Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA Ny.

K DENGAN

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

Erda eka Erviana 2022132632

Rara Melania Ramadhani 2022132633

Andany Ica Rindi Shofyani 2022132634

Chovofah Newa Indriani 2022132635

Abdul Majid 2022132639

Mutamimatul Adhiyanmar 2022132652

Trisna Sagita 2022132578

Izza Wahyuningrum 2022132581

Suci ambar Zuhriya 2022132582

Oktavia Dharma Suryani 2022132583

PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa

dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami

menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam

penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang

mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri

sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.

Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang

dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi

tidak dijaga

Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada lansia.

Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari

estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5%

penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9%

menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan

darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien

congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90

mmHg. Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51%

kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).

Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di Daerah

Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013). Hasil

riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga
jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis 3 dan/atau riwayat minum

obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari hasil riset kesehatan dasar pada

tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati urutan kesepuluh dalam jumlah kasus

hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang

mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri).

b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia hipertensi yang

mengalami insomnia.

c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang

mengalami risiko jatuh.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti kualitas

tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan terapi

hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan nyeri pada lansia.

2. Bagi Petugas Kesehatan


Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan informasi bagi

petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia terhadap tingkat

kekambuhan pada pasien hipertensi.

3. Bagi lansia

Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan kontrol untuk

meningkatkan rasa nyaman.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia

1. Pengertian lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998

tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai

usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,

seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia

bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres

lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

2. Batasan lansia

Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia

sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas

b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur

yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:


a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2

yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat

kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua

(very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama

(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga

(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup

usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric

age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi

menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan

very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi

perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan

kognitif dan perubahan spiritual.

a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ

tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,

sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria,

endokrin dan integumen.

1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body

mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.

b. Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis

karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan

terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan

menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki

menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,

rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang

jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun

1) Temperatur tubuh

Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,

keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang

banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.

2) Sistem muskular

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot

akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.

3) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa

darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya

heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah,

tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah


perifer, bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima

bertambah tebal, fibrosis.

4) Sistem perkemiha

Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus

berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,

proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,

kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,

frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria

akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65

tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood

flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun,

kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.

5) Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari

biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,

berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.

6) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar

menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,

peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan

absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin

menurun pada lambung.


7) Rangka tubuh

Osteoartritis, hilangnya bone substance.

8) Sistem penglihatan

Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang

pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah

melihat cahaya gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya

sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna

hijau atau biru pada skala dan depth perception).

9) Sistem pendengaran

Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani

menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga

mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,

bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.

10) Sistem syaraf

Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi

menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas

sel T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.

11) Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH

dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,

menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu


progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,

parathormon.

12) Sistem reproduksi

Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,

atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya

penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia

70 tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat

menopause.

13) Daya pengecap dan pembauan

Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,

sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,

setelah usia 50 tahun.

c. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.

Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan

tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan

timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi.

Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:

1) Perubahan fisik, terutama organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera


7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,

perubahan konsep diri.

d. Perubahan psikososial

Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja

mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia

cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan

menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun

memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja

pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan

disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain

adalah merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri

lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya

kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan

hidup.

e. Perubahan kognitif

Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:

1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan

kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.

2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.

3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila

tidak ada penyakit.

f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat

dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.

Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,

perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan

cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam

arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak

pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan

menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012).

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit

kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri.

Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi

berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik maupun

sistolik atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).

2. Klasifikasi Hipertensi

WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of

Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:

Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH


Kategori Tekanan darah Tekanan darah

sistol (mmHg) diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99

Sub group (perbatasan) 150-159 90-94

Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Sub-group (perbatasan) 140-149 <90

Sumber: (Suparto, 2010)

3. Jenis Hipertensi

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang tidak

jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung

akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi

termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari

faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.

b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

sistemik lain

yaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,
pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert

Benson, dkk, 2012).

4. Gejala Hipertensi

Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-

debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah

memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang

mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak

adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer

yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).

5. Patofisiologi Hipertensi

Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan

volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas

jantung.

6. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

7. Komplikasi Hipertensi

a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.

b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak

menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat

berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.


d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan

saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

8. Cara Pencegahan Hipertensi

a. Penurunan berat badan

b. Mengurangi tingkat stress

c. Olahraga

d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan(Huda

Nurarif & Kusuma H, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti

hipokoagulabilitas, anemia.

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.

3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di akibatkan

oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan

adanya DM.

b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.


d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal.

e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran

jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

10. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

a. Penanganan secara farmakologi

Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat

konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

b. Penanganan secara non-farmakologi

1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah,

dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan

keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai

pengobat nyeri secara non-farmakologi.

2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).

3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.

4) Mengurangi asupan natrium.

5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).

C. Insomnia

1. Pengertian

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik

kualitas maupun kuantitas.Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau

tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur

atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat

tidur kembali (Potter, 2005).


Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali

penyebabnya.Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya

maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).

2. Penyebab Insomnia

Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :

a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi

sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang

atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus

sekalipun.

b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang

menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila

suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.

c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada

mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih

dari 3500 meter diatas permukaan air laut.

d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat

terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein,

tembakau yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang

mengandung anfetamin atau yang sejenis.


e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan

adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa

gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana,

2006).

3. Tipe-tipe insomnia

Insomnia terdiri atas tiga tipe :

a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomniainisial

dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.Berlangsung selama

1-3 jam dan kemudian karena kelelahan iabias tertidur juga. Tipe insomnia ini

bisa diartikan ketidakmampuanseseorang untuk tidur.

b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuktidur

dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali,

kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia inidisebut jaga intermitent

insomnia.

c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomniaterminal,

dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukupnyenyak, tetapi pada

saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)

4. Dampak Insomnia

Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :

a. Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress

b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,

kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan

sebagainya.
d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat

promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan

keluarga.

e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan

hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.

Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang

memperpendek angka harapan hidup atau karena higharousal state yang terdapat

pada insomnia. Selain itu, orang yangmenderita insomnia memiliki kemungkinan

2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan

dengan orangyang normal (Turana, 2007).

D. Resiko Jatuh

1. Definisi

Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di

dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya

berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines,

serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,

penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang

melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben,

1996 ).

2. Prevalensi
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30%

lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut

mengalami jatuh berulang.

Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum

lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh

0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak

( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau

memerlukan perawatan di rumah sakit.

Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓ lansia umur

lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan

perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah perawatan sekitar 50%

penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 – 25%nya memerlukan

perawatan di rumah sakit.

3. Morbiditas

Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun

1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh. Kematian

akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh keluarga atau

dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain

misalnya serangan jantung mendadak. (Tinetty, 1992).

Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh

pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita.

Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5%

akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5%

akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius
seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering

merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).

Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses

menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki – laki untuk

terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat

jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh

dan besar kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).

4. Faktor Resiko

Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa

stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Sistem sensori

Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi

vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan

menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan

gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang

diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua.

Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi

proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir

sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji

klinik.

b. Sistem saraf pusat ( SSP )

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.

Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering


diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon

tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).

c. Kognitif

Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko

jatuh.

d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;

Brocklehurs, 1987 ).

e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –

benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.Gangguan

muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini

berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi

akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:

1) Kekakuan jaringan penghubung

2) Berkurangnya massa otot

3) Perlambatan konduksi saraf

4) Penurunan visus / lapang pandang

5) Kerusakan proprioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan:

1) Penurunan range of motion ( ROM ) sendi

2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas

bawah

3) Perpanjangan waktu reaksi

4) Kerusakan persepsi dalam


5) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,

langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.Kaki

tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.

Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian

tiba – tiba, sehingga memudahkan jatuh.

5. Penyebab Jatuh Pada Lansia

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,

antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs,

1987 ).

a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh

lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.

b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat proses

menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada di rumah

tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi orthostatic,

hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom, penurunan kembalinya

darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi,

hipotensi sesudah makan.

c. Obat – obatan

1) Diuretik / antihipertensi

2) Antidepresen trisiklik

3) Sedativa
4) Antipsikotik

5) Obat – obat hipoglikemia

6) Alkohol

d. Proses penyakit yang spesifik

Penyakit – penyakit akut seperti :

1) Kardiovaskuler : – aritmia

2) stenosis aorta

3) sinkope sinus carotis

4) Neurologi : – TIA

5) Stroke

6) Serangan kejang

7) Parkinson

8) Kompresi saraf spinal karena spondilosis

9) Penyakit serebelum

10) Idiopatik ( tak jelas sebabnya)

11) Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba

a) Drop attack ( serangan roboh )

b) Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba

c) Terbakar matahari

6. Faktor Lingkungan Yang Sering Dihubungkan Dengan Kecelakaan Pada Lansia

a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau

tergeletak di bawah

b. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok

c. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang


d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun

e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya,

dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser

f. Lantai yang licin atau basah

g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)

h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

7. Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh

( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )

a. Aktivitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti

berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali ( 5% ),

jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki

gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak

kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya

yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang

bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu

tanpa pertolongan.

b. Lingkungan

Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan

kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya

terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai

yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang

c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit

kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas

akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba – tiba pada

penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.

8. Komplikasi

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,

1994; Van – der – Cammen, 1991 )

a. Perlukaan ( injury )

1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau

tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.

2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan

bawah, tungkai bawah, kista.

3) Hematom subdural

b. Perawatan rumah sakit

1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi )

2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenic

c. Disabilitas

1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik

2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan

pembatasan gerak

3) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )

4) Kematian

9. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila

sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der –

Cammen, 1991; Reuben, 1996 )

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya

faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,

neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari /

menyebabkan jatuh.

Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan

jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak

menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil

yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat

bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan

sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia.

Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,

pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi

pegangan di dinding.

Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau

penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan

yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh

akibat minum obat tertentu.


Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk

atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah

bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam

melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Penilaian postural sway sangat

diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan badan

pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh

rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan

cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,

apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa

bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.

c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,

penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan

lansia secara periodik.Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah

dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor

situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi

kesehatan penderita.Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa

jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan

yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik.Bila lansia

sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak

melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya

jatuh.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

a. Nama : Ny. K

b. Umur : 77 Tahun

c. Alamat : Sidohulur, Godean, Sleman,Yogyakarta

d. Pendidikan : SD

e. Tanggal masuk panti werdha : 25 September 2022

f. Jenis kelamin : Perempuan

g. Suku : Jawa

h. Agama : Islam

i. Status perkawinan : Janda

j. Tanggal pengkajian : Senin, 26 September 2022

2. Status kesehatan saat ini

a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.

b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.

c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.

d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada saat siang

hari.

e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.


f. Klien mengatakan senang berada di panti, nyaman dan berbaur dengan lansia yang

lain, bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti.

g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada bagian

tengkuknya.

h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu aktivitasnya.

i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas (P)

j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)

k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)

l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)

m. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

n. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

3. Riwayat kesehatan dahulu

a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah sakit dan jika

sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien mengalami tekanan darah

tinggi sejak usia 55 tahun, dan pernah mengalami tetanus pada usia 67 tahun.

b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang seluruh badannya

gatal-gatal seperti biduran.

c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai sakit

hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu.
5. Tinjauan sistem

a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).

b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo matang.

c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata, warna hitam

keputihan.

d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak

Anemis.

e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik, tidak ada

benjolan, tidak cairan yang keluar.

f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang tanggal tersisa

tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.

h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.

i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah

j. Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg

k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising usus, makan

3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB 1x

sehari.

l. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spritual

a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan teman satu

kamarnya dan penghuni wisma lain.

b. Masalah emosional

Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.

c. Spiritual

Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari di panti. Klien

mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti.

7. Pengkajian Fungsional Klien

a. KATZ Indeks

Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan secara

mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang lain di antaranya

yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet,

berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks

Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan

1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari

Jumlah: secukupnya

Jenis, nasi, sayur, lauk

2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali

sehari
Jumlah: secangkir

kecil

Jenis: air putih, dan

susu

3 Berpindah dari satu tempat 15 Mandiri

ketempat lain

4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x

menyisir rambut, gosok gigi).

5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali

( mencuci pakaian, menyeka

tubuh, meyiram)

6 Mandi 15 2x sehari pada pagi

hari dan sore hari

sebelum Ashar.

7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin

melakukan sesuatu

misalnya mengambil

minum atau ke kamar

mandi.

8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-

pelan

9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi

10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari


Konsistensi: padat

11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari

Warna: kuning

12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti

senam yang diadakan

PSTW saat pagi hari

13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar

luang 1 tahun sekali dari

bpstw/hanya duduk

saja kadang

mengobrol dengan

teman.

Keterangan:

a. 130 : mandiri

b. 65-125 : ketergantungan sebagian

c. 60 : ketergantungan total

Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri

8. Pengkajian Status Mental Gerontik

a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)

Benar Salah No Pertanyaan

√ 01 Tanggal berapa hari ini?

√ 02 Hari apa sekarang?

√ 03 Apa nama tempat ini?


√ 04 Dimana alamat anda?

√ 05 Berapa umur anda?

√ 06 Kapan anda lahir?

√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?

√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?

√ 09 Siapa nama ibu anda?

Jumlah Jumla 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap

h angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:

a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh

b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan

c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang

d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat

Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga disimpulkan Ny. K

memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria

Kognitif Maksimal Klien

1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar

a. Tahun : 2016

b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07

d. Hari : Senin

e. Bulan : November

Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?

a. Negara : Indonesia

b. Provinsi: DIY

c. Kota : Yogyakarta

d. Di : PSTW Budi Luhur

e. Wisma : Anggrek

2 Registras 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1

i detik dan mengatakan asing-masing obyek.

a. Meja, Kursi, Bunga.

*Klien mampu menyebutkan kembali

obyek yang di perintahkan

3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100

dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:

kalkulasi (93, 86, 79, 72, 65)

*Klien dapat menghitung pertanyaan

semuanya.

4. Menging 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek

at pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point

masing-masing obyek.

*Klien mampu mengulang obyek yang


disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan

tanyakan nama pada klien

a. Missal jam tangan

b. Missal pensil

Minta klien untuk mengulangi kata berikut:

“tidak ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar

nilai satu poin

a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,

tetapi

Minta klien untuk menuruti perintah berikut

terdiri dari 3 langkah.

“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan

taruh dilantai”

a. Ambil kertas ditangan anda

b. Lipat dua

c. Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila

aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)

a. “tutup mata anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis satu

kalimat dan menyalin gambar


b. Tulis satu kalimat

c. Menyalin gambar

*Klien bisa menyebutkan benda yang

ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa

mengambil kertas, melipat jadi dua, dan

menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat

menulis satu kalimat.

Total 29

Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)

Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

9. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)

PERTANYAAN JAWABAN SKOR

YA/ TIDAK

Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya 0

Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat Ya 1

atau kesenangan anda?

Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0

Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0

Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0

Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?

Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda? Ya 0

Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0

Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi Ya 1

keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?

Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan Tidak 0

daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?

Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0

menyenangkan?

Apakah anda merasa berharga? Ya 1

Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0

Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0

Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada Tidak 0

anda?

Jumlah 3

Penilaian:

Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :

a. Tidak i. Ya

b. Ya j. Ya

c. Ya k. Tidak

d. Ya l. Ya

e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya

g. Tidak o. Ya

h. Ya

Skor :3

5-9 : kemungkinan depresi

10 atau lebih : depresi

Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3 sehingga

disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.

10. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus

Persepsi 1 2 3 4

Sensori Terbatas penuh Sangat terbatas Agak Terbatas Tidak terbatas

Kelembapan Lembab Sangat lembab Kadang lembab Jarang

konstan Lembab

Aktifitas Di tempat tidur Dikursi Kadang jalan Jalan Keluar

Mobilisasi Imobil penuh Sangat terbatas Kadang terbatas Tidak

Terbatas

Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Adekuat Sempurna

Gerakan/ Masalah Masalah Resiko Tidak Ada Sempurna

cubitan Masalah

Total skor = 22

Keterangan :

Paisien dengan total nilai :


a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus

b. 15/16 risiko rendah

c. 13/14 risiko sedang

d. <13 risiko tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan total skor : 22 sehingga

disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.

11. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg

a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi

Reach Test (FR test) Hasil

Mengukur tekanan darah lanisa dalam tiga Diperoleh hasil pengukuran dalam tiga

posisi yaitu: posisi pada Ny. K sebagai berikut:

a. Tidur a. Tidur : 130/70 mmHg

b. Duduk b. Duduk : 140/90 mmHg

c. Berdiri c. Berdiri : 140/90 mmHg


Catatan jarak antar posisi pengukuran

kurang lebih 5 – 10 menit.

KESIMPULAN

Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka dapat

dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia Ny. K juga sudah

semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit yang di

derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)

Reach Test (FR test) Hasil

1. Minta lansia untuk menempel 1. Lansia dapat berdiri sendiri tanpa

ditembok bantuan / mandiri.

2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh < 6 ichi

mencondongkan badannya ke (5,5 inchi)

depan tanpa melangkahkan

kakiknya.

3. Ukur jarak condong antara

tembok dengan punggung lansia

dan biarkan kecondongan terjadi

selama 1 – 2 menit.

KESIMPULAN

Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi, maka
dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)

Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk dalam kategori

varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.


B. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem

1 Ds: Ansietas Insomnia

1. Klien mengatakan memiliki penyakit

hipertensi atau tekanan darah tinggi.

2. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat

antihipertensi secara rutin.

3. Klien mengatakan sering terbangun pada

malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.

4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,

karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.

5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,

gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.

Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu siang hari.

2. TD 150/80 mmHg

Ds : Proses Nyeri kronis

penyakit
1. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin

dan merasa sakit pada bagian tengkuknya.

2. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan


terkadang mengganggu aktivitasnya.

3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu

banyak melakukan aktivitas (P)

4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)

5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)

6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)

7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

1. Wajah klien tampak meringis saat menahan

nyeri.

2 Ds: Resiko jatuh

1. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar

saat berjalan.

Do:

1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas

berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.

2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg

pada tekanan diastolik.


3. Hasil reach test <6 inchi

4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat

satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan

kembali duduk.

5. Hasil TUG Test 24 detik.


C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit

2. Insomnia berhubungan dengan ansietas

3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

D. NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Pain management

berhubungan dengan selama 3x 12 jam nyeri dapat berkurang dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.

proses penyakit kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak

Pain level nyamanan.

1. Nyeri berkurang dari 5 3. Monitor TTV

menjadi 2 dengan menggunakan 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi

menejemen nyeri. dengan tarik nafas dalam dan senam ergonimis)

2. Pasien merasa nyaman setelah nyeri

berkurang.
3. TTD dalam batas normal TD sekitar

130/80 mmHg, Nadi: 60-100x/menit,

R:20-24x/menit, S:36,5-37°C.

2 Insomnia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor TTV

dengan ansietas 3x12 jam, diharapkan masalah insomnia Ny. K 2. Lakukan penyuluhan tentang tekhnik relaksasi

dapat teratasi dengan kriteria hasil: otot progresif kepada klien

1. Klien tampak bergairah saat mengikuti 3. Latih klien untuk melakukan tekhnik relaksasi

kegiatan pagi di panti otot progresif

2. Mata klien tidak nampak merah 4. Evaluasi tekhnik relaksasi otot progresif yang

(mengantuk) dilakukan oleh klien

3. Ny.K tidak terbangun pada malam hari

4. Melaporkan secara verbal bahwa insomnia

berkurang

3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Berikan penyuluhan tentang apa saja bahaya

3x12 jam Ny. K tidak mengalami jatuh, dengan lingkungan yang ada disekitar wisma yang dapat

kriteria: menyebabkan resiko jatuh

1. Mampu mengidentifikasi bahaya


2. Anjurkan untuk memakai alat bantu jalan (jika
lingkungan yang dapat meningkatkan membutuhkan)

cedera
3. Ajarkan gerakan latihan keseimbangan
2. Mampu menggunakan alat bantu untuk

menghindari cidera

3. Mampu mempraktekan gerakan latihan

keseimbangan

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Evaluasi Ttd

tanggal

1 Nyeri kronis Selasa, 08 12.30 1. Mengkaji nyeri klien S:

berhubungan November 2. Melatih relaksasi napas dalam P: klien mengatakan masih nyeri

dengan 2016 3. Mengukur TTV Q: nyeri terasa mencengkram

proses R: nyeri di tengkuk

penyakit
S: skala 5

T: hilang timbul

O: TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,

RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri kronis belum teratasi

P:

1. Kaji nyeri klien

2. Evaluasi senam ergonomis

(Cindy PS. H.J)

Rabu, 09 16.00 1. Mengkaji nyeri klien S:

November 2. Evaluasi senam ergonomis P: klien mengatakan nyeri mulai


2016 3. Mengukur TTTV berkurang

Q: nyeri terasa mencengkram

R: nyeri di tengkuk

S: skala 4

T: hilang timbul

O: TD: 140/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, ,

RR: 20x/menit.

A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien

2. Motivasi klien untuk melakukan

senam ergonomis
(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 12.30 1. Mengkaji nyeri klien S:

November 2. Evaluasi senam ergonomis P: klien mengatakan nyeri sudah

2016 3. Mengukur TTTV berkurang

Q: nyeri terasa mencengkram

R: nyeri di tengkuk

S: skala 2

T: hilang timbul

O: TD: 140/80 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,

RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian


P:

1. Kaji nyeri klien

2. Motivasi klien untuk selalu

melakukan senam ergonomis

(Cindy PS. H.J)

2 Insomnia Selasa, 08 13.00 1. Mengukur tekanan darah S:

berhubungan November 2. Mengajarkan klien tentang Klien mengatakan senang diajarkan


dengan 2016 relaksasi otot progresif: senam relaksasi otot progresif.

ansietas a. Relaksasi otot tangan


O:
b. Relaksasi otot muka
Klien nampak mempraktikan relaksasi
c. Relaksasi otot perut
otot progresif sesuai intruksi meskipun
d. Relaksasi otot kaki
ada beberapa gerakan yang kurang

tepat.

TD : 140/90 mmHg

A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi

sebagian.

P:

Motivasi klien untuk melakukan

relaksasi otot progresif setiap

sebelum.bangun tidur.
(Cindy PS. H.J)

Rabu, 09 16.30 1. Mengukur tekanan darah S:

November 2. Mengevaluasi tentang relaksasi 1. Klien mengatakan masih ada

2016 otot progresif beberapa gerakan yang belum di

kuasai.

2. Klien mengatakan dapat tidur pada

siang hari 15 menit tetapi tidur

pada malam hari masih terbangun.


O:

Klien mampu melakukan gerakan

senam relaksasi progresif tetapi masih

sering lupa.

TD : 140/70 mmHg

A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi

sebagian

P:

Motivasi klien untuk melakukan

relaksasi otot progresif setiap hari


(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 13.00 1. Mengukur tekanan darah S:

November 2. Mengevaluasi tentang relaksasi 1. Klien mengatakan sudah

2016 otot progresif mempraktekkan setelah bangun

tidur.

2. Klien mengatakan masih terbangun

di malam hari karena pipis

O:

Klien mampu mempraktekkan kembali

senam seralksasi otot progresif,


meskipun tidak berurutan.

TD : 140/70 mmHg

A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi

sebagian

P:

Motivasi klien untuk melakukan

relaksasi otot progresif setiap hari

(Cindy PS. H.J)

3 Risiko jatuh Selasa, 08 13.00 1. Mengajarkan klien tentang S:

Agustus latihan keseimbangan. 1. Klien mengatakan senang diajarkan


2016 tentang latihan keseimbangan.

2. Klien mengatakan akan melakukan

latihan keseimbangan setiap hari.

O:

Klien tampak mampu mempraktekkan

latihan keseimbangan.

A:

Masalah keperawatan resiko jatuh

teratasi sebagian.

P:

Evaluasi latihan keseimbangan.


(Cindy PS. H.J)

Rabu, 9 13.00 1. Mengevaluasi latihan S:

Agustus keseimbangan. Klien mengatakan masih ingat sebagian

gerakan latihan keseimbangan.


2016
O:

Klien mampu mempraktekkan latihan

keseimbangan, meskipun gerakan yang

lainnya masih lupa.

A:

Masalah keperawatan resiko jatuh

teratasi sebagian.

P:
Motivasi klien untuk latihan

keseimbangan.

(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 13.00 1. Mengevaluasi latihan S:

Agustus keseimbangan. Klien mengatakan belum perlu

menggunakan alat bantu untuk berjalan.


2016
O:

Klien masih mampu berjalan tanpa

menggunakan alat bantu.

A:
Masalah keperawatan resiko jatuh

teratasi sebagian.

P:

Motivasi klien untuk latihan

keseimbangan.

(Cindy PS. H.J)


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K dengan

insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur selama

3 x 12 jam didapatkan hasil :

1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala

2.

2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di malam hari

karena pipis.

3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu menggunakan alat bantu

untuk berjalan.

B. Saran

a. Bagi petugas kesehatan

1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui

pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam

pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami


hipertensi untuk menerapkan terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan

sehari-hari.

2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat mengurangi

resiko jatuh

b. Bagi lansia

1) Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri

untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.


DAFTAR PUSTAKA

Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada

Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang

Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes

Kusuma Husada.

Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.

go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.

Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi

Action.

Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical

Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Herdman,  Heather.  2010.  Diagnosis  Keperawatan:  Definisi  dan  Klasifikasi  2009-

2011.Jakarta : EGC

Hidayat.  2009.  Konsep  Personal  Hygiene  diakses  dalam  http://

hidayat2.wordpress.com diakses tanggal 18 Juli 2013

PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa 

KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC

dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai