Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

KESEHATAN PENYELAMAN DAN HIPERBARIK

Dosen Pembimbing :
Nur Chabibah M.Si

Oleh :
1. Ade Larasati (141.0002) 7. M. Iqbal R (141.0066)

2. Astriani R (141.0020) 8. Nurul Azizah (141.0076)


3. Berianata A P (141.0026) 9. Selviana Dwi (141.0092)
4. Ida Fatmawati (141.0050) 10. Shofia Kulsu (141.0094)
5. Jasinta Firda P (141.0052) 11. Siska Dwi A (141.0096)
6. Merlina P. N (141.0062)

PRODI S1-KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2017
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PEGENALAN UDARA BERTEKANAN TINGGI

Ruang udara bertekanan tinggi, disingkat RUBT, diperkenalkan sejak


tahun 1662 oleh dr. Henshaw dari inggris dan mulai dipakai untuk kepentingan
medis. RUBT merupakan suatu tabung yang dari plat baja atau almunium alloy
dan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu diisi udara tekan mulai dari 1 ATA
sampai beberapa ATA, tergantung jenis penggunannya. Saat ini RUBT
merupahkan alat pendukung untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
tekanan lebih dari 1 ATA. Bentuk RUBT disesuaikan keggunaannya.

Jenis-jenis RUBT antara lain:

1. Large multi compartment chamber


- Dipakai dalam pengobatan
- Mampu diisi tekanan lebih dari 5 ATA
- Mampu menampung beberapa orang

2. Large multi compatments for treatment


- Dipakai dalam pengobatan
- Mampu diisi tekanan 2-4ATA
- Mampu menampung beberapa orang
3. Portable high pressure multi-man chamber
- Dapat dipindahkan
- Dipakai untuk pengobatan penyelam/ pekerja caisson
- Mampu menampung lebih dari 1 orang
4. Portable high or low pressure one-man chamber
- Untuk pengobatan / transport
- Mampu menampung 1 orang
Large Multi Compartment Recompression Chamber

RUBT ini terjadi dari 2atau lebih ruangan yang saling berhubungan yang
disebut lock. Tekanan dalam ruangan-ruangan tersebut dapat diatur sesuai
keperluan. Pada umumnya, RUBT ini terdiri dari ruanga dalam (inner lock),
termasuk didalamny medical lock, dan ruangan luar (outer lock). Medical lock
berfungsi untuk memasukan obat-obatan / makanan maupun perlengkapan ke
dalam inner lock. Untuk kenyamanan, ukurannya dibuat sedmikian rupa shingga
penderita di dalam chamber dapat berdiri dan bergerak agak bebas.

Diameter RUBT kurang lebih 2m dan pajangnya sekitar 3 untuk observasi


seluruh ruangan di dalam RUBT, pada didingnya dibuat jendela yang ditutup kaca
kedap udara. Diameter jendela kurang lebih 15-30 cm. Seluruh interior berwarna
cerah dan memenuhi persyaratan antara lain:

1. Mudah dibersihkan
2. Tidak memantulkan cahaya
3. Tahan api, tidak mudah terbakar
4. Dapat meredam suara
5. Kemampuan listrik statis kecil
6. Tidak bersifat toksik

2.2 Alat pendukung RUBT

RUBT dapat berfungsi apabila diisi dengan udara tekan. Penghasil utama
udara tekan adala compressor yang harus mampu memberikan udara tekan sampai
setara tekanan kedalaman 50 m (165 feet) untuk 2 kali kapasitas kerja ditamnahi
ventilasi.

Sumber udara tekan tambahan, harus mampu memberikan udara tekan


sampai kedalaman 50 m 1 kali kapasitas kerja ditambah ventilasi selama 1 jam.
Untuk menghindari populasi udara, lebih baik memakai compressor listrik
sedangkan untuk ruangan digunakan generator diesel.

Operasional RUBT diatur melalui control panel secara manual atau


komputerisasi. Alur kerja RUBT dimulai dari compressor menghasilkan udara
tekan yang dialirkan ke buffer tank, kemudian dari konrol panel diatur aliran
udara tekan ke dalam RUBT sampai mencapai kedalaman/ tekanan tertentu sesuai
table. Dari tabung oksigen 100% dialirkan ke masker pasien sebagai media
nafasnya.

Penggunaan RUBT
RUBT umumnya dipakai untuk menunjang kegiatan di bawah air, antara
lain untuk penelitian, dan pengobatan penyakit klinis tertentu maupun yang
berhubungan dengan kegiatan di bawah permukaan air.

1. Dukungan kesehatan
a. Uji pemeriksaan kesehatan khas matra laut untuk anggota TNI-AL,
yaitu tes kompresi dan kerentanan terhadap oksigen tekanan tinggi.

b. Pengobatan penderita akibat kegiatan operasi di bawah air.


2. Pelayanan kesehatan
a. Pengobatan beberapa kasus klinis (gas gangrene, combustion,
replantasi dll) dan penunjang pengobatan pasca bedah.
b. Pusat rujukan kesehatan Hiperbarik.

3. Bidang pendidikan
a. Pendidikan fungsional kesehatan anggota TNI-AL
b. Pendidikan dan latihan tenaga kesehatan dari instansi lain.
4. Bidang penelitian
Bersama dengan para ahli disiplin ilmu kesehatan yang lain untuk meneliti
penyakit-penyakit klinis atau fisiologi pekerja bawah air.

Pengawakan RUBT
Untuk pengawakan RUBT diperlukan 1 tim yang terdri dari :
1. Penanggung jawab umum adalah kepala satuan kerja
2. Penanggung jawab medis adalah dokter dengan kualifikasi hiperbarik
bertanggung jawab terhadap seluruh jalannya pengobatan.
3. Ketua tim yang mengoprasikan seluruh jalannya pengobatan.
4. Petugas luar I (outside tender 1) yang bertanggung jawab terhadap
operasional compressor menghasilkan udara tekan dan aliran oksigen.
5. Petugas luar II (outside tender II) yang bertanggung jawab terhadap
operasional di panel control dan melakukan komunikasi dengan petugas
dalam.
6. Petugas dalam (inside tender) yang bertanggung jawab melayani pasien di
dalam RUBT
Tim pengawak RUBT selalu siap 24 jam untuk menangani kasus-kasus
darurat.

Pengamanan RUBT
Pengamanan ditujukan terhadap alat RUBT sebelum dioperasikan.
Langkah-langkah pengamanan sebagai berikut:
1. Valve-valve dalam keadaan tertutup.
2. Manometer dalam kondisi baik
3. Indicator sumber oksigen dalam kondisi baik
4. Tidak ada polusi udara dengan unsur udara yang merugikan kesehatan
5. Alat komunikasi berfungsi baik
6. Aliran listrik baik, tidak ada kerusakan kabel-kabelnya.
7. Jendela RUBT dalam kondisi baik
8. Tidak ada bahan-bahan yang mudah terbakar
9. System pemadam kebakaram bekerja dengan baik.

Pemeliharan RUBT
Secara periodic dilaksanakan pemeliharan RUBT sesuai buku petunjuk
tekniknya. Setahun sekali dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh, baik dari
luar maupun dalam dan dilakukan pengecatan.
Tes tekanan tiap 5 tahun. Penggantian CO 2 absorbent dan penyerap
kelembapan sesuai jam pemakaian RUBT. Kaca-kaca jendela diperiksa paling
lama setiap 6 bulan. Fondasi/penyangga RUBT harus diperiksa secara periodic,
untuk diperbaiki bila ada kerusakan.

2.3 Pengobatan Rekompresi Di Dalam Air Memakai Oksigen

Cara pengobatan ini berguna untuk kasus-kasus penyakit dekompresi di


daerah terpencil atau tempat yang jauh dari fasilitas RUBT, dapat juga
dipergunakan sambil menunggu tersediannya transpor ke pusat RUBT. Dalam
perencanaan perlu diperhatikan bahwa lama pengobatan dapat mencapai 3 jam.
Sehingga resiko yang dihadapi, antara lain faktor-faktor lingkungan, harus
dipertimbangkan kerugian dan keuntungan yang diperoleh dari hasil pengobatan,
demikian pula penderita harus disertai seorang pendamping.

1. Peralatan :

a. Full face mask dengan demand valve dan surface supply system atau
helm dengan free flow.

b. Persediaan oksigen 100% yang cukup untuk penderita dan udara untuk
pendamping.

c. Wet suit untuk melindungi tubuh terhadap pengaruh dingin.


d. Pipa karet (hose) untuk udara/oksigen sepanjang 10 meter disertai
dengan tali yang ujungnya diberi tempat untuk penderita.

e. Alat komunikasi antara penderita, pendamping dan supervisor di


permukaan.

2. Pelaksanaan :

a. Penderita dimasukkan ke dalam air melalui tali sampai kedalam 9


meter, mamakai full face mask dan bernafas dengan oksigen 100%.

b. Lama pengobatan adalah 30 menit untuk ksus ringan dan 60 menit


untuk kasus serius bila ada perbaikan. Bila tidak ada perbaikan, dapat
diperpanjang masing-masing menjadi 60 menit dan 90 menit.

c. Kecepatan naik ke permukaan adalah 1 m dalam 12 menit.

d. Bila gejala timbul kembali, tetaplah tinggal di kedalaman tersebut


selama 30 menit sebelum meneruskan naik ke permukaan.

e. Bila persediaan oksigen habis, lebih baik kembali ke permukaan


daripada bernafas dengan udara.

f. Setelah tiba dipermukaan penderita harus bernafas dengan oksigen dan


udara secara berselang-seling, masing-masing selama 1 jam sampai
total waktu 12 jam.

3. Tabel penatalaksanaan terapi dalam air menggunakan O2 :

Duration of O2 breathing periods


Depth
Depending on symtoms
(m)
Mild More serious Most serious
9 30 60 90
8 12 12 12
7 12 12 12
6 12 12 12
5 12 12 12
4 12 12 12
3 12 12 12
2 12 12 12
1 12 12 12
0 12 12 12

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh karena sering menjadi
bahan perdebatan.

a. Kasus-kasus yang diobati

Pada mulanya diharapkan bahwa pengobatan cara ini cukup


memadai untuk mengobati kasus-kasus penyakit dekompresi yang
ringan dan mencegah memburuknya keadaan pada kasus-kasus yang
serius saat penyiapan transportasi. Diperkirakan bahwa pengobatan ini
tidak akan berhasil menanggulangi kasus-kasus yang serius dan tidak
boleh diterapkan pada penderita yang kesadarannya menurun atau
tidak kooperatif.

Namun, perkiraan ini kemudian berubah, pada bebrapa penderita


yang dulunyadinilai tidak sesuai diobati dengan cara ini, ternyata dapat
diterapi rekompresi dengan oksigen di dalam air. Perubahan ini
berdasarkan pengamatan bahwa baik untuk kasus-kasus yang baru
maupun kasus-kasus yang lama, seringkali terjadi perbaikan yang
dramatis, meskipun didiagnosis sebagai penyakit dekompresi tipe II /
serius. Biasanya perbaikan berlanjut selama naik ke permukaan.
Beberapa kasus yang tidak menunjukkan perbaikan yang berarti pada
kedalaman 9 meter, justru menunjukkan perbaikan nyata selama proses
dekompresi.

Tetapi pengobatan dekompresi dengan oksigen di dalam air tidak


dapat diterapkan untuk semua kasus, terutama bila penderita tidak
dapat atau tidak mau masuk lagi ke dalam air. Juga pada kasus-kasus
dimana gross decompression staging diabaikan dan dimana sudah
terjadi disseminated intravascular syndrome.

b. Keracunan oksigen

Ketakutan akan terjadinya kejang dan keracunan pada paru dapat


dimengerti apabila digunakan tabel pengobatan oksigen yang biasa.
Tetapi hal-hal tersebut tidak akan terjadi pada pengobtan dengan
oksigen di dalam air, karena pada kedalaman maksimum 9 meter pasti
tidak akan terjadi pada kedalaman tersebut. Namun setelah penderita
tiba di permukaan dianjurkan untuk dikerjakan pemeriksaan faal paru
dan foto rontgen toraks bila memungkinkan.

c. Pengakhiran pengobatan secara darurat.

Hal ini memang merupakan kekuatiran penderita dan pendamping


yang melaksanakan pengobatan rekompresi dengan udara di dalam air.
Ada banyak hal yang dapat menyebabkan pengakhiran ini, baik faktor
lingkungan dan operasional maupun faktor klinis dan psikologis.

Bila stasiun dekompresi yang telah direncanakan dibaiakan, maka


penderita dan pendamping dapat terkena penyakit dekompresi akibat
naiknya kadar nitrogen dalam jaringan selama berada di dalam air. Hal
ini tidak akan terjadi bila mana digunakan oksigen oleh karen adanya
proses denitrogenisasi dan oksigen hiperbarik akan memperkecil
ukuran gelembung dan memperbaiki keadaan klinis penderita.

Kedalaman 9 mi pendamping tanpa aman bagi pendamping tanpa


memperhitungkan penyelaman terdahulu, bahwa tidak akan terkena
penyakit dekompresi meskipun pengobatan dihentikan setiap saat.

d. Hipotermia

Ada pendapat bahwa pengobatan di dalam air hanya cocok untuk


daerah tropis atau subtropis, tetapi tidak sesuai untuk daerah dengan
iklim dingin dimana suhu air mencapai 5-10c. sebenarnya pendapat
ini tidak begitu tepat, karena jika penyelam berada di dalam air yang
dingin pada umumnya akan memakai pakaian pelindung yang
memadai. Disamping itu, waktu yang dipakai untuk pengobatan
dengan oksigen di dalam air tidak begitu lama dan pada kedalaman 9
meter wet suit yang dipakai sudah cukup untuk melindungi tubuh
terhadap suhu dingin, lebih-lebih lagi bila memakai dry suit.

e. Peralatan yang memadai

Pada umumnya di daerah terpencil sulit untuk memperoleh oksigen


dan pipa karet tekanan tinggi yang dihubungkan ke demand valve.
Tidak boleh menggunakan alat-alat yang sudah diminyaki untuk
oksigen. Dalam keadaan darurat dapat dipakai oksigen industri dan
pipa karet tekanan tinggi medis. Oleh sebab itu, dalam setiap operasi
penyelaman, khususnya di daerah terpencil, harus disiapkan oksigen
dan alat-alat lain yang diperlukan untuk pengobatan di dalam air.

f. Mabuk laut

Penyakit ini memang menyebabkan banyak problem dalam


pengobatan penyakit dekompresi dengan udara di dalam air. Hal ini
oleh karena penderita harus masuk kembali ke dalam laut untuk
mencapai kedalaman yang diperlukan. Tetapi dengan menggunakan
oksigen pada kedalaman 9 meter, hal ini jarang sekali terjadi, karena
tidak perlu menyelam di laut bebas.

g. Operator

Operator yang ahli dan terlatih memang diperlukan, tetapi tidak mutlak
seperti seorang operator RUBT. Operator untuk pengobatan dengan
oksigen di dalam air perlu mengetahui cara-cara memasang dan
mengoperasikan peralatan yang dipakai, oleh sebab itu perlu latihan
yang teratur supaya mahir.

h. Keselamatan pendamping

Hal ini tidak menjadi masalah karena kedalaman yang dipergunakan


hanya 9 meter sehingga kemungkinan kecil untuk terkena penyakit
dekompresi, nitrogen narkosis atau hiportemia.

i. Supervisi medis

Kehadiran seorang dokter penyelam tidak mutlak diperlukan, bila ada


memang lebih baik. Dokter penyelam berguna untuk menentukan
kelainan setiap kasus tetapi tidak dapat memperbaiki atau menambah
fasilitas yang ada.

j. Transpor

Transpor harus selalu siap, terutama pada kasus-kasus serius perlu


untuk evakuasi penderita ke pusat RUBT. Namun sambil menunggu
persiapan transport, lebih baik mengobati penderita dengan cara
pengobatan oksigen di dalam air yang berlangsung sekitar 3 jam.

Tabel pengobatan dengan oksigen di dalam air adalah aplikasi dan


modifikasi dari tabel-tabel pengobatan yang dipakai sekarang ini. Tabel ini tidak
dapat menggantikan prosedur pengobatan yang resmi, tetapi merupakan prosedur
darurat yang dipakai di daerah terpencil untuk mencegah atau mengurangi akibat-
akibat yang tidak diinginkan. Pengobatan dengan oksigen di dalam air dianggap
sebagai pertolongan pertama.

2.4 Terapi oksigen hiperbarik dalam klinik

Kesehatan hiperbarik, khususnya terrapin oksigen hiperbarik, di Negara-


Negara maju telah berkembang dengan pesat. Terapi ini telah dipakai untuk
menanggulangi bermacam penyakit. Baik penyakit akibat penyelaman maupun
bukan penyakit penyelaman. Di Indonesia, kesehatan hiperbarik telah mulai
dikembangkan oleh kesehatan TNI-AL pada tahun 1960 dan terus berkembang
sampai saat ini. Kesehatan TNI-AL mempunyai ruang udara bertekanan
tinggi(RUBT) di 4 lokasi, yaitu Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya dan Ambon.

Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit dapat sebagai terapi


utama maupun terapi tambahan. Namun tidak boleh dilupakan, meskipun banyak
keuntungan yang diperoleh penderita, cara ini juga mengandung resiko. Sebab itu
terapi oksigen hiperbarik harus dilaksanakan secara hati-hati sesuai dengan
prosedur yang berlaku., sehingga mencapai hasil yang maksimal dengan resiko
minimal.

Pengertian

1. Kesehatan hiperbarik, adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-


masalah kesehatan yang timbul akibat pemberian tekanan lebih dari 1
atmosfer(Atm) terhadap tubuh dan aplikasinya untuk pengobatan
2. Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT.
3. Tekanan 1Atm adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda,
termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan
dan berada dalam keseimbangan.

Sejarah ringkas

Dimulai oleh Dr. Henshaw dari inggris yang membangun RUBT pada
tahun 1662 untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Penggunaan udara
bertekanan tinggi dan terapi oksigen hiperbarik dalam klinik terus berkembang,
meskipun mengalami pasang surut. Sampai kemudian pada tahun 1921 Dr. J .
Cunningham mulai mengemukakan teori dasar tentang penggunaan oksigen
hiperbarik untuk mengobati keadaan hipoksia. Namun usahanya mengalami
kegagalan dasar untuk terapi oksigen hiperbarik ini nampaknya terlalu dicari cari.

Tahun 1930an penelitian-penelitian tentang penggunaan oksigen


hiperbarik mulai dilaksanakan dengan lebih terarahn dan mendalam. Tahun
1960an Dr. Borrema memaparkan hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen
hiperbarik yang larut secara fisik di dalam cairan darah, sehingga dapat member
hidup pada keadaan tanpa Hb yang disebut life without blood, hasil penelitiannya
tentang pengobatan gas gangrene dengan oksigen hiperbarik membuat ia dikenal
sebagai bapak RUBT. Sejak saat itu terapi oksigen hiperbarik berkembang pesat
dan terus berlanjut sampai saat ini.

2.5 Pengaruh oksigen hiperbarik pada obat-obatan

Pada umumnya sebagian besar obat-obatan tidak mempunyai efek sinergis


atau bereaksi dengan oksigen hiperbarik atau udara yang dimampatkan dengan
beberapa perkecualian penting yang akan dibahas dibawah ini. Jadi cukup aman
untuk menganggap bahwa pemberian onbat-obatan dapat diteruskan selama
berada dibawah tekanan (suasana hiperbarik),kecuali adanya kontraindikasi yang
khusus mengenai pemakaian obat-obatan tertentu.

1. Steroid
Telah diketahui bahwa pemberian kortikosteroid dapat memperkuat
oksigen. Dalam praktek, sering kali kita harus mengobati penderita yang
telah memakai steroid dengan oksigen hiperbarik.
2. Analgesik
a. Non narkotik
Obat-obatan seperti asam acetil dan fenasetin dalam dosis terapi tidak
mempunyai efek yang memperkuat keracunan oksigen. Efisiensinya
dibawah tekanan oksigen yang tinggi tidak terganggu.
b. Narkotik
Pada penderita-penderita yang menggunakan morfin, meperidin atau
jenis narkotik lain, harus diwaspadai bahaya terjadinya keracunan
oksigen.
c. Anestetik
Secara umum dikatakan bahwa pemakaian anestetik dalam suasana
hiperbarik memerlukan usaha-usaha pengamanan (safe guard) dengan
peralatan seperti yang terdapat pada kamar bedah moderen.
d. Anti konvulsan
Penggunaan anti konvulsan (kejang) pada terapi oksigen hiperbarik,
dapat sebagai pencegahan atau pengobatan kejang yang tidak hilang
meski pemberian oksigen sudah dihentikan.
Bila anti kejang dipakai sebagai pencegahan maka perlu derpedoman
pada batas waktu dan tekanan pemberian oksigen, sebab jika
melampauinya akan menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat secara
permanen. Namun sebaiknya penggunaan anti kejang sebagai
pencegahan hanya digunakan pada kasus tertentu.
1) Bartiburat
Fenobarbital telah sejak lama diketahui dapat mengendalikan
kejang tipe grand mal, namun dapat menyebabkan terjadinya
depresi pernafasan.
Fenobarbital diberikan i.v dengan dosis 130-250 mg, tergantung
indikasi klinis dan respon penderita.
2) Diazepa (Valium)
Telah terbukti bahwa valium berguna untuk mencegah terjadinya
kejang dalam keadaan non hiperbarik. Namun valium juga dipakai
sebagai profilaktik terhadap penderita yang diperkirakan
mempunyai resiko tinggi terhadap konvulsi oksigen pada terapi
OHB. Bila diberikan i.v valium tidak boleh disuntikkan lebih cepat
dari 5 mg/menit dan tidak boleh di campur dalam cairan i.v, dosis
normal valium adalah 5-10 mg.
3) Fhenytoin (Dilantin)
Dilantin memang obat yang dipakai untuk epilepsi namun
kegunannya dalam pencegahan konvulsi oksigen belum diketahui
dengan pasti. Pengalaman klinis yang lebih baru menunjukkan
bahwa dalam dosis yang sangat tinggi i.v (15 mg/BB) memberikan
efek menghentikan konvulsi karena oksigen pada situasi akut. Obat
ini tidak boleh diberikan lebih cepat dari 50 mg/menit dan tidak
boleh dicampur dengan cairan i.v.
e. Lidocain
Lidocain sebagai anti aritmia tidak menunjukkan adanya perbedaan
bila dipakai dalam suasana hiperbarik. Sebagai tambahan, lidocain
dapat menolong mencegah sakit dan iritasi ditempat infus bila
ditambahkan dalam cairan yang mengandung potasium besar. Sebagai
anestetik lokal, lidocain dapat dipakai tanpa perbedaan dalam RUBT.

f. Digitalis (Digoksin)
Tidak ada laporan yang menyatakan bahwa oksigen hiperbarik
menurunkan khasiat glikosid jantung, bahkan oksigen hiperbarik dapat
memberikan sedikit perlindungan terhadap dodis glikosid.
g. Disulfiram (Antubuse)
Percobaan menggunakan disulfiram untuk menghambat keracuanan
oksigen sudah pernah dilakukan. Hasilnya memang cukup
menggembirakan namun masih diperlukan penelitian lebih mendalam
untuk mengetahui efek penghambatan keracunan oksigen pada semua
organ tubuh sehingga dapat dipakai secara umum.
h. Vasodilator
1) Vasodilator sentral (Acetazolamid)
Obat diamox adalah inhibitor karbonik anhidrase yang mencegah
terjadinya vasokonstriksi oleh karena oksigen.
2) Vasodilator perifer (Tolasolina)
Efek vasokonstriksi primer dari OHB sering menimbulkan
problem, khususnya bila kita mengobati ekstremitas yang iskemik.
i. Tiroid
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa pemberian ekstrak tiroid
atau tiroksin menyebabkan percepatan timbulnya keracunan oksigen
yang nyata dalam suasana tekanan normal / hiperbarik.
j. Fenotiasin
Penelitian baru dilakukan dengan menggunakan Chlorpromasin,
dimana ternyata Chlorpromasin mempunyai efek pelindung yang
cukup terhadap konvulsi oksigen. Namun harus diingat bahwa tidak
kejang bukan berarti kemungkinan keracunan tidak ada.

2.6 Komponen RUBT

Komponen komponen RUBT pada umumnya sama untuk berbagai jenis


RUBT, yaitu :

1. Badan (Hull)
Terdapat 2 ruang :
- inner lock (dalam) pengobatan
- outer lock (luar) transfer
Masing-masing dapat ditekan
- Medical Look
- Pintu dilapisi karet
- Jendela permanent
- Cat warna terang, tidak pantulkan cahaya, mudah dibersihkan, tidak
licin.
2. Perabot
- Tepat duduk lipat
- Penerangan
- Tandu dorong
3. Sistem Pipa
- Lubang masuk udara tekan, diredam
- Lubang masuk keluar berjauhan - sirkulasi udara
- Pembuangan (exhaust) jauh dari panel control,listrik
- Klep ekualisasi
4. Gas Pernafasan
- Kompressor (listrik atau diesel) difiltrasi bank persediaan ke
RUBT.
- Oksigen, oksigen cair dan nitrogen,helium oksigen dihubungkan
system pernapasan
- Gas pernapasan ke klep pengatur eksternal, ke dalam ruangan-ruangan
klep pengatur internal kemudian flow meter, masker.
5. Pintu
Pintu RUBT dalam keadaan tertutup mampu menahan tekanan
yang besar, baik dari 1 sisi maupun 2 sisi. Pada umumnya pintu ini
berebntuk bulat dan pipih tetapi dapat dimodifikasi sesuai kegunaannya.
Sekeliling pintu diberi lapisan karet agar kedap udara. Karet pelapis harus
tergolong high elastic rubber dan tahan terhadap minyak maupun oli.
Untuk meringankan waktu membuka pintu, engsel dipasang di bagian
samping bukaan di bagian atas.
6. Jendela

Untuk mengamati kegiatan di dalam RUBT, pada dindingnya


dipasang semacam jendela permanen yang di tutup dengan kaca tebal.kaca
terbuat dari gelas acrylic atau gelas mineral yang tidak mudah pecah bila
mendapat tekanan.jika kaca pecah, sangat berbahaya bagi orang yang
berada di dalam RUBT karena akan mengalami penurunan tekanan secara
mendadak.
7. Ventilasi udara segar

Tanpa ventilasi, kadar CO2 di dalam RUBT akan bertambah. Bila


kadarnya lebih dari 45 65 ppm akan berbahaya. Untuk mengatasinya
pada RUBT diberi CO2 absorbent untuk menyerap kelebihan CO2 hasil
ekspirasi. pada RUBT yang kecil biasanya tidak ada ventilasi.
Kerugiannya yaitu akan timbul suara bising di dalam RUBT. Tempat ruang
udara masuk dan udara keluar biasanya diletakkan secara diagonal agar
pengaliran udara dapat terjamin

8. Penyinaran

Pada umumnya sinar alami yang masuk ke dalam RUBT tidak


mencukupi untuk penerangan di dalamnya. Untuk itu diberikan sinar
tambahan dengan tegangaan rendah yaitu kurang dari 42 volt. Pemasangan
lampu dalam RUBT memerlukan banyak pertimbangan, terutama dari
keamanan. Sebagaian petunjuk umum, untuk RUBT dengan diameter 1.8
m dan panjang 2.4 m dipakai lampu 2 x 100 watt.

9. Pendinginan dan pemanasan

Jika tekanan udara di dalam RUBT dinaikkan, suhu udara di


dalamnya juga akan naik dan jika tekanan udara di kurangi, suhu udara
akan turun. Oleh karena itu RUBT dilengkapi dengan alat pendingin dan
pemanas.

10. Pengaturan Kelembaban udara

Kelembaban udara di dalam RUBT diatur dengan menempatkan


absorbent seperti silica gel sebagai penyerap uap air. Agar udara dapat
mengalir melalui absorbent tersebut digunakan blower. Untuk mengukur
kelembaban udara digunakan hygrometer.

11. Peredam suara

Untuk mengurangi kebisingan pada saat kompresi,digunakan


peredam suara yang dapat mengurangi kebisingan tersebut hingga kurang
dari 50 dB

12. Komunikasi
Komunikasi diusahakan dengan volume rendah dan sound powered
telephone. Hal ini berguna bila ada kerusakan komunikasi, juga dapat
dilakukan dengan ketukan palu kayu, menggunakan kode kode tertentu
yang telah diatur sebelumnya.
13. Kamera monitor
Agar pengawasan kegiatan di dalam RUBT dapat dilakukan
dengan lebih baik dapat dipasang monitor. Pada umumnya RUBT tidak
dilengkapi monitor, kecuali untuk maksud penelitian.
14. Pemadam kebakaran / Automatic safety light
Peralatan pemadam kebakaran yang mudah digunakan dan posisi
mudah dijangkau atau bekerja secara otomatis bila terjadi kebakaran.
Pada pengobatan dengan oksigen tekanan tinggi, biasanya
penderita menghisap O2 100% melalui masker, karena sesuatu hal dapat
terjadi O2 bocor keluar dr masker. Kadar O2 dalam RUBT tidak boleh lebih
dari 25% karena dapat menyebabkan kebakaran. Oleh sebab itulah RUBT
dilengkapi dengan sarana kebakaran. Oleh sebab itulah RUBT dilengkapi
dengan sarana pemadam kebakaran, karena bila terjadi kebakaran sangat
fatal.

2.7 Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Mikroorganisme

Tujuan dari terapi adalah merusak jasad renik tanpa merugikan tuan rumah
(host). Oleh karena itu tujuan pemakaian OHB adalah untuk mencapai tingkat
tekanan parsial oksigen dalam jaringan yang dapat merusak jasad renik, bukan
malah membantu pertumbuhannya, tanpa adanya efek negatif terhadap tuan
rumah. Sebagai zat antimikroba, oksigen tidak bersifat selektif, nampaknya
oksigen menghambat bakteri gram positif maupun gram negatif dengan kekuatan
yang sama. Terhadap kuman anaerob oksigen hiperbarik bersifat bakterisid
sedangkan terhadap kuman aerob bersifat bakteriostatik. Konsep tentang
anaerobiosis sedang diteliti kembali karena pada kenyataannya banyak kuman
anaerob yang menunjukkan adanya toleransi terhadap oksigen bahkan
membutuhkan oksigen.

1. Infeksi Anaerob
a. Chlostridium penyebab gas gangren
Kasus-kasus gas gangren paling banyak disebabkan oleh Chlostridium
welchii (perfringens). Perkembangbiakannya terjadi dalam jaringan
yang hipoksia. Selama di dalam tubuh mengeluarkan eksotoksin
terutama alfatoksin yang merusak jaringan otot dan menyebabkan
hemolisis di dalam luka. Oksigen hiperbarik tidak dapat membunuh
Chlostridium tersebut tetapi dapat menghentikan produksi alfatoksin
bahkan menginaktifkannya, dengan demikian memberi kesempatan
kepada leukosit untuk membunuh kuman tersebut dan jika digabung
dengan cara pengobatan lain dapat memberikan hasil yang baik.
b. Chlostridium tetani
Kuman ini termasuk golongan anaerob, oksigen hiperbarik
menghalangi produksi toksin tetanus bahkan bersifat bakterisidal.
A.A. Loedin sekitar tahun 1960an mengadakan penelitian pengobatan
tetanus dengan oksigen hiperbarik dimana didapatkan hasil yang cukup
memuaskan. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh S.F.Gottlieb
tahun 1971 dikatakan bahwa oksigen hiperbarik tidak mempunyai efek
menguntungkan secara nyata terhadap perjalanan klinis tetanus.
c. Non-spore forming anaerobes (NSA)
NSA dapat ditemukan pada semua jenis infeksi yang mengenai organ
atau jaringan. Organisme ini mungkin dapat dicegah
perkembangbiakannya dengan pemberian oksigen hiperbarik yang
tepat, baik waktu maupun tekanannya , namun hasil penelitian yang
ada masih sangat sedikit. Jenis bakteri ini dapat diinaktifkan dengan
cepat pada pemberian oksigen dengan tekanan 3 ATA selama 2 jam
setiap hari.
Berdasarkan kenyataan bahwa perkembangbiakannya dapat dihalangi
oleh oksigen hiperbarik, maka diduga bahwa infeksi yang disebabkan
Actinomycetes dapat diobati dengan oksigen hiperbarik.
d. Flora Usus
Organisme yang paling banyak terdapat dalam saluran pencernaan
bagian bawah adalah kuman anaerob karena itu diduga bahwa oksigen
hiperbarik dapat mengganggu flora usus.
e. Flora mulut
Flora mulut terus mengalami perubahan mulai saat kelahiran sampai
dewasa. Diantara flora mulut ini ditemukan kuman anaerob dalam
jumlah besar, yang diperkirakan ikut terganggu dengan pemberian
oksigen hiperbarik. Namun belum cukup diadakan penelitian dalam
bidang ini.
2. Infeksi aerob
a. Mycobacterium leprae
Penelitian A.A.Rosasco dkk terhadap penderita morbus hansen jenis
lepromatosa dengan menggunakan oksigen hiperbarik pada tekanan 3
ATA selama 60 menit, 2 kali/hari selama 3 hari berturut-turut,
menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Otto maulana dkk pada tahun 1982 mengadakan penelitian pengobatan
morbus hansen dengan OHB di Jakarta, mendapatkan hasil cukup baik,
tetapi perlu penelitian lebih lanjut.
b. Mycobacterium tuberculose
Penelitian yang dikerjakan sekitar tahun 1960 menyimpulkan bahwa
oksigen hiperbarik mencegah pertumbuhan Mycobacterium
tuberculose dan jenis mycobacterium lainnya. Penelitian selanjutnya
memperkuat hasil penelitian ini khususnya efek sinergis dengan INH,
bahkan terhadap kuman-kuman yang resisten diperoleh hasil yang
cukup baik.
c. Mycobacterium ulserans
Pada beberapa percobaan ditemukan bahwa pemberian oksigen
hiperbarik meskipun tidak dapat menyembuhkan infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium ulserans, namun dapat menunda
timbulnya gejala dan menurunkan jumlah kematian.
d. Pneumococcus
Sampai saat ini percobaan pemberian oksigen pada infeksi
Pneumococcus masih diragukan, karena hasil dari beberapa penelitian
yang dilakukan ternyata tidak sama, ada yang negatif dan ada yang
positif.
e. Staphylococcus
Penelitian yang diadakan baik invitro maupun invivo menyimpulkan
bahwa oksigen hiperbarik mempunyai efek bakteriostatik dan bukan
bakteriosidal terhadap staphylococcus.
f. Eshericia, Proteus, Pseudomonas dan Salmonella
Penelitian sekitar tahun 1970 menyimpulkan bahwa hasil penggunaan
oksigen hiperbarik masih belum meyakinkan.
g. Fungi, Protozoa, Alga dan Virus
Pada penelitian-penelitian ditemukan bahwa oksigen hiperbarik
mempunyai efek mencegah pertumbuhan fungi, alga, protozoa, namun
efek OHB terhadap virus hasilnya masih saling bertentangan. Ada
yang dihambat, ada pula yang dirangsang sehingga disimpulkan
infeksi virus termasuk salah satu kontraindikasi relatif pengobatan
OHB. Masih belum diketahui oksigen hiperbarik berperan dengan baik
dalam pengobatan terhadap oreganisme tersebut atau memberikan efek
gangguan terhadap mekanisme kekebalannya.

2.8 Fungsi hiperbarik chamber


1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh,
bahkan pada aliran darah yang berkurang
2. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan
aliran darah pada sirkulasi yang berkurang.
3. Menyebabkan pelebaran arteri rebound sehingga meningkatkan
diameter pembuluh darah, dibanding pada permulaan terapi.
4. Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superoxide dismutase
(SOD), merupakan salah satu anti oksidan dalam tubuh untuk
pertahanan terhadap radikal bebas dan bertujuan mengatasi infeksi
dengan meningkatkan kerja sel darah putih sebagai antibiotic
pembunuh kuman.
5. Mengurangi volume gelembung gas pada penyakit caisson

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa HBO memiliki peluang yang
cukup luas dalam pemakaiannya dibidang penyakit dalam.
HBO terbukti berguna bagi orang lanjut usia, dan sangat berguna
pada sindroma insufisiensi aliran darah. Sejak penderita lanjut usia yang
tidak aktif juga menderita penurunan mental walaupun disertai penyakit
otak organik, kombinasi pemberian HBO, obat-obatan nootropic, latihan
otak dan pengobatan fisik sangat berguna bagi penderita lanjut usia.

3.2 Saran
Dengan sarana yang dimiliki oleh lakesla dan kasus-kasus yang
ada saat ini diharapkan penggunaan terapi HBO merupakan salah satu
terapi tambahan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada penderita.
Sampai saat ini sedikit penyelam yang mengalami penyakit DCS
diobati dengan HBO karena tidak mengetahui tentang penyakit
dekompresi, maka perlu diberikan penyuluhan kepada penyelam-penyelam
tradisional agar memiliki pengetahuan penyelaman.

DAFTAR PUSTAKA

Kolonel Laut (K) dr. Hariyanto Mahdi Dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman
Dan Hiperbarik. Surabaya: Lakesla Diskesal
Guntoro, Djauw Lukman Dan Suwono Imam. 1996. Simposium Aplikasi Klinis
Terapi Oksigen Hiperbarik. Surabaya: PT. Darya Varia

Anda mungkin juga menyukai