Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Bencana

Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang


menyebabkan kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia,
atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam
skala tertentu dan memerlukan respon dari luar masyarakat dan wilayah
yang terkena bencana. Dalam setiap bencana yang terjadi, selalu ada
implikasi kesehatan jiwa – baik dalam kasus bencana alam, misalnya
gempa bumi, tsunami, angin ribut, atau pada bencana yang diakibatkan
oleh manusia, misalnya perang atau kekerasan interpersonal. Kebutuhan
langsung dari populasi yang terkena bencana alam seringkali merupakan
kebutuhan fisik (sandang pangan). Namun perlu diingat bahwa semua
orang yang mengalami dan hidup dalam situasi yang tidak menentu akan
menderita trauma.
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan
terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang
selamat. Stres pasca tauma (post traumatic stress disorder (PTSD))
merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti setelah terjadinya
bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara
permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan
terkait trauma, dan mengalami gangguan meningkat secara terus - menerus

B. Jenis-jenis bencana:
Menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 jenis bencana terbagi
menjadi 3 bagian ;
1. Bencana alam

1
Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2. Bencana non alam
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam yang anatara lain berupa gagal
teknelogi, gagal moderenisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan
teror.

C. Fase-fase bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya suatu
bencana yaitu fase pre impact, impact, dan post impact
1. Fase pre impact merupakan warning fase, tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya
pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik oleh
pemerintah, lembaga dan masyarakat.
2. Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana. inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup. Fase
impact ini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan
yang darurat dilakukan.
3. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat. Juga tahap dimana masyarakat mulai
berusaha kembali pada fungsi kualitas normal. Secara umum pada fase
post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi mulai
dari penolakan (denial), marah(angry), tawar – menawar (bargaing),
depresi (depression), hingga penerimaan (acceptance).

D. Evolusi Pandangan Terhadap Bencana


1. Pandangan konvensional

2
Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana : kecelakaan atau
(accident) ; tidak dapat diprediksi; tidak menentu; tidak terhindarkan; dan
tidak terkendali. Masyarakat dipandang sebagai ‘korban’ dan

‘penerima bantuan’ dari pihak luar.


2. Pandangan ilmu pengetahuan alam
Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan
kehidupan manusia. Karena kekuatan alam yang luar biasa. Proses
geofisik, geologi, dan hidrometereologi. Tidak memperhitungkan
manusia sebagai penyebab alam.
3. Pandangan ilmu terapan
Besaran (Magnitude) bencana tergantung besarnya ketahanan atau
kerusakan akibat bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya
peningkatan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil
kerusakan.
4. Pandangan progresif
Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan masyarakat
yang ‘normal’. Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti.
Peran sentral dari masyarakat adalah mengenai bencana itu sendiri.
5. Pandangan ilmu sosial
Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat
menghadapi bahaya. Ancaman adalah alami, tetapi bencana bukan
alami. Besaran bencana tergantung perbedaan tingkat kerawanan
masyarakat.
6. Pandangan holistik
Menekankan pada ancaman (Threat) dan kerentanan (Vulnerability),
serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi resiko. Gejala alam
menjadi ancaman jika mengancam hidup dan harta benda. Ancaman
akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan kerentanan.

E. Permasalahan dalam penanggulangan bencana


Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah
memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :

3
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2. Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan
ketidaksiapan
4. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya

F. Kelompok rentan bencana


Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat
yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman
dari potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan
dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas:
1. Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam
menghadapi ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi
masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa.
2. Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat
dalam pengalokasian sumber daya untuk pencegahan serta
penanggulangan bencana.
3. Kerentanan sosial, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek
pendidikan, pengetahuan tentang ancaman bahaya dan rwesiko
bencana.
4. Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal.
Misalnya masyarakat yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor.

G. Paradigma Penanggulanngan Bencana


H. Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigm
dari konfensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan kejadian
yang tak terelakan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan,
pendekatan holistic yakni menampakkan bencana dalam tatak rangka
menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan serta kemampuan

4
masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan
kejadian yang tak dapat dihindari, namun resiko atau akibat kejadian
bencana dapat diminimalisasi dengan mengurangi kerentanan masyarakat
yang ada dilokasi rawan bencan serta meningkatkan kapasitas masyarakat
dalam pencegahan dan penangan bencana.

I. Pengurangan Risiko Bencana


Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
1. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan,
pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis
risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan
peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis
penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi
bencana).
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi,
kerusakan dan sumber daya; penentuan status keadan darurat;
penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar;
pelayanan psikososial dan kesehatan.
3. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan
daerah bencana, prasarana dan saran umum, bantuan perbaikan rumah,
social, psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan
rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana
prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.

J. Trauma Pasca Bencana


1. Stress
Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat
adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri yang memunculkan
gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai. Stress
merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia,

5
bahkan seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Setiap
hari kadang kita harus tergesa bangun, membereskan pekerjaan
rumah kadang hingga lupa atau tidak sempat sarapan, lari mengejar
kendaraan umum untuk Sekolah atau menjalani aktivitas, berkonflik
dengan teman atau orang lain, kehabisan uang padahal harus membeli
keperluan harian dan seterusnya. Semua kejadian itu dapat
memunculkan stres.
Mereka yang mengalami stres mungkin merasa lebih gelisah, tegang,
cemas, mengalami kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada
pula yang tekanan darah dan detak jantungnya nmeningkat, sakit
kepala, perut mulas, gatal-gatal atau diare. Stres juga dapat merubah
perilaku kita. Misalnya kita menjadi lebih cepat marah, lebih suka
sendirian, menjadi tidak enak makan, merasa tidak berdaya, tidak
bersemangat, frustrasi, atau merasa tidak percaya diri.
Meski cukup sering menganggu, stres tidak perlu selalu dilihat
sebagai hal negatif. Dalam hal tertentu ,stres memiliki dampak positif.
Eustress adalah stres dalam artian positif yakni keadaan yang dapat
memotivasi, dan berdampak menguntungkan. Sebagai contohnya, ada
orang-orang yang bila sudah terdesak waktu, tiba-tiba akan
terbangkitkan kreativitasnya. Ada pula yang karena merasa tertinggal,
memotivasi diri sendiri dan dapat berprestasi gemilang.

2. Trauma
Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock).
Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi
secara tiba-tiba dan di luar kontrol/kendali seseorang, bahkan
seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa
ini begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang
kita alami sehari-hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa
traumatis.
Ciri-ciri peristiwa traumatis adalah :
a. Terjadi secara tiba-tiba.

6
b. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat.
c. Mengancam keutuhan fisik maupun mental.
d. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku
yang amat membekas bagi mereka yang mengalami ataupun yang
menyaksikan.

Bencana alam seperti gempa bumi jelas merupakan peristiwa


traumatis, karena tidak pernah ada yang bisa meramalkan kapan akan
datang dan menimbukan perasaan takut dan mengerikan. Sehingga
dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya. Kondisi seperti
stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut
sebagai stres traumatis. Kondisi inilah yang biasa kita kenal sebagai
trauma.
Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang tidak
mengalami langsung peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang yang
menonton berita bencana secara terus menerus. Ia kemudian menjadi
sulit tidur, mengalami rasa takut dan waspada berlebihan. Hal
semacam ini disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres traumatis
yang dialami oleh orang yang tidak mengalami secara langsung.
Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia, biasanya akan
menunjukkan respon tertentu. Respon yang muncul mungkin
berbedabeda bagi tiap orang, namun umumnya respon yang muncul
adalah:
a. Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan, seperti
mencengkeram, atau ingatan lainnya tentang traumanya
b. Merasakan peristiwa seperti terjadi lagi (flashback)
c. Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat peristiwa
d. traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, atau
diciumnya.
e. Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
f. Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu
mengendalikan ingatan tentang peristiwa traumatis.

7
Selain respon-respon tersebut, kita mungkin akan mengalami
perubahan perasaan ataupun perilaku. Perubahan perasaan yang
mungkin dialami antara lain:
a. Cepat sedih
b. Cepat marah
c. Ingin menangis
d. Merasa bersalah
e. Merasa tidak berdaya
f. Suasana hati tidak menentu atau mudah berubah
g. Merasa tidak dipahami oleh orang-orang disekitarnya

Sementara perubahan perilaku yang mungkin terjadi antara lain : a.


Lebih banyak menyendiri
b. Gemetar
c. Tidak mau keluar rumah
d. Mudah tersinggung
e. Mengalami gangguan tidur, seperti: sering mimpi buruk,
f. susah tidur atau justru terlalu banyak tidur.
g. Gelisah
h. Kewaspadaan berlebih, sangat ingin menjaga dan melindungi diri
i. Mengalami gangguan makan, seperti : mual, muntah, tidak mau
makan, atau justru terlalu banyak makan
j. Mudah merasa was-was
k. Tiba-tiba dicekam bayangan menakutkan
l. Sulit berkonsentrasi atau berpikir jernih
m. Badan sering terasa lemas dan keluar keringat dingin
n. Sesak napas

Biasanya perubahan perilaku maupun perasaan tersebut akan


berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Namun, kita perlu
mewaspadai apabila perubahan tersebut dirasakan lebih dari 6-8
minggu dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Dampak yang
kita alami mungkin lebih besar daripada yang kita bayangkan.

8
K. Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak Pada
1. Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres & trauma) Gejala
ini muncul pada masa kurang dari 2 hari. Gejala ini ditandai dengan
simptom - simptom yang muncul setelah bencana, di antaranya:
a. Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia).
b. Menghindar (menarik diri dari situasi sosial).
c. Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak
berdaya).
d. Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk).
2. Acute stress disorder (ASD)
Gejala ini muncul pada masa 2 s.d 30 hari/4 minggu yang ditandai
dengan:
a. Individu/korban mengalami peristiwa traumatik yang
mengancam jiwa diri sendiri maupun orang lain, atau
menimbulkan kengerian luar biasa bagi dirinya (horor).
b. Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya kewaspadaan
tinggi, mudah kaget, sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah
tersinggung dan gelisah.
c. Gangguan efektifitas diri di area sosial dan pekerjaan.
3. Post traumatic stress disorder (PTSD)
Gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulan yang ditandai dengan:
a. Gangguan muncul akibat suatu peristiwa hebat yang
mengejutkan, bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun
tidak tertahankan oleh orang yang mengalaminya.
b. Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang
pernah dialami.
c. Ketidakberdayaan/ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”.
d. Terlalu siaga/waspada yang disertai
ketergugahan/keterbangkitan secara kronis.

9
e. Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi
secara efektif dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga,
pendidikan, dll).
L. Peran Perawat Komunitas Dalam Manajemen Kejadian Bencana
Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki
tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik
selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact.
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun
rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim
pengkajian kejadian bencana.
Tujuan utama : Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada
bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik
masyarakat yang terkena bencana tersebut.
1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra
bencana ini, antara lain:
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya,
b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency
(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda),
c. Melatih penanganan pertama korban bencana, dan
d. Merkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.

Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :


a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan,
dan pertolongan pertama luka bakar.
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, rs dan ambulans.

10
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai).
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan
atau posko-posko bencana.
Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap
kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien
untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami
hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala
dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi
injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok
karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan
selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang
multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka
bakar derajat
II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah
fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

11
M. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana
Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan
keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap
bencana. Mahasiswa keperawatan tidak hanya dituntut memiliki
pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari
itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan
darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa keperawatan
untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana. Namun,
kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak
melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih
dahulu dibandingkan dengan mahasiswa keperawata, walaupun ada itu
sudah terkesan lambat.

N. Jenis Kegiatan Siaga Bencana


Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan
pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang
menjadi perhatian penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan
oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap bencana:
1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan
korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka,
kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan
menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para
relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu
adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan
bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga
perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga
melakukan pengobatan bersama mahasiswa keperawatan lainnya
secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan
yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik,
pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan.

12
2. Pemberian bantuan
Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi
korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan
dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan
sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa
dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung di
lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal
yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan
di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para
korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak
mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
3. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma
psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa
berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat.
Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak
yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini
terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan
gannguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan
dalam penanaganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan
mental yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada
orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan
mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit.
Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan
mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat
lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Mahasiswa
keperawatan dapat memdirikan sebuah taman bermain, dimana anak
anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain
sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti
sedia kala.

13
4. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca
bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat
memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta
benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang
patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa
menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas
dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Mahasiswa
keperawatan dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang
difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang
bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di
sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya
kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang
harus dimiliki oleh seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:
1. Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang
baik. Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan memberikan
pertolongan dalam penanaganan bencana, haruslah mumpuni
dalam skill keperawatan, dengan bekal tersebut mahasiswa akan
mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.
2. Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap
kepedulian. Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian
dari setiap elemen masyarakat termasuk mahasiswa keperawatan,
kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau
berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana.
Sehingga dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan
mampu meringankan beban penderitaan korban bencana.
3. Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen siaga
bencana

14
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda,
segal hal yang terkait harus didasarkan pada managemen yang baik,
mengingat bencana datang secara tak terduga banyak hal yang harus
dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan
salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di daerah bencana,
mahasiswa keperawatan dituntut untuk mampu memilki kesiapan
dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang
berhubungan dengan peralatan bantuan dan pertolongan medis harus
bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu yang mendesak. Oleh
karena itu, mahasiswa keperawatan harus mengerti konsep siaga
bencana.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan
berkepanjangan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada
korban bencana yang selamat. Menurut Barbara santamaria ada
tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase pre
impact,impact,dan post impact. Pelayanan keperawatan tidak
hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga
sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana. Untuk
mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:
Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang
baik, Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap
kepedulian, Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen
siaga bencana.

B. Saran
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan, mahasiswa keperawatan
diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki

16
kemampsuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanuasiaan
melalui aksi siaga bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi,dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta :


EGC.
Yusuf AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba
Medika

17

Anda mungkin juga menyukai