Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Higiene dan Sanitasi Makanan

1. Pengertian Higiene

Higiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan timbulnya

penyakit. Higiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri sebagai

penyebab timbulnya penyakit. Seorang juru masak disamping harus

mampu mengolah makanan yang enak rasanya, menarik

penampilannya, juga harus layak untuk dikonsumsi. Untuk itu,

makanan harus bebas dari bakteri atau kuman penyakit yang

membahayakan kesehatan manusia, sedangkan sanitasi lebih

memperhatikan masalah kebersihan lingkungan untuk mencapai

kesehatan (Rejeki, 2015).

Higiene hubungannya dengan perorangan, makanan dan

minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan.

Sedangkan sanitasi menurut WHO adalah suatu usaha untuk

mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh pada

manusia, terutama terhadap hal hal yang mempunyai efek merusak

perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (Rejeki,

2015).

Kata “hygiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu

untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and

Southgate, H.A,1986). Dalam sejarah yunani, hygiene berasal dari

nama seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Jadi

9
10

dalam hal ini, sanitasi ditujukan pada lingkungannya, sedangkan

hygiene ditujukan pada orangnya. Higiene merupakan usaha kesehatan

preventif yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan

individu, maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia sedangkan

sanitasi merupakan usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan

kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Rejeki,

2015).

2. Higiene Sanitasi Makanan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi

kehidupan manusia. Menurut Notoatmojo (2003) ada 4 fungsi

pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni: memelihara

proses tubuh dalam petumbuhan/perkembangan serta mengganti

jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi guna melakukan

aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan mengatur berbagai

keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, berperan di

dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap perbagai penyakit. Agar

makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan

harus diperhatikan, kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat (gizi)

yang di butuhkan dalam makanan dan pencegahahan terjadinya

kontaminasi makanan dengan zat yang dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan (Pratiwi, 2012).

Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak

mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya,


11

telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya

tidak rusak serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia.

Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya

dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme

dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan

senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan

makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang

mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang

mengonsumsinya (Sari, 2012).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan

makanan, antara lain adalah higiene perorangan yang buruk, cara

penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan

makanan yang tidak bersih. Salah satu penyebabnya adalah karena

kurangnya pengetahuan dalam memperhatikan kesehatan diri dan

lingkungannya dalam proses pengolahan makanan yang baik dan sehat

(Musfirah, 2014).

Para penjual makanan yang menjajakan makanan umumnya

tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, khususnya

dalam hal higiene dan sanitasi pengolahan makanan. Pengetahuan

penjual makanan tentang higiene dan sanitasi pengolahan makanan

akan sangat mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan kepada

masyarakat konsumen (Ningsih, 2014).


12

Coliform, E. coli Faecal coliform dalam makanan dan minuman

merupakan indikator terjadinya kontaminasi akibat penanganan

makanan dan minuman yang kurang baik. Minimnya pengetahuan para

penjaja makanan mengenai cara mengelola makanan dan minuman

yang sehat dan aman, menambah besar resiko kontaminasi makanan

dan minuman yang dijajakannya. Makanan, yang mengandung E. coli

dapat menimbulkan penyakit yang pada gilirannya dapat mengganggu

proses belajar mengajar. Masalahnya, berapa besar kontaminasi E. coli

dalam makanan tersebut yang dijajakan pada beberapa kantin dan

pedagang sekolah dasar favorit kota Samarinda. Oleh sebab itu,

pengetahuan mengenai kualitas kesehatan makanan yang dijajakan di

dalam lingkungan sekolah dasar tersebut, perlu ditingkatkan dan

dilakukan pemantauan melalui pemeriksaan bakteriologis (Ningsih,

2014).

Upaya higiene dan sanitasi makanan pada dasarnya meliputi

orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan,

peralatan pengolahan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian

makanan. Faktor kebersihan penjamah atau pengelola makanan yang

biasa disebut higiene personal merupakan prosedur menjaga

kebersihan dalam pengelolaan makanan yang aman dan sehat.

Prosedur menjaga kebersihan merupakan perilaku bersih untuk

mencegah kontaminasi pada makanan yang ditangani. Prosedur yang

penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan,


13

kebersihan dan kesehatan diri. Seperti contohnya di Negara Amerika

Serikat 25% dari semua penyebaran penyakit melalui makanan,

disebabkan pengolah makanan yang terinfeksi dan higiene personal

yang buruk (Fatmawati, 2013).

3. Tujuan Higiene Sanitasi Makanan

a. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah

konsumen dari penyakit.

b. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli.

c. Mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Nasikhin,

2013).

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa

makanan tersebut layak untuk dimakan dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki.

b. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki sebagai

akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, binatang pengerat,

serangga, parasit serta kerusakan-kerusakan karena tekanan,

pembekuan, pemanasan, pengeringan dan sebagainya.

c. Bebas dari pencemaran setiap tahap produksi dan penanganan

selanjutnya.

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang dapat menimbulkan

penyakit.
14

Jika suatu makanan berada dalam keadaan yang berlawanan

dengan kriteria-kriteria tersebut, maka dikatakan sebagai makanan

yang rusak atau busuk dan tidak cocok untuk dikonsumsi manusia

(Whariyah, 2015).

B. Tinjauan Umum Makanan Jajanan

Makanan jajanan menurut FAO (Food and Agricultural Organization)

adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh

pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain

yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan

lebih lanjut.

Istilah makanan jajanan tidak jauh dari istilah junk food, fast food,

dan street food karena istilah tersebut merupakan bagian dari istilah

makanan jajanan. Pemilihan makanan jajanan merupakan perwujudan

perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku berupa

faktor intern dan ekstern. Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan

dibagi menjadi tiga kelompok yaitu faktor terkait makanan, faktor personal

berkaitan dengan pengambilan keputusan pemilihan makanan, dan faktor

sosial ekonomi (Aprillia, 2011).

Makanan jajanan merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan

anak karena jajanan menyumbangkan energi dan zat gizi yang diperlukan

untuk pertumbuhan anak, sehingga jajanan yang berkualitas baik akan

mempengaruhi kualitas makanan anak. Anak sekolah rata-rata memilih

makanan jajanan dengan kandungan energi dan protein yang rendah


15

sehingga sumbangan energi dan protein dari makanan jajanan terhadap total

konsumsi harian masih rendah. Porsi makanan jajanan harus diperhatikan

karena ukuran porsi makanan jajanan mempengaruhi asupan energi

(Rachmawati, 2013).

Makanan jajanan sebagai salah satu jasa pelayanan masyarakat di

bidang makanan yang keberadaan sering kali masih jauh dari

memenuhi persyaratan kesehatan sehingga menimbulkan dampak penyakit

kepada masyarakat. Melihat potensi makanan jajanan yang demikian besar

dan tingkat kerawanan yang cukup tinggi perlu diupayakan pengawasan

kualitas pengelolaan makanan jajanan dengan memperhatikan kaidah-

kaidah kebersihan higiene dan sanitasi serta persyaratan kesehatan

(Depkes RI, 2003).

Sekitar 80% penyakit yang tertular melalui makanan disebabkan

oleh bakteri pathogen. Bakteri yang tergolong pathogen misalnya

Bacillus cereus, Bacillus antracis, Campylobacter jejuni, Clostridium

Gotulinium, Escerichia coli, Pseudomonas cocovenenans, Salmonela sp,

Staphylocuccus aureus dan Vibrio sp (Nuran, 2011 dalam Ningsih 2014).

Salah satu bakteri yang terdapat dalam makanan jajanan adalah

E. coli. Persyaratan mikrobiologi E. coli dipilih sebagai indikator

tercemarnya air atau makanan karena keberadaan bakteri Escherichia coli

dalam sumber air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya

kontaminasi tinja manusia. Adanya E. coli menunjukkan suatu tanda

praktik sanitasi yang tidak baik karena E. coli bisa dipindah sebarkan
16

dengan kegiatan tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif melalui

air, makanan, susu dan produk-produk lainnya (Musfirah, 2014).

Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari

pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti

udara dan air. Dari seluruh sumber kontaminasi makanan tersebut

pekerja adalah paling besar pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan

kebersihan pengolah makanan mempunyai pengaruh yang cukup besar

pada mutu produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapatkan

perhatian yang sungguh-sungguh (Agustina, 2005 dalam Setyorini, 2013).

Makanan jajanan banyak sekali jenisnya dan sangat bervariasu,

dalam bentuk, keperluan dan harga. Umumnya makanan jajanan dapat

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Makanan utama seperti: nasi rames, nasi rawon, nasi pecel. Dan lain lain;

b. Panganan atau snack contohnya: kue-kue, onde-onde, pisang goreng,dan

lain sebagainya;

c. Golongan minuman, es teler, es buah, teh, kopi, dawet dan sebagainya;

d. Buah buahan segar seperti mangga, durian dan lain lain (Agreteksos,

2010 dalam Resti, 2013).

C. Tinjauan Umum Echerichia coli

1. Pengertian Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri batang gram negatif,

tidak berkapsul dan merupakan flora normal di dalam saluran

pencernaan hewan dan manusia yang mudah mencemari air. Bakteri


17

E. coli dapat berubah menjadi oportunis patogen bila hidup di luar

usus, misalnya pada infeksi saluran kemih, infeksi luka dan

mastitis (Supardi,1999 dalam Rimadani, 2013)

Pada tahun 1995, di Amerika dilaporkan bahwa dalam tiga

tahun terakhir banyak kejadian diare berdarah yaitu Hemolytic Uremic

Syndrome (HUS) pada masyarakat yang mengkonsumsi daging

sapi/burger dan susu yang tidak dipasteurisasi. E. coli dinyatakan

bahwa makanan tersebut telah terkontaminasi oleh E. coli O157:H7.

Tertularnya manusia dapat disebabkan oleh makanan yang terinfeksi

E. Coli O157:H7 baik secara langsung maupun tidak langsung.

Utamanya bersumber dari hewan sapi melalui teknologi industri yang

mengolah makanan serta sumber lain yang telah tercemar oleh kuman

ini, misalnya di RPH (Rumah Pemotongan Hewan), pada waktu proses

pengolahan, distribusi dan penyimpanan daging/karkas, pada saat

persiapan di dapur dan saat penyajian makanan (Sartika, 2005).

Coliform, E. coli, Faecal coliform dalam makanan dan minuman

merupakan indikator terjadinya kontaminasi akibat penanganan

makanan dan minuman yang kurang baik. Minimnya pengetahuan para

penjamah makanan mengenai cara mengelola makanan dan minuman

yang sehat dan aman, menambah besar resiko kontaminasi makanan

dan minuman yang dijajakannya. Makanan, yang mengandung E. coli

dapat menimbulkan penyakit yang pada gilirannya dapat mengganggu

proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai


18

kualitas kesehatan makanan yang dijajakan di dalam lingkungan

sekolah dasar tersebut, perlu ditingkatkan dan dilakukan pemantauan

melalui pemeriksaan bakteriologis (Susana, 2003 dalam Ningsih,

2014).

Pengidentifikasian adanya keberadaan bakteri E. coli dapat

dilihat dari pertumbuhan dan reaksi yang memberikan warna berbeda

pada media dan terdapat gas saat dikultur pada media EMB-A, hasil

positif E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik (Badiamurti, 2007

dalam Kampunu, 2014).

Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 tentang persyaratan

higiene dan sanitasi rumah makan dan restoran mengatur angka bakteri

E. coli dalam makanan jadi disyaratkan 0 per gram contoh makanan

dan minuman disyaratkan angka bakteri E. coli harus 0 per 100 ml

contoh minuman.

2. Golongan Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia

disebut Entero Pathogenic Escherchia coli (EPEC). Ada 2 golongan

Escherchia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu: (a)

Entero Toxigenic Escherchia coli (ETEC) mampu menghasilkan

enterotoksin dalam usus kecil dan menyebabkan penyakit kolera; (b)

Entero Invasive Escherichia coli (EIEC) mampu menembus dinding

usus dan menimbulkan kolitis (radang usus besar) atau gejala demam,

sakit kepala, kejang perut dan diare berdarah. E. coli juga dapat
19

menyebabkan infeksi saluran urin dan juga penyakit lain seperti

pneumonia, meningitis dan traveler’s diarrhea. Meskipun infeksi E.

coli dapat diobati dengan antibiotika namun dapat menyebabkan

pasien syok bahkan mengarah pada kematian karena toksin yang

dihasilkan lebih banyak pada saat bakteri mati (Gea, 2009 dalam

Kampunu, 2014).

3. Pengaruh Keberadaan Bakteri Escherchia coli pada Makanan


Terhadap Kesehatan
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat

menyebabkan makanan tersebut dapat menjadi media bagi suatu

penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang

terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (foodborne diseases)

(Kampunu, 2013).

Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang menentukan keamanan makanan diantaranya jenis

makanan olahan, cara penanganan bahan makanan, cara penyajian,

waktu antara makanan matang dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik

pada makanan mentah maupun makanan matang dan perilaku

penjamah itu sendiri (Kampunu, 2014).

D. Tinjauan Umum Pasar Tradisional

1. Pengertian Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan

pembeli yang ditandai dengan transaksi secara langsung. Pedagang

tradisional menghadapi persaingan dengan semakin banyaknya


20

mall-mall di sekitar pasar, di samping persaingan dengan sesama

pedagang pasar tradisional. Para pedagang sayuran, buah dan

sembako memiliki strategi rasional sebagai jalan menghadapi

persaingan (Sutami, 2005).

Pasar tradisional juga merupakan tempat bertemunya penjual

dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual

pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios-kios atau

gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka penjual maupun suatu

pengelola pasar. Pada pasar tradisional ini sebagian besar menjual

kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan,

buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, barang elektronik, jasa, dll.

Selain itu juga menjual kue tradisional dan makanan nusantara lainnya

(Made, 2013).

Pasar tradisional merupakan sektor perekonomian yang

sangat penting bagi mayoritas penduduk di Indonesia. Masyarakat

miskin yang bergantung kehidupannya pada pasar tradisional tidak

sedikit. Menjadi pedagang di pasar tradisional merupakan alternatif

pekerjaan ditengah banyaknya pengangguran di Indonesia. Pasar

tradisional biasanya terhubung dengan toko-toko kecil di dusun-dusun

sebagai tempat kulakan. Pasar tradisional di pedesaan juga terhubung

dengan pasar tradisional di perkotaan yang biasa menjadi sentral

kulakan bagi pedagang pasar-pasar pedesaan di sekitarnya. Pasar


21

tradisional merupakan penggerak ekonomi masyarakat (Masito,

2006).

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola

oleh Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara

dan/atau Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan

swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios, los, dan

tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, koperasi

dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual beli

barang dagangan dengan tawar- menawar (Made, 2013).

2. Ciri Pasar Tradisional  

Ciri‐ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut:

a. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar

menawar mampu memberikan dampak psikologis yang penting

bagi masyarakat. Setiap orang yang berperan pada transaksi jual

beli akan melibatkan seluruh emosi dan perasaannya, sehingga

timbul interaksi sosial dan persoalan kompleks. Penjual dan

pembeli saling bersaing mengukur kedalaman hati masing‐ masing,

lalu muncul pemenang dalam penetapan harga. Tarik tambang

psikologis itu biasanya diakhiri perasaan puas pada keduannya. Hal

ini yang dapat menjalin hubungan sosial yang lebih dekat.

Konsumen dapat menjadi langganan tetap stan pada pasar

tradisional. Kelancaran komunikasi sosial antar pembeli dan


22

penjual dalam pasar tradisional tersebut menunjang ramainya stan

tersebut.

b. Pedagang di pasar tradisional berjumlah lebih dari satu, dan

pedagang tersebut memiliki hak atas stan yang telah dimiliki, dan

memiliki hak penuh atas barang dagangan pada stan masing‐

masing, sehingga tidak terdapat satu manajemen seperti yang ada

di pasar modern. 

c. Ciri pasar berdasarkan pengelompokan dan jenis barang pasar,

yakni: Lilananda (1997), Jenis barang di pasar umumnya dibagi

dalam empat kategori: a.) Kelompok bersih (kelompok jasa,

kelompok warung, toko) b.) Kelompok kotor yang tidak bau

(kelompok hasil bumi dan buah‐ buahan) c.) Kelompok kotor yang

bau dan basah (kelompok sayur dan bumbu) d.) Kelompok bau,

basah, kotor, dan busuk (kelompok ikan basah dan daging)

d. Ciri pasar berdasarkan tipe tempat berjualan   (Lilananda 1997),

Tempat berjualan atau lebih sering disebut stan, dipilih dengan cara

undian (stan yang ada adalah stan milik sendiri dengan membayar

biaya retribusi per m2/hari sesuai dengan biaya yang telah

ditetapkan). Jenis barang yang telah dikelompokkan, dilihat jenis

barang dagangan apa yang paling banyak diperdagangkan dan

paling diminati. Bagian atau blok‐blok yang telah ditetapkan

tempat‐tempat yang strategis diutamakan diundi dahulu untuk

pengurus setiap bagian, setelah itu sisanya diundi untuk pedagang


23

lainnya. Tempat‐tempat yang strategis selalu diminati oleh

pedagang karena terlebih dahulu terlihat atau dikunjungi pembeli.

Tempat strategis yang dimaksud adalah sirkulasi utama, dekat

pintu masuk, dekat tangga, atau dekat hall.

e. Kios merupakan tipe tempat berjualan yang tertutup, tingkat

keamanan lebih tinggi dibanding dengan yang lain. Dalam kios

dapat ditata dengan berbagai macam alat display. Pemilikan kios,

tidak hanya satu saja tetapi dapat beberapa kios sesuai dengan

kebutuhan yang diinginkan.

f. Los merupakan tipe tempat berjualan yang terbuka, tetapi telah

dibatasi secara pasti (dibatasi dengan barang‐barang yang sukar

bergerak, misalnya almari, meja, kursi, dan sebagainya) atau tetap.

g. Oprokan/pelataran merupakan tipe tempat berjualan yang terbuka

atau tidak dibatasi secara tetap, tetapi mempunyai tempatnya

sendiri. Yang termasuk pedagang oprokan di pasar adalah

pedagang asongan yang berjualan di dalam pasar maupun yang di

luar pasar tetapi masih menempel di dinding pasar (Galuh, 2011).

3. Jenis jenis pasar tradisional

Pasar sebagai perusahaan daerah digolongkan menurut

beberapa hal, yaitu:

a. Menurut jenis kegiatannya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

1) Pasar eceran
24

Yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran

barang secara eceran.

2) Pasar grosir

Yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran

dalam jumlah besar.

3) Pasar induk

Pasar ini lebih besar dari pasar grosir, merupakan pusat

pengumpulan dan penyimpanan bahan-bahan pangan untuk

disalurkan ke grosir grosir dan pusat pembelian.

Dari jenis pasar menurut kegiatannya Pasar Umum Gubug

termasuk pasar eceran karena dalam proses jual beli yang

dilakukan selama ini sebagaian besar pembeli membeli

barang dagangan dari penjual dalam bentuk eceran untuk

dikonsumsi sendiri atau dijual kembali dalam skala yang kecil

(Nurhayati, 2014).

b. Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar

digolongkan menjadi lima jenis:

1) Pasar regional

Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang

strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai

kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota

bahkan sampai keluar kota, serta barang yang diperjual


25

belikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan

masyarakatnya.

2) Pasar kota

Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan

luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan

pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang

yang diperjual belikan lengkap. Melayani 200.000-

220.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah

pasar induk dan pasar grosir.

3) Pasar wilayah (distrik)

Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup

strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai

kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota,

serta barang yang diperjual belikan cukup lengkap.

Melayani 10.000-15.000 penduduk. Yang termasuk pasar

ini adalah pasar eceran.

4) Pasar lingkungan

Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan

permanen/ semi permanen, dan mempunyai pelayan

meliputi permukiman saja, serta barang yang diperjual


26

belikan kurang lengkap. Melayani 10.000-15.000 penduduk

saja. Yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran.

5) Pasar khusus

Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis,

bangunan permanen/semi permanen, dan mempunyai

kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota, serta barang

yang diperjual belikan terdiri dari satu macam barang

khusus seperti pasar bunga, pasar burung, atau pasar

hewan (Made, 2013).

E. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Penelitian yang dilakukan oleh Defiyanti Pratiwi tahun 2012 yang

berjudul “Hygiene Sanitasi Pedagang Kue dan Keberadaan Escherichia

coli pada Makanan Jajanan Kue Cucur di Wilayah Pasar Tradisional

Desa Kaliyoso Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo”.

Metode yang digunakan bersifat deskriptif, dengan hasil penelitian

bahwa semua (100%) pedagang yang keadaan lokasi tempat jualannya

tidak memenuhi syarat, terdapat (67%) yang kondisi pedagangnya

sudah memenuhi syarat, terdapat 3 (50%) pedagang yang cara

penyajiannya sudah memenuhi syarat, serta terdapat 4 (67%)

pedagang tingkat pengetahuannya tentang hygiene sanitasi sudah

cukup baik. Sementara itu dari 6 sampel makanan jajanan cucur yang

diperiksa menunjukan 4 (67%) sampel makanan jajanan kue cucur


27

tidak mengandung E. coli dan 2 (33%) sampel makanan jajanan kue

mengandung E. coli.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Blego Sedionoto, dan Rysninsih tahun

2005 di Samarinda yang berjudul “Kualitas Hygiene Sanitasi Makanan

Jajanan (Kue) Dengan Keberadaan Escherichia coli Pada Pedagang

Kaki Lima Di Wilayah Pasar Tradisional”. Dengan metode bersifat

deskriptif, yang hasil penelitiannya menjelaskan bahwa hasil dari

kondisi lokasi termasuk dalam criteria cukup dengan skor/nilai 22

(73%), cara penyajian makanan dapat dikatakan tidak memenuhi syarat

dengan skor/nilai 30 (60%), tempat penyimpanan makanan jadi

termasuk dalam criteria tidak memenuhi syarat dengan skor 32 (64%),

tingkat pengetahuan penjamah termasuk dalam criteria cukup dengan

skor/nilai 7 (70%), hasil uji laboratorium E. coli dari jumlah sample

yang diambil hasilnya positif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi Saam Afandi di Pekanbaru

tahun 2013 yang berjudul “ Faktor Kontaminasi Bakteri E. Coli Pada

Makanan Jajanan di Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah

Kecamatan Bangkinang. Metode yang dilakukan adalah cross

sectional dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian

makanan, fasilitas sanitasi dan tenaga penjamah memiliki hubungan

yang signifikan. Artinya apabila variabel ini memenuhi syarat tentunya

akan mengurangi kontribusi terjadinya kontaminasi E. coli pada


28

makanan jajanan di lingkungan kantin sekolah dasar wilayah

Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.

F. Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas maka kerangka teori higene sanitasi

makanan yaitu mendasar sentra pedagang, kondisi pedagang makanan

jajanan kue, cara penyajian makanan jajanan kue dengan Kepmenkes RI

No.942 tahun 2003.

Ada
E.Coli
Kandungan
Pedagang Kue Escherichia Pemeriksaan
Kue Basah coli dalam Lab
Kue basah
Tidak ada
E.Coli
Hygiene Sanitasi

1.Sentra Pedagang
2.Kondisi pedagang makanan
Memenuhi
jajanan kue
Syarat
3.Cara penyajian makanan
Kepmenkes RI No.
jajanan kue
942/Menkes/SK/VII/
4. Tingkat pengetahuan
2003 Tidak memenuhi
pedagang
syarat

Sumber: Modifikasi Kepmenkes No. 942 tahun 2003 dan Pratiwi (2012)
Gambar 1. Kerangka Teori
29

G. Kerangka Konsep

Mengacu pada kerangka teori di atas, maka kerangka konsep

penelitian ini adalah Variabel bebas yaitu: Sentra pedagang, Kondisi

pedagang makanan jajanan kue, cara penyajian makanan jajanan kue

sedangkan variabel terikatnya yaitu keberadaan Escherichia coli pada kue

basah.

Hygiene Sanitasi
Makanan Jajanan

1. Keadaan lokasi
tempat jualan
2. Kondisi
pedagang
makanan
Keberadaan
jajanan kue Escherichia coli pada
3. Higiene Kue Basah
penyajian
makanan
jajanan kue

Keterangan:
30

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

Kepmenkes 942/MENKES/SK/VII/2003

Gambar 2. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai