Sp.PD-KGer, yang membedakan dokter spesialis, dokter umum dan dokter layanan
primer adalah kompetensi, area dan pekerjaannya.
Dibanding dokter umum biasa, dokter layanan primer memiliki 10 atau 11 item yang
akan membedakan bukan hanya jenis area kompetensinya saja tapi bagaimana
pendekatan kepada pasien dalam masalah kesehatan. Misalnya, dokter yang
mengobati batuk pilek di layanan primer. Dia harus periksa dan menetapkan obat ini.
Mungkin dokter umum akan langsung memberikan obat tapi dokter layanan primer tidak
begitu.
Dokter layanan primer tidak akan memberikan obat langsung karena dia akan mencari
tahu lebih dalam lagi mengenai sebab pasien batuk pilek. Seperti faktor-faktor apa yang
menyebabkan pasien batuk pilek. Apakah virusnya dari diri sendiri, keluarga,
lingkungan atau sekitar rumahnya ada yang mengalami batuk pilek. Kemudian apakah
batuk pilek ang dialami hanya sekali atau berulang dan tidak pernah terpikirkan oleh
dokter sebelumnya.
Untuk pendidikan dokter layanan primer perlu waktu 2-3 tahun untuk setiap
angkatannya dengan bobot 50-90 SKS. Dan saat ini, proses pendidikan ini masih dalam
tahap penyusunan standar kompetensi dan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun.
Artinya, dokter layanan primer baru ada pada 2019. Nanti proses pendidikan akan
mengacu pada RSCM karena idealnya dokter layanan primer akan bekerja di
pelayanan primer dan bukan berarti tidak perlu mengenal RS.
Untuk menjadi dokter layanan primer, Czeresna menyampaikan bahwa semua dokter
umum berpotensi menjadi dokter layanan primer karena dia setara dengan spesialis.
Sebelumnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sendiri baru akan membuka
program pendidikan dokter layanan primer pada 2016. Nantinya, dokter layanan primer
akan memiliki gelar dokter Sp. FM (Family Medicine-dokter keluarga).
Program Sp.FM ini juga untuk mengimbangi perawat yang pendidikannya sudah
S.Kep.Ners dengan masa studi hampir mirip dengan dokter umum yang sekarang,
bahkan memiliki spesialisasi dan S2 dan S3. Hal ini tidak bisa dicegah karena di luar
negeri, RS saja dimanaged oleh perawat. Rekan perawat saja bisa sekolah terus
dengan biaya sendiri. Sehingga tidak masuk akal jika dokter umum sekarang minta
kenaikan insentif dll di saat sekolahnya saja sudah kalah lama dengan perawat. Dan
akan aneh juga jika Sp.FM tidak didukung dokter spesialis yang lain karena mereka
bahkan selama ini juga mengajar teman-teman perawat yg mengambil spesialiasi, S2
dan S3.
Terkait dengan ketentuan mengenai DLP, Ardiansyah selaku dokter umum mengaku
merasa dikesampingkan kompetensinya. Sebab, untuk memperoleh gelar DLP,
Ardiansyah dan rekan sejawatnya harus menempuh pendidikan lagi selama dua tahun.
Ardiansyah bahkan merasa pendidikan dua tahun untuk memeroleh gelar DLP sia-sia
sebab nantinya mereka akan bekerja di layanan primer, sama seperti dokter umum.
Ardiansyah juga merasa khawatir profesinya akan tidak bisa menyokong perekonomian
keluarganya. Sebab, hanya DLP-lah yang dapat bekerja sama dengan BPJS.
Menurutnya, Jaminan Kesehatan Nasional keluar peraturan bahwa yang bisa bekerja
sama dengan BPJS yang gratis dan ada klaimnya dalam soal ekonom ihanyalah yang
sudah DLP. Sementara paradokter umum tidak bisa apa-apa.
Kesimpulan
Dokter layanan primer yang dicanangkan oleh pemerintah masih memiliki pro kontra
yang simpang siur. Nantinya, hanya dokter layanan primer dan dokter praktik umum
yang telah mengikuti program yang dapat menjadi dokter-dokter penyedia pelayanan
kesehatan primer. Semua dokter-dokter fresh graduated harus mengikuti pendidikan
dokter layanan primer bila ingin menjadi bagian dari system sebagai penyedia
pelayanan kesehatan primer. Hal ini menjadi pukulan keras untuk para dokter umum
yang harus melanjutkan studinya. Akan tetapi, mereka masih ditetapkan bekerja pada
layanan primer. Sebaiknya system dokter layanan primer ini diperbaiki lagi sehingga
tidak berdampak buruk bagi banyak orang. Tidak adanya ijazah, kurangnya
penempatan, dan belum jelasnya program dokter layanan primer ini masih menjadi
kendala. Sehingga perlu adanya strata baru mengenai dokter layanan primer ini.
Terlebih lagi belum adanya sosialisasi dari pemerintah mengenai program dokter
layanan primer ini.