Anda di halaman 1dari 9

Teori Persuasi

Teori Inokulasi
Lumsdaine dan Janis (1953) mengatakan bahwa penerima pesan dua-sisi menjadi
kebal (berinokulasi). Ini adalah sebuah analogi medis yang kemudian digambarkan oleh
William McGuire dan Demetrios Papageorgis (1961) dalam teori inokulasi mereka. McGuire
dan Papageorgis menyebutkan bahwa sebagian besar orang memiliki banyak keykinan yang
tidak tertantang dan bahw keyakinan-keyakinan ini sering dapat dengan mudah goyah ketika
diserang karena orang-orang tersebut tidak terbiasa mempertahankannya. Di bidang medis,
pendekatan kekebalan lebih efektif dibandingkan penanganan suportif dalam menghasilkan
resistensi. Kata imunisasi dapat diaplikasikan dalam kedua metode pembentukan imunitas ini
pendekatan suportif atau pendekatan kekebalan.
Sejumlah eksperimen telah dilakukan untuk menguji teori kekebalan. Salah satu
eksperimen pertama (McGuire dan Papageorgis, 1961) menguji prediksi dasar bahwa
pendekatan suportif terhadap seseorang yang pernah mendapat paparan argumen-argumen
yang mendukung keyakinannya akan memiliki efektivitas imunisasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pendekatan kekebalan terhadap seseorang yang mendapat paparan
argumen-argumen yang telah dilemahkan yang menyerang keyakinannya, yang merangsang
kekebalan. Eksperimen itu juga menguji hipotesis kedua bahwa partisipasi aktif selama
mendapatkan paparan hingga mencapai kekebalan adalah kurang efektif dibandingkan
partisipasi pasif, dalam menghasilkan imunitas terhadap persuasi berikutnya. Para peneliti
membuat prediksi ini karena mereka mengembangkan teori bahwa subjek tidak akan terbiasa
dengan partisi[asi aktif dalam mempertahankn keyakinan dasar mereka dan engan demikian
tidak akan mlakukannya dengan baik. Selain itu, mereka berpikir bahwa partisipasi aktif
dapat menghalangi penerimaan berbagai materi defensif dan dipresentasikan.
Dua jenis materi pemberian kekebalan yang disajikan pada subjek adalah bersifat
suportif dan kontradiktif. Materi suportif terdiri dari argumen-argumen yang mendukung
kebenaran kultural. Materi kontradiktif berisi kemungkinan kontra-argumen terhadap
kebenaran kultural lengkap dengan penyangkalan terhadap kontra-argumen ini. Besarnya
partisipasi dalam pertahanan bervariasi terutama dengan meminta subjek menulis dalam
kondisi. Partisipasi tinggi dan membaca dalam kondisi partisipasi rendah. Setiap subjek diuji

tentang satu kebenaran kultural dimana dia sama sekali belum pernah mendaapatkan
imunisasi akan hal itu tetapi menerima kontra-argumen berikutnya

Fungsi Sikap
Para pengarang berusaha memadukan dua model berbeda tentang perilaku manusia yaitu
model rasional dan model irasional. Model Irasional menyebutkaan bahwa manusia adalah
makhluk yang tidak berpikir yang keyakinannya dengan mudah dipengaruhi oleh orang-orang
di sekitar mereka dan bahkan persepsi mereka tentang realita dapat dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan kuat mereka sendiri. Model Rasional menyebutkan bahwa manusia
adalah pemikir yang cerdas dan kritis yang dapat membuat keputtusan-keputusan bijaksana
ketika mendapat banyak informasi. Menurut Katz (1960) dan rekan-rekan bahwa manusia
bisa bersifat rasional dan irasional tergantung situasi, motivasi yang ada saat itu dan
kecenderungan manusia melakukan dengan beragam cara berpikir memiliki implikasi penting
untuk pemahaman perubahan sikap. Katz (1960) berpendapat bahwa pembentukan sikap dan
perubahan sikap harus dipahami dalam istilah fungsi-fungsi sikap bagi kepribadian. Katz
(1960) mengidentifikasi empat fungsi utama sikap berikut ini yang dapat bermanfaat bagi
kepribadian:
1. Fungsi instrumental, penyalarasan atau kebermanfaatan:
Sejumlah sikap dipegang kuat kaena manusia berjuang keras untuk memaksimalkan
penghargaan dalam lingkungan eksternal mereka dan meminimalkan sanksi.
Misalnya, seorang pemegang hak pilih yang beranggapan bahwa pajak terlalu tinggi
mungkin akan memilih seorang kandidat politik karena kandidat itu berjanji untuk
menurunkan pajak.
2. Fungsi pertahanan diri:
Sejumlah sikap kuat dipegang karena manusia melindungi ego mereka dari hasrat
mereka sendiri yang tidak dapat diterima atau dari pengetahuan tentang kekuatankekuatan yang mengancam dari luar. Perasaan rendah diri sering diproyeksikan pada
anggota-anggota sebuah kelompok minoritas sebagai alat memperkuat ego. Ini
merupaka sebuah contoh sikap berprasangka yang memiliki fungsi pertahanan diri.
3. Fungsi ekspresi nilai:
Beberapa sikap dipegang kuat karena memungkinkan seseorang memberi ekspresi
positif pada nilai-nilai sentral dan pada jati diri. Misalnya, seorang remaja yang
menyukai sebuah jazz mengekspresikan kepribadian melalui sikap ini.

4. Fungsi pengetahuan:
Beberapa sikap dipegang kuat karena memuaskan kebutuhan akan pengetahuan atau
memberikan struktur dan makna pada sesuatu yang jika tanpanya dunia akan kacau.
Banyak keyakinan religius memiliki fungsiinni, juga sikap-sikap lain seperti normanorma budaya yang berlaku.
Katz (1960) mempresentasikan sebuah tabel (Tabel 8.2) yang merangkum asal
mula, dinmika, kondisi-kondisi yang merangsang, dan kondisi-kondisi yang berubah
atas sikap beserta keempat fungsi yang dimilikinya.. katz mengingatkan bahwa
sebuah upaya untuk mengubah sikap dapat menjadi bumerang apabila tidak
didasarkan pada sebuah pemahaman tentang fungsi sikap tersebut. Pendekatan
fungsional Katz (1960) menyebutkan bahwa sebuah pesan persuasif harus disesuaikan
agar terkait dengan dasar motivisional suatu sikap.
Tabel 8.2 Tanda-tanda Pembentukan, Perangsang, dan Perubahan Sikap dalam
Hubungannya dengan Bentuk Fungsi.

Fungsi

Asal dan

penyelarasa

Dinamika
Penggunaan

objek sikap
untuk
memenuhi
kepuasan.
Memaksimalkan

Kondisi Perangsang

Kondisi Perubahan

1. Pengaktifan

1. Kurangnya

kebutuhan
2. Pentingnya tanda

kebutuhan
2. Penciptaan

yang berkaitan

kebutuhan baru

dengan kepuasan

dan tingkat

kebutuhan.

pujian eksternal

aspirasi baru
3. Perubahan
ganjaran dan

dan

hukuman
4. Penekanan

meminimalkan
hukuman.

terhadap jalan
yang baru dan
lebih baik demi
kepuasan

Pembelaan

Mengindari

1. Mengemukakan

kebutuhan.
1. Penghindaran

ego

konflik internal

ancaman
2. keterbukaan

terhadap ancaman
2. Penyucian diri

dan bahaya

eksternal.

terhadap
kebencian dan

3. Pengembangan
diri

dorongan represif
3. bangkit dari
frustasi
4. pentingnya tanda
yang berkaitan
Ekspresi

Mempertahanka

dengan nilai.
1. Pentingnya tanda

nilai

n identitas diri,

yang berkaitan

memperbesar
persepsi diri,
ekspresi diri dan
kepastian diri.

dengan nilai
2. Keterbukaan

1. Beberapa tingkat
ketidakpuasan
terhadap diri
2. Ketepatan yang

terhadap orang

lebih besar

lain akan persepsi

terhadap sikap

diri.
3. Ambiguitas yang

baru bagi diri


3. Kendali terhadap

mengancam

semua dukungan

konsep diri.

lingkungan untuk
melemahkan
nilai-nilai lama.
1. Ambiguitas yang

Pengetahua

Kebutuhan

1. Pengembalian

pemahaman

tanda pada

diciptakan oleh

untuk organisasi

keadaan semula

informasi baru

kognitif yang

yang berkaitan

atau prubahan

bermakna, untuk

dengan masalah

konsistensi dan

lama atau

kejelasan.

pengembalian
maslah lama pada

lingkungan.
2. Informasi yang
lebih bermakna
tentang masalah.

keadaan semula.

SIKAP DAN PERILAKU


Sebuah penelitian (Lapiere, 1934) telah menunjukkan bahwa sikap mungkin tidak
banyak berhubungan dengan perilaku. Perubahan sikap mungkin tidak secara otomatis diikuti
perubahan perilaku, Menurut Festinger (1946) adalah bahwa faktor-faktor lingkungan yang
menghasilkan sikap asli biasanya akan tetap berlaku setelah sikap berubah. Dengan demikian,

akan ada sikap untuk kembali pada posisi semula setelah mendapatkan paparan pesan
persuasif.
Martin Fishbein berusaha mengembangkan sebuah model yang mencakup semua faktor
penting yaitu:
B ~ BI = [Aact] Wo+[NB(Mc)]W1
Huruf-huruf dalam formula diterjemahkan sebagai berikut:
B
: Perilaku nyata
B1
: Tujuan Melakukan perilaku tersebut
Aact
: Sikap sebelum melakukan perilaku yang ditentukan dalam situasi yang
NB

ditentukan
: Keyakinan-keyakinan normatif atau keyakinan-keyaakinan yang menurut

Mc
Wo dan W1

orang lain perlu atau tidak perlu menghasilkan perilaku


: Motivasi untuk mengkuti norma C
: Bobot kemunduran yang ditentukan secara empiris

Persamaan itu dapat diungkapkan dengan kalimat berikut:


Tujuan seorang melakukan sebuah perilaku yang ditentukan adalah fungsi (1) sikap seseorang
sebelum melakukan perilaku tersebut dan (2) persepsi seseorang terhadap norma-norma yang
mengatur perilaku tersebut dan motivasi seseorang untuk mengikuti norma-norma tersebut.

PENGONDISIAN SIKAP KLASIK


Staats dan Staas memulai dengan menunjukkan aplikasi pengodisian klasik terhadap
pembelajaran makna emosional bahasa (Staats, 1968). Dalam sebuah contoh khusus tentang
pengodisian klasik, seekor anjing ditunjukkan pada sebuh bel yang berdering setiap saat dia
diberi makanan. Setelah beberapa kali, dan rasa lapar adalah respons. Mereka menyebutkan
bahwa dalam pengalaman kita sehari-hari, kata-kata tertentu secara sistematik cocok dengan
pengalaman-pengalaman emosional tertentu. Misalnya , kata-kata seperti senang,bahagia,
bermain, makan malam, cantik, dan bagus secara khusus sama dengan emosi positif,
sedangkan kata-kata seperti marah, terluka, kotor, menakutkan, sakit, sedih, dan jelek secara
khusus sama dengan emosi negatif. Dalam istilah-istilah pengodisian klasik, rangsangan
emosional dapat dianggap sebagai stimulus yang tidak dikondisikan yang memicu responsrespons emosional. Ketika suatu rangsangan kata secara sistematis dipasangkan dengan suatu
rasangan yang tidak dikondisikan, maka kata tersebut akan menjadi sebuah rangsangan yang
dikondisikan dan juga memicu respons emosional.

Staats dan Staats (1957) berpendapat bahwa sikap adalah tidak lebih dari jenis makna
emosional sebuah kata ini yang telah dimantapkan oleh pengondisian klasik. Dalam sebuah
eksperimen lain (Staats dan Staats, 1958), nama-nama negara dan nama-nama maskulin yang
populer digunakan sebagai stimulus yang dikondisikan. Dengan demikian, eksperimen
tersebut benar-benar merupakan sebuah penelitian perubahan sikap.
Pengodisian sikap ini tampaknya juga berhubungan dengan yang ada dalam periklanan.
Tujuan utama iklan adalah menghubungkan mereka dengan kata-kata atau pengalaman
positif, yang melalui pengodisian dapat memberi mereka makna positif.

MODEL PROSES PERSUASI


Model proses persuasi terbaru berakar pada model respons kognitif Greenwald
(Greenwald, 1968). Model Greenwald, yang menyebutkan bahwa perubahan sikap
dimediasiakan oleh pemikiran-pemikiran yang terjadi di benak penerima pesan, berkembang
dari ketidakpuasan Greenwald terhadap pendapat Hovland bahwa semua perubahan sikap
berdasarkan pada pembelajaran. Greenwald berpendapat bahwa daya tahan sebuah pesan dan
penerimaan sebuah pesan adalah dua hal berbeda

seseorang dapat mempelajari materi

dalam sebuah pesan tanpa mengalami perubahan sikap.


Model-model utama proses persuasi adalah teori pemrosesan-informasi (information
processing theory) McGuire (1968) dan dua model proses ganda

model kemungkinan

elaborasi (elaborattion likelihood model) Petty dan Cacioppo (1986) dan model sistematikheuristik (heuristic-systematic model) Chaiken, Liberman, dan Eagly (1989). Model-model
tersebut memiliki kesamaan karakteristik berikut ini:

1. Mereka mempresentasikan perubahan sikap atau persuasi sebagai sebuah proses


yang terjadi melalui beberapa tahapan dan waktu
2. Mereka menekankan pada kognisi atau pemrosesan informasi
3. Mereka memberikan peran yang lebih aktif kepada oenerima pesan sebagai agen
pemrosesan-informasi dibandingkan konsep-konsep persuasi atau perubahan
sikap sebelumnya.

TEORI PEMROSESAN-INFORMASI McGUIRE

Teori pemrosesan-informasi McGuire menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dari


enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan kejadian penting yang menjadi patokan
untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan
2. Penerima akan memerhatikan pesan
3. Penerima akan memahami pesan
4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan
5. Tercapai posisi adopsi baru
6. Terjadi perilaku yang diinginkan
Pada sebuah artikel berikutnya, McGuire (1976) mempresentasikan delapan tahap teori
pemrosesan-informasi; (1) paparan, (2) persepsi, (3) pemahaman, (4) kesepakatan, (5)
penyimpanan/memori, (6) pemunculan kembali, (7) pengambilan keputusan, dan (8)
tindakan.
Masih dalam artikel selanjutnya, McGuire (1989) mempresentasikan 12 tahap dalam
output atau variabel dependen yang mendukung proses persuasi: (1) paparan pada
komunikasi, (2) perhatian terhadapnya, (3) rasa suka atau tertarik padanya, (4) memahaminya
(mempelajari sesuatu), (5) pemerolehan keterampilan (belajar cara), (6)
terpengaruh/menurutinya (perubahan sikap), (7) penyimpanan isi dalam meori dan/atau
kesepakatan, (8) pencarian dan pemunculan kembali informasi, (9) pengambilan keputusan
berdasarkan pemunculan kembali informasi, (10) berperilaku sesuai dengan keputusan, (11)
penguatan terhadap tindakan-tindakan yang diinginkan, dan (12) konsolidasi pascaperilaku.
Akhirnya, teori McGuire mengingatkan kita pada kesulitan perubahan sikap. Teori itu
menyebutkan bahwa banyak variabel independen cenderung membatalkan keseluruhan
dampak mereka sendiri dengan memberikan dampak positif pada sebuah tahap dalam proes
perubahan sikap tetapi memberi dampak negatif pada tahap lain proses perubahan sikap.
Selain itu, kita harus mengahadapi fakta bahwa usaha-usaha perubahan sikap yang sukses
perlu menyesuaikan efek-efek yang diinginkan oleh setiap variasi tahapan itu.

MODEL SISTEMATIK-HEURISTIK
Model sistematik-heuristik (Chaiken, Liberman, dan Eagly, 1989) mendeskripsikan dua
cara pemrosesan pesan-pesan persuasif-sistematik dan heuristik. Pemrosesan Heuristik
adalah cara yang lebih sederhana yang menggunakan aturan-aturan atau skema presdiksi
untuk membentuk penilaian atau membuat keputusan.

MODEL KEMUNGKINAN ELABORASI


Model kemungkinan elaborasi menyebutkan bahwa terdapat dua rute menuju perubahanperubahan sikap

rute sentral dan rute eksternal (Petty dan Cacioppo, 1968). Rute sental

dipakai ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh rasionalitas
argumen. Rute eksternal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energi kognitif untuk
mengevaluasi argumen dan memproses informasi di dalam pesan dan lebih dibimbing oleh
isyarat-isyarat eksternal, di antaranya kredibilitas sumber, gaya, dan format pesan, suasana
hati penerima, dan sebagainya.
Petty dan Cacioppo (1986, hlm. 7) mengatakan bahwa elaborasi merujuk pada
keberadaan yang dipikirkan oleh seseorang secara cermat mengenai informasi yang relevan
dengan masalah yang ada. Elaborasi meliputi perhatian secara hati-hati terhadap paparan,
usaha mengakses informasi yang relevan (dari memori atau sumber-sumber eksternal),
pengamatan dan pengambilan keputusan tentang argumen, penarikan terhdap posisi yang
direkomendasikan.

PENERAPAN TEORI PERSUASI DALAM MEDIA MASSA


Para praktisi media massa yang ingin menerapkan penemuan-penemuan riset persuasi
untuk permasalahan komunikasi dunia-nyata harus menyadari bahwa mungkin terdapat
beberapa kesulitan. Terdapat banyak variabel yang mungkin terjadi, dan efek sebuah variabel
khusus bisa positif atau negatif tergantung pada keadaan variabel lain.
Stau strategi penting yang meningkatkan kemungkinan keberhasilan praktisi adalah
melakukan riset pada audien target sebelum dan selama pengembangan strategi-stategi audien
ke dalam kelompok-kelompok homogen yang memiliki kesamaan sikap, perilaku, dan level
pengetahuan dan yang menggunakan saluran komunikasi yang sama (Slater, 1995; Levebre
dan Rochlin, 1997)

KESIMPULAN
Bidang riset perubahan sikap telah semakin luas sejak masa-masa awal jayanya
pendekatan teori pembelajaran dan pendekatan teori konsistensi. Pendekatan fungsional Katz
(1960) telah menarik perhatian khusus tentang problematika perubahan sikap yang memiliki
fungsi pertahanan ego bukan suatu jenis perubahan sikap yang mudah.
Saran untuk membangun resistensi terhadap perubahan sikap diberikan oleh teori
kekebalan. Riset di bidang ini oleh McGuire dan Papageorgis (1961) dan yang lainnya
berfokus pada proses menjadikan seseorang kebal terhadap persuasi.
Festinger (1964) memunculkan isu penting tentang apakah perubahan sikap yang
dikarenakan pesan-pesan persuasif diikuti dengan berbagai perubahan perilaku nyata.
Gagasan Staats dan Staats (1958) bahwa sikap dipelajari melalui pengondisian klasik
menyarankan dipakainya suatu strategi dalam periklanan dan usaha-usaha persuasif lainnya.
Tujuan pesan persuasif adalah mendorong pembelajaran respons positif atau negatif pada
kata.
Model persuasi variabel tunggal telah digantikan oleh model-model yang menekankan
persuasi sebagai proses dan peran aktif penerima, termasuk teori pengolahan informasi
McGuire (1968); model heuristik-semantik dari Chaiken, Lieberman, dan Eagly (1989).

Anda mungkin juga menyukai