Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FILSAFAT IBNU THUFAIL


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam

Dosen Pembimbing :
Dr. Ajid Hakim M.Ag
Riki Hermawan, M.Hum

Disusun Oleh:
Kelompok 9

Lenny Salsha Amalia (1225010086)


Moch Azka Shohibul Musyaffa (1225010099)
Muhamad Abdul Matin (1225010103)

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim, dengan menyebut nama allah yang maha pengasih lagi mah
a penyayang, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan s
egala rahmat serta nikmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai ya
ng berjudul Filsafat Ibnu Thufail ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kami tuju
kan kepada junjungan nabi akhir zaman, baginda nabi Muhammad SAW kepada keluarganya
dan kepada kita semua selaku ummat baginda nabi Muhammad SAW, semoga kita selalu ber
ada dalam lindungan dan rahmat allah serta mendapatkan syafa’at kelak pada hari kiamat na
nti. Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Ajid Hakim, M.Ag.
dan Bapak Riki Hermawan, M.Hum selaku dosen mata kuliah Filsafat Islam yang telah me
mberikan tugas ini sehingga dapat menambah dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni dan kami berterima kasih juga kepada semua pihak yang telah berkontribusi den
gan baik mulai dari pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengala
man bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca pra
ktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kelompok kami. Untuk itu ka
mi sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaa
n makalah ini.

Bandung, 17 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................1

C. TUJUAN MASALAH.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. BIOGRAFI IBNU THUFAIL..................................................................................2

B. PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU THUFAIL...........................................................2

C. KARYA-KARYA IBNU THUFAIL.......................................................................5

BAB III PENUTUP...........................................................................................................6

A. KESIMPULAN.....................................................................................................6

B. SARAN..................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam bukan hanya agama, tetapi juga merupakan tradisi intelektual yang memiliki
warisan pemikiran yang kaya. Pemahaman tentang keyakinan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip
dasar dalam Islam akan membantu dalam menafsirkan dan memahami kerangka pemikiran
filsafat Islam.
Pemikiran Ibnu Tufail, terutama melalui karyanya "Hayy ibn Yaqzan", memiliki
dampak yang signifikan pada tradisi filsafat Islam. Karya tersebut mempengaruhi
perkembangan pemikiran filsafat Islam selanjutnya, termasuk pemikiran Ibn Rushd
(Averroes) dan Ibn Arabi. Memahami pengaruh dan peran Ibnu Tufail dalam konteks filsafat
Islam akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang warisan pemikirannya.
Pemikiran Ibnu Tufail juga memiliki relevansi kontemporer. Konsep-konsep dan
pemikiran yang diajukan oleh Ibnu Tufail, terutama seputar hubungan antara agama, filsafat,
dan ilmu pengetahuan, dapat memberikan wawasan berharga dalam memahami isu-isu
kontemporer yang melibatkan filsafat.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam makalah ini:


1. Siapa itu Ibnu Thufail?
2. Bagaimana pandangan Ibnu Thufail dalam Filsafat Islam?
3. Bagaimana pemikiran filsafat Ibnu Thufail?

C. TUJUAN MASALAH

Makalah ini dibuat bertujuan untuk:


1. Mengetahui salah satu tokoh filsafat yaitu Ibnu Thufail.
2. Mengetahui isi pemikiran Ibnu Thufail.
3. Mengetahui hasil pemikiran Ibnu Thufail dalam sebuah karya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IBNU THUFAIL

Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail al-
Qisiy. Di Barat Ibnu Thufail terkenal dengan sebutan Abubacer. Beliau lahir di Wady asy
dekat Granada di Andalus pada tahun 506 H/1110 M di kota Guadix, Granada. Keturunan
Ibnu Thufail termaksud keluarga suku arab yang terkemuka, yaitu suku qais.1
Beliau dikenal dengan ahli dalam bidang kedokteran, ilmu falak, sastra, dan filsafat.
Beliau adalah dokter pribadi Abu Ya'kub Yusuf Al-Mansur, khalifah kedua dari dinasti
Muwahhidin dan guru dari Ibnu Rusyd.2 Ibnu Tufail memulai karirnya bermula sebagai
dokter praktik di Granada. Karena reputasi atas jabatannya itu, maka ia diangkat menjadi
sekretaris gubernur di provinsi itu. Pada tahun 1154 M beliau di angkat menjadi sekretariat
gubernur di provinsi itu. Ibnu thufail menjadi sekretaris pribadi gubernur Cueta dan Tangier,
penguasa muwahhid Spanyol pertama yang merebut atau menaklukkan Maroko. Beliau juga
menjabat dokter tinggi dan menjadi qadhi di pengadilan pada khalifah Muwahhid Abu
Ya‟qud Yusuf(558 H/1163 M - 580 H./1184 M).3 Posisinya sebagai dokter pribadi digantikan
oleh muridnya setelah dirinya wafat pada tahun 1185.4
Ibnu Thufail memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan pada masa pemerintahan
khalifah Abu Ya'kub Yusuf. Dia memberi ruang dan waktu kepada Ibnu Thufail untuk
berfilsafat. Sikap kekhalifahan membuat pemerintahan tampak seperti sosok pemikiran
filosofis dan menjadikan Spanyol sebagai “tempat kelahiran kembali negeri Eropa”. Ibnu
Thufail diberi kedudukan tinggi sehingga bisa mengumpulkan orang untuk mengomentari
buku-buku Aristoteles. Salah satu muridnya ialah Ibnu Rusyd.5
Ibnu Thufail juga memiliki banyak karya dalam berbagai ilmu pengetahuan
(astronomi, pengobatan dan filsafat). Seperti karya filsafatnya yang terkenal Hayy bin
Yaqdhan (si Hidup anak si Bangun). Kisah ini juga ditulis oleh Ibnu Thufail atas permintaan
1
Drs. H. Ibrahim, M.Pd, /Filsafat Islam Masa Awal/, (Gowa: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Rumah
Buku Carabaca Makassar, 2016), hlm. 109.
2
Agustinus Ryadi, /Kesadaran Akan Immortalitas Jiwa Sebagai Dasar Etika/ , (Sidoarjo: Zifatama Publishing
bekerjasama dengan Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, 2013), hlm. 46.
3
Ibid , hlm. 109.
4
Ibid , hlm. 46.
5
Ibid , hlm. 46.
sahabatnya yang ingin mengetahui kebijakan dari Timur (al-Hikmat al-Masyriqiyyat). Meski
orisinalitas buku ini dipertanyakan, Ibnu Thufail berhasil membuat kisah ini menjadi roman
filosofis yang unik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya terjemahan buku ini ke dalam
berbagai bahasa.6

B. PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU THUFAIL

Ibnu Thufail membangun filsafatnya setelah mengkritisi pandangan filosofis para


filsuf-filsuf Muslim terdahulu, yang diantaranya adalah Ibnu Bajjah, Al-Farabi, Al-Ghazali,
dan Ibnu Sina. Menurutnya Ibnu Bâjjah dinilai kurang berpandangan luas. Ibnu Bajjah
mengembangkan filsafat hanya berdasarkan akal dan logika. Ibnu Thufail menambahkan
bahwa membangun filsafat perlu didasarkan juga pada tasawwuf.
Beliau pun menilai Al-Farabi memiliki sikap ragu-ragu dan tidak memberi kepastian
pada masalah-masalah filsafat. Kemudian Al-Ghazali juga dinilainya sebagai filsuf bermuka
dua, lalu Ibnu Sina juga dinilai sebagai filsuf tidak konsisten.7
Ibnu Thufail juga menjelaskan bahwa filsafat dapat tumbuh dan berkembang dalam
diri setiap individu. Tumbuh dan berkembangnya filsafat tidak dibatasi oleh maju atau
tidaknya masyarakat. Tujuan filsafat adalah untuk mencapai kebahagiaan dengan mampu
mengidentifikasi dengan akal Fa'al melalui akal (pemikiran). Tanpa pengajaran dan petunjuk,
akal manusia dapat mengetahui wujud Tuhan, yaitu melalui tanda-tanda-Nya pada makhluk-
Nya dan menegakkan dalil-dalil atas wujud-Nya itu. Ibnu Thufail mengakui bahwa agama
lebih bersifat praktis daripada filsafat. Karena agama menuntun langsung
menuju keselamatan manusia. Melalui filosofinya, manusia dapat mengenal Tuhan dan
mencapai Makrifat (pengetahuan) akan Tuhan. Filsafat dapat mengkaji makna agama,
meskipun tidak dapat menyelami sebagian aspek agama. Akhirnya beliau sampai pada
kesimpulan bahwa filsafat dapat membimbing manusia pada hakekat kebenaran.8
Ibnu Thufail membagi perkembangan akal manusia menuju hakikat kebenaran
menjadi enam bagian. Pertama, melalui ilmu Hayy bin Yaqzan, yaitu melalui kekuatan
akalnya sendiri, yang memperhatikan perkembangan alam makhluk itu, bahwa setiap
kejadian pasti ada penyebabnya. Kedua, cara pemikiran Hayy bin Yaqzan tentang rotasi
teratur benda-benda besar seperti matahari, bulan, dan bintang di langit. Ketiga, berpikir

6
Ibid , hlm. 47.
7
Opcit, hlm 47.
8
Opcit, hlm 48.
bahwa puncak kebahagiaannya sedang mempersiapkan keberadaan wajibal wujud dari Yang
Maha Esa. Keempat, menganggap bahwa manusia ini hanyalah sebagian dari
makhluk hewani, tetapi dijadikan Tuhan untuk kepentingan yang lebih tinggi dan yang
terpenting dari hewan. Kelima, berpikir bahwa kebahagiaan dan keselamatan manusia dari
kehancuran hanyalah terdapat pada pengekalan penyaksiannya terhadap Tuhan Wajibal-
Wujud. Keenam, mengakui bahwa manusia dan alam makhluk ini adalah fana dan semuanya
kembali kepada Tuhan. 9
Melalui kekuatan akal pemikiran filosof, dapat melihat bahwa adanya kekuatan
transendental yang melampaui dan berbeda dari alam, yang merupakan sumber segala
sesuatu. Filosof Alam menyebutnya Aveiron, Aristotoles menyebutnya penggerak yang tak
bergerak. Kemudian filosof muslim mengklaim bahwa itulah yang disebut Allah. Inilah
islamisasi pemikiran filosof. Jadi, melalui akal filosof dapat mengenal dan mengetahui
adanya wujud di luar alam, yang dinamakan dengan penggerak yang tidak bergerak,
kemudian al-Kindi menamakan-nya penggerak pertama.10
Berikut beberapa inti ajaran Ibnu Thufail, seperti Metafisika (ke-Tuhanan), Fisika,
Manusia, dan Epistimologi.

1. Metafisika (ke-Tuhanan)
Ibnu Thufail memulai filsafatnya dengan Metafisika (ke-Tuhanan). Dalam
membuktikan adanya Tuhan Ibnu Thufail mengemukakan tiga argument, yaitu argumen
gerak, argumen materi dan argumen Alghaiyyat dan Al-inayat al ilahiyat. Argumen gerak,
pergerakan alam adalah bukti adanya Allah. Baik untuk orang yang percaya pada alam baru
serta bagi orang-orang yang meyakini alam qadim. Bagi orang yang percaya alam itu baru,
berarti gerak alam dari ketiadaan menjadi keberadaan alam itu ada (diciptakan). Oleh karena
itu, keberadaan alam dari ketiadaan itu pasti membutuhkan pencipta yaitu Allah. Sementara
bagi mereka yang mengatakan bahwa alam itu qadim, gerak alam berarti tidak berawal dan
tidak berakhir. Karena zaman tidak mendahuluinya, arti gerak ini juga tidak didahului oleh
diam. Disini, penggerak alam (Allah) berfungsi mengubah materi dari alam potensial ke
aktual. Disitulah letak keistimewaan argumen gerak Ibnu Thufail mengubah dari satu bentuk
kebentuk yang lain, yakni dapat dipahami oleh semua golongan. Dengan argumen diatas,
Ibnu Thufail secara tidak langsung memperkuat argumentasi bahwa tanpa wahyu akal dapat
mengetahui adanya Allah.

9
Dr. Asep Sulaiman, M.Pd, / Mengenal Filsafat Islam/ , (Bandung: Fadillah Press, 2016), hlm. 121.
10
Opcit, hlm 112.
Kemudian argumen materi, argumen materi biasanya dikaitkan dengan argumen
kosmologis yang menyatakan bahwa alam semesta memiliki awal yang disebabkan oleh
suatu entitas yang menjadi penyebab pertama (Tuhan). Argumen ini berpendapat bahwa
Tuhan adalah entitas yang paling sempurna dan keberadaannya tidak dapat disangkal. Ibnu
Tufail menyatakan bahwa dalam pemahaman dan kontemplasi yang mendalam, manusia akan
menyadari adanya konsep tentang Tuhan yang lebih sempurna daripada konsep tentang
entitas apa pun yang ada dalam alam semesta. Dengan demikian, keberadaan Tuhan adalah
keberadaan yang tidak dapat disangkal.
Lalu argumen Alghaiyyat dan Al-inayat al ilahiyat, Menurut Ibnu Thufail, bahwa
segala yang ada di alam ini memiliki tujuan tertentu, ini merupakan inayah dari Allah. Ibnu
thufail yang berpegang pada argumen ini sesuai dengan Al-Qur‟an, menolak bahwa alam
diciptakan secara kebetulan. Alam ini, masih menurut Ibnu Thufail, sangat rapi dan sangat
teratur. Semua planet, begitu juga jenis hewan dan anggota tubuh pada manusia memiliki
tujuan tertentu. Demikian tiga argumen yang dikemukakan Ibnu Thufail. Adapun mengenai
Dzat Allah, Ibnu Thufail sependapat dengan kaum Mu‟tazilah sifat-sifat Allah yang maha
sempurna tidak berlainan dengan Dzat-Nya. Allah berkuasa bukan dengan sifat ilmu dan
kudrat yang dimiliki. Melainkan dengan Dzat Allah itu sendiri.

2. Fisika
Sebelumnya telah dibahas tentang golongan yang mengakui bahwa alam itu baru atau
mereka yang mengakui alam itu qadim. Mengenai alam ini, Ibnu Thuifail adalah penganut
keduanya. Beliau mempercayai bahwa alam itu baru sekaligus alam itu qadim. Menurut Ibnu
Thufail, alam itu ialah qadim karena ia diciptakan sejak azali, tanpa di dahului zaman. Alam
disebut baru karena ia membutuhkan dan bergantung pada Dzat Allah. Ibnu Thufail
mencontohkan, ketika seseorang menggenggam suatu benda, kemudian ia gerakkan benda
tersebut, maka benda itu mesti bergerak mengikuti gerak tangan orang tersebut. Gerakan
benda tersebut tidakterlambat dari segi zaman dan hanya terlambat dari segi zat. Demikian
alam ini, keseluruhannya adalah akibat dan diciptakan Allah tanpa zaman.

3. Manusia
Ajaran berikutnya ialah manusia, terdiri dari dua Unsur yakni jasad dan Ruh (al-
madat al ruh). Tubuh tersusun dari unsur-unsur sedangkan jiwa tidak. Jiwa bukanlah jiwa dan
bukan pula sesuatu yang ada didalam jiwa. Ketika badan hancur atau mengalami kematian,
jiwa lepas dari badan, dan kemudian jiwa yang pernah mengenal Allah yang berada di dalam
jasad akan hidup dan kekal. Jiwa terdiri dari tiga tingkat: jiwa tumbuhan (an-nafs al
nabawiyat), jiwa jiwa hewan dan jiwa manusia. Ketiga jiwa tersebut merupakan sebuah
tingkatan dari yang terendah hingga tertinggi yaitu jiwa manusia. Dalam menjabarkan hal ini,
Ibnu Thufail kemudian mengelompokkan jiwa hubungannya dengan Allah kedalam tiga
golongan, yaitu jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah,
mengagumi kebesaran dan keagungannya serta selalu ingat kepadanya, maka jiwa seperti ini
akan kekal dalam kebahagiaan. Lalu jiwa yang mengenal Allah namun bermaksiat, akan
abadi dalam keseng. Adapun jiwa yang tidak mengenal Allah selama hidupnya, akan berakhir
seperti hewan. Dalam hal ini, Ibnu Thufail menetapkan tanggung jawab manusia dihadapan
Allah berdasarkan pengetahuannya tentang Allah. Orang yang mengenal Allah dan berbuat
kebaikan, akan tetap dalam kebahagiaan.

4. Epistimologi
Ibnu Thufail mengatakan, sebagaimana dikemukakan dalam kisah Hay Ibnu Yaqzan,
bahwa makrifat dimulai dari panca indra. Hal-hal metafisik dapat diketahui melalui akal dan
intuisi. Makrifat dapat dilakukan dengan dua cara, seperti pemikiran atau renungan akal
sebagaimana yang dilakukan oleh para filosof muslim dan tasawuf sebagaimana yang
dilakukan oleh para kaum sufi, kesesuaian nalar dan intuisi yang merupakan epistemologi
Ibnu Thufail. Menurut Ibnu Thufail, ma’rifat tasawuf dapat diamalkan dengan segala latihan-
latihan rohani dengan serius. Semakin tinggi latihan, semakin jelas dan hakikat semakin
tersingkap.11

C. KARYA-KARYA IBNU THUFAIL

Salah satu karya terkenalnya adalah “Risalah fi Asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah


Hayy ibn Yaqzhan” (Hayy ibn Yaqzan). Lalu Rasail fi an-Nafs, fi Biqa al-Maskunah wa al-
Ghair al-Maskunah. Karya ini telah memberikan kontribusi penting dalam tradisi filsafat
Islam. Berikut ini adalah beberapa karya-karya Ibnu Thufail yang diketahui, seperti buku
tentang kedokteran yang diriwayatkan oleh al-Marakusyi serta risalah yang berisikan surat-
surat tentang persoalan filsafat yang ia lakukan dengan Ibn Rusyd. 12 Ibnu Thufail juga

11
Opcit, hlm. 122-124.
12
Muhammad Usman, /Tuhan Perspektif Ibn Thufayl Dalam Novel Hayy Ibn Yaqzhan/ , (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2019), hlm. 34.
memiliki banyak karya dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti astronomi, pengobatan dan
filsafat).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Abu Bakar Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail al-Qisiy adalah nama lengkap
dari Ibnu Thufail. Ibnu Thufail terkenal dengan sebutan Abubacer dibarat. Beliau lahir di
Wady asy dekat Granada di Andalus pada tahun 506 H/1110 M di kota Guadix, lalu wafat
pada tahun 1185 M. Ibnu Thufail juga menjelaskan bahwa filsafat dapat tumbuh dan
berkembang dalam diri setiap individu. Tumbuh dan berkembangnya filsafat tidak dibatasi
oleh maju atau tidaknya masyarakat. Ibnu Thufail memiliki inti ajaran seperti Metafisika (ke-
Tuhanan) yang didalamnya terdapat argumen gerak, argumen materi dan argumen Alghaiyyat
dan Al-inayat al ilahiyat, lalu inti ajaran lainnya adalah Fisika, Manusia, dan Epistimologi.
Dalam hal karya sayangnya, sebagian besar karya Ibnu Thufail tidak tersedia dalam
bentuk lengkap atau mungkin saja hilang seiring berjalannya waktu. Namun, karya-karya
yang masih ada, seperti "Hayy ibn Yaqzan," tetap menjadi sumbangan penting dalam
pemikiran filosofis Islam.

B. SARAN

Dalam pengumpulan materi-materi pembahasan, penulisan dan sebagainya dalam


makalah ini tentunya kami masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu
hendaknya bagi pembaca memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami.
Sebelum dan sesudahnya kami haturkan banyak terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Asep Sulaiman, M. (2016). Mengenal Filsafat Islam. Bandung: Fadillah Press.

Drs. H. Ibrahim, M. (2016). Filsafat Islam Masa Awal. Gowa: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Rumah Buku Carabacca Makassar.

Ryadi, A. (2013). Kesadaran Akan Immortalitas Jiwa Sebagai Dasar Etika. Sidoarjo: Zifatama
Publishing & Fakultas Filsafat Unika Widya Manadala Surabaya.

Usman, M. (2019). Tuhan Perspektif Ibn Thufayl Dalam Novel Hayy Ibn Yaqzhan. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai