Anda di halaman 1dari 13

Analisis Kesulitan Pembelajaran Daring Pada Anak

Tunanetra dan Pengajar Tunanetra


Tiani Sylvia Novianti
Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H. Nasution No. 105A Cibiru, Bandung, Jawa
Barat
tianisyln@gmail.com

ABSTRACT
Online learning carried out by students and students since the Covid-19 pandemic
has caused several obstacles to occur, one of which is learning difficulties
experienced by children with special needs. Children with special needs need special
attention and approach especially in learning, especially for the blind who in
learning require direct practical learning. This study aims to determine the various
difficulties experienced by children with visual impairments while undergoing online
learning during the Covid-19 pandemic. The research method used is qualitative
and the type of content analysis research, by taking data sources from several videos
on YouTube regarding the learning difficulties of blind children during the Covid-19
pandemic. The results of this study indicate learning difficulties experienced by some
blind children as well as by some blind teachers themselves.
Keywords : visually impaired, learning difficulties, online learning

ABSTRAK

Pembelajaran daring yang dilakukan oleh siswa dan mahasiswa sejak pandemi
covid-19 membuat beberapa kendala terjadi, salahsatunya yaitu kesulitan belajar
yang di alami oleh anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus
membutuhkan perhatian dan pendekatan khusus terlebih dalam belajarnya, terutama
bagi Tunanetra yang dalam belajar membutuhkan pembelajaran praktik secara
langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai kesulitan yang dialami
oleh anak tunanetra selama menjalani pembelajaran daring di masa pandemi covid-
19. Metode penelitian yang digunakan kualitatif dan jenis penelitian analisis isi,
dengan mengambil sumber data dari beberapa video yang ada di YouTube mengenai
kesulitan belajar anak tunanetra di masa pandemi covid-19. Hasil penelitian ini
menunjukan adanya kesulitan pembelajaran daring yang dialami oleh beberapa anak
tunanetra juga oleh beberapa guru tunanetra sendiri.
Kata kunci : tunanetra, kesulitan belajar, pembelajaran daring

PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 yang menimpa di Indonesia pada tahun 2020
mengakibatkan aktivitas masyarakat terhambat dan dipaksakan untuk

1
melakukan kegiatan secara online untuk menghindari penyebaran virus
covid-19 kepada orang sekitar. Berbagai keluhan dapat dirasakan mengenai
perubahan yang baru dirasakan oleh masyarakat karena bekerja di rumah dan
pembelajaran daring atau jarak jauh. Siswa dan mahasiswa mengeluh jika
pembelajaran daring ini dirasa tidak efektif dan menambah beban mereka
karena tidak bisa dipahami saat kegiatan belajar dilaksanakan.
Kondisi dilapangan saat ini menunjukkan bahwa pembelajaran daring,
atau pembelajaran yang dilakukan dirumah dengan bimbingan orang tua pada
anak usia dini memiliki beberapa kendala, sehingga tidak sedikit orang tua
yang meminta pihak sekolah untuk dapat dengan segera melaksanakan
pembelajaran secara tatap muka. Kendala kendala yang dialami orang tua
dalam mendampingi anak belajar dirumah meliputi kurangnya pemahaman
materi oleh orang tua, kesulitan orang tua dalam menumbuhkan minat belajar
anak, tidak memiliki cukup waktu untuk mendampingi anak karena harus
bekerja, orang tua tidak sabar dalam mendampingi anak saat belajar dirumah,
kesulitan orang tua dalam mengoperasikan gadget, dan kendala terkait
jangkauan layanan internet. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan daring ini
ternyata orang tua memiliki banyak kendala dalam mendampingi anak belajar
dirumah.
Begitupula yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, yang dimana
kegiatan pembelajarannya berbeda dengan anak atau siswa lainnya. Anak
Berkebutuhan Khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak
yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan
pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak
Berkebutuhan Khusus juga dapat diartikan sebagai anak yang mengalami
gangguan fisik, mental, inteligensi, dan emosi sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus. ( E. Kosasih, 2012). Melalui pendekatan dan
strategi khusus dalam mendidik anak berkelainan menurut Effendi (2006)
Ummah (2018) mengemukakan dalam diharapkan anak berkelainan: (1)
dapat menerima kondisinya, (2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, (3)
mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, (4) memiliki ketrampilan
yang sangat dibutuhkan, dan (5) menyadari sebagai warga negara dan
anggota masyarakat. (Ummah, 2018)
Mereka membutuhkan perhatian lebih dan membutuhkan praktik
langsung. Karena dengan pembelajaran melalui praktik bisa diperoleh suatu
proses untuk meningkatkan keterampilan siswa dengan menggunakan
berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan
peralatan yang digunakan. Namun, karena terkendala oleh pembelajaran yang
dilakukan secara daring juga fasilitas yang kurang lengkap, menurut Dewi

2
(2020) hal tersebut mengakibatkan peserta didik berkebutuhan khusus ada
yang melaksanakan pembelajaran daring dan ada yang tidak melaksanakan
pembelajaran sama sekali (Jauhari et al., 2020)
Dengan pemaparan yang telah disebutkan diatas, penelitian ini diangkat
dari sebuah video di beberapa YouTube Channel dari Kompastv,
merdeka.com, CNN Indonesia, dan Liputan 6 yang meliputkan pendapat dan
komentar dari anak tunanetra, orangtua yang bersangkutan, guru dan sekolah
mengenai pembelajaran daring selama pandemi covid-19.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitiam ini ialah kualitatif yang


menghasilkan data berupa ungkapan seseorang yang mengarah pada suatu
keadaan tertentu. Jenis penelitian menggunakan analisis isi yang berupa
penelitian bersifat pembahasan mendalam pada isi suatu informasi baik
tertulis atau tercetak dalam media massa. Sumber data yang diambil ialah
dari beberapa video di Channel YouTube mengenai kesulitan belajar anak
tunanetra di masa pandemi covid-19.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tunanetra

Tunanetra adalah orang yang memiliki keterbatasan pada indera


penglihatannya atau bahkan memiliki ketidakmampuan untuk melihat.
Berdasarkan tingkat kebutaannya, tunanetra dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu buta total dan low vision. Sedangkan berdasarkan usia kebutaan,
dibedakan menjadi: buta sejak lahir dan buta tidak sejak lahir (sempat
memiliki pengalaman untuk melihat baru kemudian mengalami kebutaan).
Keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan seorang tunanetra untuk melihat,
mengakibatkan keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan pula dalam
menerima stimulus/informasi melalui indera penglihatan (mata). Oleh karena
itu, diperlukan peran alat indera yang lain untuk menggantikannya. Dalam
hal ini indera pendengar (telinga) serta indera peraba (tangan) menjadi
alternatif utama dalam penerimaan stimulus/informasi dari luar (Erin dan
Koenig, 1997).

Dengan menerima informasi/stimulus dalam bentuk suara, baik yang


bersumber dari objek itu sendiri maupun berasal dari orang lain di sekitar,
3
dapat menambah pengetahuan bagi seorang tunanetra. Sebagai contoh,
seorang tunanetra ingin mengetahui tentang binatang burung, karena tidak
memungkinkan untuk merabanya secara langsung maka mereka dapat
menanyakan kepada orang di sekitar untuk memberikan deskripsi binatang
tersebut. Kemudian, dengan mendengarkan suara burung secara langsung
dapat memberikan tambahan informasi bagi mereka. Selain pendengaran,
indera peraba (tangan) sebagai alternatif lain untuk menerima informasi dapat
membantu seorang tunanetra dalam mendeskripsikan bentuk, berat, ukuran,
suhu, serta letak/posisi suatu benda/objek. Tangan juga berperan sebagai
“mata” bagi seorang tunanetra untuk membaca tulisan yang berbentuk
Braille. Selanjutnya, indera-indera yang lain seperti indera perasa (lidah) dan
indera penciuman (hidung) digunakan sebagai pelengkap informasi yang
telah didapat melalui pendengaran (telinga) dan rabaan (tangan).
(Muthmainnah, 2015)

Secara umum, orang normal (bukan tunanetra) dapat mempersepsikan


macammacam objek/benda beserta bagiannya sekaligus melalui indera
penglihatan. Sedangkan untuk tunanetra, mereka harus merasakan (meraba)
tiap-tiap bagian satu persatu dan kemudian diintegrasikan menjadi suatu
konsep (Susanto, 2008). Dalam mendeskripsikan suatu objek/benda, terutama
yang berukuran kecil serta dapat digenggam dengan satu maupun dua tangan,
seorang tunanetra akan menggunakan rabaan sintetik dimana objek/benda
dapat diobservasi secara keseluruhan secara langsung. Namun apabila benda
tersebut terlalu besar untuk dapat digenggam dengan kedua tangan, maka
dibutuhkan sentuhan (rabaan) analitik, yaitu seorang tunanetra akan meraba
setiap bagian dari suatu objek/benda satu persatu dengan seksama kemudian
dalam mental mereka akan dikonstruksi gambaran dari objek/benda tersebut
dengan cara menggabungkan imajinasi atau refleksi yang telah mereka dapat
menjadi satu (Moerdiani, 1987).

Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan anak


dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Menurut
Masroza (2013), kesulitan belajar ini merupakan gangguan yang secara nyata
ada pada anak yang terkait dengan tugas umum maupun khusus, yang diduga
disebabkan karena faktor disfungsi neurologis, proses psikologis maupun
sebab-sebab lainnya sehingga anak yang berkesulitan belajar dalam suatu
kelas menunjukkan prestasi belajar rendah.

4
Anak-anak dengan ketidakmampuan belajar memiliki karakteristik
unik mereka sendiri dan gaya belajar yang berbeda. Oleh karena itu, setiap
anak memiliki kemampuan untuk berhasil dalam studi mereka. Guru mampu
dalam memantau kemajuan mereka dan menerapkan berbagai strategi
mengajar di kelas. Siswa-siswa ini memerlukan perhatian khusus dan
dikategorikan sebagai siswa dengan kebutuhan khusus (Slavin dalam dalam
Sulaiman, dkk, 2008). Kesulitan belajar merupakan gangguan yang dimiliki
anak terkait dengan faktor internal dan eksternal pada anak yang
menyebabkan kesulitan otak dalam mengikuti proses pembelajaran secara
normal dalam hal menerima, memproses, dan menganalisis informasi yang
didapat selama pembelajaran. (Yeni, 2015)

Pembelajaran Daring

Pembelajaran daring yang ditetapkan pemerintah, ditujukan kepada


seluruh jenjang pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi. Dipilihnya
alternatif ini dikarenakan berkembangnya revolusi industri 4.0.
Berkembangnya revolusi industri sangat mendukung terlaksananya
pembelajaran daring dari rumah, karena pembelajaran daring adalah
pembelajaran yang mengeliminasi waktu dan jarak dengan bantuan platform
digital berbasis internet yang mampu menunjang pembelajaran untuk
dilakukan tanpa adanya interaksi fisik antara pendidik dan peserta didik
(Putra & Irwansyah, 2020), sehingga kecanggihan teknologi jaman sekarang
diharapkan mampu menunjang kegiatan daring tersebut. Namun pada jenjang
pendidikan TK, pembelajaran daring memerlukan keterlibatan orang tua
langsung dalam pelaksanaannya. (Wardani & Ayriza, 2020)

Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk belajar dirumah secara


daring, maka peran yang biasanya dilaksanakan oleh satuan pendidikan,
sekarang telah berganti fungsi di satuan keluarga. Artinya saat ini rumah
menjadi pusat kegiatan bagi semua anggota keluarga. Hal ini bisa jadi
berdampak positif, karena pusat kegiatan kembali keasalnya, yaitu rumah.
Akan tetapi jika semua kegiatan hanya dilakukan dirumah saja, hal juga akan
bisa menimbulkan Psikosomatis, yaitu gangguan fisik yang disebabkan oleh
faktor kejiwaan dan tumpukan emosi yang dapat menimbulkan guncangan
dalam diri seseorang dimasyarakat, seperti kecemasan, stress, lingkungan
sosial yang banyak mempengaruhi pikiran negatif, seperti karena berita hoax
dan lain sebagainnya (Sari et al., 2021).
5
Pembelajaran daring merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan
dalam jarak jauh melalui media berupa internet dan alat penunjang lainnya
seperti telepon seluler dan komputer. Pembelajaran daring sangat berbeda
dengan pembelajaran seperti biasa, menurut Riyana (2019: 1.14)
pembelajaran daring lebih menekankan pada ketelitian dan kejelian peserta
didik dalam menerima dan mengolah informasi yang disajikan secara online.
Konsep pembelajaran daring memiliki konsep yang sama dengan e-learning.
Selama pembelajaran daring berlangsung banyak orang tua yang
mengeluhkan beberapa masalah yang dihadapi selama peserta didik belajar
dirumah, diantaranya terlalu banyak tugas yang diberikan dan guru yang
belum mengoptimalkan teknologi. Disamping banyaknya keluhan orang tua
mengenai pembelajaran daring, namun ternyata pembelajaran juga memiliki
beberapa kelebihan. Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran daring
yaitu adanya keluwesan waktu dan tempat belajar, misalnya belajar dapat
dilakukan si kamar, ruang tamu dan sebagainya serta waktu yang
diseseuaikan misalnya pagi, siang, sore atau malam. Dapat mengatasi
permasalahan mengenai jarak, misalnya peserta didik tidak harus pergi ke
sekolah dahulu untuk belajar. Tidak ada batasan dan dapat mencakup area
yang luas. Disamping dari adanya kelebihan pembelajaran daring, namun
pembelajaran daring juga memiliki kekurangan. Menurut Sari (2015: 27-28)
kelebihan dari pembelajaran daring adalah membangun suasana belajar baru,
pembelajaran daring akan membawa suasana yang baru bagi peserta didik,
yang biasanya belajar di kelas. Suasana yang baru tersebut dapat
menumbuhkan antusias peserta didik dalam belajar. Adapun beberapa
kekurangan yang terjadi pada pembelajaran daring yaitu anak sulit untuk
fokus pada pembelajaran karena suasana rumah yang kurang kondusif.
Keterbatasan kuota internet atau paket internet atau wifi yang menjadi
penghubung dalam pembelajaran daring serta adanya ganguan dari beberapa
hal lain. Selaras dengan pendapat Menurut Hadisi & Muna (2015: 131)
pembelajaran daring mengakibatkan kurangnya interaksi antara guru dan
siswa bahkan antar-siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa
memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-
mengajar.Pembelajaran daring yang dilaksanakan saat ini menjadi hal baru
yang dirasakan oleh guru maupun peserta didik. (Putria et al., 2020)

Hasil Analisis
1. Derita Ganda ABK – Beban Ganda Anak Berkebutuhan Khusus

6
Jalani PJJ (KOMPASTV)
Analisis dari video
tersebut ialah terdapat
seorang siswa kelas 7 SLB
A Tunanetra di Lebak
Bulus Jakarta Selatan
bernama Reza. Ia
mengungkapkan sukarnya
pembelajaran jarak jauh. Ia
adalah tuna netra yang
mengalami low vision,
meski masih bisa melihat,
penglihatanya amat
terbatas, crew kompastv mengikuti reza saat menjalani pembelajaran
jarak jauh, pada hari itu pembelajaran matematika melalui videocall
dan berakhir tidak mulus karena kendala jaringan internet yang buruk
juga kesulitan memahami pembelajaran yang Reza alami. Dan selama
pembelajaran daring atau jarak jauh ini menjadi berat bagi Reza
karena kedua orangtua Reza juga penyandang Tunanetra sehingga
tidak bisa maksimal membantu Reza dalam belajar. Reza
mengungkapkan seperti berikut : "kalau ada pembelajaran baru gitu
masih aga-aga bingung, kan mamah bapa tuna netra, jadinya gamau
ngerepotin gitu, harus mandiri lah, belajar sendiri. kalo di sekolah tuh
mudah dipahami, karena kan lebih jelas gtu, tulisan ada yang salah
bisa dikasih tau sama guru, kalo di rumah kan kadang koneksinya
jelek". Pembelajaran daring menjadi menambah pengeluaran orangtua
reza, kouta internet adalah hal yang harus dimiliki,tetapi terganjal oleh
kondisi ekonomi, pekerjaan orangtua reza sebagai buruh pijat dan
penjual kerupuk, berkurang drastis sejak pagebluk corona
Dilema pembelajaran daring juga dialami oleh guru abk, yaitu
Bu Amanah walikelas Reza yang khawatir tanpa kegiatan
pembelajaran tatap muka, kemampuan indera peraba siswa abk
tunanetra menurun. Ia mengungkapkan : "kita kesulitan dalam
keperagaan, jadi prinsip pembelajran tuna netra tuh langsung, konkrit
dengan adanya pembelajran jarak jauh ini, kita terkurangi khususnya
untuk pembelajran ipa yang membutuhkan alat-alat peraga,
matematika misalnya mau menerangkan bangun ruang, bangun datar,
itu memang harus anak tuna netra itu pembelajarannya harus meraba,

7
memegang, pengganti indera penglihatannya yang ga berfungsi, dia
itu harus meraba benda nyata.

2. Guru Tunanetra Kunjungi Siswa yang Kesulitan Belajar


(KOMPASTV)
Analisis dari video
tersebut ialah seorang
guru guru honorer SLB
ABY PLA Grogol
bernama Agus yang
mendatangi rumah siswa
yang kesulitan belajar
menulis dengan metode
huruf braille secara
daring. Pak Agus yang
juga menyandang
tunanetra tersebut merasa
prihatin, dengan siswanya yang merasa kesulitan belajar secara daring.
Ia mengungkapkan : “hambatannya kalo lewat daring yang
pertama kita tidak bisa memberikan media konkret kepada anak
karena metode pembelajaran tuna netra itu harus konkret tidak boleh
konseptual , tetapi konseptual yang konkret contoh pembelajaran
daring tentanfg mengenalkan gajah. otomatis bentuk gajahnya, kita
tidak bisa menejaslakan seperti apa gajah itu ada belalainya, ada
buntutnya, ini kakinya ada 4, tidak bisa seperti itu, kalau untuk
pembelajaran tuna netra”.
Orangtua siswa juga mengaku tidak mampu mendampingi
belajar secara daring, sebab pembelajarannya tidak seperti
pembelajaran siswa pada umumnya. Salahsatu orangtua siswa yang
dikunjungi saat itu oleh Agus mengungkapkan : “pembelajaran daring
susah banget pak, soalnya kan gabisa apa gatau materi
pembelajrannya beda sama sekolah umum, jadi gabisa ngikutin
orangtua, kan dalam belajar huruf-huruf nya juga beda, ga kayak
sekolah umum, kan ini huruf braille”
Pak Agus pun mengungkap kan kembali, bagi penyandang
tunanetra proses pembelajaran tak hanya cukup dengan penyampaian
dialogis dan teoritis. Baik guru maupun siswa harus ada interaksi
8
secara langsung, oleh sebab itu agus harus menyambangi siswa
penyandang tuna netra satu persatu dari 9 siswa tuna netra yang harus
disambangi oleh Agus untuk belajar menulis kalimat menggunakan
huruf braille, dan juga mengajarkan hapalan surat2 pendek al-qur'an

3. Sosok : Guru Tunanetra Mengajar Daring saat Pandemi (Liputan6)


Analisis dari video tersebut
ialah seorang pengajar
tunanetra di slb yayasan
Raudatul Makhfufin di
serpong tangerang banten,
bernama Fitri. Ia
mengungkap “tuna netra ini
kan sebenernya kalo belajar
secara online itu justru
kesulitannya lebih yah, jadi
dua kali lipat ketika dibanding harus belajar secara tatap muka, kalo
dengan tuna netra itu kan kita harus yang mendampingi ya, itu harus
dengan ya menyentuh tangan mereka, bagaimana mereka cara
membaca braille nya atau bagaimana caranya mereka mengoperasikan
komputer”.
Dengan adanya pembelajaran daring, Bu Fitri melakukan
penyesuaian dalam mengajar pun dilakukan, memberikan teori-teori
di setiap pembelajarannya. Dan Penyesuaiannya seperti di mata
pelajaran ia mengungkapkan : “kita tidak mengikuti kurikulum yang
ada, jadi seperti kita menggunakan kurikulum darurat. karena kita ada
pelajaran komputer yang harus praktik jd lebih banyak teori yang kita
ajarkan, diantara mereka tidak semua punya fasilitas laptop
dirumahnya, jadi kita ambil alternatif untuk lebih pembelajrann yang
berupa teori dulu”.
Ia pun menyempatkan untuk mengunjungi murid yang
berdekatan di sekitar ayaysan untuk mengajar materi pembelajran
yang membutuhkan praktek. Saat ditemui salahsatu murid Bu Fitri
yakni Chintya ditanyai bagaimana belajar online menjawab : “ga enak,
gabisa. kalau misal kita ada kesulitan tuh pas mau nanya tuh gabisa di
jawab seketika, pokoknya ga enak lah, enaknya tatap muka”. Sehingga
Bu Fitri berharap pemerintah bisa memfasilitasi bagi siswa siswi yang
9
harus belajar di rumah, tunanetra itu tidak seperti siswa lainnya yang
saat belajar daring, masih bisa menyesuaikan, tapi kalo tuna netra itu
memang kesulitan jika harus belajar di rumah”.

4. Semangat Guru Tuna Netra yang Gigih Mengajar di Tengah Pandemi


(Merdeka.Com)
Analisis dari video tersebut
ialah seorang pengajar di
Sekolah Khusus Islam Terpadu
Yayasan Haudlatul Makfufin
(Taman Tuna Netra) bernama
Satrio yang merupakan guru
matematika dan musik. Ia
mengungkapkan : “selama
pandemi kan berarti
sekolahnya harus belajarnya
secara online yah, jadi beda
pastinya dan sebagai guru atau pengajar yang harus pinter-pinter
dalam mensiasati pembelajaran online secara lancar tanpa halangan,
dan murid-muridnya enjoy: Pak Satrio memakai aplikasi Google Meet
dan Classroom saat mengajar.
Kepala Sekolah dari Sekolah tersebut mengungkapkan :
“pertama kita mengajarkan temen-temen tunanetra yang secara
pembelajarannya memang senang dengan praktek atau harus
dicontohkan secara langsung, karena hambatan visual itu biasanya
membutuhkan penjelasan yang lebih detail”. Dan banyak dari
pengajar di sekolah tersebut yang juga mayoritas tunanetra berhadap
ada penyesuaian kurikulum untuk siswa dan guru berkebutuhan
khusus, karena seperti yang diketahui jika mengajar kepada
berkebutuhan khusus membutuhkan ekstra pembelajaran dan ekstra
orientasi pengenalan terhadap materi.

5. Nasib Anak Tuna Netra Masa Pandemi (CNN Indonesia)


Analisis dari video tersebut ialah Fifi yang merupakan siswa
dari SMA Tunanetra, yang membuatnya kesulitan ditengah
keterbatasannya saat pembelajaran daring. Ia mengungkapkan : “kalo

10
sekolah online kadang-kadang kan harus buka whatsapp, ga buka?
gatau pelajarannya kan, jadi mau gamau harus ngikut dimana dan ya
gimana lagi kendalanya
kalo lewat ponsel tuh, kan
talkback itu kan ngetuknya
harus dua kali kan untuk
milih-milih sama digeser-
geser, nah kalo muncul
pesan baru kursor nya
berubah jadinya kesel. Juga
rasanya sekolah online itu
bosen, maksudnya tuh
pengennya tuh ketemu
langsung, kalo lewat langsung enak, bisa ketemu, salam-salaman,
bercengkrama, cuma kalo algi pandemi kan gaboleh kayak gitu
sekarang ”.
Salahsatu pengajar di YPAB (Yayasan Pendidikan Anak Buta)
yaitu Riski juga mengalami kesulitan karena harus memutar otak agar
anak-anaknya tetap mendapatkan pembelajaran di masa pandemi.
Cukup sulit baginya memberikan pembelajaran tanpa menyentuh para
murid. Ia mengungkapkan : “dirumah kan ga semua anak punya alat
musiknya ya, jadi tak minta untuk menjelaskan ini birama nya 4/4,
intronya sampe mana, terus nanti breaknya seperti apa, seperti itu,
biasanya lebih ke arah pendeskripsian, deskripsi musik dan
diceritakan”.
Saat itu Provinsi Jawa Timur akan membuka sekolah pada 18
Agustus 2020 untuk zona kuning dan oranye, namun hal itu membuat
orangtua gamang, apalagi kondisi anak tunanetra sangat rentan tertular
covid-19, karena sulit nya menerapkan protokol kesehatan. Pihak
sekolah sudah menyusun mengenai protokol kesehatan di sekolah
khusus tunanetra, meski begitu para pengajar di sekolah mengaku
kesulitan untuk memastikan setiap anak tuna netra bisa menjalankan
protokol kesehatan terlebih bagi yang belom mandiri.
Mohammad Ali yang merupakan seorang pengajar
mengungkapkan : “sekolah harus bersama dengan mitra kaitannya
yaitu orangtua, harusnya memberikan sebuah visi yang sama, supaya
anaknya itu untuk saat ini butuh jalan sendiri dengan tongkat yang
memang kita sudah melakukan pembiasaan itu, tapi kadang-kadang
11
yang namanya siswa, kalo ga bersama-sama dengan yang lain atau
dengan cara jeple-jeplean itu ga enak. seperti itu, jadi itu yang harus
kita tekankan berulang-ulang yang menjadi teman setianya yaitu,
tongkat.”.

PENUTUP

Dari hasil analisis yang dilihat dari beberapa video di Channel


Youtube milik acara berita mengenai Kesulitan Pembelajaran Daring
terhadap Tunanetra dan Pengajarnya. Dapat diambil kesimpulan jika memang
terdapat kesulitan pembelajaran daring yang dialami oleh beberapa anak
tunanetra juga oleh beberapa guru tunanetra sendiri. Dari tambahan orangtua
juga yang mengalami hal yang sama untuk mendampingi anak-anaknya
ketika pembelajaran daring, kebingungan dan tidak bisa berbuat apa-apa
karena kurang memahami pembelajaran daring untuk anak berkebutuhan
khusus terutama Tunanetra, yang dimana pembelajarannya menggunakan
huruf braille.

Sehingga dari sini lah, penulis berharap juga kepada pemerintah untuk
memperhatikan, memfasilitasi kegiatan pembelajaran anak berkebutuhan
khusus yang membutuhkan kegiatan pembelajaran berupa praktik secara
langsung. Sehingga anak berkebutuhan khusus dapat terpenuhi segala hal dari
akademik maupun non akademiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Jauhari, M. N., Mambela, S., & Zakiah, Z. (2020). Dampak Pandemi Covid-
19 Terhapad Pelaksanaan Pembelajaran Penjas Adaptif Di Sekolah Luar
Biasa. STAND : Journal Sports Teaching and Development, 1(1), 63–70.
https://doi.org/10.36456/j-stand.v1i1.2594
Muthmainnah, R. N. (2015). Pemahaman Siswa Tunanetra (Buta Total Sejak
Lahir Dan Sejak Waktu Tertentu) Terhadap Bangun Datar Segitiga.
Jurnal Pendidikan Matematika & Matematika, 1(1), 15–27.
Putria, H., Maula, L. H., & Uswatun, D. A. (2020). Analisis Proses
pembelajaran Dalam Jaringan (DARING) Masa Pandemi COVID-19
pada Guru Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 4(4), 861–872.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i4.460
Ummah, D. M. (2018). Analisis Kesulitan Belajar pada Anak Berkebutuhan
12
Khusus (ABK) Di SMA Negeri 10 Kota Ternate. Jurnal Bimbingan
Dan Konseling Terapan, 2(1), 32–40.
https://doi.org/10.30598/jbkt.v2i1.233
Wardani, A., & Ayriza, Y. (2020). Analisis Kendala Orang Tua dalam
Mendampingi Anak Belajar di Rumah Pada Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 772.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.705
Yeni, E. M. (2015). KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DI SEKOLAH
DASAR. 2(2), 1–10.
https://www.neliti.com/publications/71281/kesulitan-belajar-
matematika-di-sekolah-dasar
.

13

Anda mungkin juga menyukai