Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH DAN PEMIKIRAN MADZHAB HAMBALI


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. Kurnia Muhajarah, M.S.i

Di susun oleh :

1. M. Luthfi Muzhaffar (2101046065)


2. Ahmad Fahrul Mukminin (2101046067)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat yang Maha Kuasa Allah SWT. karena atas
rahmat serta hidayahnya penyusun makalah dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan penyusun ucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Kurnia Muhajarah, M.S.i selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Fiqh.
Dalam penulisan ini, penyusun makalah menyadari bahwa masih banyaknya kesalahan serta
kekeliruan baik dalam hal berkenaan materi maupun dalam hal pengetikan materinya. Maka dari itu,
diharapkan adanya saran dan kritik untuk senantiasa ke depannya dapat memperbaiki kesalahan yang
ada pada makalah ini. Semoga para pembaca makalah ini juga dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan setelah membaca makalah ini
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................


DAFTAR ISI ................................................................................................................................
PENDAHULUAN .......................................................................................................................
BAB I : SEJARAH MAZHAB IMAM HANBALI .....................................................................
A. Latar Belakang dan Biografi Imam Hanbali ....................................................................
B. Pendidikan Imam Hanbali ................................................................................................
C. Guru-guru dan Murid Imam Hanbali ...............................................................................
BAB II : KARYA DAN PEMIKIRAN IMAM HANBALI ........................................................
BAB III : DASAR HUKUM DAN METODE ISTINBATH IMAM HANBALI .......................
BAB IV : PENUTUP ...................................................................................................................
A. KESIMPULAN ................................................................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
BAB I
SEJARAH MAZHAB IMAM HANBALI

A. Latar Belakang dan Biografi Imam Hanbali


Ahmad bin Muhammad bin Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam. Beliau
adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan tinggi yaitu sebagaimana
dikatakan oleh orang-orang yang hidup semasa dengannya, juga orang yang mengenalnya.
Beliau Imam bagi umat Islam seluruh dunia, juga Mufti bagi negeri Irakdan seorang yang
alim tentang hadist-hadist Rasulullah Saw. Juga seorang yang zuhud dewasa itu, penerang
untuk dunia da sebagai contoh dan teladan bagi orang-orang ahli sunnah, seorang yang sabar
dikala menghadapi percobaan, seorang yang saleh dan zuhud.1
Ketika beliau masih kecil, ayahnya meninggal dunia dengan hanya meninggalkan sedikit
harta untuk kehidupan keluarganya. Semenjak kematian ayahnya ibunya tidak
menikah lagi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan perhatian
kepada Ahmad sehingga bias tumbuh sebagaimana yang ia harapkan. Ibu beliau bernama
Safiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik as Syaibany.2
Ahmad ibn Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya di kota
tersebut hingga usia 19 tahun. Sejak kecilAhmad disekolahkan kepada seorang ahli Qiroat.
Pada umur yang masihrelatif muda ia sudah menghafalkan al-Quran, sejak usia enam belas
tahunAhmad juga belajar hadits.
Didalam mazhab Hanbali, terdapat istilah Hanbali dan Hanabilah. Agar tidak timbulnya
keraguan dalam membedakan kedua istilah tersebut maka penulis akan mengemukakan
pengertian kedua istilah tersebut. Hanbali adalah pendapat (kesimpulan) yang dinisbahkan
(dihubungkan) kepada Imam Ahmad ibn Hanbal. Sedangkan Hanabilah adalah orang yang
mengikuti hasil ijtihad Imam Ahmad ibn Hanbal dalam masalah hukum fiqih.
Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa kota dalamrangka mencari ilmu. Dia
pergi ke Kuffah pada tahun 183 H, kemudian keBashrah pada tahun 186, ke Makkah pada
tahun 187, dilanjutkan keMadinah, Yaman (197), Siria dan Mesa Mesopotamia. Ibn
Hanbalmempelajari hadits untuk pertama kalinya dari Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-
Qodhi7, seorang ahl alra’yi pengikut Abu Hanifah. Dia belajarfiqih dan hadits dari Abi
Yusuf.Karena itulah Abu Yusuf terhitungsebagai guru pertama bagi Ibn Hanbal.
Kondisi kehidupan yang sejak awal sangat sederhana, menjadi salah satu pendorong bagi
Ahmad untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Beliau mempunyai obsesi untukbisa
segera mengurangi beban sang ibu. Ahmad menikah dan memiliki dua orang putera
yang terkenal dalam bidang hadith yaitu Salih dan Abdullah. Kedua puteranya banyak
menerima hadith dari sang ayah.
B. Pendidikan Imam Hanbali

1
Sultan Syarif Kasim, BIOGRAFI IMAM AHMAD IBN HANBAL, Pekanbaru, Riau, 4 Januari, 2005, hal 16
2
Husnul Khatimah, SEJARAH PEMIKIRAN HUKUM AHMAD BIN HANBAL, STAIN Nurul Huda Kapongan, Juni 2017
Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid yaitu pada umur 16 tahun Imam Ahmad
mulai mempelajari hadist secara khusus.Orang yang pertama kali didatangi untuk belajar
hadist adalah Hasyim ibn Basyr ibn Khazin al-Wasiti.
Tekadnya untuk menuntut ilmu dan menghimpun hadist mendorongnya untuk
mengembara ke pusat-pusat ilmu keIslaman seperti Basrah, Hijaz, Yaman, Makkah dan
Kufah. Bahkan beliau telah pergi ke Basrah dan Hijaz masing-masing sebanyak lima kali.
Dan pengembaraan tersebut beliau bertemu dengan beberapa ulama besar seperti ‘Abd ar-
Razzaq ibn Humam, ‘Ali ibn Mujahid, Jarir ibn ‘Abd al-Hamid, Sufyan ibn ‘Uyainah, Abu
Yusuf Ya’kub ibn Ibrahim al- Anshari (murid Imam Abu Hanifah), Imam Syafi’i dan lain-
lain. Pertemuannya dengan Imam Syafi’i itulah beliau dapat mempelajari fiqh, ushul fiqh,
nasikh dan mansukh serta kesahihan hadist.
Perhatiannya terhadap hadist membuahkan kajian yang memuaskan dan memberi
warna lain pada pandangan fiqhnya. Beliau lebih banyak mempergunakan hadist sebagai
rujukan dalam memberi fatwa-fatwa fiqhnya.12Karya beliau yang paling terkenal adalah al-
Musnad.Didalamnya terhimpun 40.000 buah hadist yang merupakan seleksi dari 70.000 buah
hadist.Ada yang berpendapat bahwa seluruh hadist dalam kitab tersebut adalah shahih.
Sebagian lainnya mengatakan bahwa didalamnya terdapat beberapa hadist da’if
(lemah).13Dalam al-Musnad tersebut, dapat kita jumpai sejumlah besar fiqh sahabat, seperti
fiqh ‘Umar, fiqh ‘Ali dan fiqh Ibnu Mas’ud. Umur beliau dihabiskan untuk menuntut ilmu
terutama di dalam bidang hadist. Beliau tidak berhenti belajar walaupun telah menjadi Imam
dan telah berumur lanjut.
Sebagai ulama besar Imam Ahmad tidak luput dari berbagai cobaan.Cobaan terbesar
yang dihadapinya adalah pada masa pemerintahan al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan al-
Wasiq.Pada masa itulah aliran Mu’tazilah mendapat sukses besar karena menjadi mazhab
resmi Negara.Para tokoh Mu’tazilah menghembuskan isu yang tidak bertanggung jawab yaitu
terjadinya peristiwa Khalq al-Qur’an (pemakhlukan terhadap al-Qur’an).

C. Guru-guru dan Murid Imam Hanbali


Guru-gurunya yang mengarahkan pandangan Imam Ahmad ialah Husen ibn Bashir
ibn Abi Hazim lahir pada tahun 104 H, wafat pada tahun 183 H. Inilah guru Imam Ahmad
yang pertama dan utama dalam bidang hadist. Lima tahun lamanya Imam Ahmad ditempa
oleh Husen ini.Beliau boleh dikatakan yang banyak mempengaruhi kehidupan Imam Ahmad.
Untuk mendalami cara istinbath dan membina fiqh Imam Ahmad berguru kepada
Imam asy-Syafi’i. Padanya dipelajari fiqh dan ushul.Imam Ahmad terpilih hatinya kepada
kecakapan Imam asy- Syafi’i dalam beristinbath.Imam Syafi’i lah yang mengarahkannya
kepada istinbath itu, Imam Syafi’i adalah guru yang kedua bagi Imam Ahmad.Selain dari
pada guru besar ini, banyak pula ulama-ulama lain yang memberikan pelajaran kepada Imam
Ahmad. Tidak kurang dari 100 orang ulama besar yang memberikan pelajaran kepadanya,
baik yang di Baghdad maupun di kota-kota lain.
Adapun diantara guru-guru Imam Ahmad bin Hanbal adalah: Imam Isma’il bin
Aliyyah, Hasyim bin Basyir, Hammad bin khalil, Mansyur bin Salamah, Mudlaffar bin
mudrik, Utsman bin Umar, Masyim bin Qashim, Abu Said Maula Bani Hasyim, Muhammad
bin Yazid, Muhammad bin ‘Ady, Yazid bin Harun, Muhammad bin Jaffar, Ghundur, Yahya
bin Said al-Cathan, Abdurrahman bin Mahdi, Basyar bin al-Fadhal, Muhammad bin Bakar,
Abu Daud ath-Thayalisi, Ruh bin ‘Ubaidah, Wakil bin al-Jarrah, Mu’awiyah al- Aziz,
Abdullah bin Muwaimir, Abu Usamah, Sufyan bin Uyainah, Yahya bin Salim, Muhammad
bin Syafi’i, Ibrahim bin Said, Abdurrazaq bin Humam, Musa bin Thariq, Walid bin Muslim,
Abu Masar al-Dimasyqy, Ibnu Yaman, Mu’tamar bin Sulaiman, Yahya bin Zaidah dan Abu
Yusuf al-Qadi.

BAB II
KARYA DAN PEMIKIRAN IMAM HANBALI

Ahmad ibn Hanbal adalah seorang ilmuwan yang produktif. Diabanyak menulis kitab.
Salah satu kitabnya yang paling agung dan monumental adalah kitab yang diberi nama
Musnad Ahmad ibn Hanbal.Yaitu kitab yang berupa kumpulan hadits Rasulullah SAW yang
berjumlah 40.000 hadits. Hadits-hadits tersebut dia kumpulkan dari perawi-perawi yang
dipercayai. Kitab tersebut dijadikan pedoman dalam menyelidikihadits-hadits. Kitab dia yang
lain adalah “Az Zuhdi” yang menjelaskan sampai kemana kezuhudan Nabi- Nabi, sahabat-
sahabat, khalifah-khalifah danimam yang bersumberkan hadits, atsardan “akhbar”. Adapun
kitab-kitab yang lainnya adalah:
1. Kitab al-‘Ilal
2. Kitab al-Tafsir
3. Kitab al-Nasikh wal Mansukh
4. Kitab Al-Zuhd
5. Kitab Al-Masail
6. Kitab Fadail al-Sahabah
7. Kitab Al-Faraid
8. Kitab Al-Manasik
9. Kitab Al-Imam
10. Kitab Al-Asyribah
11. Kitab Ta’at al-Rasul
12. Kitab Al-Rad ‘ala al-Jahmiyyah
Kitab yang disebut terakhir merupakan sebuah buku risalah dari surat Ahmad ibn
Hanbal dalam menanggapi pendapat golongan Jihamiyah, yang mengatakan bahwa : al-
Quran adalah percakapan AllahSWT yang hawadits. Dalam risalah tersebut Imam Ahmad ibn
Hanbal mengatakan bahwa golongan Jihamiyah dengan segala macam pendapatnya itu kafir
dan halal dibunuh.3

PEMIKIRAN IMAM HAMBALI

3
Sultan Syarif Kasim, BIOGRAFI IMAM AHMAD IBN HANBAL, Pekanbaru, Riau, 4 Januari, 2005
Mazhab menurut bahasa Arab adalah isim makan (kata benda keterangan tempat) dari
akar kata dzahaba (pergi). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan
(ath-tharξq). Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti al-ra’yu yang
artinya “pendapat”. Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah
Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam
memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. 4
Selanjutnya Imam Hambali Dalam bidang fiqh, beliau mengemukakan Hujjah
menolak pendapat yang berdasarkan pemikiran sendiri dan yang tidak sesuai dengan al
Quran dan as sunnah. Aliran ini dikenali dengan nama Madzhab Hambali. Imam Hanbali
pun menekankan semangat anti ar ra’yu (pemikiran atau filsafat dengan landasan logik)
Dalam penafsiran terhadap al Quran, Imam Ahmad benar-benar mementingkan
penafsiran yang datangnya dari as sunnah. Adapun sikap beliau dapat diklasifikasikan
menjadi tiga :
a) Sesungguhnya dzahir al-Quran tidak mendahulukan as sunnah
b) HanyaRosulullah SAW saja yang berhak untuk menafsirkan al-Quran, maka tidak
ada seorangpun yang berhak untuk menafsirkannya atau mentakwilkannya
karena as sunnah telah banyak menafsirkan dan menjelaskan al-Quran.
c) Jika tidak ditemukan penafsiran dari Nabi SAW, (maksudnya adalah as sunnah),
maka beliau memakai penafsiran para sahabat, karena merekalah yang
menyaksikan turunnya al-Quran dan mendengarkan takwilnya dari Rosulullah.
Selain itu, para sahabat dinilai lebih mengetahui as sunnah yang mereka
gunakan sebagai penafsir al-Quran.
Fikih Ahmad bin Hanbal dan Metode Itimbath Hukumnya
Pemikiran fikih Imam Ahmad sangat dipengaruhi oleh kedalaman pengetahuannya
tentang hadis. Hadis menempati posisi sentral, di samping Alquran dalam mazhab fikihnya.
Dia menentang keras pendapat yang berdasarkan kepada Alquran semata dengan
mengabaikan hadis. Tetapi bukan berarti Imam Ahmad bersikap pesimis dalam menerima
hadis. Hadis-hadis diseleksinya dengan ketat, terutama hadis-hadis hukum. Hadis-hadis yang
tidak berkaitan langsung dengan masalah hukum, dia memperlonggar seleksi penerimaannya.
Ahmad berprinsip bahwa fatwa harus berdasarkan dalil-dalil yang bisa diterima dan
dipertanggungjawabkan. Dia menentang fatwa tanpa dasar yang kuat atau fatwa yang berdasarkan
pemikiran saja.

Ahmad memiliki metode sendiri dalam menginstimbathkan hukum. Metodologi fikih


Ahmad dapat disarikan dari fatwa-fatwa fikih yang disampaikan murid dan pengiktunya. Ibnu
Qayyim dalam kitabnya I'lam al-Muqqi'in menjelaskan lima dalil yang menjadi dasar
istimbath hukum Ahmad, yakni 1) Nash (Alquran dan Sunnah marfu'ah), 2) Fatwa sahabat
yang tidak ada perselisihan di antara mereka, 3) Fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara
mereka, 4) Hadis Mursal dan hadis dha'if, dan 5) Qiyas. Dalil-dalil tersebut digunakan
dengan urutan prioritas.
Nash Alquran dan Sunnah

4
Taupik dan Ali Mansyur, FIQH DAN 4 MADZHAB Kajian Fiqh-Ushul Fiqh, Bandung, 2014, hal 198
Alquran dan Sunnah disebutkan secara bersamaan dan pada tempat yang sejajar di
peringkat pertama urutan sumber dan dalil hukum. Keduanya mempunyai hubungan timbal
balik yang erat. Kehujjahan sunnah ditetapkan melalui aqidah, sementara itu sunnah sendiri
merupakan penjelasan bagian Alquran. Apabila Ahmad menemukan nash dalam Alquran atau
sunnah, maka ditetapkan hukum berdasarkan dalil tersebut. Dia tidak mempertimbangkan
dalil lain yang mungkin memiliki perbedaan dalam penunjuk hukum dengan nash-nash
tersebut, meski berupa fatwa sahabat sekalipun.
Fatwa Sahabat
Apabila para sahabat mengeluarkan fatwa tentang suatu masalah hukum dan tidak
terdapat perbedaan pendapat di antara mereka, maka Ahmad menerimanya sebagai sumber
dan dalil hukum setelah alQur'an dan Sunnah. Meskipun tidak terdapat perbedaan pendapat,
Ahmad tidak menyebutnya sebagai ijmak. Ahmad lebih suka menyebutnya dengan fatwa
sahabat.
Hadis Mursal dan Hadis Dha'if
Dalil dan sumber hukum selannjutnya menurut Ahmad adalah hadis mursal dan hadis
dha'if. Ahmad membagi tingkatan hadis ditinjau dari kualitas perawinya kepada hadis shahih
dan hadis dha'if. Hadis dha'if yang dimaksud Ahmad tidak sama dengan hadis dha'if dalam
pengertian ilmu hadis yang membagi hadis kepada, hasan dan dha'if. Hadis dha'if versi
Ahmad dapat dikelompokkan kepada hadis Hasan dalam kategorisasi hadis dalam ilmu hadis
dewasa ini.
Qiyas
Apabila Ahmad tidak menemukan dalil hukum dalam Alquran Sunnah, fatwa sahabat
dan tabi'in, serta hadis mursal dan hadis dha'if, maka Ahmad menggunakan qiyas.
Penggunaan qiyas ini dilakukan dalam keadaan terpaksa, dalam arti tiada dalil-dalil lain
seperti yang disebut di atas. Di samping menggunakan ke lima dalil dan sumber hukum yang
dijelaskan Ibnu Qayyim di atas, menurut Abu Zahra, Imam Ahmad juga menggunakan dalil
atau sumber lain seperti ijmak, al-mashalih, istishlah, zara'i dan istishlah.
Ijmak
Ijmak merupakan kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa tentang suatu hukum
syarah berdasarkan dalil-dalil dari Alquran dan Sunnah (dan juga qiyas menurut sebagian
fuqaha'). Ijmak dari segi lapangan hukumnya terbagi dua. Pertama, ijmak tentang dasar-dasar
kewajiban seperti jumlah raka'at salat, puasa dan haji. Barang siapa yang mengingkari ijmak
ini berarti mengingkari masalah-masalah agama yang harus diketahui secara pasti dan berarti
telah keluar dari Agama; kedua, Ijmak di luar masalah-masalah di atas seperti ijmak para
sahabat tentang kewajiban membunuh orang yang murtad.
BAB III
DASAR HUKUM DAN METODE ISTINBATH IMAM HANBALI

Adapun dasar-dasar hukum yang digunakan Imam Ahmad bin Hanbal adalah:
1. Al-Qur’an dan Hadits, yakni apabila beliau mendaparkan nash, maka beliau tidak
lagi memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak memperhatikan pendapat-
pendapat sahabat yang menyalahinya.
2. Ahmad bin Hanbal berfatwa dengan fatwa para sahabat, ia memilih pendapat
sahabat yang tidak menyalahinya (ikhtilaf) dan yang sudah sepakat.
3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, Ahmad bin Hanbal memilih salah satu
pendapat mereka yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan asSunnah.
4. Ahmad bin Hanbal menggunakan Hadits Mursal dan Dhaif apabila tidak ada atsar,
qaul sahabat atau ijma’ yang menyalahinya.
5. Apabila tidak ada dalam nash, as-Sunnah, qaul sahabat, riwayat masyhur, hadits
mursal dan dhaif, Ahmad bin Hanbal menganalogikan (menggunakan qiyas) dan
qiyas baginya adalah dalil yang digunakan dalam keadaan terpaksa.
Metode Istinbāţh hukum Imam Ahmad bin Hanbal
Metode Istinbāţh Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan hukum apabila beliau
telah mendapati suatu nash dari Al-Qur’an dan dari Sunnah Rasul yang shahihah, maka
beliau dalam menetapkan hukum adalah dengan nash itu.
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Qur’an maupun dari
hadits shahih, maka ia menggunakan fatwafatwa dari para sahabat Nabi yang tidak ada
perselisihan di kalangan mereka.
Apabila terdapat perbedaan di antara fatwa para sahabat, maka Imam Ahmad ibn
Hanbal memilih pendapat yang lebih dekat kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Apabila ia tidak
menemukan dari tiga poin di atas, maka beliau menetapkan hukum dengan hadits mursal dan
hadits dha’if. Dalam pandangan Imam Ahmad ibn Hanbal, hadits hanya dua kelompok yaitu,
hadits shahih dan hadits dha’if.
Apabila Imam Ahmad ibn Hanbal tidak mendapatkan nash dari hadits mursal dan
hadits dha’if, maka ia menganalogikan/menggunakan qiyas. Qiyas adalah dalil yang
digunakan dalam keadaan dharurat (terpaksa). Dan yang terakhir, Imam Ahmad bin Hanbal
juga menggunakan sadd al-dzara’i untuk melakukan tindakan preventif terhadap hal-hal yang
negatif.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pemaparan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa Ahmad bin Hanbal adalah
seorang ilmuan hukum yang termasuk paling tekstual dalam memahami Al Qur’an dan
sunnah. Kecintaan beliau terhadap sunnah dan hadith Nabi Muhammad SAW, membuat
beliau dikenal masyarakat luas sebagai ilmuan hadith daripada ilmuan fiqh. Sebagai
pembela hadith Nabi yang sangat gigih, dapat dilihat dari cara-cara yang digunakan
dalam memutuskan hukum, yakni tidak menggunakan akal kecuali dalam keadaan yang
sangat terpaksa.
Pemikiran fikih Imam Ahmad sangat dipengaruhi oleh hadis dan keluasan
pengetahuannya tentang hadis. Hal ini terlihat jelas dari penempatan posisi hadis dalam ushul
fikihnya dan intensitas penggunaan hadis dan fatwa-fatwanya. Oleh sebab itu corak
pemikiran fikih Ahmad Ibn Hanbal disebut juga dengan fikih sunnah.
DAFTAR PUSTAKA

H, K. (2017, Juni). SEJARAH PEMIKIRAN HUKUM AHMAD BIN HANBAL. 11(1). Retrieved
Mei 17, 2022
Marzuki. (2005, Agustus). AHMAD BIN HANBAL. Pemikiran Fikih dan Ushul Fikihnya, 2.
Retrieved Mei 17, 2022
Ningrum, I. S. (2017). Dasar-Dasar Para Ulama Dalam Berijtihad dan. 5(1). Retrieved Mei 17, 2022
S, S. K. (2005, januari 4). BIOGRAFI IMAM IBN HANBAL. BAB II. Retrieved Mei 17, 2022
Taupik, A. k. (2014). FIQIH 4 MADZHAB. Kajian Fiqh-Ushul Fiqh. Retrieved Mei 17, 2022, from
https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/lisanalhal/article/view/166

Anda mungkin juga menyukai