Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

IBNU TUFAIL

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Filsafat Isalam
Dosen Pengampu: Sarmo S.H.I., M.H.I.

Disusun Oleh:
Saifulloh Kahfi (1917301051)
Fiki Wulan Permata Aji (1917301086)
Ahmad Fauzi Ridwan (1917301057)
Wiwit Nelun Naza (1917301062)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARIA’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
PURWOKERTO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam atas nikmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ibnu Tufail”. Tak
lupa sholawat beserta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah memberi suri tauladan bagi manusia dari masa kegelapan menuju masa penuh
cahaya. Ucapan terima kasih kami berikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini hingga akhir pembuatan. kami berharap
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua kalangan. Kritik dan
masukan sangat kami perlukan guna memperbaiki tulisan yang akan kami buat di
kemudian hari.

Purwokerto, 21 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................4

A. Latar Belakanng...................................................................................................4

B. Rumusan Masalah………………………………………….…………………...5

C. Tujuan..................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

A. Biografi Ibnu Tufail………………………….....................................................6

B. Perkembangan Pada Masa Ibnu Tufail................................................................9

C. Ajaran Filsafat Ibnu Tufail.................................................................................11

D. Epistemologi Ibnu Tufail...................................................................................13

E. Manusia Menurut Ibnu Tufail.............................................................................21

BAB III PENUTUP...............................................................................................23

A. Kesimpulan…………………………………….…………………………...…23

B. Saran..................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradaban islam melahirkan banyak ahli filsafat yang ternama. Namun
entah mengapa dan kesusastraan islam tetap dianggap sebagai satu
kelompok yang hilang dalam sejarah pemikiran manusia. Jangan heran bila
dalam studi sejarah pemikiran, lebih mengenal tokoh-tokoh yang berasal
dari yunani dan barat ketimbang dari islam.
Meskipun para ulama islam yang ahli dibidang pemikiran dan
kebudayaan seperti al-ghazali, ibnu thufayl, al-kindi, al-farabi, dan ibn sina
dianggap brilian, namun mereka tak mendapat tempat yang sewajarnya
dibanding dengan tokoh yunani seperti plato dan Aristoteles. Hal ini
dikarenakan beberapa ulama dan sarjana kita, tampaknya kurang tertarik
untuk mengkaji dan mengkomentari sejumlah karya-karya ulama dan
cendikiawan muslim terdahulu yang karyanya monumental dan susah dicari
tandingannya.
Untuk menunjukan sisi dari kontribusi muslim spanyol abad
pertengahan dalam ranah filsafat akan penulis ketengahkan nama ibnu
thufayl yang merupakan tokoh filosof muslim Neo-platonis spanyol yang
telah mencapai orisinalitas karya yang sedemikian rupa yang hidup pada
masa pemerintahan dinasti al-Muwahidin. Ibnu thufayl memberikan
gambaran tentang sebuah simpul sosial, yang mengubah urutan situasi
pikiran dari ketiadaan panca indra menuju kepada isolasi budaya. Tujuan
ibnu thufayl adalah untuk menunjukan apa yang dapat ditemukan oleh
intelejensia manusia tanpa adanya bantuan dari pihak diluar dirinya yang
bersifat ketuhanan, yang menanamkan pengetahuan penerimaan mengenai
ide-ide dan kecenderungan untuk secara aktif melakukan pencarian seperti
yang telah di tegaskan al-Ghazali tehadap dirinya sendiri dan apa yang telah
dilakukan oleh Aristoteles dengan menyusun sebuah premis ketika dia
mengawali bukunya Metaphysics, dengan kata-kata. Seluruh manusia
secara naluri ingin mencari tahu.
Ibnu tufail berada disuatu tingkat yang ajaib dalam ilmunya, yakni
berada dalam tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa orang
menganggapnya sebagai orang panties yaitu orang yang mengannggap tidak
ada beda lagi antara dirinya dengan tuhan anggapan ini ternyata salah. Ia
sebenarnya hanya seberti al-Ghazali, merasa telah mencapai tingkat
makrifat yang tinggi sehingga katanya, “fakana makana mimma lastu
adkuruhu. Fadhonnnu khoiran wala tasal anil khobari”. (terjadilah sesuatu
yang tidak akan di sebutkan akan tetapi sangkalah dia sebagai suatu
kebaikan juga, dan jangan tanya tentang beritanya).

4
B. Rumusan Masalah
Kajian tentang para filofosi dan pemikirannya amatlah luas.
Namun dalam makalah ini kami membatasi pembahasan kami pada :
1. Biografi Ibnu Tufail
2. Perkembangan Pada Masa Ibnu Tufail
3. Ajaran Filsafat Ibnu Tufail

4. Epistemologi Ibnu Tufail

5. Manusia Menurut Ibnu Tufail


C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam.
2. Diharapkan mahasiswa mengetahui biografi Ibnu Tufail.
3. Diharapkan mahasiswa mengetahui perkembangan pada masa Ibnu
Tufail.
4. Mengetahui Epistemologi Ibnu Tufail.
5. Mengetahui apa itu manusia menurut Ibnu Tufail.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibn Tufail
Tidak banyak sumber sejarah yang mencatat tentang fase-fase awal
kehidupan Ibn Tufail. Diantara sumber yang ditemukan menyebutkan bahwa
nama lengkap Ibn Tufail ialah Abu Bakar Muhammad Ibn ‘Abd al-Malik bin
Muhammad bin Muhammad Ibn Tufail al-Qaishy. Ia dilahirkan di Guadix
(Arab: Wadi Ash), sebuah kota kecil berjarak sekitar 60 KM dari Granada,
Spanyol pada tahun 504 H/1108 M.1 Di dunia barat Ibn Tufail lebih populer
dengan nama Abubacer Al-Marâkishy menyebutkan bahwa Ibn Tufail sempat
berguru kepada Ibn Bajah, namun hal ini disanggah sendiri oleh Ibn Tufail,
bahwa ia belum pernah ketemu dengan Ibn Bajah. seperti yang tertuang dalam
Muqaddimah karyanya Hay bin Yaqzan. Ibn Tufail berkata, “Keadaan ini yang
belum sampai kepada kita, yaitu keilmuan Ibn Bajah, dan kita belum pernah
bertemu dengannya”Ia adalah seorang yang mempunyai keahlian diberbagai
bidang ilmu, dalam bahasa arab disebut Mutafannin, selain terkenal sebagai ahli
matematika, filosof muslim, ahli kesusastraan ia juga seorang dokter.

Ia juga sangat familiar dengan kalangan pemerintahan, ia pernah menjabat


sebagai sekretaris Gubernur Granada, kemudian pada tahun 549 H (1154 M)Ibn
Tufail menjadi sekretaris pribadi Gubernur Tangier ( ‫ ) طنجة‬dan Cueta ( . )‫سبتة‬
Puncaknya ketika Ia diangkat menjadi Tabîb (Dokter) pribadi dan Wazîr
(Menteri) oleh Aby Ya’qub Yusuf bin ‘Abd al-Mu’min Aly penguasa Andalusia,
khalifah kedua dari Dinasti Muwahhidun yang berkuasa antara tahun 558
H/1163 M sampai dengan 580 H/1184 M.2 Kedua tokoh ini mempunyai
hubungan yang sangat erat, karena Aby Ya’qub Yusuf adalah seorang pemimpin

1
Akhamad Jazuli Afandi. 2018. Tinjauan Hermeneutika Atas Konsep Ketuhanan Ibn Tufai Dalam
Kitab Hay Bin Yakzan: UIN Sunan Ampel Surabaya. Vol. 1.

2
Mustofa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: PUSTAKA SETIA. hlm. 271

6
yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, dan secara khusus ia merupakan
pengagum filsafat serta memberi kebebasan untuk bergelut dalam bidang filsafat
dan berpikir rasional.
Kondisi ini berlangsung berlangsung kurang lebih dalam kurun 22 tahun.
Pengaruh besar Ibn Tufail dalam pemerintahan pada masa khalifah Abu Yaquf
Yusuf ini tidak dapat dipungkiri. Ia adalah orang yang memperkenalkan dan
merekomendasikan Ibn Rushd kepada khalifah sebagai penggantinya kelak,
yang nantinya akan menjadi tokoh penting dalam transformasi Andalusia
menjadi pusat peradaban dengan kebebasan berpikir secara rasional dan menjadi
“tempat kelahiran kembali negeri Eropa”, seperti kata R. Briffault. Ibn Tufail
meninggal di Marakesh, sebuah kota di Maroko sekarang, pada tahun 581 H
(1185 M). Pemakamannya dihadiri oleh Abu Yusuf, khalifah yang meneruskan
tampuk kepemimpinan ayahnya Aby Ya’qub, sebagai tanda penghormatan atas
jasa-jasa dan sumbangsih keilmuan Ibn Tufail kepada umat. Ibn Tufail dikenal
dengan murid-muridnya yang prestisius, diantaranya adalah Ibn Rushd dan al-
Bit}rujy. Ia selalu mewasiatkan kepada muridnya untuk selalu mengedepankan
pendekatan dan penelitian yang gamblang terhadap permasalahan filosofis dan
ilmiah, sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih dari hanya sekedar teori-
teori yang membingungkan. Ahli-ahli sejarah mencatat, Ibn Tufail memiliki
banyak karya tulis. Yang paling mashur diantaranya adalah:
1. Sharh (penjelasan) kitab “Ma Wara’ T{abî’ah” (Metafisika) karya
Ptolemeus yang mengukuhkannya sebagai seorang Astronom, dengan teori
Astronomi baru temuannya.
2. Risalah fi Nafs, sebagaimana yang dikemukakan al-Maraqishy.
3. Maqâlah fi al-Jughrûfiya fi al-Baqâ’i al-Ma’hûlah.
4. Beberapa Qasidah tentang Sufi.
5. Risalah Hay bin Yaqzan, master piece Ibn Tufail, karya yang paling mashur
yang merangkum semua pemikiran filsafatnya. Begitu mashurnya, karya ini
telah diterjemahkan keberbagai bahasa di dunia. Diantaranya adalah Ibrani,
Inggris, Perancis, Belanda dan Spanyol.

7
Bisa dikatakan Ibn Tufail adalah satu-satunya filosof muslim yang mampu
menghadirkan pemikiran filsafatnya kedalam kisah roman dengan bahasa-
bahasa simboliknya, tanpa kehilangan maksud dan inti. Ibn Tufail mampu
menyajikan pemikirannya dengan menggunakan bahasa sastra yang indah tanpa
terjebak kedalam ambiguitas susunan kata. Sebagai contoh, gaya bahasa yang
dipakai Ibn Tufail dalam penulisan Hay bin Yaqzan lebih indah dan bagus
daripada gaya bahasa Ibn Sina dalam karya dengan judul yang sama.
Menurut Ahmad Amin, sastra dan bahasa yang dipakai oleh Ibn Tufail
lebih unggul. Pengibaratan yang dipakai Ibn Tufail lugas, jelas dan
mencerahkan, sedangkan Ibn Sina, lebih tertutup dan samar. Jika ditilik dari segi
genealogy, hal ini bisa dimaklumi. Ibn Tufail berasal dari suku Qays, suku asli
bangsa Arab. Ini berarti bahasa Arab mengalir secara alami dan menjadi bahasa
ibu dari Ibn Tufail. Sedangkan Ibn Sina merupakan keturunan Persia. Bagi Ibn
Sina bahasa Arab adalah bahasa yang dipelajari. Faktor inilah yang menjadikan
Thaqâfah atau kemampuan Ibn Tufail dalam segi tata bahasa lebih unggul dari
Ibn Sina.
Metodologi Ibn Tufail disandarkan kepada dua pilar utama; Pertama:
Bersandar pada Akal (Rasio) Manusia. Ia percaya bahwa dengan akal, manusia
mampu untuk (mengetahui) sampai kepada hakikat. Manusia bisa mengetahui
hakikat melalui cara ‫بحث‬
‫( النظري‬Analisa Filosofis) dengan menggunakan rasio. Kedua: ‫الرياضة الصوفية‬
(Ritual Sufi). Ibn Tufail menegaskan bahwa ritual ini tidak bertentangan dengan
akal, tetapi melengkapi. Ma’rifah yang dihasilkan oleh metode kedua lebih jelas
dari pada metode pertama, karena pengetahuan akal akan dilengkapi dengan
pengetahuan yang dihasilkan oleh rasa (z}auq). Rasio seorang filosof mampu
untuk mencapai hakikat, namun ini masih kurang, karena rasio tidak mampu
mencapai sesuatu yang supranatural, yang bisa dicapai z}auq, yang diperoleh
melalui ritual sufi. Dengan menggabungkan keduanya seseorang bisa
memperoleh ketenangan akal dan kenikmatan ruhani. Ibn Tufail
menganalogikan keduanya dengan keberadaan seseorang yang hidup di sebuah
tempat, tapi sebelum mendatangi tempat tersebut ia mempelajari seluk beluk

8
tempat itu terlebih dahulu sehingga ia sudah tahu tentang segala macam kondisi,
karakteristik penduduk setempat. Ketika dia datang, kemudian melihat kondisi
yang sesuai dengan yang ia ketahui sebelumnya, maka ia bisa hidup dengan lebih
tenang dan nyaman. Dari kedua pilar ini dapat diambil kesimpulan bahwa Ibn
Tufail melandaskan pemikirannya pada metode ‘Aqly Sufy (Rasio Sufistik).

B. Perkembangan Pada Masa Ibnu Tufai


Pemikiran dan hasil karya para tokoh Islam khususnya dalam bidang filsafat
tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dan politik pada
masanya, begitu juga masa-masa sebelumnya. Karena pemikiran merupakan
produk budaya dari sebuah masyarakat, dimana seseorang itu hidup, tumbuh dan
dibesarkan. Pada massa kekuasaan Umayyah, Abad pertengahan, Islam pernah
berjaya di Cordova Spanyol. Waktu itu cordova menjadi salah satu pusat
peradaban dunia.3
Budaya seni, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang disana.
Tokoh- tokoh besar Islam juga banyak yang lahir di sana. Seperti Ibnu Bajjah,
Ibnu Masarrah, Ibnu 'Arabi, Ibnu Hazm, asy-Syathibi dan sejumlah tokoh
lainnya. Mereka ini berhasil menempatkan filsafat sebagai kajian yang
berkembang disana. Seperti yang dikatakan Abed al-Jabiri, para tokoh tersebut
telah berhasil membangun tradisi nalar kritis yang ditegakkan di atas struktur
berfikir demonstratif (nizham al-aql al- burhani). Atau yang kemudian dikenal
sebagai "epistemologi burhani".
Olch karena itu, sebenarnya tradisi pemikiran filsafat sudah diterapkan
sejak dinasti Umayyah berdiri. Tradisi-tradis keilmuan lain, seperti syari'ah,
mistis (tasawuf), dan iluminis (Isyraqi) juga terus mengalami pekembangan.
Tradisi-tradisi keilmuan seperti inilah yang nantinya mempengaruhi pemikiran
Ibnu Thufail. Walaupun perkembangan keilmuan ini mengalami pasang-surut
mengikuti kondisi politik pemerintahan yang sedang berkuasKegiatan

3
Amroeni Drajat. Filsafat Islam. Jakarta: ERLANGGA. 2006

9
intelektual di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat perhatian penuh
pada masa khalifah al-Hakam al- Mustanshir Billah (961-976), putra dari
khalifah pertama, Abdurrahman ad-Dakhil. Pada masa ini juga dapat dikatan
semaraknya transmisi keilmuan dari Timur ke Barat. Karena setelah pendirian
lembaga ilmu pengetahuan tidak cukup menampung murid lagi, para cendikian
muslim di Barat berhijrah ke Timur yaitu mulai dari Mesir, syam, Hijaz, hingga
ke Baghdad untuk menuntut ilmu.
Al-hakam sangat cinta dengan ilmu pengetahuan, schingga ia bersedia
menanggung biaya untuk tujuan ekspedisi ke berbagai Negara. Itulah yang
menjadi faktor utama bagi kegemaran umat Islam untuk menuntut ilmu dan
mendalami buku-buku filsafat. Menyangkut hal ini, penulis sejarah filsafat
dalam Islam, De Boer berpendapat bahwa peradaban yang dicapai pada masa al-
Hakam lebih megah dan lebih produktif daripada yang dicapai oleh dunia Islam
Timur.
Seiring berjalannya waktu, sejarah mengatakan tidak selamanya zaman
keemasan ini berlangsung hidup. Setelah tampuk kekuasaan digantikan oleh
putra al- Hakam, Hisyam al-Mu'ayyid Billah. Karena dia lebih cenderung kepada
pengetahuan syari'at dan anti filsafat. Akhirnya kegiatan intelektual pun kembali
fakum dan ajaran filsafat kembali dikatakan sesat.Walaupun kondisi sangat tidak
mendukung. kegiatan menekuni filsafat dilakukan secara sembunyi. Sampai
akhimya berdirilah dinasti al- Muwahhidin, dimana ketika pemerintahan
dipegang oleh Abu Ya'qub Yusuf al- Mansur (558-580 H) filsafat mulai terlihat
titik terangnya. Masa inilah Ibnu Thufail hidup dengan menekuni bidang filsafat.
Kedekatannya dengan penguasa, bahkan dipercaya sebagai dokter dan penasehat
pribadi khalifah, maka kegiatan filsafat mulai diterima kembali. Tapi hanya
dalam lingkungan istana atau terbatas pada kaum elit saja.
Masyarakat masih menganggap filsafat sebagai ajaran yang sesat dan
bertentangan dengan agama Islam. Dalam situasi yang tidak kondusif inilah Ibnu
thufail terus menggali keilmuannya, sehinga lahir karyanya "Hayy ibnu
yaqzhan". Dan dapat disimpulkkan mengapa Ibnu Thufail menggunakan bahasa
symbol dalam karyanya tersebut. Dengan bahasa yang sederhana, diharapkan

10
masyarakat akan mudah memahami dan lambat laun menerima filsafat sebagai
kajian keilmuan. Bahkan sebagai metode berfikir dan cara pandang hidup.
C. Ajaran Filsafat Ibnu Thufail
1. Tentang Dunia.
Filsafat ibnu Thufail merupakan pemikiran yang baru dalam filsafat islam
yang belum pernah dilakukan para filosof muslim sebelumnya. Terutama
dalam hal pembuktian adanya tuhan. Penjabaran yang diberikan ibnu
Thufail cukup gamlang dan dapat dipahami oleh nsemua golongan orang.
Berbeda dengan Ibnu Sina. Pembagian wajib al wujud min ghairih dan
mumkin al wujud bi dzatihi, seperti yang dikatakan Prof. Dr. H. Sirajudin
Zar, yang dikutib dari Muhammad Athif Al Iraqiy, agak membingungkan.
Karena dalam konsep Wajib ada unsur mumkin.4
Salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau
diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan atas kehendak-Nya? dalam filsafat
muslim, Ibnu Thufail, sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi
masalah itu dengan tepat sebagaimana kant.tidak seperti pendahulunya,
tidak menganut salah satu doktrin saingannyapun dia tidak berusaha
mendamaikan mereka. Di lain pihak, dia mengecum dengan pedas para
pengikut aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan
konsep cksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan
gagasan tentang rentangan tak terbatas.
Eksistensi seperti itu tidak lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan
dan karena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu, dan yang
tidak daput sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara
lambat laun. begitu pula konsep Creatio Ex Nihilo tidak dapat
mempertahankan penelitiannya yang seksama. Al-Ghazali, mengemukakan
bahwa gagasan mengenai kemaujudan sebelum ketidak maujudan tidak
dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia

4
Hanafi. Pengantar Filsafat Islalm. Jakarta: 1969

11
ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari
dunia, dan karena itu kemaujudan dunia di kesampingkan lagi, segala yang
tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang pencipta
menciptakan dunia saat itu bukan sebelumnya? apakah hal itu dikarenakan
oleh suatu yang terjadi atas-Nya? tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun
sebelum dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-nya.apakah hal itu mesti
bersumber dari suatu perubahan yang terjaudi atas sifat-nya? tapi adakah
yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut?
Karena itu Ibnu Thufail menerima baik pandangan mengenai kekekalan
maupun penciptaan sementara dunia ini.

2. Tentang Tuhan.
Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan
adanya satu pencipta, sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya,
juga sang pencipta bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu
kejadian dunia di ciptakan oleh satu pencipta. di pihak lain, anggapan bahwa
Tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduran yang tiadu akhir
yang adalah musykil, olch karena itu dunia ini pasti mempunyai penciptanya
yang tidak berwujud benda.dan karena dia bersifat immaterial, maka kita
tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab
imajinisasi hanya menggambarkan hal-hal di tangkap oleh indra.
Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga, dan gerak
sebagaimana di katakan oleh aristoteles, membutuhkan penggerak atau
penyebab efesien dari gerak itu.jika penyebab efesien ini berupa sebuah
benda, maka kekuatannya tentu terbatas dan karenanya tidak mampu
menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas.oleh sebab itu penyebab
efesien dari gerak kekal harus bersifat immaterial. ia tidak boleh di
hubungkan dengan materi ataupun di pisahkan darinya, ada di dalam materi
itu atau tanpa materi itu, sebab penyatuan dan pemisahan, keterkandungan
atau keterlepasan merupakan tanda-tanda material, sedang penyebab efesien
itu, sesungguhnya lepas dari itu semua.

12
3. Tentang Kosmologi Cahaya.
Ibnu Thufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa
kecuali satu itu. Manivestasi kemajemukan, kemaujudan dari yang satu
dijelaskannya dalam gaya new platonik yang monoton, sebagai tahap-tahap
berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya Tuhan. Proses itu pada
prinsipnya, sama dengan refleksi terus menerus caHayya matahari kepada
cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada cermin yang dari sana menuju ke
yang lain dan seterusnya, menunjukkkan kemajemukan. semua itu
merupakan pantulan matahari dan bukan matahari itu sendiri, juga bukan
cermin itu sendiri, bukan pula suatu yang lain dari matahari dan cermin itu.
Kemajemukan cahaya yang dipantulkan itu hilang menyatu dengan
matahari kalau kita pandang sumber cahaya itu, tapi timbul lagi bila kita
lihat dicermin, yang disitu cahaya tersebut dipantulkan. Hal yang sama juga
berlaku pada cahaya pertama serta perwujudannya didalam kosmos.

D. Epistemologi Ibnu Tufail


Sebelum lebih jauh membahas sistem untuk memperoleh pengetahuan dari
Ibn Tufail, terlebih dahulu akan diuraikan tentang makna epistemologi itu
sendiri. Kata epistemologi diambil dari bagian pengetahuan manusia. Dalam
pengetahuan tersebut juga menjadi penentuan pengetahuan manusia. Yang
menjadi hal terpenting dalam ilmu pengetahuan adalah standar kebenaran,
sumber yang diambil, pencarian, menghindari kegagalan, penegasan.
Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa epistemologi merupakan sebuah
sistem untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dan setiap ilmu pengetahuan
mempunyai objeknya masing-masing untuk dikaji. Sedangkan landasan
epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Dengan makna lain, metode ilmiah
adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Lalu
apakah yang disebut benar sedangkan dalam khazanah filsafat terdapat beberapa
teori kebenaran?. Disisi yang lain, ada rumusan terpenting yang tak dapat
dilupakan yaitu setiap jenis ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik

13
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun.5
Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu mempunyai hubungan
dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu
dan seterusnya. Jadi kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu secara
utuh, maka hal ini harus dikaitkan dengan ontolog ilmu dan aksiologi ilmu. Telah
disebutkan sebelumnya, objek pembahasan dalam ilmu pengetahuan sangat
penting dan akan mempengaruhi dalam kerangka berpikir. Semisal objek
pengetahuan tentang bagaimana seseorang bermain gitar, maka seorang lainnya
mungkin bertannya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu? Tentu
jawabannya bukanlah ilmu melainkan seni. Jujun menambahkan bahwa
sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah kematian semua manusia
akan dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan serupa apakah pengetahuan
tentang sesuatu yang bersifat transendental yang menjorok ke luar batas
pengalaman manusia dapat disebut ilmu.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara Charles Darwin menemukan teori
evolusinya?. Untuk menjawab pertanyaan diatas maka perlu diperhatikan ada
dua objek yang berbeda. Pertama, soal kematian hanya mampu dijawab oleh
agama. Kedua, teori evolusi yang telah ditemukan oleh Darwin didapatkan
setelah proses pencarian standar kebenaran yang melewati ujian yang cukup
ketat baik secara rasional maupun empiris. Lebih jauh, apakah kebenaran agama
ataupun metafisika masuk dalam ketegori ilmu pengetahuan?. Ahmad Tafsir
mempunyai teori yang menggambarkan tentang klasifikasi ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Secara umum, Ahmad Tafsir membagi ilmu pengetahuan (epistemology)
menjadi tiga bagian: pengetahuan sain, pengetahuan filsafat dan pengetahuan
mistik. Dari ketiga bagian ini masing-masing mempunyai objek yang berbeda.
Pengetahuan sain diartikan sebagai, sebagaimana yang dikutip dari Jujun S.
Suriasumantri, semua objek yang empiris yang berada dalam ruang lingkup
pengalaman manusia. Yang dimaksud dengan pengalaman di sini ialah
pengalam indra. Dapat disimpulkan bahwa cara untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan tersebut harus terlibat dalam pengindraan manusia.
Berikutnya adalah pengetahuan filsafat. Epistemologi filsafat
membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara
memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran. Berbeda dengan
pengetahuan sain, objek dari filsafat adalah menemukan kebenaran yang

5
Muslihun. 2016. Epistemologi Ibn Tufail Dalam Kitab Hay Bin Yakzan: Jurnal Ekonomi Dan
Dakwah Islam. Vol. 1

14
sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan
itulah yang kita sebut dengan sistematika filsafat. Sistematika filsafat atau
struktur filsafat dalam garis besar atas ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Objek penelitian dari filsafat lebih luas dari objek pengetahuan sain. Sain hanya
meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada dan
mungkin ada.
Yang terakhir adalah pengetahuan mistik. Pengetahuan ini terjadi
perdebatan yang cukup panjang dikalangan ilmuwan. Sebab pengetahuan ini
mempunyai objek yang abstrak. Standar kebenarannya pun masih terbilang
relatif. Dan pengetahuan ini bersifat intuitif atau dapat diukur melalui teks Tuhan
dalam al-Qur’an yang berbicara tentang neraka itu ada, maka teks itulah yang
menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Contoh sederhananya, saat manusia
ingin mengetahui Tuhan maka ia harus melepaskan diri dari unsur nasut menuju
lahut.
Memang tak dapat dipungkiri kepercayaan kepada Tuhan merupakan sarat
dengan keberadaan agama itu sendiri. Agama juga menjadi persoalan manusia
yang kompleks dalam mempraktekannya sebab ia masuk dalam area khusus
yang tidak semua orang mampu didalamnya. Seperti halnya orang merasakan
musik yang merupakan perasaan pribadi yang dialami oleh seseorang. Manusia
beragama terkadang hanya mampu membuktikan epistemologi agama mereka
dengan praktek ritual saja. Keyakinan merupakan sentral dari semua aliran
agama di dunia ini untuk mendalami epistemologi agama.
Dari urian ini dapat dipertegas bahwa pengetahuan manusia dengan cara
intuisi merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, termasuk didalamnya percaya
pada Tuhan. Dalam agama Islam sendiri mempunyai teks agama yang
berpotensi untuk ditafsirkan dari berbagai sisi. Hal ini disebabkan tidak sedikit
dari teks suci agama Islam masih bersifat universal. Terkait dengan penafsiran
yang berbeda-beda itu, para filosof, ahli tasawuf dan ahli fikih mempunyai
standarisasi tersendiri dalam pengetahuan mengenai Tuhan. Ibn Tufail
merupakan salah seorang yang telah mengalami pengalaman pribadi untuk
mengenali jalan menuju Tuhan. Proses mengetahui Tuhan tersebut ia tulis dalam
kitab H}ay Ibn Yaqz}an. Ia telah mampu menggabungkan ketiga unsur ilmu
pengetahuan sekaligus: rasional, empiris dan intuisi.
1. Sarana Pencapaian Ilmu
Sarana seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan begitu penting, sebab
dengan adanya sarana ini manusia akan mampu menangkap objek dari
sesuatu yang ia pelajari dan amati.
Ibn Tufail mempunyai bangunan sarana epistemologi yang dikontribusikan
pada dunia keilmuan. Ia telah menyatukan tiga sarana ilmu pengetahuan itu

15
sendiri, antara lain, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, rasional,
pancaindera dan intuisi.
a. Akal
Di abad pertengahan hukum rasionalitas masih tetap digunakan untuk
membendung eksistensi agama. Begitu dengan keberadaan filsafat yang
mempunyai landasan logika dijadikan sebagai pembantu agama.
Keberadaan akal dimasa itu sangat difungsikan secara totalitas, yang pada
dasarnya hanya sebagai fungsi benteng agama namun pada tahap
berikutnya menjadi alat untuk mengkaji Tuhan itu sendiri.
Selaku filosof yang hidup di abad pertengahan, Ibn Tufail tidak
menanggalkan fungsi akal untuk memahami realitas alam semesta dan
yang ada dibelakangnya. Ibn Tufail saat bercerita tentang H}ay Ibn
Yaqz}an menjelaskan bahwa saat ia mulai dididik oleh Rusa selama tujuh
tahun ia mulai berpikir pada hewan yang mengitarinya. Dalam benaknya
bertanya-tanya, kenapa terdapat suara yang berbeda-beda antara hewan
yang satu dengan yang lainnya.
Ia melihat pada bentuk hewan-hewan yang dibaluti dengan bulu dan
rambut. Hay juga melihat diantara mereka cepat bermusuhan dan
mempunyai kekuatan untuk serangan. Hewan-hewan tersebut juga
mempunyai senjata untuk membentengi diri mereka dari serangan seperti
tanduk. Kemudian ia mulai melihat pada dirinya yang telanjang dan tak
mempunyai senjata dan tidak bermusuhan. Melihat yang telah mendidik
dirinya adalah rusa, ia mulai bertanya-tanya kenapa ia tidak mempunyai
tanduk? Ia mulai mencari sebab dari perbedaan spesies tersebut.
Dari cerita yang ditulis oleh Ibn Tufail di atas mengindikasikan bahwa
peranan akal saat menela’ah fenomena yang mengitari Hay Ibn Yaqzan
sangat penting sebagai landasan berpikir secara ilmiah. Hay mulai berpikir
kenapa perbedaan antara dirinya dan hewan begitu tampak sekali. Ia juga
tidak mengerti sebab dari perbedaan tersebut. Yang menarik lagi, saat
hewan yang ia lihat ditutupi oleh bulu-bulunya, ia mengambil hikmah dari
hewan tersebut untuk menutupi bagian badannya dengan daun-daunan.
Pemikiran yang disampaikan oleh Ibn Tufail ini pada dasarnya tidak
jauh berbeda dengan sekte-sekte teologi Islam yang mencoba memahami
Tuhan dengan cara melihat dan menganalisa pada dirinya.
Seperti telah diketahui salah satu syarat yang harus dipenuhi agar
suatu pengetahuan dapat disebut ilmu adalah dengan cara berpikir sebab
dengan kegiatan mental ini akan menghasilkan ilmu pengetahuan. Dengan
cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan
mempunyai karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah,

16
yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan
yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. 16
Dalam perspektif ilmu logika, yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya adalah akal manusia yang mampu berpikir secara
mendalam dan dapat mengembangkan dari suatu teori pada tahapan teori
berikutnya.
Dalam catatan yang disimpulkan oleh Abdul Halim Mahmud atas
pemikiran Ibn Tufail tentang kedudukan akal dalam agama menyampaikan
bahwa akal manusia tidak mampu menembus pembahasan mengenai
Tuhan. Keberadaannya hanya dilingkupi pada fenomena alam yang
disekitarnya saja. Abdul Halim Mahmud mengutip langsung pernyataan
Ibn Tufail tentang larangan untuk menganalisa secara nalar rasio tentang
metafisika:
‫َورا َء‬
َ ‫ث ِف ْي َما‬ ِ ‫يري ا ْب ُن ُطفَ ْي ِل ا َنَّ ال ِِْملَّةَ الحََِ ن ِفيَّةَ َو الش َِر ِْيعَةَ اُلم َح َّم ِديَّةَ َق ْد َمَِ نعَتْ مِ ْن الَِْ ب ْح‬
َ َ
ُ‫ذرت ِم ِْنه‬ َ َ َ
َ ََِ‫َطر ْيق ِة َا ْه ِل النظ َر َوح‬ َ
ِ ‫بِْ يعَ ِة َعلى‬ َ
ِ ‫الط‬.
Artinya: Ibn Tufail melihat sesungguhnya agama hanifiah dan syariat
muhammadiah telah melarang dan mencegah pembahasan tentang metafisika
dengan cara analisa (nalar rasionalitas).
Terkait dengan kontemplasi terciptanya alam semesta baik mikro
atau makro tetap dianjurkan oleh agama dengan tujuan untuk menambah
iman seseorang dan memperkuat keimanan mereka. Adapun kebebasan
berijtihad yang juga tidak lepas dari peran akal itu sendiri pada dasarnya
tidak bertujuan pada penemuan hasil pemikiran secara bebas melainkan
untuk sampai pada maksud yang diinginkan para nabi yang telah
meninggalkan teks suci keagamaan.18 Sederhananya, Abdul Halim
Mahmud ingin menyampaikan peranan akal sebagai sarana ilmu
pengetahuan tidak dapat menembus objek pembahasan metafisika. Sejalan
dengan Abdul Halim, Mushtafa Ghalib tidak memasukan peranan akal
sebagai sarana ilmu pengetahuan dalam metode ilmiah Ibn Tufail.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa Ibn Tufail masih ambigu dalam
pernyataannya saat mendudukan posisi akal sebagai sarana untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Terbukti saat ia melihat fenomena yang
mengitarinya ia melanjutkan dengan cara berpikir dengan cukup
mendalam agar sampai pada hakikat dibalik alam semesta ini. Namun
dalam dialektika pemikirannya, ia telah mengalami jenjang rasionalitas
yang cukup serius untuk menggapai dunia transenden.
b. Pancaindra
Pancaindra merupakan salah sarana untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Penggunaan pancaindra yang lima tadi akan menentukan

17
kesimpulan-kesimpulan dari putusan sebuah ilmu. Ketika objek tersebut
dimulai dari fakta maka akan diakhiri dengan fakta, Einstein berkata, apa
pun juga teori yang menjempatani antara keduanya. Teori yang
dimaksudkan di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat
dalam dunia fisik tersebut.20 Apabila salah satu dari pancaindra manusia
hilang maka diwaktu yang sama ia akan kehilangan sisi pengetahuan yang
seharusnya ia miliki.
Jika ditarik jauh kebelakang peletak dasar pengetahuan secara indrawi
berawal dari konsep yang ditawarkan oleh Aristoteles. Ia memandang
pengenalan indrawi tak lepas dari dua hal: potensi dan aktus. Keduanya
mempunyai peranan penting. Dalam proses pengenalan indrawi kita
menerima bentuk benda tanpa materinya. Kalau diuji dalam prakteknya
bisa mengambil contoh sebuah lemari. Lemari hanya menerima bentuk
materi saja, bukan materinya. Baik materi yang dibuat untuk lemari terdiri
dari besi, kayu, plastik atau bahanbahan yang lainnya, tentu yang akan
dihasilkan adalah lemari. Agar terhindar dari kesalahan pengamatan indra
maka seseorang harus mampu membedakan antara yang aktual dan yang
potensial. Dan organ indra yang dimiliki oleh seseorang sudah mempunyai
kualitas bersangkutan secara potensial. Dengan begitu kita akan sampai
pada inti sari pengenalan indrawi menurut anggapan Aristoteles.
Sejauh kisah yang mengawali Hay Ibn Yaqzan saat menginjak umur
tujuh tahun, ia mulai mengamati fakta-fakta yang mengitari dirinya dengan
pancaindra yang ia miliki. Saat rusa yang mendidik Hay sejak kecil mati,
ia merasa sedih dan berduka atas kematiannya tersebut. Hay mulai melihat
pada kedua telinga dan mata rusa itu. Dalam pengamatannya, ia tidak
melihat penyakit yang tampak pada rusa. Kurang puas, pengamatan
selanjutnya diperluas pada seluruh badan rusa. Karena tidak menghasilkan
kesimpulan, Hay mulai memahami anggapannya tentang penyakit yang
diderita rusa mulai ia lupakan. Ia memposisikan rusa tersebut pada apa
adanya. Baginya, bisa saja ketidak-berfungsian tubuh rusa disebabkan ada
faktor penghalang disetiap organ tubuhnya.
‫يِْ نُظ ُر ِا َلى جَمِ ي ِْع‬ َ َ‫ِهرةً ًو َكذَ ِِلكَ كَان‬ َ ‫ظا‬ َ ً‫َيري ا َ َفة‬ َ ‫َفَل‬ َ ‫ظ ُر ِالَى اُذُنَ ْيهَا َو ِِالَى‬
َ ‫ع ْينَ ْيهَا‬ ُ ‫يِْ ن‬ َ ْ‫َفكَانَت‬
ْ
‫عنهَا‬ ُ َ َ َ
َ ‫ثر َعلي َم ْو ِض ِع الَِْ افة فيَ ِزِْ يلهَا‬ َ ْ ً َ
ْ ‫َو َكاَنتْ َيط َم ُع ا َ ْن‬. ‫َيري ش َْي ٌء مِ نهَا َافة‬
َ ُِ‫َيع‬ ْ َ ‫اَعَِْ ضائِهَا‬
َ ‫َفَل‬
‫الرأي ِ َما‬ْ َ
َ ‫ش َدهُ ِل َهذا‬ ْ
َ ‫ِي َار‬ َّ َ‫َان‬
ْ ‫ِاس ِِتطاِع ِه َو ك الذ‬ َ َ َ‫ِلك‬
ْ ‫ئ مِ ن َذ َوَل‬ ْ ٌ ‫ش‬ ُ َ
َ ‫َفل ْم يَتأتَّ َله‬, ‫تر ِج ُع ِالَى َما كانتْ َع َلِْ ي ِه‬
َ َ َ َ ْ َِ‫ف‬ َ
‫ش ْيأ ً َحتَّي‬َ ‫شيْئ ََل يُب ِْص ُر‬ َ ‫ع ْينَ ْي ِه اَ ْو َح َجبَهَا ِب‬َ ‫ض‬ ُ ‫َيري اِنَّهُ ا َ ْغ َم‬َ َ‫َان‬
‫ك‬ ُ ‫ه‬ ‫ن‬ ََِّ ‫َل‬ ِ . َ‫ِلك‬‫ذ‬ َ ‫ل‬
َ ‫ب‬
ْ َ
‫ق‬ ‫ه‬
ِ ‫س‬
ِ ْ
‫ف‬ ‫َن‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ه‬
ُ ‫بر‬
َ َِ َ‫ْت‬
‫ع‬ ‫ا‬
ِ ْ
‫د‬ َ
‫ق‬ َ‫َان‬‫ك‬
‫ق‬ َ
ُ ِ‫زُو ُل ذ ِِلكَ الَعائ‬ ْ َ‫ي‬
Artinya: Hay melihat pada kedua telinga dan mata rusa, ia tidak melihat penyakit
yang tampak. Dan seperti itu juga, ia melihat pada seluruh anggota tubuh rusa,
Hay pun tidak menemukan penyakit. Dan ia mulai puas untuk memahami
kedudukan penyakit tersebut dan mulai melupakannya, Hay tidak mempertanyakan
kembali. Maka ia pun tidak mendapatkan apa – apa dan tidak mampu (untuk

18
memahinya). Hai mendapatkan petunjuk dalam penelitian ini melalui pengalaman
dari dirinya sebelum itu (menganalisa rusa yang mati). Ia melihat buramnya mata
atau tertutupnya mata disebabkan karena sesuatu, mata tidak akan melihat kecuali
penghalang tersebut hilang.
Hasil dari pengamatan, pengalaman, dan eksprimen sebagai prinsip
empirisisme. Hal ini dimaksukan agar mendorong si penyelidik untuk
menganggap bahwa kesan-kesan dari indranya dapat dipercaya dan bahwa
ia dapat mengkaji kebenaran dengan menunjukkan faktafakta yang telah
dialaminya. Akan tetapi terkadang agama tidak dapat dibuktikan secara
empiris karena ia berbentuk metafisis.
Sebagai seorang filosof yang agamis, Ibn Tufail ternyata tidak
berhenti pada taraf eksprimentasi yang visual saja. Tapi ia mampu
menggabungkan secara totalitas antara pengalaman indrawi dan rasional.
Tanpa digabungkan keduanya maka akan terjadi kepincangan dalam
sarana ilmu pengetahuan.
c. Intuisi
Pada umumnya cara memperoleh pengetahhuan mistik bisa dengan
latihan yang disebut dengan riyad}ah. Dari riyad}ah itu manusia
memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan yang dalam tasawuf
disebut dengan ma’rifah.
Terdapat pula kemungkinan yang selanjutnya dengan cara pemberian
langsung dari Tuhan atau disebut dengan ilmu mauhibah.
Apabila akal tidak mampu memahami area metafisika maka hanya
dengan cara intuisi Tuhan dapat dipahami. Meskipun tidak dapat
dipungkiri, Ibn Tufail sebelum mengenal Tuhan dengan cara intuitif
terlebih dahulu ia mempelajari tentang diri sendiri tentang ruhaniah
di dalam jism nya untuk mengenal wujud pertama (Tuhan). Karakter
ruh ini tidak sama dengan karakter badan ( jism ). Kemudian ia mulai
berpikir dan berkontemplasi bahwasanya dzat yang ada dalam dirinya ini
adalah hakikatnya. Bagi Ibn Tufail, ruh tersebut kekal. Dan seperti itu pula
yang terjadi pada kesempurnaan Tuhan, keberadaannya tidak berjism
sehingga tidak dapat dipancaindra, yang mengindra hanya dibatasi pada
pengetahuan yang bersifat materi atau jism. Sedangkan Tuhan yang tidak
bermateri hanya dapat diketahuai melalui musha>hadah.
At-Thusi memberikan pengertian yang dimaksud dengan
musha>hadah dengan makna hadirnya hati. Saat hati telah hadir dalam
pengetahuan Tuhan, maka pengetahuan tersebut dikategorikan pada
intuisi. Menurut Kamil Muhammad Muhammad ‘Uwaidah diwaktu yang

19
bersamaan setelah mengalami dimensi musyahadah, seseorang akan
melihat sesuatu yang tak pernah dialaminya.
‫ب ا ْلبَش َِر َوَِ عج ََز ع َْن‬
ِ ‫ط َر َعلَي َق ْل‬ َ ‫ع ْينَ َرأَت‬
َ ْ‫َوَل اُذُنَ سَمِ عَت‬
َ ‫َوَل َخ‬ َ ‫سهُ َعلَي َهذَا الَّن ْح ِو شَا َه َد َما ََل‬
ُ ‫فلَ َّما َفنَيتْ َن ْف‬
َ
‫ْف َما َرأي‬ ِ ‫ َوص‬.
Artinya: saat dirinya telah meleburkan diri pada tujuan ini, ia akan menyaksikan
pada sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh
telinga, dan tidak pernah terbersit oleh hati, dan tidak akan mampu mensifati apa
yang ia lihat.
Ibn Tufail selaku filosof abad pertengahan telah mendapatkan inspirasi
berpikir dari para pendahulunya seperti al-Farabi dan Ibn Sina. Yang
membedakan antara Ibn Tufail dan filosof sebelumnya adalah sarana ilmu
pengetahuan yang dipakai untuk memahami Tuhan. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, Ibn Tufail tidak mendapatkan pengetahuan
tentang Tuhan lewat akal tapi menggunakan nalar intuisi sebagai
pirantinya.
2. Parameter dan Pengujian Kebenaran Ilmu
Kebenaran ilmu dapat diuji dengan cara standar objek pengetahuan
yang dikaji. Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Bila
teori sains rasional dan ada bukti empiris, maka teori itu benar. Ukuran
kebenaran pengetahuan filsafat adalah logis, bila tidak masuk akan maka
dapat disebut teori tersebut salah.
Dalam dunia sains, misalnya, proses pengujiannya dengan cara
mengumpulkan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Fakta-
fakta ini kadang-kadang bersifat sederhana yang dapat kita tangkap secara
langsung dengan pancaindra kita. Bahkan dibutuhkan alat teleskop dan
mikroskop untuk mengukur kebenarannya. Beda halnya dengan ilmu
pengetahuan mistik atau agama —karena keduanya tidak terlalu berbeda,
proses pengujiannya tidak sama dengan ilmu sain dan filsafat. Pengkajian
ilmu pengetahuan mistik harus ditinjau dari berbagai aspek, seperti
penalaran, perasaan, intuisi, imajinasi disamping juga pengalaman.
Pengalaman yang telah dicapai oleh Ibn Tufail dalam cerita
Hay ibn yaqzan merupakan bagian ilmu pengetahuan yang mempunyai
ukuran kebenaran sebagai ilmu. Selain dari intuisi dan pengalaman yang
telah ia lewati, Ibn Tufail juga tidak menanggalkan fungsi teks suci agama
sebagai petunjuk bagi manusia. Teks agama yang ditampilkan oleh Ibn
Tufail saat mendeskripsikan Tuhan yang mempunyai niscaya ada-Nya.

20
‫ِي‬
ْ ‫طي ِلك ُِل ذ‬ َ ‫ب ا ْل ُو ًج ْو ُد بِذَاِت ِه َالُِْ ْمع‬ ُ ‫اج‬ ِ ‫ض َا ْل َو‬
َ ‫س بِ َم ْن ه َُو ا ْل َم ْو ُج ْو ُد ال َم ْح‬ َ ‫ق ا َ ْو َتلَ َّم‬
َ َّ‫ْف يَك ُْو ُن اْل َع َد ُم تَ َِ عل‬
َ ‫َو َكي‬
‫س ُن َوه َُو ا ْل َبهَا ُء َوه َُو‬ َ ‫ح‬َ ‫ل‬ْ ‫ا‬ ‫ُو‬
َ ‫ه‬ ‫َو‬ ‫م‬ ‫ا‬
ُ َ‫م‬ َّ ‫ت‬‫ال‬ ‫ُو‬
َ ‫ه‬ ‫َو‬ ‫ل‬
ُ ‫ا‬‫م‬َ َ
‫ك‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ُو‬
َ ‫ه‬ ‫َو‬ ‫د‬
ُ ‫و‬ ‫ج‬ ‫الو‬
ُْ ُ َُ َ ‫و‬ ‫ه‬ َ
‫ف‬ ‫ُو‬ ‫ه‬ َّ
‫َِل‬ ‫ا‬ ‫د‬ َِ‫و‬ ‫ج‬ ‫و‬
ُْ ُ ‫فَل‬َ ,
َ ‫ه‬
ُ ْ ُ ُ ‫ُو ُج ْود‬
‫د‬
ُ ‫و‬ ‫ج‬ ‫و‬
ُ‫ُترَِ ج ُع ِْون‬ ْ ‫لَهُ اْل ُح ْك ُم َو ِِال َِْي ِه‬, ُ‫درةُ َوه َُو اْلِع ْل ُم َوه َُو (َوه َُو ُك ُّل ش َْيء َهاِلكٌ َِّاَل َوجَِْ هه‬ َ ُِْ‫)ا ْلق‬
Artinya:
bagaimana yang tidak ada mempunyai kaitan atau berhubungan dengan suatu dzat
yang keberadaannya niscaya ada-Nya dengan dirinya sendiri yang mana
keberadaannya tersebut memberikan keberadaan (Bisa Adanya) maka tidak ada
yang ada (pada dasarnya) kecuali dia, dialah yang ada sempurna, baik indah,
berkuasa, mengetahui (dan dia setiap sesuatu pasti akan musnah kecuali dzat-nya,
baginya hukum dan tempatnya kembali QS: Qashahs, 88).
Proses pengujian secara intuitif bukan diartikan sebagai bentuk
menghilangkan peran akal sebagaimana yang dilakukan oleh teolog untuk
membentengi agama. Tapi akal punya porsi atau kedudukan sendiri dalam
fungsinya. Akal hanya memperkuat keimanan tanpa bisa membantu untuk
mengenal Tuhan lebih jauh, maka dibutuhkan nalar intuitif agar bisa
memahami Tuhan lebih dekat dengan manusia.

E. Manusia Menurut Ibnu Taufil


Disadari atau tidak, manusia adalah sebuah misteri bahkkan untuk dirinya
sendiri. Sebagai realitas ia memiliki sejarah yang sangat panjang. Disiplin
keilmuan yang mengkaji manusia telah menghasilkan berbagai konsep dan teori.
Sejumlah pemikir dan ilmuwan telah lahir sebagai hasil dari kajian mereka
terhadap manusia. di samping itu, doktrin agama melalui kitab sucinya juga
menjelaskan tentang sejarah kemunculan dan keberadaan manusia di dunia.
Terlepas dari sudah banyaknya teori dan konsep yang ada tentang manusia, perlu
disadari bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks, yang sadar akan
dirinya, dan memiliki berbagai karakter yang berbeda kondisi ini
memperpanjang daftar kesulitan ketika hendak mengkaji tentang manusia,
sehingga manusia lagi-lagi tetap menjadi sebuah misteri sepanjang zaman . Tbnu
Thufail merupakan salah satu dari sekian banyak pemikir yang memiliki
pandangan tentang manusia. Pandangannya tentang manusia tersirat dalam
karyanya, Hayy bin Yaqdzan.6

6
Fauzan Naif. 2017. Aqidah Filsafat: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

21
lbnu Thufail memiliki pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang
berakal. Makhluk rasional. Manusia adalah bentuk dari Ruh Insiiniyyah, akal.
Binatang dan manusia dalam tingkatan tertentu memiliki kesamaan. Sebagai
makhluk; keduanya berdarah-daging; keduanya bisa bergerak bebas. Namun
kesamaan itu berhenti di situ. Dengan akalnya manusia sadar akan siapa dirinya,
serta menutupi kelemahan fisik yang ada pada manusia . Dengan akal yang tidak
bersifat fisik, ia bisa mengungguli bahkan menguasai makhluk yang memiliki
fisik lebih besar dari dirinya. Sebagai makhluk, salah satu makhluk-Nya ,
manusia harus sadar akan adanya makhkluk selain dimya. Kedasaran ini yang
seharusnya membawa manusia untuk memperlakukan semesta sebaik
memperlakukan dirinya. Karena manusia hanya salah satu dari sekian banyak
makhluk di semesta.
Manusia adalah makhluk relasional dalam artian bahwa manusia akan
bisa mengambil banyak mantaat ketika ia mampu memberikan banyak mantaat
serupa kepada makhluk lain. Ketika manusia hanya 'mengambil' dan enggan
untuk 'memberi' maka secara tidak langsung ia telah 'mengambil' dari dirinya
yang berarti menghancurkan eksistensi dirinya. Ibnu Thufail menegaskan bahwa
interaksi manusia dengan semesta tidak berhenti hanya sebagai interaksi biologis
scnnata. Manusia dituntut untuk tidak terpaku dengan interaksi yang ia Jakukan.
Semesta diibaratkan rambu-rambu yang mengarahkan manusia ke tujuan yang
abadi. Semesta adalah tanda-tanda atau ayat. Suatu hakekat tentang adanya
sesuatu di balik semesta dan alat untuk menembus tabir semesta menuju hakekat
segala Yang ada adalah potensi akalnya . Proses pencemaan pikiran manusia
terhadap tanda-tanda (ayat) Tuhan, demikian lbnu Thufail, menghasilkan dua
golongan; 'Awwiim dan Khiis yang keduanya memilki tingkat kepuasan,
kebahagiaan dan kebenaran sendiri-sendiri. Tingkat yang lebih tinggi, Khiis,
tidak berhak memaksakan pengalaman mereka terhadap tingkat di bawahnya.
Keduanya harus saling menghormati.

22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ibnu thufail dilahirkan di Guadix (Arab: Wadi Asy), provinsi


granada spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Dalam bahasa latin
ibnu thufail populer dengan sebutan abu bacer.
2. Karya ibnu thufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang
berjudul Hayy Ibnu Yagzan (Kehidupan Anak Kesadaran).
3. Ajaran filsafat ibnu thufail meliputi tentang dunia, tentang
tuhan,tentang kosmologi cahaya, dan tentang epistemologi
pengetahuan dan etika/akhlak.
4. Pemikiran Ibnu Thufail tersebut yang telah dijabarkan di atas
merupakan hasil pemikiran dari seorang filosuf muslim yang lebih
cenderung merenung daripada menulis.
5. Pemikirannya tersebut bukan murni dari hasil perenungan Ibnu
Thufail melainkan adapula pengaruh dari filsafat Ibnu Bajjah, al
Ghazali, Aristoteles, Plato dan lainnya.
6. Ibnu Thufail berusaha memadukan pandangan filosofis-
rasionalistis dengan pandangan mistis-kontemplatif. Ia mengubah
tasawuf menjadi rasionalisme dan mengubah rasionalisme menjadi
tasawuf. Bahwa tidak ada pertentangan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan dengan agama.

B. Saran
Makalah yang memuat pembahasan tentang Ibnu Tufail ini sangatlah
jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik sangat kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam
menjelaskan materi ini dengan berbagai sumber referensiyang lebih banyak
yang tentunya dapat dimanfaatkan dan dipertanggung jawabkan. Semoga

23
makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya, dan pembaca pada
umumnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Amroeni Drajat. Filsafat Islam. Jakarta: ERLANGGA. 2006


Hanafi. Pengantar Filsafat Islalm. Jakarta: 1969
Akhamad Jazuli Afandi. 2018. Tinjauan Hermeneutika Atas Konsep
Ketuhanan Ibn Tufai Dalam Kitab Hay Bin Yakzan: UIN Sunan Ampel
Surabaya. Vol. 1.
Muslihun. 2016. Epistemologi Ibn Tufail Dalam Kitab Hay Bin Yakzan:
Jurnal Ekonomi Dan Dakwah Islam. Vol. 1.
Fauzan Naif. 2017. Aqidah Filsafat: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mustofa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai