Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BENCANA

Oleh :
Anderias 2117005
William 2117015
Meriana Sary 2117018
Nurul Maghfira 2117026
Maria Orintiani Murni 2117031
Wahyuni 2117039

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.
Seringkali resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak
dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering,
bencana terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling awal dari terjadinya
bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi penurunan drastis dalam kualitas
hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus
bisa direspons secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar
komunitas korban sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan
bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons. Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana
sebagai sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan
bencana tidak terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh
substansi dan akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami
sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri. Penanganan
kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan
terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti
dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut
perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting bagi keberlangsungan hidup
komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses
preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan
kerja penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu
kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun
biasanya sangat besar. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon
kondisi darurat. Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi
bencana (termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan,
kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka,

2
sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi
legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu
dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup
untuk memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain,
sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan memberikan arti bila
didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang tepat dan
cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan
masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya
maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki hak
untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana berhak
atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum

B.   Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan bencana.

Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase
bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat komunitas
dalam manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan bencana dibidang
kesehatan
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana .

3
BAB II
KONSEP TEORI
KOMUNITAS PADA AREA BENCANA

A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan
kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat
(Urata, 2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana
disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah
peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat
kesehatan sehingga memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy &
Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, situasi,
kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau
kerentanan tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi,
cuaca, iklim (Urata, 2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya:
pembangunan bangunan di daerah yang miring, meningkatnya angka
urbanisasi, kemiskinan, pengendalian bencana yang tidak tepat (Urata,
2008).

C. Jenis Bencana Alam


Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)

4
1. Bencana alam ( natural disaster)
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah terjadi
kelebihan kapasitas komunitas yang terkena dampaknya.
a. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Gempa bumi menyebabkan kerusakan fisik sarana dan prasarana
dan menyebabkan banyak korban. Masalah kesehatan yang sering
muncul cacat karena patah tulang dan masalah sanitasi.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat
berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava,
gas racun, tsunami dan banjir lahar. Masalah kesehatan yang di
hasilkan adalah kematian, luka bakar, gangguan pernafasan akibat
gas. Letusan gunung merapi dapat menyebabkan masalah gizi
karena menyebabkan rusaknya tanaman, pohon serta hewan ternak.
c. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang
ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang
ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut
raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat
gempa bumi. Tsunami menyebabkan kerusakan bangunan, tanah,
sarana dan prasarana umum, kerusakan sumber air bersih.
d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar
lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng.
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu
daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan
debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai
pada alur sungai.
2. Bencana buatan manusia

5
Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh
aktivitas manusia contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan kereta,
kecelakaan lalulintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif dan
nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana kedua
dank ke tiga serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran
antara bencana alam dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan
lokasi kejadian dan penyelamatan korban.

D. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi
korban, sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu
mendapatkan fokus utama adalah mengenali kelompok rentan dan
meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam
menanggulangi bencana. Kerentanan adalah keadaan atau sifat manusia
yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana yang berfokus
pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan dalam
menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26
(1) menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang
membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui, lansia. Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman
bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada
daerah rawan banjir dan gempa.

6
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang
rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.

E. Peran Perawat Dalam Bencana


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran
perawat menurut fase bencana:
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk
setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan,
organisasi lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan
diri sendiri, pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga dan
menolong anggota keluarga yang lain, pembekalan informs
cara menyimpan makanan dan minuman untuk persediaan,
perawat memberikan nomer telepon penting seperti nomer
telepon pemadam kebakaran, ambulans, rumah sakit,
memberikan informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian,
senter).
2. Fase impact

7
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan
harapan palsu pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang
master plan revitalizing untuk jangka panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana
”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih
efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami
hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi
injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan
syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat
bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain
fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla
spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah
fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak
dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan
meninggal.
3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi
trauma.

8
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana
alam untuk kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan
pemulihan dalam jangka waktu lama memerlukan bekal
informasi dan pendampingan.

G. Pelayanan Medis Bencana berdasarkan Siklus Bencana


Kehidupan dan kondisi fisik serta psikis orang banyak akan
mengalami perubahan saat berhdapan dengan setiap siklus bencana. Oleh
karena itu, pelayanan medis yang dibutuhkan adalah yang juga akan
berubah dalam menanggulangi setiapsiklus bencana. Secara singkat akan
diuraikan seperti di bawah ini.
1. Fase akut dalam siklus bencana
Dilokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi
dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman adalah hal yang paling
diprioritaskan. Untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin,
maka sangat diperlukan lancarnya pelaksanaan Triage ( triase),
Treatment ( pertolongan pertama), dan transportation ( transportasi)
pada korban luka, yang dalam pelayanan medis bencana disebut
dengan 3T. selain tindakan penyelamatan secara langsung, dibutuhkan
juga perawatan terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di
rumah sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat
pengungsian yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal
yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang
direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya adalah :
memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban
bencana, membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan
hidup dan membangun kembali komunitas social
3. Fase tenang pada siklus bencana

9
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, srta membangun sistem jaringan bantuan.

I. Pencegahan dan Mitigasi


Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
1. Mitigasi pasif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.

10
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan
yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

11
BAB III
Asuhan Keperawatan Pasca Bencana

A. Pengkajian
1. Umum
 Nama
 Usia
 Jenis Kelamin
 Alamat
 Status
 Pekerjaan
 Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
 Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis
 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
 Mengatakan merasa tidak berguna
 Menyatakan was-was
 Merasakan fikiran terganngu
 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan
menceritakannya lagi
 Mengingkari peristiwa trauma
 Merasa malu
 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung
berdebar-debar

12
b. Data Objektif
 Mengasingkan diri
 Menangis
 Marah
 Gelisah
 Menghindar
 Mengasingkan diri
 Depresi
 Sulit berkomunikasi
 Keadaan mood terganggu
 Sesak didada
 Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya pesimis dan dibayangi dengan masa
depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa
kanak-kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi
kehilangan dimasa dewasa
4. Faktor Presipitasi

13
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial
antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas,
kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan sering
menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis ,
marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang
lain yang akhirnya membawa pasien dalam keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau
masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
a. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal :
PMS,HIV,Obesitas,dll
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum
dan respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

14
B.      Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan
status lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan.
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan ( bencana alam)
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kehilangan  (keluarga
dan harta benda)
5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan
bencana alam.

15
C. Intervensi Keperawatan
Dari beberapa diagnosa maka intervensi yang dapat kita lakukan adalah:

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Berduka berhubungan dengan aktual atau NOC: NIC:
perasaan kehilangan, ditandai dengan Kontrol Koping  Bina dan jalin hubungan saling percaya.
DO/DS: Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi kemungkinan faktor yang
 penolakan terhadap kehilangan, keperawatan selama 3 kali menghambat proses berduka
 menangis pertemuan diharapkan   Kurangi atau hilangkan faktor penghambat

 menghindar individu  mengalami proses  proses berduka.


 marah berduka secara normal,  Beri dukungan terhadap respon kehilangan
melakukan koping terhadap pasien
 Mengatakan bersedih
kehilangan secara bertahap dan  Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota
menerima kehilangan sebagai keluarga.
bagian dari kehidupan yang  Identifikasi tingkat rasa duka pada fase
nyata dan harus dilalui, dengan berikut:
kriteria hasil: Fase pengingkaran
 Individu mampu  Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan mengungkapkan perasaannya.
21 duka.
 Menunjukkan sikap menerima,ikhlas dan
 Menerima kenyataan

16
kehilangan dengan perasaan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
damai  Memberikan jawaban yang jujur terhadap
 Membina hubungan baru pertanyaan pasien tentang sakit,
yang bermakna dengan pengobatan dan kematian.
objek atau orang yang baru.   Fase marah
 Mengizinkan dan mendorong pasien
mengungkapkan rasa marahnya secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c.       Fase tawar menawar
 Membantu pasien mengidentifikasi rasa
bersalah ddan perasaan takutnya.
Fase depresi
 Mengidentifikasi tingkat depresi dan
resiko merusak diri pasien
 Membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
Fase penerimaan
NOC :  Membantu pasien untuk menerima
Kecemasan berhubungan dengan - Kontrol kecemasan kehilangan yang tidak bisa dielakkan
krisis situasional, stress, perubahan status - Koping NIC :
22
lingkungan, ancaman kematian, kurang Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
pengetahuan. selama 3 kali pertemuan klien  Gunakan pendekatan yang menenangkan

17
kecemasan teratasi dgn kriteria  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
DO/DS: hasil: pelaku pasien
- Insomnia  Klien mampu  Temani pasien untuk memberikan keamanan
- Kontak mata kurang mengidentifikasi dan dan mengurangi takut
- Kurang istirahat mengungkapkan gejala  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Berfokus pada diri sendiri cemas  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
- Iritabilitas  Mengidentifikasi, tehnik relaksasi
- Takut mengungkapkan dan  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Nyeri perut menunjukkan tehnik untuk  Identifikasi tingkat kecemasan
- Penurunan TD dan denyut nadi mengontol cemas  Bantu pasien mengenal situasi yang
- Diare, mual, kelelahan  Vital sign dalam batas menimbulkan kecemasan
- Gangguan tidur normal  Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Gemetar  Postur tubuh, ekspresi perasaan, ketakutan, persepsi
- Anoreksia, mulut kering wajah, bahasa tubuh dan  Kelola pemberian obat anti cemas
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR tingkat aktivitas
- Kesulitan bernafas menunjukkan
- Bingung berkurangnya kecemasan
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
NOC :Anxiety control
23
Takut berhubungan dengan perubahan Fear control
status lingkungan ( bencana alam), Setelah dilakukan tindakan
NIC:

18
ditandai dengan keperawatan selama 3 kali Coping Enhancement
DS : Peningkatan ketegangan,panik, pertemuan takut klien teratasi  Bina dan jalin hubungan saling percaya.
penurunan kepercayaan diri, cemas dengan kriteria hasil :  Sediakan reinforcement positif ketika pasien
DO :  Memiliki informasi untuk melakukan perilaku untuk mengurangi takut
 penurunan produktivitas kemampuan mengurangi takut  Sediakan perawatan yang berkesinambungan
belajar  Menggunakan tehnik  Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat
 penurunan kemampuan menyelesaikan relaksasi menyebabkan misinterprestasi
masalah  Mempertahankan hubungan  Dorong mengungkapkan secara verbal
 mengidentifikasi obyek ketakutan, sosial dan fungsi peran perasaan, persepsi dan rasa takutnya
 peningkatan kewaspadaan  Mengontrol respon takut  Perkenalkan dengan orang yang mengalami
 Anoreksia kejadian bencana yang sama
 mulut kering  Dorong klien untuk mempraktekan tehnik
 diare, mual relaksasi
 pucat, muntah
 perubahan tanda-tanda vital

19
Asuhan Keperawatan Sebelum Bencana

a. Pengkajian:
1) Pengkajian inti:
a) Sejarah
Terjadinya wilayah, perkembangan wilayah, sudah berapa lama
masyarakat disana tinggal, apakah ada perubahan terhadap daerah,
bagaimana sejarah daerah tersebut. Dan apakah pernah terjadi
bencana di wilayah tersebut.

b) Demografi
Karakteristik penduduk: usia dan jenis kelamin, tipe rumah tangga :
keluarga, bukan keluarga, status perkawinan, kelompok masyarakat
apa yang terbanyak dilihat (anak muda, lansia) apakah diwilayah
tersebut ada usia yang rentan bencana, orang yang tinggal sendirian,
apakah populasi homogen, statistik penting (angka kelahiran,
pernahkah ada angka kematian diwilayah tersebut pada bencana
sebelumnya, angka kesakitan/masalah kesehatan, prilaku sehat,
masalah social, angka kekerasan).

c) Etnis
Adakah kelompok etnik tertentu dan tanda–tanda kelompok budaya
yang dilihat dan bagaimana budaya masyarakat dalam menilai
bencana

d) Nilai dan Keyakinan


Nilai dan keyakinan yang dianut masyarakat, agama (distribusi dan
pemimpin agama), bagaimana pandangan dalam melihat bencana
apakah diwilayah tersebut memiliki sarana ibadah, apakah ada
tanda seni, bagaimana budayanya, bagaimana leluhurnya, dan
apakah ada tanda–tanda peninggalan sejarah.

20
2) Pengkajian sub – sub sistem
a) Lingkungan
Bagaimana keadaan masyarakat, bagaimana kualitas udara,
tumbuh–tumbuhan, perumahan, pembatasan daerah, jarak, daerah
penghijauan, binatang peliharaan, anggota masyarakat,
struktur yang dibuat masyarakat, keindahan alam, iklim, apakah ada
peta wilayah dan berapa luas daerah tersebut serta apakah ada
resiko bencana di wilayah tersebut dari faktor alam, cuaca,
topografi wilayah dll.

b) Pelayanan kesehatan dan sosial


Jenis pelayanan kesehatan yang ada (rumah sakit, klinik, praktek
bersama, agensi perawatan, fasilitas perawatan rumah), pusat
kedaruratan (lokasi, kualitas, catatan pelayanan, kesiapsiagaan, unit
kebakaran, pusat control keracunan, pelayanan gawat darurat
professional dan relawan), rumah jompo, fasilitas pelayanan sosial
(pelayanan konseling dan support, intervensi krisis, pelayanan
protektif anak dan remaja, pelayanan populasi special:
imigran,cacat, keterbatasan, sakit mental kronik), biaya pelaksana,
sumber daya, karakteristik pengguna, sumber diluar daerah terebut
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, akses dari pelayanan
kesehatan dan social dan kepuasan dari pelayanan kesehatan dan
sosial, apakah tersedia tenaga kesehatan dalam penanganan bencana
dan apakah sudah memiliki kemampuan sesuai standar

c) Ekonomi
Apakah merupakan komunitas berkembang atau miskin, tenaga
kerja (jumlah yang bekerja, penganguran, jenis pekerjaan,
kelompok pekerja, kelompok usia pekerja), pendapatan anggota

21
keluarga, dan individual, sumber penghasilan, perkembangan
ekonomi saat ini dan yang akan datang, kondisi kerja dan
lingkungan kerja yang beresiko, jumlah dan rata- rata injury dan
kesakitan akibat kerja, apakah terdapat industri, pertokoan,
lapangan kerja, kemana warga masyarakat belanja.

d) Keamanan
Jenis layanan perlindungan apa yang tersedia, jenis tindakan
kriminal apa yang dipantau, jenis tindakan kriminal apa yang biasa
terjadi, apakah masyarakat merasa aman apabila terjadi bencana.

e) Politik dan pemerintahan


Siapakah diwilayah tersebut yang bertanggung jawab apabila terjadi
bencana dan kebijakan benrkaitan bencana

f) Komunikasi
Apabila terjadi bencana siapakah dan bagaimana
mengkomunikasikan kepada masyarakat.

g) Pendidikan
Apakah sudah ada persiapan untuk menghadapi bencana pada
institusi pendidikan di wilayah tersebut dan bencana apakah
institusi pendidikan sudah menyiapkan berkaitan sarana dan
prasarana dalam menghadapi bencana.

h) Rekreasi
Apakah ada sarana rekreasi yang beresiko untuk bencana pada
masyarakat dan sudahkah diberikan pemberitahuan atau peringatan
pada sarana rekreasi tersebut (Betty Neuman, 1970 dalam Huda,
2011).

22
b. Diagnosa Keperawatan Komunitas bencana
Diagnosa keperawatan komunitas bencana yang mungkin muncul, yaitu :
1) Ketidakefktifan koping komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami atau
perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis : alam, perbuatan manusia).
2) Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya
3) Kesiapan meningkatkan pengetahuan
4) Sindrom pascatrauma b.d kejadian strategi yang melibatkan banyak
kematian
5) Duka cita b.d kehilangan objek penting (mis. Kepemikiran, pekerjaan, status,
rumah, bagian tubuh) dan kematian orang terdekat (Herdman, 2017)

23
c. Intervensi Keperawatan Komunitas
No Diagnosa Noc Nic
1. Ketidakefktifan koping komunitas Domain VII : kesehatan Komunitas Domain VII : Komunitas
b.d pemajanan pada bencana Kelas 2 : Perlindungan kesehatan Kelas 2 : manajemen risiko komunitas
(alami atau perbuatan manusia) komunitas Persiapan bencana di masyarakat:
dan riwayat bencana  Identifikasi tipe bencana potensial
(mis : alam, perbuatan manusia). Level 3 : yang ada di daerah tersebut
Intervensi (mimsalnya yang berhubungan
Kesiapan komunitas terhadap bencana dengan cuaca, industri, lingkungan)
 Identifikasi tipe bencana  Bekerja Bersama dengan instansi-
potensial instansi lain dalam perencanaan
 rencana tertulis untuk evakuasi terkait dengan bencana (misalnya
 rencana tertulis untuk triase pemadaman kebakaran, palang
 keterlibatan Lembaga penting merah, tantara, layanan-layanan
dalam perencanaan ambulan, Lembaga layanan social)
 Pendidikan public tentang  Kembangkan rencana persiapan
peringatan bencana dan respon sesuai dengan tipe bencana tertentu
(misalnya insiden kasual multiple
banjir).
 Kembangkan rencana persiapan
medis dan sumber daya Lembaga
social yang tersedia untuk dapat
menanggapi bencana
 Kembangkan prosedur-prosedur
triase
 Dorong persiapan masyarakat untuk
menghadapi kejadian bencana
 Didik anggota masyarakat
mengenai keselamatan
 Dorong anggota masyarakat untuk
memiliki rencana kesiapsiagaan
pribadi
 Lakukan latihan simuasi mengenai

24
kejadian bencana
2. Defisiensi kesehatan komunitas b.d Domain 1 : Promosi Kesehatan Primer
ketidakcukupan ahli di komunitas, Kelas 2 : Manajemen Kesehatan Domain III : Perilaku
ketidakcukupan biaya program dan Level 3 : Intervensi Kelas S : Pendidikan Pasien
ketidakcukupan sumber daya Kesiapa komunitas terhadap bencanaa Pendidikan Kesehatab
 Targetkan sasaran pada kelompok
berisiko tinggi dan rentang usia
yang akan mendapat manfaat besar
dari Pendidikan kesehatan
 Rumuskan tujuan dalam program
Pendidikan kesehatan
 Identifikasi sumber daya
 Tekankan manfaat kesehatan positif
yang langsug atau manfaat jangka
pendek yang bias diterima
masyarakat
 Kembangkan materi Pendidikan
tertulis yang tersedia dan sesuai
dengan sasaran
 Berikan ceramah untuk
menyampaikan informasi dalam
jumlah besar
 Pengaruhi pengemban kebijakan
yang menjamin Pendidikan
kesehatan sebagai kepentingan
masyarakat

Domain III : Perilaku


Kelas R : Bantuan Koping
Peningkatan system dukungan
 Tentukan kecukupan dari jaringan
social yang ada
 Tentukan hambatan terhadap

25
system dukungan yang tidak
terpakai dan kurang dimanfaatkan
 Identifikasi kekuatan dan
kelemahan sumber daya masyarakat
dan advokasi terkait perubahan jika
diperlukan
 Sediakan layanan dengan sikap
peduli dan mendukung
 Identifikasi sumber daya yang
tersedia terkait dengan dukungan
pemberian perawatan
3. Kesiapan meningkatkan Domain III : Kesehatan Psikososial Domain III : perilaku
pengetahuan Level 2 : adaptasi Psikososial Kelas II : Pendidikan Masyarakat
 mengindentifikasi pola koping Peningkatan kesiapan pembelajaran
yang efektif  Berikan lingkungan yang tidak
 mengidentifikasi pola koping mengancam
yang tidak efektif  Bina hubungan saling percaya
 menanyakan perasaan akan  Tentukan kredebilitas guru yang
control diri tepat
 menggunakan system  Maksimalkan input sensori dengan
dukungan personal menggunakan kaca mata, alat bantu
 menyatakan butuh bantuan dan lain-lain dengan cara yang tepat
 Jelaskan bagaimana informasi bias
membantu klien mencapai tujuan
dengan cara yang tepat
4. Sindrom pascatrauma b.d kejadian Domain I : kesehatan Psikososial Domain III : Perilaku
strategi yang melibatkan banyak Level 2 : Kesejahteraan Psikologis Level 2 : bantuan koping
kematian Keseimbangan alam perasaan Peningkatan sistem dukungan
 Menunjukan efek yang sesuai  Identifikasi respon psikologis
dengan situasi terhadap situasi dan ketersediaan
 Menunjukkan alam perasaan sistem dukungan
yang stabil  Identifikasi tingkat dukungan
 Berbicara dengan kecepatan keluarga, dukungan keuangan dan

26
sedang sumber daya lainnya
 menunjukkan mintar terhadap  Tentukan hambatan terhadap sistem
sekeliling dukungan yang tidak terpakai dan
kurang dimanfaatkan
 Anjurkan klien untuk berpartisipasi
dalam kegiatan social dan
masyarakat
 Sediakan layanan yang dengan
sikap perduli dan mendukung
 Libatkan keluarga, orang tua dan
teman-teman dalam perawatan dan
perencanaan
5. Duka cita b.d kehilangan objek Domain VII : Kesehatan Komunitas Domain 3 : perilaku
penting (mis. kepemikiran, Level 2 : Kesejahteraan Komunitas Level 2 : Peningkatan Komunikasi
pekerjaan, status, rumah, bagian Respon berduka komunitas Mendengar aktif
tubuh) dan kematian orang terdekat  Pengkajian kebutuhan oleh  Buat tujuan interaksi
pemimpin  Tunjukkan ketertarikan kepada
 Koordinasi upaya respon klien
kesedihan  gunakan pertanyaan maupun
 kerja sama antar anggota pernyataan yang mendorng klien
 identifikasi kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan
kesehatan mental anggota pikiran, kekhawatiran
 peluang kegiatan pemulihan  Dengarkan isi pesan dan perasaan
komunitas yang tidak terungkap selama
 partisipasi kegiatan pemulihan percakapan
komunitas  Sadari tempo suara, volume,
 pegenalan masalah-masalah kecepatan maupun tekanan suara
anggota  Klarifikasi pesan yang diterima
 pilihan permukiman kembali dengan menggunakan pertanyaan
maupun memberikan umpan balik
 Gunakan Teknik diam/
mendengarkan dalam rangka
mendorong klien untuk

27
mengekspresikan perasaan pikiran
dan kekhawatiran

28
d. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
masyarakat. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
berfokus pada masyarakat dan berorientasi pada hasil, sebagaimana yang
digambarkan pada rencana. Implementasi pada keperawatan bencana adalah
memberikan program bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat
mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana dan mengurangi resiko dan
kemungkinan hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini melibatkan pihak
Puskesmas, Bidan desa dan anggota masyarakat (Mubarak, 2009). Prinsip yang
umum digunakan dalam pelaksanaan atau implementasi pada keperawatan
komunitas bencana adalah:
a) Inovative
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
(IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (IMTAQ) (Mubarak, 2009)

b) Integrated
Perawat kesehatan masyarakat harus mampu bekerjasama dengan sesama
profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
berdasarkan azas kemitraan (Mubarak, 2009).

c) Rasional
Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan harus
menggunakan pengetahuan secara rasional demi tercapainya rencana
program yang telah disusun (Mubarak, 2009).

d) Mampu dan mandiri


Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan dan
kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten
(Mubarak, 2009).

29
e) Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas kemampuannya
dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang
diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan implementasi yang menjadi
fokus adalah : program kesehatan komunitas dengan strategi : komuniti
organisasi dan partnership in community (model for nursing partnership)
(Mubarak, 2009).
e. Evaluasi
Efektivitas dari suatu program yang dievaluasi dapat melalui :
1) Survei mendalam berkaitan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui
kuesioner, wawancara dan test. Hal tersebut dapat dilakukan sebelum dan
sesudah program/implemantasi.
2) Ukuran lain yang dapat digunakan angka stasistik komunitas.
Terdapat tiga tipe evaluasi yang menjelaskan apa yang perlu dievaluasi yaitu
: struktur, proses dan hasil.
a) Evaluasi struktur mencakup : fasilitas fisik, perlengkapan, kapan,
layanan.
b) Evaluasi proses : tindakan keperawatan dalam setiap komponen proses
keperawatan yang mencakup adekuasi, kesesuain, efektifitas dan
efisiensi.
c) Evaluasi hasil: perubahan perilaku masyarakat yang mencakup : respon
fisiologis dan psikologis, keterampilan psikomotor, pengetahuan dan
kemampuan (Mubarak, 2009).

30
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Dengan
banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus dilakukan dengan
baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah sederhana, maka penanganan
korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang
mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik
dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan kebencanaan
dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya modal itu dimanfaatkan
oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut melakukan tindakan tanggap
bencana.

B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk melakukan
pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana, oleh karena itu
diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman
dalam praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam penanggulangan bencana
yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan sangat relevan
dengan yang terjadi di masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya
muncul di tempat yang sedang terjadi bencana.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Blackwell, Wiley,2015-2017. Nanda International, Inc. Nursing Diagnoses : Definitions


& Classification. 10th Ed. The atrium, shouter Gate, Chichester, West Sussex
2. Bencana, Pujiono. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana Paragdima Penanggulangan.
3. Blogspot.
2010.  Bencana. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/04/bencana.html.
Diakses Pada Tanggal 2 September 2016. Pukul 08.45 WIB.
4. Bulechek, Gloria M & Butcher, Howard, K, 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). 6th Ed. St Louis : Missouri
5. Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
6. Keliat,B.A, dkk. 2006. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa Dalam Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : Modul IC CMHN.FIKUI
7. Moorhead, Sue & Johnson Marion. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th
Ed. St Louis :Missouri
8. Munawar. 2011. Pengertian dan Istilah-istilah Bencana.
www. kangmunawar.com/bencana/pengertian-dan-istilah-istilah-bencana. Diakses Pada
Tanggal 2 September 2016. Pukul 08.15 WIB
9. Suliswati. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
10. Weenbee. 2011.  Peran Perawat Dalam Manajemen
Bencana.http://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat-dalam-manajemen-
bencana/#more-94. Diakses Pada Tanggal 2 September 2016. Pukul 09.00 WIB.
11. Wikipedia. 2011. Bencana. www.id.wikipedia.org/wiki/bencana. Diakses Pada Tanggal
21 Maret 2012. Pukul 08.30 WIB.
12. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

32

Anda mungkin juga menyukai