Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROGRAM NASIONAL KESEHATAN LANSIA


DAN ISU-ISU,STRATEGI DAN KEGIATAN UNTUK PROMOSI KESEHATAN DAN
KESEJATRAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAP ORANG YANG
TERLIBAT MERAWAT LANSIA

KELOMPOK II
NAMA NIM

MASLINDA GOLENG SINA 2117001


RISKA BOLIO 2117002
AYU NIAR 2117003
DHEA ANANDA PUTRI 2117004

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan
karuniaNYA makalah kami yang berjudul “Program Nasional Kesehatan Lansia Dan Isu-
Isu,Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejatraan Lansia Serta Dukungan
Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia” telah dapat menyelesaikan. Kemudian tidak lupa
untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada “ners vivi adriana” yang telah banyak
memberikan pengetahuan kepada kami demi terciptanya tugas ini.
Sesuai dengan temanya makalah ini menyajikan tentang bagaimana tingkat
keberhasilan program tersebut baik tingkat nasional maupun tingkat propinsi.
Kami telah berupaya maksimal, namun pasti masih banyak kekurangan, kelemahan
dan kesalahan. Untuk itu kami mohon kritik, masukan dan saran, demi penyempurnaan
makalah kami dimasa yang akan datang..

.
Makassar,28 Februari 2020

Kelompok II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan
kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang
menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun
masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia mempunyai
mkebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di teladani oleh
generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai perubahan dalam
masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun
2014 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di
perkirakan 17 juta orang. Pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia
diproyeksikan mencapai 28 juta orang yang berusia 71 tahun. Perubahan komposisi
penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan  baru yang harus dipenuhi,
sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik
sebagai individu, keluarga maupun masyarakat.
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan
sosial lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.
Sebagai bangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di antara anak, Three in
one roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga
generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat ini mereka cenderung
tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam
satu atap kebersamaan.

B. Tujuan
Untuk mengetahui Program Nasional Kesehatan Lansia Dan Isu-Isu,Strategi Dan
Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejatraan Lansia Serta Dukungan
Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Program Nasional kesehtan lansia


Program kementerian kesehatan di indonesia dalam upaya untuk
meningkatkan status kesehatan para lansia, diantaranya (Arek Adhitiya-
Lampungtoday.com) :
1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para lansia di pelayanan
kesehatan dasar, khususnya puskesmas dan kelompok lansia melalui konsep
puskesmas santun lanjut usia.
2. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia di rumah sakit,
3. Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan dan gizi
bagi lansia,  
4. Sosialisasi program kesehatan lansia, serta pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan dan pembinaan kelompok usia lanjut/posyandu lansia di
masyarakat.

B. Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan


Kesejahteraan Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang
semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi
perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai masalah
promosi kesehatan. Pada 21 November 2003, World Health Organization (WHO)
menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan
yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan
seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa
Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi
kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses
yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan
mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over,
and to improve, their health, WHO, 2003). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan
adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi
mereka sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk
menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok
harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi
kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep
positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat
sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya
merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya
hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 2003).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan
berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan
lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari
pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang
menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha
individu sekaligus kolektif (Taylor, 2016).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program
kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor,
2016). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti
praktisi medis, psikolog, media massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus
perundang-undangan dapat dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi
medis dapat mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu.
Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-
bentuk intervensi untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat
dan mengubah kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan
kontribusinya dengan menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku
tertentu yang berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi
alkohol. Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat
penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan fasilitas
yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus
perundang-undangan dapat menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan
risiko kecelakaan seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di
kendaraan (Taylor, 2013).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut
(Iqi, 2013):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan
produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada
penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan
kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan
suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan
masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber
daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter),
pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang
stabil (a stable eco-system), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable
resources), serta kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO,
2003). Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua
prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di
Ottawa pada tahun 2003, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut
akan disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul
Health Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan
promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public
policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

4. Strategi Promosi Kesehatan


a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan
( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang
mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat
keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi
kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan
sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat
pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat
pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan
atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat
keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. ( Wahid Iqbal
Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).

b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan  (partnership) masih relative baru, namun
demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman dahulu.
Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya
esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum”
(NS Hasrat jaya Ziliwu, 2012) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector
relationship between individuals, groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as  necessary,
and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah
suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam
kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-
masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah
dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada
konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun
2003. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling
memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien
apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan,
masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan
operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan
bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan kemitraan
dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,
masalah dan potensi yang ada.

c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )


Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama
pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan
seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain  melakukan
apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial
tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan  pengaruh dan
kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak
berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia.  Kekuasaan tercipta
dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat
berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai
sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata
lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua
hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah
pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai
bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat,
utamanya Eropa. Untuk memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih
memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya.
Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan
pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan
pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah
yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian
berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir
abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran
seperti Eksistensialisme, Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan
gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan
Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti-
astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan
konsep civil society (Pranarka & Moeljarto, 2003).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi
partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat
yang dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2012)
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan
sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil
dan merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada berbagai
bidang, sehingga dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya
pencegahan penyakit (http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui
program pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment),
karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan inti
dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2013).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen;
perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan (Actuating)
hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC
telah diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan derajad kesehatan masyarakat (Notoadmojo, 2016).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan
berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan
berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
keberadaannya.  Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok
usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui
beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia,
pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan
tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. 

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu
wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana
mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia
yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta
para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya

B. SARAN
Kita ketahui lansia ini akan banyak menderita penyakit contoh hipertensi, stroke,
osteoporosis dll. Maka para lansia diharapkan mengikuti program-program
pemerintah untuk mengetahui perubahan atau perkembangan kesehatannya dan
keluarga juga harus mendukung program ini diharapkan juga para lanjut usia
melakukan pola hidup sehat yakni dengan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang,
melakukan aktivitas fisik/olahraga secara benar dan teratur serta tidak merokok.
DAFTAR PUSTAKA

1. 1. Adhitiya, Arek. 2013. Dukung Aksi Nasional Kesejahteraan Lansia 2010-


2014, dalam
2. http://www.academia.com/go/today-news/1392-dukung-program
nasional-kesejahteraan-lansia-2010-2014.html. Diakses tanggal 9 februari
2015.
3. Basuri, Chairul. 2012. Strategi Dan Promosi Kesehatan, dalam
http://chairulars.academia.com/2012/11/strategi-dan-kegiatan-promosi-
kesehatan.html. Diakses tanggal 9 februari 2015.
4. Maryam, R siti.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2016. Jakatra:
Salemba Medika.
5. Mubarak Wahid iqbal,dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. 2013. Jakarta:
Sagung Seto.
6. WHO,kamus besar ilmu keperawatan komunitas 3.2003. Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai