Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

GEOGRAFI IMAM AHMAD IBNU HANBAL

Dosen Pengampu: Drs. H. Johansyah Asmuni

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
Soraya NIM : 2022862088378
Nur Hasanah NIM: 2022862088348
Irfan Hakim NIM: 2022862088298
Ahmad Ariyanto NIM: 2022862088252
Gilang Ramadhan NIM: 2022862088288

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


FAKULTAS TARBIYAH
KUALA KAPUAS
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan- Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata
kuliah Tarikh Tasyri dengan judul “ GEOGRAFI IMAM AHMAD IBNU
HANBAL ”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Hormat kami

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2

BAB I...................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..................................................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..................................................................................................4

C. Tujuan Masalah......................................................................................................4

BAB II..................................................................................................................................5

PEMBAHASAN....................................................................................................................5

A. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Latar Belakang Pendidikannya.................5

B. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hanbal
dalam Menetapkan Hakum Islam serta Metode Istidlalnya...........................................8

C. karakteristik mahdab imam ahmad ibnu hanbal..................................................11

BAB III...............................................................................................................................13

PENUTUP..........................................................................................................................13

A. Kesimpulan..........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan hukum Islam setelah Rasulullah SAW wafat
berkambang begitu pesat. Hal itu dikarenakan pola pikir umat Islam
dalam berpendapat tentang hukum berbeda-beda. Umat Islam
mengalami dilematis dalam menetapkan hukum setelah Rasulullah
wafat, karena begitu banyak masalah-masalah hukum baru yang
muncul yang belum ada nashnya dalam Alquran dan Hadis. Dengan
demikian muncullah berbagai pendapat mengenai hukum tentang
suatu hal. Dalam islam hal seperti ini dibolehkan dengan syarat harus
di musyawarahkan dengan ulama-ulama yang lain atau dengan kata
lain berijtihad. Jika kita tidak mampu berijtihad dikarenakan
keterbatasan pengetahuan kita, maka kita harus mengikuti ijtihad dari
salah seorang mujtahid yang ia percayai. Dari situlah muncul hukum-
hukum islam dari hasil ijtihad para ulama, yang mana lahirlah yang
disebut mazhab.
Dari penjelasan di atas, kami akan membahas lebih lanjut
mengenai mazhab-mazhab fiqih tersebut. Yang khususnya membahas
tentang madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal. Dalam pembahasan
makalah ini tentulah jauh dari kata sempurna. Itu dikarenakan
keterbatasam kami dalam mengetahui mazhab Imam Ibn Hanbal, yang
mana kami hanya berpedoman pada beberapa referensi saja. Oleh
karena itu mohon koreksi dari berbagai pihak agar makalah ini dapat
lebih baik.

3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Imam Ahmad Ibnu Hanbal?
2. Bagaimana Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hanbal dalam
Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidlalnya?
3. Bagaimana Karakteristik Mahdzab Imam Ahmad Ibnu
Hanbal?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Riwayat Hidup Imam Ahmad Ibnu
Hanbal.
2. Untuk Mengetahui Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hanbal Dalam
Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidlalnya.
3. Untuk Mengetahui Karakteristik Mahdzab Imam
Ahmad Ibnu Hanbal.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Latar Belakang


Pendidikannya
1. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hanbal1
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibnu
Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syabaniy.
Beliau lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun
164H/780.2Ahmad bin Hanbal dibesarkan dalam keadaan yatim
oleh ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih
bayi. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul Malik
ibn Sawadan ibn Hindun al-Syaibaniy. Ahmad ibn Hanbal
berasal dari keturunan Bani Syaiban, salah satu kabilah yang
berdomisili di semenanjung Arab. Sejak kecil beliau telah
menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik
simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah
menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan,
kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu
pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar mengahafal Al
Qur’an, kemudian belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi
dan sejarah sahabt serta para tabi’in.
Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk
berapa kali, disanalah beliau bertemu dengan Imam Syafi ’i.
Beliau juga pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di
antaranya guru beliau yang lain adalah Yusuf Al-Hasan bin
Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam
Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan
hadits, dan beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits-hadits

1
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzhahib al-Khamsah,
(Jakarta: Penerbit Lentera, 2013) hlm. xxxi-xxxii
2
Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih lima mazhab,(Jakarta: Penerbit
Lentera, 2015) hlm. 28
5
yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau
berhasil mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama
Musnad Ahmad bin Hanbal. Beliau mulai mengajar ketika
berusia 40 tahun.
Imam Hambali hidup dalam kurun waktu yang penuh
dengan fitnah yang mengatakan bahwa al-Quran adalah baru
makhluk. Sehingga timbul golongan Mu’tazilah. Ahmad bin
Abi Duab Al-Mu’tazili adalah wazir atau menteri pada masa
Al-Ma’mun yang mewujudkan fitnah. Al-Ma’mun condong
pada pendapat Mu’tazilah, maka dia memaksa para ulama dan
para hakim untuk menyuarakan madzhab yang sesat.
Kebanyakan ulama yang menerima seruannya itu karena tidak
berdaya lain hal dengan Ahmad bin Hambal, beliau enggan
mendukung pendapat itu karena tetap mempercayai bahwa al-
Quran adalah percakapan Allah dan percakapan Allah adalah
salah satu sifat-Nya. Ibnu Hambal di bawa menghadap Al-
Ma’mun dengan tangannya terikat. Kemudian Al-Ma’mun
meninggal dunia lalu digantikan oleh Al-Mu’tasim. Al-
Mu’tasim memegang jabatan khalifah, Ibnu Abi Duab masih
tetap kementerian, manakala Ibnu Hambal yang dikurung atau
ditahan menanti hukuman. Ibnu Hambal dibujuk oleh mereka
tetapi beliau tetap dalam pendiriannya. Beliau dipukul dengan
kuat sehingga beliau jatuh pingsan beberapa kali. Mereka
mengurung Ibnu Hambal dalam penjara selama dua tahun
setengah.
Sesudah Al-Mu’tasim diganti oleh Al-Wathik, Al-
Wathik tidak lagi mengusir atau menyakiti Ibnu Hambal tetapi
dia hanya melarang Ibnu Hambal untuk tidak mempengaruhi
orang banyak. Setelah Al-Wathik meninggal dunia digantikan
oleh Al-Mutawakki. Khalifah Al-Mutawakkil berusaha untuk
menghilangkan persengketaan fitnah. Imam ahmad bin Hambal
kembali mengajar seperti biasa. Beliau telah mengalami
6
penderitaan selama empat belas tahun. Al-Mutawakkil
beberapa kali menawarkan kepada Ibnu Hambal dengan harta
kekayaan tetapi tidak diterima namun karena keadaan yang
tidak dapat dielakkan akhirnya beliau terpaksa menerima. Pada
akhirnya, Al-Mutawakkil meyakini keikhlasan Ibnu Hambal,
beliau tidak akan menerima satupun hasutan terhadapnya.
Ibnu Hambal mengalami sakit yang membawa kepada
kematian. Ketika beliau dalam keadaan sakit tidak ada perkara
yang membuat hatinya selalu berpikir kecuali beberapa perkara
yaitu sholat. Ibnu Hambal terkena penyakit demam panas pada
hari pertama di bulan Rabiul Awwal tahun 240 Hijriah,
sehingga beliau tidak mampu untuk berjalan di rumahnya
melainkan dengan pertolongan. Ibnu Hambal meninggal dunia
pada hari jum’at tanggal 12 bulan Rabiul Awwal tahun 241
Hijriah. Jenazah beliau dimandikan oleh Abu Bakar Ahmad bin
Al-Hujjaj Al-Maruzi, Jenazah beliau dikebumikan sesudah
shalat jum’at di Baghdad dan juga diiringi oleh puluhan ribu
rakyat jelata.
2. Latar Belakang Pendidikan Imam Ahmad Ibnu Hanbal3
Gaya hidup Imam Ahmad Ibnu Hanbal sehari-hari terlihat
sangat sederhana dan hanya memeiliki sebuah rumah yang
sebagian ditempati oleh keluarga beliau dan sebagiannya lagi
untuk disewakan. Sekalipun demikian kemasyhuran namanya
tidak berkurang, bahkan semakin bertambah sebab kecintaan
beliau terhadap ilmu telah terlihat sejak kecil dan terus menerus
sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan mata
pencahariannya. Bahkan sejak berumur 14 tahun beliau sudah
menulis dan mengarang.
Dalam perjalanan studynya, beliau banyak sekali
mengunjungi berbagai daerah dan negara untuk mencari ilmu

3
Muhammad Ma’shum Zein, Arus Besar Pemikiran Empat Madzhab,
cetakan pertama (Jombang Jatim: Darul Hikmah, 2008), hlm. 186-188
7
pengatahuan, diantaranya adalah Siriya, Ijaz, Yaman, Kuffah
dan Basrah untuk beberapa kali bersamaan dengan Imam al-
Syafi’iy. Lalu berguru kepada Sufyan Ibn ‘Uyainah, Ibrahim ibn
Sa’ad dan Yahya ibn Qathan. Dari usaha yang tidak mengenal
lelah itulah, maka beliau dapat mengumpulkan dan
menghimpun 40.000 ribu al-Hadits dalam kitab Musnadnya.
Dari keahlian yang dimiliki inilah,, beliau dimasukkan
kelompok “Muhadditsin” bukan Imam Mujtahid, sebagaimana
komentar Idris al-Haddad, dalam kitab I’anah bahwa Imam
Ahmad Ibnu Hanbal adalah seorang periwayat al-Hadits yang
tidak ada tandingannya pada masanya, bahkan beliau tidak
dapat dikelompokkan ‘ulama’ ahli fiqh.4
Selanjutnya, dalam bidang fiqh Imam Ahmad ibn Hanbal
belajar kepada Imam Syafi’I dan langsung menjadi pengikut
setianya, bahkan tidak pernah berpisah kemanapun guru pergi
kecuali setelah Imam Syafi’iy pindah ke Mesir. Imam Syafi ’iy
juga belajar al-Hadits dari beliau, tetapi setelah merasa
memiliki kemampuan untuk berijtihad sendiri, maka Imam
Ahmad ibn Hanbal melepaskannya dan selanjunya bahkan
membentuk madzhab sendiri.

B. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam


Ahmad Ibnu Hanbal dalam Menetapkan Hakum Islam serta
Metode Istidlalnya
1. Pola Pemikiran dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Imam Ahmad Ibnu Hanbal dalam Menetapkan Hukum
Islam5
Fiqh Ahmad ibn Hanbal pada dasarnya lebih banyak
didasarkan pada al-Hadits al-Shahih, yang diambil hanyalah al-

4
Juhaya S. Praja, Perbandingan Madzab Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm. 110
5
Muhammad Ma’shum Zein, Arus Besar Pemikiran Empat Madzhab,
hlm. 188-190
8
Hadits al-Shahih tanpa mau memperhatikan pada adanya faktor
lainnya dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat, maka fatwa
sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi jika ditemukan adanya
beberapa fatwa para sahabat dan fatwa mereka tidak seragam,
maka yang dipilih fatwa mereka yang mendekati al-Qur ’an dan
al-Hadits.
Imam Ahmad ibn Hanbal termasuk “Ahl al-Hadits” dan
bukan sebagai “Ahl Fiqh”, maka tempak dengan jelas bahwa
“Al-Sunnah” sangat mempengaruhi dirinya dalam menetepkan
hukum. Karena beliau termasuk Imam Rihalah, ada juga
pengaruhnya dalam menghadapi berbagai macam perubahan
keadaan yang sudah barang tentu jauh berbeda dari keadaan di
masa Nabi SAW yang diketahuinya dari beberapa al-Hadits,
khususnya yang berkaitan dengan al-Hadits al-Siyasah
Dari faktor itulah, maka beliau dalam mensikapi keadaan
sosial politik, selalu menggunakan Mashlahah Mursalah dan
Istihsan sebagai dasar hukumnya selama nash atau qaul al-
Shahabat tidak ditemukan. Sebagaimana tercermin pada pola
pemikirannya yang sangat kuat dalam berpegang teguh kepada
al-Hadits, bahkan hal tersebut menjadikan dirinya terlalu takut
menyimpang dari ketentuan al-Hadits, begitu juga al-Atsar,
mengingat posisinya sebagai ahl al-Hadits dan sebab dasar
pijakan fiqhnya lebih banyak kepada al-Hadits.

2. Metode Istidlal Imam Ahmad Ibnu Hanbal dalam


Menetapkan Hukum Islam6
Metode istadlal Imam Ahmad Ibn Hanbal yang dipakai
menetapkan hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an dan al-Sunnah al-Shahih
Jika beliau sudah menemukan nash, baik dari al-Qur’an
maupun al-Hadits al-Shahih, maka dalam menetapkan hukum
6
Muhammad Ma’shum Zein, Arus Besar Pemikiran Empat Madzhab,
hlm. 190-191
9
Islam adalah dengan nash tersebut sekalipun ada faktor-faktor
lain yang boleh jadi bisa dipakai bahan pertimbangan.
2. Fatwa Para Shahabat Nabi SAW
Jika tidak ditemukan dalam nash yang jelas, maka beliau
menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi SAW yang
tidak ada perselisihan diantara mereka. Apabila terjadi
perselisihan, maka yang diambil adalah fatwa-fatwa yang
beliau pendang lebih dekat kepada nash, baik al-Qur’an
maupun al-Hadits.
3. Al-Hadits al-Mursal al-Hadits al-Dla’if
Jika dari ketiganya tidak ditemukan, maka beliau
menetapkannya dari dasar al-Hadits al-Mursal atau al-Hadits
al-Dla’if, sebab yang dimaksud dengan al-Hadits al-Dla ’if
menurut Ahmad ibn Hanbal adalah karena al-Hadits ini terbagi
menjadi dua, yaitu, Shahih dan Dla’if, bukan Shahih, Hasan,
dan Dla’if seperti kebanyakan ulama Al-Hadits lain.
4. Al-Qiyas
Jika dari semua sumber diatas tetap saja ditemukan, maka
Imam Ahmad ibn Hanbali menetapkan hukum Islam dengan
mempergunakan al-Qiyas dan Mashlahah Mursalah, terutama
di bidang sosial politik.
Adapun hal-hal yang berkaitan masalah hukum “halal” dan
“haram” beliau sangat teliti dalam mengkaji beberapa al-Hadits dan
sanadnya yang terkait dengannya, tetapi beliau sangat longgar dalam
menerima al-Hadits yang berkaitan dengan masalah “Akhlaq ”, Fadla ’il
al-a’mal atau adat istiadat yang terpuja, dengan persyaratn sebagai
berikut: “Jika kami telah menerima al-Hadits Rasulullah yang
menjelaskan masalah “Halal-Haram” atau perbuatan sunnah hukum-
hukumnya, maka aku melakukan penelitian al-Hadits secara ketet dan
cermat, begitu juga sanad-sanadnya. Tetapi jika berkaitan dengan
fadlail al-a’mal atau tidak berhubungan dengan hukum, kami sedikit
agak longgar”.
10
C. karakteristik mahdab imam ahmad ibnu hanbal
Pada hakikatnya para ulama’ seapakat bahwa imam ibnu
hanbal adalah seorang pemuka ahli Al-Hadits, dan tidak pernah
menulis secara langsung kitab fiqh, sebab semua masalah fiqh yang
dikaitkan dengan diri beliau hanyalah berasal dari fatwa-fatwanya
yang menjadi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaanyang pernah
diajukan terhadap beliau, sedang yang menyusunnya adalah para
pengikutnya.
Selanjutnya fiqh Ahmad ibn Hanbal itu pada dasarnya lebih
banyak didasarkan pada Al-Hadits, dalam artian jika terdapat
dalam hadits al-shahih, yang diambil hanyalah al hadits al-shahih
tanpa memperhatikan yang lainnya. Dan jika ditemukan adanya
fatwa sahabat, maka fatwa sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi
apabila ditemukan beberapa fatwa sahabat dan fatwa mereka tidak
seragam, maka yang dipilih fatwa mereka yang mendekati Al-
Qur’an dan Al-Hadits.
Jika para sahabat itu berbeda dalam suatu masalah, maka
keduannya dipakai sebagai hujjah. Akan tetapi jika ditemukan
adanya hadits al-mursal atau dla’if, maka beliau lebih
mendahulukan Al-Hadits dari pada Al-Qiyas. Karena hal itukah
Al-Qiyas tidak digunakan kecuali dalam keadaan terpaksa,
sehingga beliau tidak suka menggunakan fatwa yang tanpa dasar
atsar.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa imam ahmad ibn
Hambal lahir dan hidup di Baghad, sedang kota Baghdad sendiri
sebagai ibu kota khilafah isma’iliyyah yang peradabannya lebih
maju dari hijaz pada umumnya. Begitu juga masyarakatnyayang
sangat heterogen, sehingga semua masalah hukum yang muncul di
Baghdad, lebih banyak dan lebih variatif dibandingkan yang
muncul di Madinah atau di Hijaz pada umumnya.
Dalam keadaan seperti itulah, Ahmad ibn Hanbal
mengembangkan ajarannnya. Mengingat beliau terkenal sebagai
11
orang yang ahli Al-Hadits, bahkan pada masanya sebagai imam as-
sunnah, maka dengan mudah beliau dapt melihat terjadinya
perbedaan hasil ijtihad antara Imam Abu hanifah dan imam ibnu
Hanbal yang keduannya hidup dalam satu kota, hanya saja yang
satu termasuk kelompok Al-Hadits. karena beliau imam ahmad ibn
hanbal termasuk golongan Al –hadits bukan termasuk Ahlu Fiqh,
maka tampak dengan jelas bahwa As-Sunnah sangat
mempengaruhi dirinya dalam menetapkan hukum. karena beliau
termasuk imam rihalah, ada juga pengaruhnya dalam menghadapi
berbagai macam perubahan keadaan yang sudah barang tentu jauh
berbeda dari keadaan dimasa Rasulullah SAW. yang diketahuinya
dari Al-Hadits, khususnya yang berkaitan dengan Al-Hadits al-
siyasah.
Dari factor itulah maka, imam ibn hanbal dalam mensikapi
keadaan sosial politik, selalu menggunakan mashlahah mursalah
dan istihsan sebagai dasar hukumnya selama nash atau qaul al-
sahhabat tidak ditemukan, sebagaimana yang tercermin pada pola
pemikirannya yang sangat kuat dalam berpegang teguh kepada Al-
Hadits, bahkan hal tersebut menjadiakn dirinya terlalu takut
menyimpang dari ketentuan Al-Hadits, begitu juga al-atsar,
mengingat posisinya sebagai ahl Al-Hadits. Hal seperti itu tampak
jelas sekali ketika beliau menghadapi terjadinya perbedaan
apandangan diantara para tabi’in, dimana beliau tidak berani
memilih antara pendapat-pendapat yang ditentukan oleh mereka,
apalagi pendapat para nabi SAW.
Oleh karena itulah, maka para ulama’ berselisih pandangan
tentang posisi imam ahmad ibn hanbal sebagai ulama’yang ahli
dalam bidang fiqh, sebab kenyataanya imam ahmad ibn hanbal
tidak terlalu mempertimbangkan adanya pendapat-pendapat saat
menghadapi perbedaan dalam masalah fiqh di kalangan fuqoha’,
mengingat posisinya sebagai ahl Al-Hadits, sehinggga beliau tidak

12
dimasukkan kedalam kelompok al-fiqh, sebab dasar pijakan
fiqhnya lebih banyak ke al-Hadist.

BAB III

13
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Hanbal Ibnu Asad Ibnu Idris Ibnu
Abdullah Ibnu Hasan al-Syabaniy. lahir di Baghdad pada bulan Rabiul
Awal tahun 164H/780. Ahmad ibnu Hanbal berasal dari keturunan Bani
Syaiban, salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arab. Sejak
kecil beliau telah menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga
menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah
menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan. Ibnu Hambal
meninggal dunia pada hari jum’at tanggal 12 bulan Rabiul Awwal tahun
241 Hijriah
Metode istadlal Imam Ahmad Ibnu Hanbal yang dipakai
menetapkan hukum Islam adalah sebagai berikut:
a) Al-Qur’an dan al-Sunnah al-Shahih
b) Fatwa Para Shahabat Nabi SAW
c) Al-Hadits al-Mursal al-Hadits al-Dla’if
d) Al-Qiyas
Pada hakikatnya para ulama’ seapakat bahwa Imam Ibnu Hanbal
adalah seorang pemuka ahli Al-Hadits, dan tidak pernah menulis secara
langsung kitab fiqh, sebab semua masalah fiqh yang dikaitkan dengan diri
beliau hanyalah berasal dari fatwa-fatwanya yang menjadi jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaanyang pernah diajukan terhadap beliau,
sedang yang menyusunnya adalah para pengikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
14
Jawad, Muhammad Mughniyah.2013. al-Fiqh ‘ala al-Madzhahib al-
Khamsah, Jakarta: Penerbit Lentera.
Jawad, Muhammad Mughniyah.2015. fiqih lima mazhab. Jakarta: Penerbit
Lentera.
Ma’shum, Muhammad Zein.2008. Arus Besar Pemikiran Empat
Madzhab, cetakan pertama. Jombang Jatim: Darul Hikmah.
S. Juhaya Praja.2008.Perbandingan Madzab Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: CV Pustaka Setia.

15

Anda mungkin juga menyukai