Anda di halaman 1dari 15

MACAM TAFSIR

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas Al-Qur’an dan Al-Hadits

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Anisa Kurnia 19620108
2. Ayu Aqis Bilqisti 19620107
3. Karisa Riski Dini 19620071
4. Maya Firda Azzahra 19620072
5. Muhammad Hasan Ilyasa 19620088
6. Fitria Nurul Azizah 16620130

BIOLOGI D

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Macam Tafsir”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Penulis sadar bahwa keberhasilan dalam penulisan makalah ini tidak dapat lepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, perkenankan penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1) Ibu Erna Herawati, M.Pd. selaku guru mata kuliah Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2) Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual.
3) Teman-teman dan semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini
yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Malang, 22 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………………………………….………………… i
DAFTAR ISI…………………….……………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………...……………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 1
1.3 Tujuan………………………………………………………………. 1
1.4 Manfaat……………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Tafsir……………………………………………….
2.2 Corak dan Karakter Tafsir Fiqhi.......................................................... 2
2.3 Corak dan Karakter Tafsir Falsafi....................................................... 3
2.4 Corak dan Karakter Tafsir ‘Ilmi..........................................................
2.5 Corak dan Karakter Tafsir Shufi-isyari………………………………
2.7 Corak dan Karakter Tafsir Adabi……………………………………
2.8 Corak dan Karakter Tafsir Ijtima’i………………….……………….
2.9 Tokoh-Tokoh Mufassir………………………………………………
2.10 Kitab-Kitab Tafsir Al-Mu’tabaroh…………………………………..
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…….. ………………………………………………..….
3.2 Saran…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur’an juga menjadi
penjelasan (bayyinat). Dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda
(furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Disinilah manusia mendapatkan petunjuk dari Al
Qur’an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar
pertimbangannya terhadap Al-Qur’an tersebut. Maka untuk mengetahui dan memahami
betapa dalam isi kandungan Al-Qur’an diperlukan tafsir.

Penafsiran terhadap al quran mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi
kemajuan dan perkembangan umat islam. Oleh karena itu, sangat besar perhatian para ulama
untuk memahami dan menggali dan memahami makna yang terkandung dalam kitab suci ini.
Sehingga lahirlah bermacam-macam tarfsir dengan corak dan metode penafsiran yang
beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin
perkembangan penafsiran al quran serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ilmu Tafsir?


2. Apa tujuan mempelajari Ilmu Tafsir ?
3. Sebutkan macam-macam Tafsir ?
4. Siapa saja tokoh-tokoh Mu’fassir?

1.3 Tujuan

1. Untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian Ilmu Tafsir.


1. Untuk memberikan pengetahuan tentang macam-macam Tafsir.
2. Untuk memberikan pengetahuan tentang tokoh-tokoh Mu’fassir.
3. Untuk memberikan pengetahuan tentang kitab-kitab Tafsir Al-Mutabaroh.

1.4 Manfaat
1. Dapat memberikan informasi kepada para pembaca tentang Ilmu Tafsir.
2. Dapat memberikan informasi kepada para pembaca mengenai macam-macam Ilmu Tafsir.
4. Dapat memberikan informasi kepada para pembaca mengenai tokoh-tokoh Mu’fassir.
5. Dapat memberikan informasi kepada para pembaca mengenai kitab-kitab Tafsir Al-
Mutabaroh.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu Tafsir


Kata ilmu tafsir terdiri dari dua kata “ilmu” dan “tafsir”. Ilmu secara bahasa berarti
memahami sesuatu. Bedanya dengan ma’rifat (pengetahuan) adalah bahwa ilmu itu
diungkapkan untuk memahami kulliyat (totalitas) berdasarkan argumen (dalil),
sedangkan ma’rifat adalah untuk memahami bagian-bagiannya. Ilmu adalah pengetahuan
yang dapat di uji kebenarannya secara ilmiah dan tersusun secara sistematis.
tafsir dan ilmu tafsir itu sangat berbeda. Hal ini dapat dilihat dari :
 Tafsir adalah penjelasan atau keterangan tentang al-Qur'an. Ilmu tafsir adalah
ilmu yang membahas tentang bagaimana cara menerangkan atau menafsirkan
al-Qur'an. 
 Ilmu tafsir adalah sarana atau alatnya. Sedangkan tafsir adalah produk yang
dihasilkan oleh ilmu tafsir.

Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti penjelasan,


pemahaman, dan perincian.. Tafsir dapat juga diartikan al-idlah wa al-tabyin, yaitu
penjelasan dan keterangan.

Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ‘Tafsir‘ sejajar dengan timbangan (wazan)
kata taf’il, diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan al-kasyf yang
berarti membuka atau menyingkap, dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah, yaitu
istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk
mengetahui penyakit.

Dalam Alquran, kata “tafsir” diartikan sebagai “penjelasan”, hal ini sesuai dengan


lafal tafsir yang terulang hanya satu kali, yakni dalam QS. Al-Furqan [25]: 33.

2.2 Corak dan Karakter Tafsir Fiqhi


 Pengertian Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang lebih menitikberatkan kepada
pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta
membahas perdebatan/perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam
madzhab. Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir Ahkam, yaitu tafsir yang
lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Quran.
 Karakteristik dari tafsir fiqhi adalah memfokuskan perhatian kepada aspek
hukum fiqh. Karena itu para mufasir corak fiqhi akan selalu menafsirkan
setiap ayat Al-Qur’an yang dihubungkan dengan persoalan hukum Islam. Para
mufasir akan panjang lebar menafsirkan ayat-ayat ahkam, yaitu ayat-ayat yang
berhubungan dengan hukum Islam dalam Al-Qur’an. Terkadang mufasir
hanya menafsirkan ayat-ayat tertentu saja mengenai satu tema yang sama,
maka dalam hal ini tafsir fiqhi secara metodik adalah tafsir maudhu’i.
 Corak tafsir fiqhi terus berlangsung sampai masa kini. Diantara para mufassir
dengan corak tafsir fiqhi dan kitab-kitab hasil karyanya yang terkenal adalah:
1. Ahkam al-Qur’an,disusun oleh al-Imam Hujjat al-Islam Abi Bakr
Ahmad bin Ali al-Razi, al-Jasshash (303-370 H/917-980M), salah
seorang ahli Fiqih dari kalangan madzhab Hanafi.
2. Ahkam Al-Qur’an al-Kiya al-Harasi, karya al-Kiya al-Harasai (w. 450
H/1058 M), salah seorang Mufassirin berkebangsaan Khurasan.
3. Ahkam al-Qur’an Ibn al-Arabi, merupakankarya momumental Abi
Bakar Muhammad bin Abdillah, yang lazim popular dengan sebutan
Ibnul ‘Arabi (468-543 H/1075-1148 M)
4. Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa a-Mubayyin lima tadzammanahu minal-
as Sunnah wa ayi al-Qur’an (himpunan hukum-hukum al-Qur’an dan
penhjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat
al-Qur’an), pengarangnya adalah abi Abdillah Muhammad al-Qurthubi
(W. 671 H./1272 M).
5. Tafsir Fath al Qadir, karya besar Muhammad bin Ali bin Muhammad
bin Abdullah al-Syaukani (1173 – 1250 H/1759 -1839 M).
6. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, disusun oleh Syaikh Muhammad Ali As-
Sayis untuk kepentingan intern mahasiswanya di Kulliyat al-Syari’ah
wa al-Qanun ( Fakultas Syari’ah dan undang-undang) di universitas al-
Azhar Mesir. Tapi kemudian dibukukan dan diterbitkan sehingga
beredar luas di duniaIslam. Termasuk dalam lingkungan perguruan
tinggi agama Islam di Indonesia terutama di IAIN dan STIN yang
mencantumkan kitab tersebut sebagai salah satu buku wajib dalam
mata kuliah tafsir ahkam.
7. Tafsir al-Maraghi karangan Ahmad Musthafa al-Maraghi (1298-1373
H/1881-1945 M).
8. Al-Iklil fi Istinbath At-tazil, oleh As-Suyuthi
9. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, oleh Syaikh Manna’ Al-Qaththan
10. Adwa’u al-Bayan, oleh Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi
11. Al Kasysyaf ( Penyelidikan ) oleh al Zamakhsyari.
12. Ruhul Ma’ani ( Semangat makna) karya al Alusi.
13. Tafsir An Nasafi ( Tafsir Nasafi ) karya An Nasafi ( madzhab
Hanbali )
14. Al Jaami’ li ahkam alqur’an ( Himpunan hukum-hukum alqur’an)
karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al
Qurthubi ( madzhab Maliki ).
15. Tafsir Al Kaabir atau Mafaatih al Ghaib ( Kunci Kegaiban ) karya
Fakhruddin al Razi ( madzhab Syafi’i ).

Dilihat dari segi isi ayat al-qur’an dan kecenderungan penafsirannya,terdapat sejumlah
corak penafsiran ayat ayat al-qur’an. Atau diihat dari segi pengelompokan ayat ayat al-
qur’an berdasarkan isinya, ditemukan sejumlah corak penafsiran ayat-ayat al-qur’an
seperti tafsir falsafi, tafsir ilmu.
Berbagai corak penafsiran dalam buku ini tidak diuraikan secara rinci. Namun, secara
global agaknya tetap dipandang perlu mengenali berbagai corak penafsiran dimaksud
terutama :

a. Tafsir falsafi
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi [ al-tafsir al-alfasafi ] ialah penafsiran ayat ayat
al-quran berdasarkan pedekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal
dan radikal. Muhammad Husayn al-Dzahhabi ketika mengomentari perihal tafsir
falsafi antara lain menyatakan bahwa menurut penyelidikanya dalam banyak segi
pembahasan-pembahasan filsafat bercampur dengan penafsiran ayat-ayat al-quran.
Diantara contohnya ia menyebutkan penafsiran sebagai filosof yang mengingkari
kemungkinan mi’raj Nabi Muhammad Saw dengan fisik di samping ruhnya. Mereka
hanya menyakini kemunkinan mi’raj Nabi Muhammad Saw hanya dengan ruh tanpa
jasad.
Penafsiran penafsiran seperti filsafati memang relatif banyak dijumpai dalam
sejumlah kitab tafsir yang membahasa ayat ayat tertentu yang mmerlukan pendekatan
filsafat. Hanya saja kitab kitab tafsir yang secara spesifikmelakukan pendekatan
penafsiran secara keseluruhan terhadap semua ayat al-quran relatif tidak begitu
banyak.
b. Tafsir ilmi
Tafsir ilmi [ al- tafsir al-ilmi ] ialah penafsiran al quran yang pembahasanya
menggunakan pendekatan istilah [ term-term ] ilmiah dalam mengungkapkan al-quran
dan seberapa dapat berusaha melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang
berbeda dan melibatkan pemikiran pemikiran filsafat.
Dalam pandangan pendukung tafsir ilmi, model penafsiran semacam ini memberi
kesempatan yang sangat luas bagi para mufassir untuk mengembangkan berbagai
potensi keilmuan yang telah dan akan dibentuk dalam al-quran. Al-quran tidak hanya
sebagai sumber ilmu ilmu keagamaan yang bersifat i’tiqadiyah [ keyakinan ] dan
amaliah [ pebuatan ] atau[ al ulum al diniyyah al-i’tqadiyahwa al-amaliyyah ], akan
tetapi juga meliputi semua ilmu ilmu keduniaan [ al-ulum al-dunya ] yang beraneka
macam jenis dan bilanganya.
Diantara ulama yang memberi lampu hijau untuk mengembangkan tafsir ilmi ialah
al-Ghazali { 450-505 H/1057-1111M}, Thanthawi jauhari {1287-1358H/1870-
1839M} dan Muhammad Abduh {1265-1323 H/1849-1905 M}.
Tidak sedikit mufassir yang keberatan terhadap penafsiran al-quran yang bersifat
keilmu-teknologian. Diantara ulama yang mengingkari kemungkinan pengembangan
tafsir ilmi adalah: al-syathibi {w.790 H/1388 M}, Ibn Taymiyyah {661-728 H/1262-
1327 M}, M. Rasyid Ridha{1282-1354 H/1865-1935 M}, Mahmud Syaltut{1311-
1355 H/ 1893-1936 M}.dan lain lain.
Menurut Abd Madjid Abd al-Salam al-Muhtasib,tujuan utama dari penafsiran al-
quran menurut para mufassir terdahulu ialah menerangkan hal hal yang dikehendaki
Allah dalam kitab-Nya tentang akidah,dan hukum hukum syariat. Tetapi ketika umat
islam terjangkit perpecahan secara internal, mereka melupakan tujuan utama dari
penafsiran yang secara membabi buta cenderung membela dan mempertahankan
madzhabnya. Dalam kalimat lain, mereka lupa diri dari tujuan semula menafsirkan al-
quran tang di tuntut cermat dan obyektif; karena kemudian dedikasi mereka bergeser
kepada penafsiran yang bersifat subyektif yang terkadang dirasakan terlalu jauh
menyimpang dari dasar tujuan penafsiran itu sendiri.
c. Al-Tafsir al-Sufi al-Isyari
Al-tafsir al-sufi al-Isyari menurut al-Zahabi adalah menakwilkan ayat-ayat al-
Quran yang berbeda dengan maknanya yang dzahir berdasarkan isyarat (petunjuk)
khusus yang diterima oleh para ahli sufi. Tafsir model ini dinisbatkan kepada para
pelaku sufi amali dimana mereka ketika menafsirkan al-Quran berdasarkan isyarat-
isyarat Ilahi yang diilhamkan Allah swt kepada hambanya berupa instuisi mistik
dengan memberi pemahaman dan realisasi makna ayat-ayat al-Quran. Dengan kata
lain, tafsir isyari ini merupakan usaha menta’wil ayat-ayat al-Quran berbeda dari
makna lahirnya menurut isyarat-isyarat rahasia yang ditangkap oleh para pelaku suluk
atau ahli ilmu, dan maknanya dapat disesuaikan dengan kehendak makna lahir dari
ayat al-Quran.
Lahir batin merupakan konsep yang dipergunakan kaum sufi untuk melandasi
pemikirannya dalam menafsirkan alQuran khususnya dan melihat dunia umumnya.
Pola sistem berpikir mereka adalah berangkat dari yang dzahir menuju yang bathin.
Bagi mereka bathin adalah sumber pengetahuan sedangkan dzahir teks adalah
penyinar. Rujukan yang mereka pakai adalah pernyataan yang selalu dinisbatkan
kepada Ali bin Abi Thalib, bahwa setiap ayat al-Quran memiliki empat makna: zahir,
batin, had, dan matla’. Al-Ghazali sendiri menegaskan bahwa selain yang dzahir, al-
Quran memiliki makna batin. Abdullah (al-Muhasibi) dan Ibn al-‘Arabi memberikan
penjelasan pernyataan tersebut, bahwa yang dimaksud dengan zahir adalah bacaan
dan yang batin adalah takwilnya. Sementara Abu Abdurrahman mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan zahir adalah bacaannya, sementara yang batin adalah
pemahamannya. Baik makna zahir ataupun makna batin pada al-Quran, adalah dari
Allah. Zahir adalah turunnya (tanzil) al-Quran dari Allah kepada para Nabi dengan
bahasa umatnya, sedangkan batin adalah pemahaman di hati sebagian orang mukmin
yang berasal dari Allah. Oleh karena itu, dualism lahir-batin dalam wacana al-Quran,
pemahaman dan penakwilannya tidak dikembalikan kepada manusia, melainkan
kepada Allah. Yang zahir adalah yang bisa diindra (al-Surah al-Hissiyah) dan yang
batin adalah al-Ruh al-Ma’nawi.
Khalid Abdurrahman al-‘Ak membagi tafsir isyari berdasarkan isyaratnya
dalam dua bagian, yaitu: pertama, isyarat khafiyah (indikasi yang tersembunyi)
dimana yang memperolehnya hanyalah ahli taqwa dan ulama di dalam membaca al-
Quran, kemudian mendapat intuisi-intuisi mistik yang bermakna. Kedua, isyarat
jaliyah (indikasi jelas) yang dikandung ayat-ayat kauniyah di dalam al-Quran yang
mengisyaratkan dengan jelas adanya ilmu-ilmu seperti era modern. Dalam fenomena
tafsir isyari terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama
membolehkan karena itu sebagai tanda keteguhan iman dan sebagai pengetahuan yang
murni serta kontrobusi yang positif, sementara sebagian lainnya mengharamkan
karena dianggap menyimpang dari ajaran Allah swt. Al-Zahabi menetapkan beberapa
syarat diterima tafsir isyari, yaitu:
1) Penafsirannya sesuai dengan makna lahir yang ditetapkan dalam
bahasa Arab. Sekiranya sesuai maksud bahasanya, maka tidak
berusaha melebih-lebihkan makna lahir.
2) Harus ada bukti syar’i yang bisa menguatkan.
3) Tidak menimbulkan kontradiksi, baik secara syar’i maupun ‘aqli.
4) Harus mengakui makna lahirnya ayat dan tidak menjadikan makna
batin sebagai satu-satunya makna yang berlaku sehingga menafikan
makna lahir.
d. Tafsir al-adaby al-ijtima’i
Ditelaah dari segi bahasa kata al-adaby berasal dari bentuk masdar (infinitif),
sedang dari kata kerjanya (madi) adalah aduba, yang berarti sopan santun, tata krama
dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang dijadikan
pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam
mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-Adaby bisa diterjemahkan
sastra budaya.
Adapun kata al-Ijtima‟ī bermakna banyak bergaul dengan masyarakat atau
bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi secara etimologis tafsir al-Adaby al-Ijtima‟ī
adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa di
sebut dengan tafsir sosio-kultural. Maka dapatlah dikatakan corak tafsir al-Adab al-
Ijtima‟ī adalah corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an
yang berkaitan langsung dengan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi
penyakitpenyakit masyarakat atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk
ayatayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang
mudah dimengerti tapi indah didengar.
Boleh dikatakan bahwa corak tafsir al-Adab al-Ijtima‟ī adalah penafsiran yang
berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang menitik
beratkan penjelasan ayat al-Qur‟an pada segi-segi ketelitian redaksionalnya,
kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan
penonjolan tujuan utama turunnya ayat kemudian merangkaikan pengertian ayat
tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan
pembangunan dunia. Corak tafsir ini berusaha memahami Alquran dengan cara
mengemukakan ungkapan-ungkapan Alquran secara teliti, selanjutnya menjelaskan
makna-makna yang dimaksud oleh Alquran tersebut dengan gaya bahasa yang indah
dan menarik, kemudian pada langkah berikutnya penafsir berusaha menghubungkan
nas-nas Alquran yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang
ada. Pembahasan tafsir ini sepi dari penggunaan istilah-istilah ilmu dan teknologi, dan
tidak akan menggunakan istilah-istilah tersebut kecuali jika dirasa perluh dan hanya
sebatas kebutuhan.

2.3 Tokoh-tokoh Mufasih


1. Imam Thabari
Imam Thabari adalah imam dan seorang ahli tafsir serta sejarawan yang
bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari. Beliau lahir di
negeri Amil pada tahun 225 H. semenjak dini beliau terarah untuk menuntut
ilmu dan mempelajari ilmu-ilmu agama. Di umur tujuh tahun beliau telah hafal
Al-Qur’an dan sudah menulis hadis ketika berumur sembilan tahun. Beliau
selalu bepergian menuntut ilmu, bertemu dengan ulama dan guru-guru, selalu
paham dengan apa yang diucapkan oleh guru-gurunya, dan menyimpan
wawasan serta berbagai macam maklumat yang diberikan sehingga beliau
mampu dijadikan rujukan dan sandaran. Pada akhirnya beliau bisa mengarang
kitab-kitab yang bermanfaat.
Beliau pernah bepergian ke daerah Ray untuk berguru kepada Muhammad bin
Hamid al-Razi dan ulama hadis yang terkenal lainnya. Kemudian pindah ke
daerah Bashrah dan berguru kepada Muhammad bin Mu’alla dan Muhammad
bin Basyar yang lebih dikenal dengan sebutan Bandar, pergi ke Kuffah.
Perjalanan beliau di negeri Irak berakhir di Baghdad, beliau telah banyak
mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan dan memiliki wawasan yang
sangat luas. Dari Baghdad beliau pergi ke negeri Syam, beliau belajar qiraat
Syam dengan al-Abbas bin al-Walid al-Bairuni. Perjalanan beliau berakhir di
Mesir, beliau berguru dengan ulama-ulama terkenal1. Perjalanan beliau kembali
ke Thabrasan kemudian beliau mengajar di Baghdad sampai meninggal dunia
pada hari Ahad akhir Syawal dua hari sebelum bulan Zulkaidah tahun 310 H2.
a. Karya-Karya Ibn Jarir al-Thabari
Ibn Jarir al-Thabari banyak mengarang kitab, diantaranya adalah Kitab al-
tafsir, Kitab al-Tarikh, Kitab Ikhtilaf al-Fuqaha, Kitab Tahdzib al-Atsar, Tafshil al-
Tsabit ‘an Rasulullah SAW. Minal akhbar, yang diberi nama oleh al-Qutufi dengan
Syarhul Atsar, Dzail al-Mudzil. Diantara kitab yang dicetak adalah tafsir dan tarikh
dan juga sebagian dari rujukan kitab perdebatan fuqaha serta ringkasan penting dari
kitab Dzail al-Mudzil.
b. Para ulama sangat banyak membicarakan tentang beliau, baik dari kepribadian
maupun kehidupan beliau yang ditinjau dari berbagai sisi dan sudut pandang. Al-
Khatib berkata: “Ibn Jarir al-Thabari adalah salah satu imam dan pemimpin umat,
perkataannya dapat dijadikan hukum dan pendapatnya dapat dijadikan rujukan.” Hal
ini dikarenakan keilmuan dan kelebihan yang beliau miliki. Beliau adalah seorang
hafiz Al-Quran, mengetahui makna ayat-ayatnya serta paham dan mengenal hukum-
hukum Al-Quran. Beliau mengenal sunah-sunah baik dari segi perawinya maupun
kedudukannya baik sahih atau tidak, nasakh atau mansukh. kehati-hatian beliau dalam
membuat tafsir dapat dilihat dari perkataan beliau: “Aku ber-istikharaah kepada
Allah SWT. sebelum mengarang kitab tafsir ini, aku sudah berniat tiga tahun sebelum
membuat buku tafsir ini dan aku meminta pertolongan Allah SWT. lau kemudian
AllahSWT. Menolongku hingga aku bisa membuat kitab tafsir ini.” kalau
diperhatikan bahwa buku tafsir ini sebagai bukti usaha dan kesungguhan yang besar
dari Imam Ibn Jarir al-Thabari dalam menyempurnakannya3.
c. Metode Tafsir

1 Prof. Dr. Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: kajian komprehensif metode para ahli tafsir, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 68
2 Ibid., hlm. 69
3 Ibid., hlm. 70
Ibn Jarir al-Thabari dalam bukunya mempersembahkan buku tersebut berkata
dengan mukaddimah pujian-pujian kepada Allah Swt. dan shalawat kepada rasul-rasul
Allah Swt. setelah itu beliau berkata: “Sesungguhnya keutamaan yang paling besar
dan kemuliaan yang paling agung diberikan kepada umat nabi Muhammad saw. Dan
yang dilebihkan Allah Swt. terhadap umat-umat sebelumnya dengan kedudukan dan
martabat yang lebih tinggi dan diberikan kecintaan kepada sunah-sunah nabi-Nya
adalah dengan menjaga atau memelihara wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw.”4
Ibn Jarir at-Thabari juga berbicara perkara penting dalam al-Quran yang
berhubungan dengan penafsiran beliau. Misalnya, beliau berbicara tentang kerapihan
makna-makna ayat-ayat al-Quran yang tersusun dan makna-makna logika terhadap
hamba yang diturunkan padanya Al-Quran. Beliau menjelaskna tentang huruf-huruf
al-quran yang sama penuturannya dengan bahasa-bahasa lain. Beliau meriwayatkan
hadis dengan lengkap. Kemudian beliau menjelaskan sudut pandang yang dipakai
agar dapat memahami ta’wil al-quran, beliau menyebutkan beberapa riwayat yang
melarang penta’wilan dengan menggunakan akal pikiran semata. Beliau menyebutkan
tentang riwayat yang menganjurkan mencari pengetahuan dengan penafsiran al-quran
dan menyebutkan ta’wil yang salah dalam memahami al-quran, yaitu mereka yang
mengingkari atau tidak membolehkan ta’wil terhadap ayat-ayat al-quran. Dalam
menafsirkan ayat, beliau mengemukakan pendapatnya dengan berlandaskan pada
riwayat atsar dan akhbar serta kaidah ucapan-ucapan ulama terdahulu.
2. Al-Naisaburi
Nama lengkapnya adalah Nizhammudin al-Hasan bin Muhammad bin al-
Husin al-Khurasani al-Naisaburi, lahir di Naisabur dan bermukim di kota Qum.
Beliau adalah imam besar dan ulama yang terkemuka. Al-Naisaburi menguasai
displin ilmu aqli dan naqli, memahami bahasa arab dan memiliki kemampuan
pengungkapan yang artikulatif, mengerti tentang ta’wil, tafsir, dan qira’at. Selebihnya
Naisaburi juga dikenal sebagai ulama yang yang banyak tahu tentang tasawuf dan
ilmu-ilmu isyarat (pertanda)5.
a. Tafsir al-Naisaburi
Di antara karya besar Naisaburi adalah tafsir Ghara’ib Al-quran dan
Ragha’ib al-Furqan. Keinginan untuk memudahkan mereka yang hendak
mempelajari, memahami, dan mengungkap banyak rahasia al-quran
merupakan latar belakang penulisan buku ini.
Selanjutnya Naisaburi menyebut rujukan penting tafsir karyanya,
“Kenyataan bahwa tafsir al-kabir karya Muhammad bon Umar bin al-
Husin al-Khathib al-Razi – Semoga Allah mencurahkan keridaan dan
menempatkannya di surge-Nya – merupakan tafsir yang penamaannya
sangat tepat denga isi kandungannya.” Di dalamnya terdapat banyak
khazanah, kajian, suplemen, dan pengetahuan. Al-Razi telah

4 Ibid,. hlm. 71
5 Ibid., hlm. 92
memaksimalkan usaha dan dan mengerahkan seluruh kemampuannya.
Namun pada gilirannya justru menyulitkan pembaca6.
b. Metodologi Tafsir al-Naisaburi
Naisaburi menuturkan, “Awalnya aku menyebutkan kata dalam al-
quran berikut terjemahnya dalam bahasa yang retorik; menakwilkan
makna yang kabur; melugaskan bahasa al-Kinayah, majas dan metafora.
Gaya terjemah yang seperti ini memang banyak memberikan masukan
pengetahuan, tetapi tidak sedikit penerjemahan yang keliru. Dalam
pengantarnya, Naisabur menulis mukaddimah-mukaddimah penting
tafsirnya, sebagai berikut: (1) Mukaddimah I tentang keutamaan membaca,
pembaca, dan etika membaca al-quran; (2) Mukaddimah II menyoal
isti’adzah (melafalkan soal ‘audzu billahi min al-Syathan al-Rajim); (3)
Mukaddimah III mengenai ketidakterputusan riwayat qiraat tujuh dan
perihal turunnya al-quran dengan tujuh huruf; (4) Mukaddimah IV cara
pengumpulan al-quran; (5) Mukaddimah V tentang makna al-Mushaf, al-
kitab, Al-quran, al-Surah, al-Ayat, dan lainnya;7 (6) Mukaddimah VI
tentang al-Sab' al-Thuwal, al-Matsani, dan lainnya; (7) Mukaddimah VII
tentang huruf-huruf yang ditulis beda dalam mushaf; (8) Mukaddimah VIII
tentang pembagian wakaf; (9) Mukaddimah IX tentang klasifikasi terma-
terma penting; (10) Mukaddimah X penegasan keqadiman dan
ketidakqadiman Kalam Allah; (11) Mukaddimah XI tentang cara konklusi
berbagai masalah dari sedikit ungkapan.
Naisaburi kemudian memulai proyek tafsirnya seperti yang tekah
disinggung dalam mukaddimah. Diawali dengan mengelompokkan ayat-
ayat tertentu selanjutnya menyoal tentang qiraat dan wakaf. Setelah itu,
Naisaburi mulai melakukan penafsiran yang kerap dikomemtari dengan
ta’wil8.
3. Al-Fakhr ar-Razi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn umar Ibn al-Husin
Ibn al-Hasan Ibn Ali al-Qurasy at-Taimi al-Bakri ath-Thabrastani ar-Razi, Ia
dilahirkan di ray tanggal 15 Ramadan tahun 544 Hijriyah. Ia tumbuh dewasa dengan
menuntut ilmu dan melakukan musair ke tempat-tempat yang terkenal, seperti
Khawarizmi, Khurasan, dan benua yang terletak di belakang sungai. Berkat
kesungguhannya dan keuletannya dalam menuntut ilmu jadilah ar-Razi –yang dikenal
dengan pakar ilmu logika pada masanya dan salah seorang imam dalam ilmu syar’I,
ahli tafsir dan bahasa, sebagaimana ia juga dikenal sebagai ahli fiqih dalam mazhab
as-Syafi’I9.
a. Karya-karya al-fakhr ar-Razi
Imam ar-Razi telah banyak mewariskan perbendaharaan keilmuan
yang besar dengan karya-karyanya yang bermanfaat semasa hidupnya dan

6 Ibid., hlm. 93
7 Ibid., hlm. 95
8 Ibid., hlm. 96
9 Ibid., hlm. 320
setelah wafatnya, disambut dengan baik oleh banyak orang. Mereka
mempelajarinya dan memanfaatkan peninggalan ulama besar ini yang
karangannya mencapai 200 buah. Diantaranya yang terkenal adalah:
Mafatih al-Ghaib, Lawami’ al-Bayyinat, sayarah nama-nama Allah dan
sifat-sifatnya, Ma’alim Ushuluddin, Muhashshil al-Mutaqaddimin wa al-
Muta’akhikhirin min al-Ulama wa al-Hukama wa al-Mutakallimin, dan
banyak lagi yang lain yang menjadikannya sekaliber dengan ulama-ulama
besar, para pemikir, dan filosof-filosof islam10.
b. Tafsir ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib dan Metodenya
Kitab ini terdiri dari delapan jilid yang tebal, dicetak dan tersebar di
kalangan orang-orang yang berilmu. Kitab ini mendapatkan perhatian
yang besar dari para pelajar karena ia mengandung pembahasan yang
dalam mencakup masalah-masalah keilmuan yang beraneka ragam.
Point penting yang menarik perhatian di antaranya:
1. Mengutamakan penyebutan hubungan antara surah-surah Al-quran
dengan ayat-ayatnya satu sama lain sehingga ia menjelaskan
hikmah-hikmah yang terdapat dalam urutan-urutan al-quran.
2. Sering menyimpang ke pembahasan tentang ilmu-ilmu matematika,
filsafat, biologi, dan lainnya.
3. Membubuhkan banyak pendapat para filosof, ahli ilmu kalam, dan
menolak mengikuti metode ahli sunnah dan para pengikutnya.
Secara global tafsir ar-razi lebih pantas untuk dikatakan sebagai
ensiklopedia yang besar dalam ilmu alam, biologi11.

BAB III

10 Ibid., hlm. 321


11 Ibid., hlm. 323
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari serangkaian klasifikasi tadi, dapat disimpulkan bahwa macam-macam
tafsir yaitu : corak dan karakter tafsir fiqih, falsafih, ilmi, sufi isyari, adabi dan ijtimai.
Adapun tokoh-tokoh mufasir dan kitab-kitab tafsir al mutabarroh, sehingga
melahirkan karya-karya tafsir yang sangat beragam dari berbagai ilmu pengetahuan
yang mana ini sesuai dengan sumber asalnya yaitu al-qur’an karena al-qur’an sumber
keilmuan yang wajib digali khazanah keilmuaanya. Seingga kita dapat lebih meyakini
dan akan mu’izat alquran tersebut.
3.2 Saran
Semoga pembaca bisa mengetahui bentuk dan macam-macam tafsir yang telah
diciptakan guna untuk mempermuda kaum muslimin untuk mempelajari macam-
macam tafsir.

DAFTAR PUSTAKA
Tanjung, Abdurrahman Rusli.2014. analisis terhadap corak tafsir al-adaby al-ijtima’i.Jurnal
Analytica Islamica. Volume 3 No 1.

Lesatari,Leni.2014. Epistemologi Corak Tafsir Sufistik.Jurnal Syahadah.Volume 2 No 1.

Suma, Muhammad Amin.2001.study ilmu ilmu al-quran 2 jakarta:pustaka firdaus

Anda mungkin juga menyukai