Anda di halaman 1dari 9

MELAKUKAN TRAUMA HEALING TERHADAP KORBAN BENCANA LONGSOR

DI SUMEDANG

LAPORAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Bimbingan
Konseling Pasca Bencana

Dosen Pengampu : H. Dede Lukman, S.Sos.I., M.Ag.,

Oleh :

Tiani Sylvia Novianti 1174010164

BKI VII-D

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021
A. Pendahuluan
Awal tahun mungkin menjadi sebuah harapan yang akan terus membaik bagi
sebagian orang untuk melakukan aktivitas yang baru dan fresh, namun nyatanya
Indonesia mengalami duka karena dilanda beberapa bencana alam yang menimpa di
berbagai daerah seperti menurut BNPB dalam PikiranRakyatCom dan Akun Official
Twitternya menyebutkan jika dari tanggal 1 hingga 23 Januari 2021 telah terjadi 197
bencana yang mayoritas bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi karena
fenomena meteorologi atau alam. Selanjutnya, banjir tercatat terjadi 134 kejadian,
puting beliung 24 kejadian dan longsor 31 kejadian.
Salahsatunya Longsor yang terjadi di daerah Cimanggung, Sumedang.
Diberitakan jika longsor di Cimanggung terjadi pada hari Sabtu tanggal 9 Januari
2021 sekitar pukul 16.45 WIB dan longsor susulan pun terjadi sekitar pukul 19.30
WIB. Longsor menurut Nandi merupakan peristiwa geologi dimana terjadinya
pergerakan tanah berupa jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Penyebab
terjadinya longsor yang paling umum ialah dengan munculnya retakan di lereng yang
sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru
secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan.
Seperti yang diberitakan, penyebab longsor di Cimanggung disebabkan oleh
intensitas yang tinggi. Sehingga tentu longsor terjadi secara tiba-tiba dan merenggut
harta dan nyawa seseorang, bantuan dari pemerintah atau relawan baik berupa-
sandang, pangan dan papan. Tetapi selain dari itu, tentu korban membutuhkan
bantuan yang lain seperti aspek psikis nya yang bisa saja mengarah kepada stress dan
bisa menyebabkan trauma. Seperti menurut Hawari (2011) dalam Nur’aini (2018)
menyebutkan jika stress karena trauma akibat bencana alam yang dialami oleh korban
dapat menyebabkan gangguan jiwa seperti: kecemasan, depresi, psikosis, bahkan
korban dapat melakukan tindakan bunuh diri Karena itulah peran dari Konselor atau
Psikolog sangat dibutuhkan untuk memberikan Trauma Healing agar psikisnya dapat
kembali seperti sedia kala.

B. Landasan Teori
1. Konseling Pasca Bencana
Menurut Pataki, et al (2000) dalam Nur’aini (2018) bencana
merupakan peristiwa alami atau buatan yang dapat menyebabkan kematian,
cedera, dan kerusakan infrastruktur. Peristiwa bencana alam seperti banjir,
gempa bumi, tsunami, angin topan, dan lain-lain membutuhkan tanggapan
segera, terkoordinasi, dan efektif dari berbagai kalangan. Sedangkan
Counseling (konseling) seperti yang diungkapkan Willis (2004) dalam
Nur’aini (2018) ialah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing
yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang
membutuhkanya agar individu tersebut berkembang potensiny secara optimal,
mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang selalu berubah. (Safitri, 2018)
Sehingga konseling bencana ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk
membantu korban bencana alam untuk mengurangi dan menghilangkan
gangguan psikologis yang dialami akibat bencana dan mengembangkan
potensi yang dimiliki agar dapat menyesuaikan diri denga lingkungan dan
keadaan setelah bencana. Materi yang bisa di sampaikan kepada para korban
menurut Ikatan Konselor Indonesia yaitu : (a) pengembangan hubungan sosio-
emosional; (b) Play therapy; (c) Self report and sharing; (d) informasi tentang
gempa; (e) penenangan (relaksasi dan disensitisasi); (f) Spritual Emotional
Freedom technique (SEFT), dan (g) pendalaman melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung konseling.
Sehingga hal penting yang harus diingat konselor, karena peran
konselor sangat penting, terutama dalam memberikan pelayanan koseling
bencana, konseling krisis atau konseling trauma (trauma healing) baik melalui
format individu, kelompok, klasikal maupun lapangan.

2. Trauma
Trauma merupakan suatu kejadian fisik atau emosional serius yang
menyebabkan kerusakan substansial terhadap fisik dan psikologis seseorang
dalam rentangan waktu yang relative lama (Weaver, Flannelly, dan Preston,
2003). Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan
hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui
batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar. Di samping
itu, trauma adalah suatu kondisi emosional yang berkembang setelah suatu
peristiwa trauma yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan,
mencemaskan dan menjengkelkan, seperti peristiwa: pemerkosaan
peperangan, kekerasan dalam keluarga, kecelakaan, bencana alam dan
peristiwa-peristiwa tertentu yang membuat batin tertekan (Lawson, 2001;
Kinchin, 2007). Trauma psikis terjadi ketika seseorang dihadapkan pada
peristiwa yang menekan yang menyebabkan rasa tidak berdaya dan dirasakan
mengancam. Reaksi umum terhadap kejadian dan pengalaman yang traumatis
adalah berusaha menghilangkannya dari kesadaran, namun bayangan kejadian
itu tetap berada dalam memori. (Nirwana, 2003)
Trauma dapat menimpa siapa saja yang mengalami suatu peristiwa
atau kejadian yang luar biasa dan gangguan pasca trauma dapat dialami
setelah peristiwa traumatis terjadi atau beberapa tahun setalah peristiwa
tersebut terjadi. Seseorang yang mengalamis stres pasca trauma berisiko untuk
mengalami gangguan kesehatan mental seperti fobia, depresi, kecemasan
(anxiety), dan lainlain. Oleh karena itu, harus segera ditangani agar tidak
berakibat fatal. Menurut Hatta (2016), kejadian traumatis dapat muncul
kembali apabila seseorang berada pada situasi atau kondisi yang serupa
dengan peristiwa atau kejadian yang menyebabkan terjadinya trauma, seperti:
kesamaan tempat, warna, suara, peristiwa, dan sebagainya.
Gejala trauma juga dapat dirasakan dan dialami oleh orang yang tidak
mengalami peristiwa traumatis secara langsung, misalnya seseorang yang
selalu melihat berita tetang bencana di TV sehingga ia merasa takut, khawatir,
dan susah tidur. Seseorang yang mengalami trauma berkepanjangan dapat
mengakibat terjadinya post trauma stress reaction (PTSR) dan post trauma
strees disorder (PTSD) yaitu berupa (1) reaksi pada fisik (mati rasa, susah
tidur, gangguan pernapasan, jantung berdebar, dan lain-lain, (2) reaksi pada
mental (selalu teringat kejadian trauma, tidakpercaya diri, merasa
tidakberdaya, dan putus asa, (3) reaksi pada emosional (cemas, takut, gugup,
dan lailain), (4) reaksi pada perilaku (mengelakkan situasi yang dapat
mengingatkan pada kejadian atau menghidupkan kembali peristiwa traumatik)
(Hatta, 2016). Namun demikian, perlu dipahami bahwa setiap orang memiliki
reaksi yang bervariasi terhadap bencana alam dan gejala stres tersebut juga
dapat muncul secara beragam, seperti stres dapat muncul secara langsung
setelah bencana, beberapa jam, hari, minggu, bulan, atau bahkan beberapa
tahun setelah bencana (Pataki, Stone, &Viness, 2000).
3. Trauma Healing
Trauma Healing atau tindakan penanganan psikis adalah pada anak dan
lansia, dalam pembahasan ini terfokus pada tindakan yang dilakukan oleh
Corp Brigade Pembangunan (CBP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (IPNU).
Trauma Healing adalah kejadian traumatik yang didefinisikan dalam keadaan
jiwa dan atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa
atau cedera kejasmanian manusia. Secara umum. trauma berarti luka atau
kekagetan (syok/ shock). Penyebab utama trauma adalah peristiwa yang sangat
menekan dan menyebabkan bekas yang mendalam , terjadi secara tiba-tiba,
diluar dugaan dan di luar kontrol/kendali masyarakat, bahkan seringkali terjadi
dan membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa ini begitu
mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang kita alami sehari-
hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis. (Muhammad, 2019)

C. Hasil Temuan
Trauma Healing dilakukan pada hari Minggu tanggal 17 Januari 2021
bertempat di Posko Pengungsian Al-Hidayah pukul 10.00 sampai pukul 12.00.
Kebetulan di Posko Pengungsian ini saya dan teman-teman tadinya akan terbagi
kepada 3 kelompok, yaitu anak-anak, dewasa dan lansia. Namun, saat di posko saya
dan teman-teman diberi arahan untuk melakukan Trauma Healing bersama-sama
dengan memberikan games dan makanan sebagai hadiah kepada anak-anak yang ada
di posko tersebut. Karena untuk dewasa dan lansia saat itu tengah bersiap-siap untuk
makan siang juga ada yang sebagian kerja.
Saya disambut oleh beberapa Mahasiswa dan Mahasiswi yang rupanya juga
relawan trauma healing. Setelah berbincang-bincang kepada beberapa mahasiswa
tersebut, saya dan teman-teman diperbolehkan untuk mengisi waktu yang ada dengan
trauma healing yang lebih banyaknya memainkan games bersama. Tahap Awal
dilakukan dengan perkenalan dan memberi salam serta menjelaskan maksud tujuan
datang ke posko dan agar suasana lebih tercipta dan hangat, salahsatu dari teman lalu
menciptakan jargon juga games perkenalan. Tahap selanjutnya, 14 orang anak-anak
yang bernama Kiki, M.Kiki, Reyhan, Sansan, Dini, Melani, Rindi, Chelsea, Raka,
Sensen, Desi, Denata, Nisa dan Iki ditanyai mengenai “bagaimana keadaannya hari
ini?”, lalu mereka hampir menjawab dengan kata “Senang, karena banyak orang”.
Diseling kembali dengan games yang jika ada yang bertahan sampai akhir akan diberi
hadiah. Dan antusias dari anak-anak semakin ramai, hingga setelah melihat kecapean
ditanyai kembali mengenai “adek-adek kangen sama rumah ngga?” dan jawaban
mereka saat itu ialah hampir semua serempak menjawab engga, dan saat ditanya
alasannya kenapa karena di posko banyak orang jadi ramai, dan banyak makanan
katanya.
Sehingga dari sana, terselip perasaan jika anak-anak yang di posko ini
sepertinya telah terbiasa dengan datangnya bantuan berupa sandang, pakan dan papan.
Karena, saat sedang berlangsungnya trauma healing yang saya dan teman-teman
lakukan, tiba-tiba relawan mahasiswa mengkabari jika ada relawan yang lain izin
masuk untuk memberi makanan pada anak-anak. Setelah dari itu karena berhubung
waktu akan menjelang dzuhur, jadi trauma healing saya dan teman-teman hentikan,
berpamitan dan mengajak foto bersama dengan anak-anak yang ada di posko.

D. Tindak Lanjut
Pelaksanaan dari Trauma Healing yang saya ikuti tidak terlalu berjalan dengan
baik, karena mungkin pertama kali terjun ke lapangan, saya dan teman-teman
kebingungan untuk melakukan hal seperti bagaimana. Tempat untuk melakukan
trauma healing pada saat itu berada di sebuah mushola sehingga saya dan teman-
teman tidak bisa bebas untuk melakukan aktivitas seperti games yang berbentuk
olahraga kecil, juga banyaknya orang di sekitar tempat, membuat anak-anak
teralihkan konsentrasinya dengan hal yang lain.
Juga tidak bisa melakukan pendekatan lebih seperti mengetahui jika anak ini
ternyata jika di ajak mengobrol sendiri ternyata mempunyai trauma, atau kepada
dewasa dan lansia disana. Saya hanya langsung terfokus dengan anak-anak dan tidak
mengobrol dengan orang dewasa dan lansia disana.

E. Kesimpulan
Untuk melakukan Trauma Healing tentu tidaklah mudah karena seseorang
harus memikirkan berbagai cara dalam melakukan pelayanan konseling atau trauma
healing, terlebih kepada korban bencana alam yang mempunyai kecemasan,
ketakutan, stress bahkan trauma. Sehingga pelayanan konseling atau trauma healing
kepada korban bencana alam diharapkan dapat memahami, menerima kondiri diri dan
lingkungan mengambil keputusan yang sesuai kondisinya, melaksanakan kegiatan
sesuai keputusan tersebut hingga dapat merealisasikan diri dengan potensi yang ada,
membangkitkan kemampuan pribadi yang mandiri dalam menghadapi bencana yang
menimpa dirinya dan mampu mengendalikan diri dari hal-hal negatif yang dapat
merugikan diri sendiri, serta mampu untuk menata dan merencanakan tindakan dalam
menghadapi akibat bencana untuk masa depan yang lebih baik lagi setelah peristiwa
krisis atau bencana.

Daftar Pustaka

Muhammad. (2019). TRAUMA HEALING TERHADAP KORBAN BENCANA ALAM DI


JAWA TIMUR , INDONESIA. 383–398.

Nirwana, H. (2003). Konseling trauma pasca bencana.

Safitri, N. (2018). Crisis and Disaster Counseling: Peran Konselor Terhadap Korban Yang
Selamat Dari Bencana Alam. Educational Guidance and Counseling Development
Journal, 1(2), 66. https://doi.org/10.24014/egcdj.v1i2.6053

Nandi. 2007. Longsor. Bandung. UPI Bandung (Berbentuk Handouts)

Nur Anjani, Ayu. (2021, 24 Januari). Duka Awal Tahun 2021: 197 Bencana Alam Terjadi di
Indonesia dalam Waktu Kurang dari Satu Bulan. PikiranRakyatCom. Diakses dari
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-011320247/duka-awal-tahun-2021-197-bencana-
alam-terjadi-di-indonesia-dalam-waktu-kurang-dari-satu-bulan

Dokumentasi
ketika melakukan trauma healing

foto bersama dengan anak-anak setelah melakukan trauma healing

foto bersama kelompok posko 3


berkunjung pada posko relawan dari mahasiwa

foto bersama dengan Relawan Trauma Healing

Anda mungkin juga menyukai