pulih dan menemukan harapan dan makna
meskipun mengalami kerugian. Berikut akan dibahas mengenai teori - teori penuaan seperti teori
biologis, psikososial, teori moral/spiritual, teori program, teori error, dan teori aktivitas tentang
penuaan (Wallace, 2008; Taylor et al., 2011; Bonham Howe, 2014).

2. Konsep Medis

a. Definisi

Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolic yang ditandai dengan
kadar gula darah yang meningkat melebihi batas normal. Diabetes merupakan penyakit tidak
menular yang cukup serius dimana insulin tidak dapat diproduksi secara maksimal oleh pancreas
(Safitri & Nurhayati, 2019).

Diabetes melitus adalah suatu kelompok gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
atau kadar glukosa darah yang tingi yang dapat terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya, (Marzel, 2021).

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glokusa darah diatas nilai normal.
Peningkatan kadar glokusa darah tersebut diakibatkan karena adanya gangguan pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Riskesdas, 2013).

DM pada lansia adalah penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia yang disebabkan karena
lansia tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu
menggunakan insulin secara efektif (Nugroho, 2012).

Pada organ tubuh lansia akan terjadi kelebihan glukosa di dalam darah serta akan dirasakan
setelah terjadi komplikasi lanjut, setelah itu akan terjadi pada semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan maupun gejala yang sangat bervariasi (Gibney, 2009
dalam (Musthakimah, 2019).

b. Etiologi

DM pada lansia di sebabkan oleh faktor genetik, usia, obesitas dan aktifitas fisik kemudian
dengan berjalannya usia yang semakin meningkatan secara bertahap di karenakan terjadi proses
menua, faktor genetik , IMT serta aktivitas fisik yang kurang menururt Adamo, (2008) dalam
(Musthakimah, 2019).

Menurut Nurarif & Hardhi, (2015) dalam (Raharjo, 2018) etiologi diabetes mellitus, yaitu :

a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1

Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang
disebabkan oleh :
1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya

2) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing .

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.

b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe
II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang
lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia

di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

c. Patofisiologi
Profisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
1. DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan)
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika ghakosa yang berlebihan
dickskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan
lemak.

2. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II.

d. Manifestasi Klinis
Gejala klasik pada DM adalah:
1. Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada
malam hari.
2. Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat.
3. Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat.
4. Gejala lain yang di rasakan pendeerita.
5. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari
6. Kelemahan
7. Penglihatan atau pandangan kabur
8. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual dan muntah
9. Penurunan kesadaran
Tanda yang bisa diamati pada pendeita DM adalah:
 Kehilangan berat badan
 Luka, goresan lama sembuh
 Kaki kesemutan, mati rasa, infeksi kulit

e. Pemeriksaan Diagnostik
Jenis pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan DM:

1. Glukosa urin
Pemeriksaan ini banyak dipakai dahulu kala untuk mengetahui perkiraan kadar glukosa
darah, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya hipoglikemin. Selain itu. banyaknya glukosa
yang dikeluarkan di dalam urin tergantung dari ambang ginjal. terhadap glukosa. Bila
ambang ginjal untuk glukosa rendah seperti pada glukosuria renal akan terdapat glukosa
di dalam urin walaupun tidak dijumpai hiperglikemia. Keadaan ini dapat dijumpai pada
wanita hamil.
2. Kadar gula darah
Untuk mengetahui adanya DM dan pengontrolan kadar gula darah dapat diketahui dengan
mengukur kadar gula darah puasa atau kadar gula darah sewaktu seperti terlihat pada
alogaritma 1 atau 2.

3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Pemeriksaan TTGO bila didapatkan kadar gula darah yang meragukan baik pada kadar
gula darah puasa maupun sewaktu seperti terlihat pada alogaritma 1 atau 2 Lintuk
pemeriksaan TTGO pasien harus memenuhi persyaratan sbb:
 Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan dan kegiatan jasmani dilakukan seperti biasa. Puasa
satu malam 10-12 jam
 Di laboratorium pasien dilakukan pemeriksaan gula darah puasa, kemudian diberikan 250ml
air yang ditambahkan 75g glukosa, yang dihabiskan dalam waktu 5 menit.
 Selama menunggu 2 jam pasien istirahat dan tidak merokok.
 Periksa kada gula darah 2 jam pasca penambahan glukosa
4. Hemoglobin glikasi (HbAle)
Sebagaimana diketahui hemoglobin di dalam tubuh akan mengalami glikasi dengan
kecepatan yang proporsional dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini terjadi secara
reversible membentuk senyawa stabil yang disebut hemoglobin glikasi atau hemoglobin
Ale.

f. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan secara medis


 Obat Hipoglikemik oral
a) Golongan Sulfonilurea/sulfobyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
dengan obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glucosidase atau
insulin. Obat golongan inni mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel-sel beta pancreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
 Glibenklamida (5 mg/tablet)
 Glibenklamida micronized (5 mg/tablet)
 Glikasida (80 mg/tablet)
 Glikuidon (30 mg/tablet)
b) Golongan Biguanid/Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan
sebagai obat tunggal pasien dengan kelebihan berat badan.
c) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
 Insulen
Insulin kerja cepat Jenis-jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
Insulin kerja sedang Jenis-jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
Insulin kerja lambat Jenis-jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin.
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun
telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 %
pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan
menu diet seimbang. dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat,
20% lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan
dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara :
Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari
makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat
insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat
badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM
melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan
olahraga yang berat-berat.

g. Komplikasi
Komplikasi diabetes millitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik, (Carpenito, 2001).
1. Komplikasi Akut
Ada 3 komplikasi akut pada diabetes millitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan definisi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetic ketoasedosis disebabkan
oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata
(Smeltzer, 2002 : 1258)
b) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang
dinominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan
DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smeltzer,
2002 : 1262)
c) Hypoglikemia
Hypoglikemia (kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau
kadar glukosa dalam darah dibawah 50 hingga 60 mg/dl, keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparate insulin atau preparate oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 :
1256).
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi
menjadi 2 yaitu: (Long 1996)
a) Mikrovaskuler
 Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa
darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami
stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
(Smeltzer, 2002: 1272)
 Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan
kabur sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalu
disebabkan retinopati (Sjaifoellah. 1996 588). Katarak disebabkan
karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996: 16)
 Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem
saraf otonom, Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa
atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996: 17).
b) Makrovaskuler
 Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya
keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau Diabetes
Melitus. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan
mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke
 Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik,
keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari
celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel sel kuku yang
tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus
demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma (Long, 1996:
17)
 Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga
suplai darah keotak menurun (Long, 1996:17)

3. Konsep Asuhan Keperawatan

1Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam


pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat
digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur,
keluhan utama (Varena, 2019).

a. Identitas klien

Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang


meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama, tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klein untuk meminta pertolongan kesehatan


adalah kaki kesemutan, mati rasa, kelelahan/keletihan, penglihatan
yang mulai kabur.
c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mngeluh nyeri, kesemutan pada esktremitas, luka yang


sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

2) Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung


seperti Infark miokard

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

d. Pengkajian Pola Gordon

1) Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan


tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi
negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari
penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik
bahkan mereka takutakan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal
Februari 2001).

2) Pola nutrisi metabolic

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengarui status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang


menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

4) Pola ativitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat


dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot
otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melakukan aktivitas sehari hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga


klien mengalami kesulitan tidur

6) Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada


luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

7) Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita


mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)

8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.

9) Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah di organ reproduksi


sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas
maupun ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya perdangan pada vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropatai.

10)Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak


berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruktif/adaptif.

11)Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta


luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum

2) Tingkat Kesadaran : Compos mentis, apatis, delirium, somnolen,


coma

3) GCS : E4 : V5 : M6

4) Pemeriksaan vital sign


Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.

5) Antropometri

a) Tinggi Badan :

Pada pria: 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut (cm)

Pada wanita: 84,88- (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm)

b) Berat Badan IMT= BB (TB)2 dalam meter

c) Pemeriksaan kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.

d) Pemeriksaan kepala dan leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran


kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.

e) Pemeriksaan dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic


pernafasan cepat dan dalam.

f) Pemeriksaan jantung (cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

g) Pemeriksaan abdomen

Dalam batas normal


h) Pemeriksaan integuinal, genetalia, anus

Sering BAK

i) Pemeriksaan musculoskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa


kesemutan

j) Pemeriksaan ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa
terasa baal

k) Pemeriksaan neurologi

GCS :15, Kesadaran Composmentis Cooperative (CMC)

Anda mungkin juga menyukai