LAPORAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah
Antropologi Budaya
Oleh :
BKI VII-D
BANDUNG
2021
A. Latar Belakang
Kian hari perkembangan K-Pop atau yang merupakan singkatan dari
Korean Pop ialah sebuah genre musik yang terdiri dari genre pop, dance, hip
hop, R&B dan electronic music yang berasal dari Korea Selatan. Banyak orang
menyebut seruan K-pop sebagai hallyu atau Gelombang Korea (Korean Wave).
Menurut Kementrian Budaya dan Pariwisata Korea Selatan mengenai kata
Hallyu, saat itu kata tersebut akan digunakan untuk merencanakan,
memproduksi dan mendistribusikan kepingan CD musik dari musisi-musisi
Korea ke negara tetangga pada tahun 1999 atau dalam bahasa Inggris Korean
pop Music (musik pop Korea), dalam bahasa Cina disebut juga dengan Hallyu –
Song of Korea (Musik dari Korea). (Rinata & Dewi, 2019)
Dalam perkembangannya, K-pop telah tumbuh menjadi sebuah subkultur
yang menyebar secara luas di berbagai belahan dunia. Idol dari sebuah group
dan idol berkegiatan solo sangat terkenal di negara-negara Asia Timur dan Asia
Tenggara termasuk di Indonesia. Karena selain dari karya musik yang berbeda
dengan yang lain, tampilan para idol pun sangat menarik untuk dilihat dan
pakaiannya yang sangat fashionable. Salahsatu yang menjadi faktor
perkembangan K-Pop dapat menyebar secara luas ialah dengan teknologi yang
semakin maju dan canggih, salahsatunya dengan dimudahkannya untuk
mengakses internet dan munculnya media sosial yang juga memudahkan
siapapun dapat mengakses informasi yang tersedia dalam berbagai bahasa.
Sebutan “Fans Korea” menjadi sebuah labeling bagi orang-orang yang menaruh
minat pada segala bentuk budaya yang dibawa oleh Korea Selatan. Akun media
sosial penggemar K-pop digunakan untuk mengakses berbagai informasi tentang
idola mereka.
Twitter merupakan salah satu dari sekian banyak media sosial hasil dari
kreasi Jack Dorsey pada tahun 2006. Melalui fitur Twitter yang memberikan
batas informasi yang terdiri atas 140 karakter yang biasa di sebut tweet, yang
merupakan cara yang memudahkan menemukan berita terbaru atau apa yang
sedang terjadi terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang digemari.
(Zukhrufillah, 2018). Melalui Twitter, penggemar K-Pop sering melakukan
sebuah aktivitas yang disebut dengan fanssgirling yakni sebutan yang digunakan
untuk mendeskripsikan kegembiraan berlebih atau bahkan ekstrim terhadap ke-
lompok idola tertentu. Fansgirling berasal dari kata fanssgirl dan Fans lelaki
disebut dengan sebutan fans-boy. Fansgirl dan fansboy sering dibedakan karena
praktik tertentu yang mereka lakukan di dalam fandom (Jenkins, 2007).
Penggunaan twitter untuk kegiatan fansgirling / fansboying menurut beberapa
penggemar K-pop merupakan tempat yang terbaik karena terkadang suatu idol
tertentu akan melakukan mention atau membalas pertanyaan di sebuah tweet
idol tersebut. Sehingga bukan hal yang aneh jika penggemar K-pop
menghabiskan waktunya selama berjam-jam untuk bermain media sosial dan
berdiskusi dengan fandom (istilah untuk sekelompok penggemar yang
mendukung idol) mereka yang mengarah pada perilaku fanatisme.
Fanatisme merupakan sebuah keyakinan terhadap objek fanatik yang
dikaitkan dengan sesuatu yang ber-lebihan pada suatu objek, sikap fanatik ini
ditunjukkan dengan aktivitas, rasa antusias yang ekstrem, keteri-katan emosi dan
rasa cinta dan minat yang berlebihan yang berlangsung dalam waktu yang lama
(Eliani dkk, 2018 : 62). Merujuk pada perilaku fanatisme, Joli Jenson
mengungkapkan jika seorang penggemar (fans) selalu dicirikan sebagai suatu
kefanatikan yang potensial. Terlebih kelompok penggemar juga dilihat sebagai
perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Jenson menunjukkan
dua tipe khas patologi penggemar, “individu yang terobsesi” (biasanya laki-laki)
dan “kerumunan histeris” (biasanya perempuan) (dalam Storey, 2010:157).
Sehingga dari perilaku fanatisme tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Konseling Pada Perilaku Fanatitisme
Penggemar K-Pop Dalam Ber-Media Sosial di Twiter”. Dimana penggemar K-
Pop tersebut merupakan teman kenalan peneliti yang merupakan seorang
penggemar dari NCT yang peneliti ajak untuk melakukan perbincangan
berbentuk sharing, dan berbentuk bimbingan atau konseling jika dibutuhkan.
B. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan, Metode dan Teknik Metodologi Penelitian
Pendekatan Metodologi Penelitian yang digunakan merupakan
penelitian kualititatif. Moleong (2011: 6) mengungkapkan jika penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang dipakai untuk menganalisis suatu
fenomena apa yang sedang terjadi di dalam masyarakat oleh subjek
penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk bahasa dan kata-kata yang
menggunakan beraneka macam metode. Sesuai dengan yang di kemukakan
oleh Moleong (2018) yaitu di dalam penelitian kualitatif metode yang biasa
digunakan ialah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin
mendapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih tepat dengan mewawancarai
narasumber langsung agar peneliti lebih mudah mendapatkan informasi yang
spesifik dari narasumber tersebut. Tentu pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini, pertama dilakukan wawancara terbuka pada objek
terkait untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan
perilaku individu tersebut. Setelah dilakukan wawancara dan mendapatkan
informasi yang didapat, maka selanjutkan mengaitkan dengan pembahasan
teori-teori serta materi dalam kajian literatur yang terkait, sehingga akan
adanya korelasi antara hasil dari informasi yang diperoleh dengan
perbandingan teori. Setelah itu dapat ditarik kesimpulan atas jawaban terkait
fenomena permasalahan yang terjadi.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin
mendapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih tepat dengan mewawancarai
narasumber langsung agar peneliti lebih mudah mendapatkan informasi yang
spesifik dari narasumber tersebut. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini, peneliti dapat mengetahui lebih jelas dan lebih
dalam tentang bagaimana fanatisme penggemar K-Pop dari NCT ini melalui
media sosial di Twitter.
C. Analisis Teori
1. Konseling
Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang konselor kepada individu yang mengalami suatu masalah (disebut
konseling) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh
konseli. Konseling dapat diartikan sebagai bantuan konselor terhadap klien
dalam mengambil keputusan solusi mana yang tepat akan masalahnya.
Dalam hal ini, konselor membantu konseli untuk memhami dirinya dan
keadannya saat ini serta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa
depan dengan melihat potensi yang dimilikinya saat ini, sehingga konseli
dapat menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan atas masalahnya dan dapat
menentukan kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. Konseling
menurut Rochman Natawijaya mengartikan konseling sebagai proses
hubungan berupa bantuan kepada individu agar individu dapat memahami
dirinya dan berperilaku secara normal sesuai dengan kondisi lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sementara itu, Rogers mengartikan konseling adalah hubungan di
mana salah satu pihak (konselor) membantu pihak (konseli) dengan tujuan
meningkatkan kemampuan dan fungsi mental dengan baik supaya dapat
mengatasi persoalan atau konflik yang dihadapi. Dari beberapa pengertian
konseling menurut ahli maka dapat disimpulkan bahwa, konseling adalah
sebuah upaya untuk memberikan bantuan pada konseli secara langsung (face
to face) agar konseli dapat mengambil keputusan sendiri sehingga dapat
menyelesaikan masalahnya dengan baik.
2. K-Pop
Menurut Wijayanti dan Soraya, meningkatnya popularitas budaya
populer Korea di dunia internasional banyak mempengaruhi kehidupan
masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Perkembangan
Hallyu Wave di berbagai negara termasuk Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan musiknya yang disebut dengan Korean Pop atau K-pop.
K-pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Lebih
lanjutnya Menurut Choi, Korean wave atau Hallyu memiliki produk yang
beraneka ragam dari drama televisi (K-drama), Musik (K-pop) video-game
dan makanan), Produk dan layanan Hallyu (pariwisata, produk kosmetik,
bedah plastik, barang mode, dan layanan bahasa), saluran distribusi
(berbagai platform media).
Korean wave dalam perkembangannya, juga memberikan dampak
besar di dunia pertelevisian Indonesia.Karena televisi sebagai media
informasi dan hiburan utama masyarakat Indonesia, salah satunya yakni K-
drama menjadi pilihan baru setelah serial drama India, Taiwan dan sangat
populer melalui televisi. Masuknya K-drama ke Indonesia diawali dengan
populernya drama winter sonata di Indonesia. Selain itu, musik korea yang
lebih dikenal dengan K-pop juga mengambil peran yang penting dalam
mempopulerkan Korean wave di Indonesia. Musisi dan Grup Idola Korea
Se-latan silih berganti menggelar konser di Indonesia. Ta-hun 2011 hingga
2013 menjadi tahun-tahun meledaknya K-pop dan kedatangan bintang-
bintang K-pop juga menjadi sorotan utama media di Indonesia.
Semakin meningkatnya sejumlah orang yang menggandrungi K-Pop,
baik dikalangan remaja ataupun dewasa, memicu keinginan beberapa orang
untuk membentuk suatu komunitas atau kelompok penggemar. Komunitas
atau kelompok penggemar ini biasanya berkumpul dikarenakan sama-sama
menyukai satu idol grup. Berawal dari kecintaan dan kesamaan terhadap
berbagai macam idol boy group atau girl group yang disukai. Terdapat
kesamaan persepsi ketika menggemari idol K-pop yang kemudian
mendorong munculnya komunitas-komunitas yang mengatasnamakan
dirinya sebagai kelompok pencinta K-pop, yang kemudian dikena dengan
sebutan fandom. Fandom merupakan sebuah konsep dan paham yang
menunjukkan bahwa ada sejumlah orang yang memiliki satu ketertarikan
yang sama. “When fans love a movie, book, or television show, they often
want to take an active role in connecting with that world and the characters
(or actors) in it” (Booth, 2018, p. 146). Saat penggemar mencintai film,
buku, atau acara televisi, mereka sering mengambil peran dalam berkoneksi
dengan dunia dan karakter (atau aktor) di dalamnya. Ini berlaku pula untuk
penggemar dalam fandom, dimana mereka juga ingin berkoneksi dengan
idolanya. (Agnensia, 2018)
Secara garis besar, fandom merupakan sekelompok penggemar yang
mendukung seseorang atau sesuatu. Adanya fandom, selain menumbuhkan
dan memberi rasa kebersamaan, juga dikenal sebagai bagian dari konsep diri
seseorang. Penggemar seringkali dicap stereotip karena terlalu
fokus/berinvestasi pada apapun yang disukai. Lebih dalam, proses-proses
seperti pembentukan identitas, verifikasi diri, dan intensitas keterlibatan turut
mempengaruhi perilaku dalam fandom. Adakalanya juga fandom
mengadakan pertemuan dengan tujuan untuk saling berbagi, bahwasannya
mereka tidak sendirian. Penggemar k-pop biasanya memiliki forum-forum
khusus yang memungkinkan mereka untuk melakukan sharing secara
beramai-ramai. Forum-forum ini umumnya adalah situs yang dibuat oleh
penggemar dan diperuntukkan bagi penggemar pula. Tidak hanya melalui
forum, tetapi situs-situs jejaring sosial seperti twitter dan blog juga
memudahkan mereka dalam melakukan kegiatan fans. Melalui
forum/jejaring sosial mereka bisa membicarakan berbagai macam hal, dari
mulai video klip yang baru keluar hingga gaya rambut sang idola yang terus
berganti-ganti (Puspitasari dan Hermawan, 2013:8)
Namun, saat ini yang terjadi adalah bagi kebanyakan orang, remaja
yang menjadi penggemar k-pop dikenal dengan stereotip negatif yang
melekat dengan diri fans atau penggemarnya. Penggemar k-pop yang
kebanyakan merupakan remaja dianggap selalu bersikap berlebihan, gila,
histeris, obsesif, adiktif, dan konsumtif (Tartila, 2014:2). Kepopuleran k-pop
membuat para k-popers yang begitu mencintai mereka tanpa sadar
berperilaku berlebihan yang menyebabkan idolanya bisa tanpa sengaja
terluka atau cedera ringan akibat antusiasme k-popers tersebut (Pertiwi,
2013:159).
Menurut Tartila (2014:4) aktivitas yang dilakukan k-popers dalam hal
konsumsi adalah membeli album k-pop, menonton konser k-pop,
mendownload video performance, music video, lagu, variety show, spazzing
twitter/ fangirling (update berita k-pop), blog walking, membeli
merchandise. Selain mengkonsumsi produk k-pop dari girlband atau
boyband kesukaannya, k-popers juga memproduksi seperti cover video yang
diunggah ke youtube, melakukan cosplay seperti artis k-pop favoritnya,
menjadi fotografer saat ada event k-pop dan menjual hasil foto, menjual
merchandise seperti boneka, gantungan kunci, kaos dll. Aktivitas yang
dilakukan k-popers tersebut membuktikan kecintaan mereka kepada artis
yang mereka idolakan serta membuktikan identitas diri mereka kepada
masyarakat sebagai penggemar k-pop.
Namun, fenomena yang saat ini sedang melanda Indonesia banyak
mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya remaja. Penyebaran k-pop
sedikit banyak telah berpengaruh secara positif maupun negatif pada
perkembangan kepribadian penggemarnya yang sebagian besar merupakan
remaja, seperti terlibat pertengkaran antar k-popers, histeris di tempat umum,
berperilaku konsumtif dan tak jarang menunjukan perilaku fanatik. (Etikasari
& Yogyakarta, 2013)
3. Fanatisme
Fanatisme adalah suatu keyakinan yang membuat seseorang buta
sehingga mau melakukan segala hal apapun demi mempertahankan
keyakinan yang dianutnya (Goddard, 2001). Fanatisme menurut Nugraini
(2016) mendeskripsikan sebagai suatu bentuk antusiasme (enthusiasm) dan
kesetiaan (devotion) yang berlebih atau ekstrem. Enthusiasm di sini
mengimplikasikan tingkatan keterlibatan dan ketertarikan atau kepedulian
terhadap objek fanatik, sementara “devotion‟ mengimplikasikan keterikatan
emosi dan kecintaan, komitmen, serta dibarengi dengan adanya tingkah laku
secara aktif.
Dari pengertian fanatisme menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa fanatisme merupakan sebuah keyakinan terhadap objek
fanatik yang kerap kali dikaitkan dengan sesuatu yang berlebihan pada suatu
objek, dimana sikap fanatik ini ditunjukkan dengan rasa antusias yang
ekstrem, keterikatan emosi dan rasa cinta dan minat yang berlebihan yang
berlangsung dalam waktu yang lama, dan sering kali menganggap hal yang
mereka yakini merupakan hal yang paling benar adanya sehingga mereka
akan cenderung untuk membela dan mempertahankan suatu kebenaran yang
mereka yakini, dimana fanatik ini akan semakin berkembang dengan
dukungan dari orang sekitar yang tampak pada tingkah laku individu atau
kelompok dengan sikap fanatik.
Dikembangkan berdasarkan pengertian yang ada oleh para ahli, yang
kemudian disesuaikan dengan konteks penelitian, maka dapat diketahui
bahwa terdapat beberapa indikator dari fanatisme seperti (1) Rasa antusias
yang ekstrim, (2) Keterikatan emosi, dan rasa cinta (3) Berlangsung dalam
waktu yang lama, (4) Menganggap hal yang mereka yakini adalah hal yang
benar, (5) Membela dan mempertahankan kebenaran yang mereka yakini.
Fanatisme menurut Setyant (2015) seperti ini juga tampak pada penggemar
idola K-pop Indonesia, fanatisme yang tampak seperti ribuan penggemar
yang datang untuk menonton konser idolanya yang diadakan di Jakarta.
Fanatisme lainnya yang tampak pada penggemar idola K-pop Indonesia
menurut Nugrahaini (2017) adalah memberikan hadiah kepada idolanya,
seperti bintang di langit. Fanatisme menurut Marimaa (2011) mengatakan
jika Fanatisme akan menjadi kajian luas yang dapat ditinjau dari berbagai
kasus dan perspektif yang berbeda, saat seseorang menggemari sesuatu objek
ataupun subjek akan sah-sah saja jika perilaku-perilaku memuja tersebut
dilakukan, yang menjadi permasalahan dalam perilaku fanatisme adalah saat
perilaku ini sudah berkembang menjadi perilaku yang dapat membahayakan
ataupun sampai melukai orang lain, perilaku fanatisme yang ditunjukkan
penggemar ini seringkali mengarah pada perilaku negatif lain seperti
perilaku agresif. (Eliani et al., 2018)
Oh iya ta, kalau misalnya ada hal Iyaa kaa, tentu, makasih perhatian
yang ingin kamu ceritain atau dari kakak....
bicarain tentang apapun, jangan ragu Mungkin dalam waktu dekat aku
buat dm yaa. Aku siap jadi pendengar bakal dm kakak yaa, aku tau kakak
cerita kamu. Jangan sungkan-sungkan tuh mahasiswi jurusan BK jadi tentu
yaa aku gabakal sungkan nanti hehe, tapi
tungguin ya kak, sampe aku dm kaka
nanti
Iyaa taa aku tunggu dm kamu nanti Iya kak siaaap
yaa
E. Kesimpulan
Dari sesi wawancara yang telah dilampirkan diatas bisa diketahui jika
Narasumber mengakui mempunyai fanatisme tersendiri kepada Idol Boyband
Kesukaannya yaitu NCT, seperti menonton segala konten dari NCT, ikut di
segala acara yang ada, seperti selca day, streaming youtube music video dari
NCT, membuat project ulangtahun, mengikut donasi, meng-vote di acara
awards, hingga membeli segala merchandise dari NCT mulai dari album hingga
ia menjadi kolektor photocard. Ia juga sempat bercerita jika pernah mengikuti
beberapa kali fanwar karena geram dengan tingkah penggemar idol lain yang
duluan mengajak fanwar. Namun, ia menjelaskan jika fanatisme yang ia lakukan
saat ber-media sosial di twitter itu merupakan salahsatu bentuk cara ia untuk
mendukung NCT. Dimana ia telah mengetahui batasan dimana menjadi seorang
penggemar kepada idolnya.
Namun, ternyata dibalik fanatisme yang Narasumber akui tersebut, ada
alasan mengapa ia se fanatik atau se fanatisme itu kepada NCT dalam bermedia
sosial di Twitter. Saat peneliti tanyai mengenai alasannya ia hanya bilang
tertekan, dan saat peneliti tanyai kembali ia hanya menjawab orangtuanya, tanpa
ada penjelasan lebih lanjut. Dan dari awal saat berkirim pesan dengan Tata atau
Narasumber ini, peneliti memang tidak mefokuskan akan melakukan konseling
seperti bagaimana yang ditugaskan, namun ingin menggali lebih informasi dulu
dari narasumber atau assesmen. Terlebih pada balasan Direct Message saat
peneliti bertanya alasan tersebut, sepertinya narasumber belum siap untuk
menceritakannya lebih lanjut, sehingga peneliti menawarkan jika di lain waktu
ia siap untuk bercerita dan membutuhkan teman cerita, hubungi peneliti karena
peneliti siap untuk menjadi pendengar ceritanya dan mungkin akan diadakan
sebuah konseling jika diperlukan.
F. Daftar Pustaka
Eliani, J., Masturah, A. N., & Yuniardi, M. S. (2018). Fanatisme dan Perilaku
Agresif Verbal di Media Sosial pada Penggemar Idola K-Pop.
Psikohumaniora : Jurnal Penelitian Psikologi, 3, 59–72.