OLEH
NIM : C1118026
KELAS : 7 A KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN SEKOLAH
USADA BALI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali resiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik.
Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi
penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka
tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons. Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai
sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak
terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar
masalahnya. Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan
(rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur
yang penting bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan
terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja
penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Komitmen, kecekatan dan pemahaman
situasi dan kondisi bencana (termasuk konflik) dalam rangka memahami latar
belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya
kebutuhan mereka, sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak
bisa menjadi legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu
dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk
memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban bencana.
Kata Triage berasal dari bahasa Prancis trier yang berarti memisahkan, memilah
dan memilih. Triase atau traige adalah proses seleksi korban untuk menentukan
prioritas penanganan bedasarkan pada kriteria tertentu, sedang penanganan pra-rumah
sakit adalah tahap penanganan yang dilakukan sebelum korban mencapai rumah sakit.
Berbeda dnegan fase pra-rumah sakit yang mengutamakan tindakan resusitasi dan
stabilisasi, pada fase rumah sakit juga direncanakan penanganan sampai tahap
definitif. Ketiga proses tersebut, triase – penanganan pra-rumah sakit – penanganan
intra rumah sakit, merupakan proses yang berurutan, sehingga memerlukan kesamaan
konsep dan koordinasi yang baik dari para petugasnya. Penanganan pra-rumah sakit
meliputi penanganan di tempat kejadian dan selama transportasi. Ditempat kejadian,
pertolongan dimulai dari tindakan penyelamatan (rescue) dan evakuasi korban dari
tempat kejadian, misalnya gedung yang runtuh, yang umumnya dilakukan oleh
petugas penyelamat dan bukan oleh petugas medis. Setelah itu baru dilakukan proses
triase oleh petugas medis, sebelum dilakukan tindakan lebih lanut. Jadi selain di
rumah sakit, triase juga dilakukan ditempat kejadian, sehingga diperlukan kerja sama
yang baik antara petugas penyelamat dan petugas medis.
B. Rumusan Masalah
Apa saja model trige yang digunakan pada situasi bencana dan yang layak digunakan di
Indonesia.
C. Tujuan
Mampu memahami tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bencana serta
mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase bencana dan model-model
triage.
D. Manfaat
Pembaca dapat mengetahui model triage yang digunakan pada situasi bencana dan
yang layak digunakan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah peristiwa
pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian ekologi,
kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat kesehatan sehingga
memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster menurut
WHO adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy
& Mahfudli, 2009).
1. Prioritas 1 – MERAH:
Korban yang tidak mengalami cedera serius, memerlukan perawatan sedikit dan dapat
menunggu perawatan tanpa bertambah parah, seperti: