Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IBNU BAJJAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam.

Dosen Pengampu : Dr. Affandi M.Pd.I

DISUSUN OLEH:

Kelompok 10

Nurul Achmad

Ruslan Efendi

Robiatul Adawiyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-IBROHIMY

GALIS BANGKALAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah FILSAFAT ISLAM,
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Dan kami pribadi berharap agar makalah ini bermanfaat dan bias di
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen Dr. Afandi,M.Pd.I. Selaku dosen


pengampu mata kuliah FILSAFAT ISLAM yang telah membimbing kami, .kami sebagai
penyusun masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan, 01 Desember 2022

Kelompok 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibnu Bajjah adalah salah seorang tokoh filosaf yang namanya sudah tak asing
lagi di telinga kita. Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Muhamad ibn Yahya ibn
al-Sha’igh al-Tujibi al-Andalusi al-Samqusti ibn Bajah. Selain sebagai filsuf, Ibn
Bajah dikenal sebagai penyair dan komponis. Ibn Bajah sebagai seorang filosof
mengemukakan teorinya yakni al-Ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan
dan meleburkan diri dengan Akal Fa’al atas bantuan ilmu dan pertumbuhan kekuatan
insaniyah. Berkaitan dengan teori ittishal tersebut, Ibn Bajah juga mengajukan satu
bentuk epistemologi yang berbeda dengan corak yang dikemukakan oleh al-Ghazali di
Dunia Islam Timur. Kalau al-Ghazali berpendapat bahwa ilham adalah sumber
pengetahuan yang lebih penting dan lebih dipercya, maka Ibn Bajah mengkritik
pendapat tersebut, dan menetapkan bahwa sesungguhnya perseorangan mampu
sampai kepada puncak pengetahuan dan melebur kedalam Akal Fa’al, bila ia telah
bersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat. Kemampuan menyendiri dan
mempergunakan kekuatan akalnya akan dapat memperoleh pengetahuan dan
kecerdasan yang lebih besar. Pemikiran insani dapat mengalahkan pemikiran hewani,
sekaligus pikiran inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Lebih jauh, Ibn
Bajah menjelaskan bahwa masyarakat umum bisa mengalahkan Perseorangn.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Ibnu Bajjah
2. Apa saja karya Ibnu Bajjah
3. Apa saja pemikiran Ibnu Bajjah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ibnu Bajjah
1. Biografi
Ibnu Bajjah adalah filsuf muslim pertama dan utama dalam sejarah
kefilasafatan di andalus. Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad bin Yahya Ibnu
Baijah yang terkenal dengan nama julukan ibnul-Sha igh (Anak Tukang Emas),
sedangkan di Eropa terkenal dengan nama (4venpace). Beliau lahir di Saragosa
pada abad ke-5 H dan wafat' pada 1533 H/1138 M. Tanggal kelahirannya tidak
diketahui orang.
Menurut Leo Africanus, yang dikutip Lenn E. Goodman,nu Bajjah adalah
seorang dokter, musisi, penulis lagu dan puisi popułer dengan bala lirik yang
mengagumkan". Pada 504 H/1110 M, Saragosa jatuh ke tangan Al-Murabithun,
revivalis Muslim dari Afika Utaa. Pada saat itu Ibnu Bajjah tetap tinggal di kota
itu dan, masih dalam usia dua puluhan, ia diangkat sebagai wazir Gubernur
Berber, Ibnu Tifalwith, ipar laki-laki Pangeran A- Murabithun, Ali. Ketika diutus
menjadi duta kepada mantan penguasa yang masih merdeka, ibnu bajjah malahan
dipenjara, diduga karena ia dianggap menyerahkan nasibnya kepada para
penakluk. Beberapa bulan setelah dibebaskan, ia melakukan perjalanan ke
Valencia, tempat ia mendapat informasi tentang kematian Ibnu Tifalwith pada 510
HiTI7M dan takluknya Saragosa pada 512 H/1118 M oleh Alphonso dari Aragon.
Selama melakukan perjalanan ke Seville, ià menampilkan diri sebagai seorang
dokter, kemudian berpindah ke Granada, tempat ia menjadi terkenal berkat
ilmunya. Saat ia melakukan perjalanan ke Jativa, ia ditahan oleh penguasa Al-
Murabithun, Ibrahim Ibnu Yusuf ibn Tasyfin, karena dugaan bid ah. Là
dibebaskan berkat campur tangan qadhi setempat, ayah atau kakek tiisul Ibnu
Rusyd (Ayerroes), yang tahu betul tentang apa yang dimaksud Ibnu Bajjah dengan
upayanya menarik garis demarkasi yangjelas dan tegas antar klaim-klaim
keimanan dan tujuan-tujuan filsuf$ Menurut Tbnu Thufail, Tbnu Bajjah adalah
pemikir kreatif, seorang penyulut "pemberontakan Andalusia", yang menjalankan
observatorium miliknya sendiri dan memberikan kontribusi orisinal pada teori
fisika, denga uraiannya tentang gerak proyektil (gerak peluru). la menyamakan
kecepatsebuah proyektil dengan selisih antara "gaya dorong" dan gaya hambat
(resistansi) yang dialaminya yang di dailamnya Aristoteles menetapkankecepatan
berbanding lurus dengan gaya dorong dan berbanding terbalik dengan "gaya
hambat Dibela oleh Aquinas dan Scotus, pandangan itu ditolak oleh Ibnu Rusyd
(Averroes) dan Albertus Magnus. Akan tetapi, Galileo menggunakannya dalam
kritik awalnya atas pandangan Aristotelian. Sebagai seorang Neoplatonis sejati,
Ibnu Bajah memandang gravitasi sebagai gaya atau kekuatan spiritual. Dengan
dernikian, iamenyingkirkan batas penghalang antara langit dan bumi", seperti
dikemukakan oleh Nasr, bukan dengan pembumian alam, seperti yang dilakukan
oleh Galileo, tetapi dengan mencari pengaruh-pengaruh spiritual dalam setiap
peristiwa alam, sebuah pendekataan yang disandarkan pada Ibnu Thufail,
Maimonides, dan lain-lainnya Wawasan pengetahuan Al-Bajjah selaras ketika
selama hidup Ibnu Bajjah selalu mendalami ilmu alam, ilmu matematika, ilmu
astronomi, dan musik. la banyak menulisuraian dan penjelasan tentang filsafat
Aristoteles. Dari buku-buku Ibnu Bajjah, Ibnu Rusyd banyak mengambil intisari
Pemikirannya, bahkan dalam batas-batas tertentu ia terpengaruh olehnya. Para ahli
sejarah memandang Ibnu Bajjah sebagai orang yang bepengetahuan luas dan
mahir dalan berbagai ilmu. Fath ibn Khaqan, yang elah menuduh Ibnu Bajjah
sebagai ahli bid'ah dan mengecamnya dengan pedas dalam karyanya Dala 'id Al-
Iqyan, pun mengakui keluasan pengetahuannya dan o tidakmeragukan
kepandaiannya. Karena menguasai Dastra, tata babasa dan filsafat kuno, tokoh-
tokoh sezamannya menyamakan kedudukan Ibnu Bajjah dengan Asy-Syaikh Ar-
Rais Ibnu Sina.

2. Karya-karya Ibnu Bajjah


Sebagaimana buku yang diedit oleh M.M. Syarif" beberapa karya Tbnu
Bajjah, baik dalam bentuk bahasa Arab atau bahasa Inggris menjadi bukti sebuah
pengakuan dari dunia luar atas karyánya, di antaranya:
a. Tardiyyah sebuah puisi yang ada di The Berlin Library.
b. Karya-karya yang disunting oleh Asin Palacios dengan terjemahan babasa
Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan:
a) Kitab An-Naba Andalus, jilid V, 1940
b) Risalah Itishal Al-'Agbi Al-Insan, Al- Andalus, jilid VI, 1942
c) Risalah Al-Wada A1-Andalus, jilid Vim 1943
d) Tadbir A1-Muawahhid berjudul El Regimen Del Solitar 1946.

c. Karya-karya yang disunting oleh Dr. M. Shaghir Hasan Al-Mssni:


a) Kitab An-Nafs dengan catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab
Majallah Al-Majma 'Al- 'Im Al- Arabi, Damaskus, 1958
b) Risalah Al-Ghayah Al-Insaniyyah berjudul 1bnu Bajah on Human End
dengan terjemahan bahasa Inggris, Journal ofAsiatic Society of Pakistan,
jilid II, 1957.

Sebagai gambaran karya Ibnu Bajah, penulis sajikan intisari kitab induk karya
Ibnu Bajjah seperti Tadbir Al-Mutawahhid dan Risalah Ittishal Al- Aql bi Al-Insan.

Tadbirul.Mutawahhid adalah sebuah buku tentang moral dan politik yang


disusun menurut buku Al-Madinatul Fadhilah karya Al-Farabi. Kesimpulan
pendapat Ibnu Bajah dapat dilihat dari judul buku itu sendiri. Yang dimaksud
dengan mutawahhid ialah manusia yang hidup menyendiri, hidup di đalam menara
gading, merenungkan berbagai ilmu teoretis. Dengan cara begitu, ia dapat
berhubungan dengan Al-Aqlul-Fa'al (Full force mind) Memang benar bahwa lhidup
mengasingkan diri sepenuhnya berlawanan dengan tabiat marnusia sebagai makhluk
yang beradab menurut kodratnya. Akan tetapi Ibnu Bajah berpendapat bahwa hidup
memencilkan diri pada hakikatnya lebih baik. Sebagaimana yang dikatakan olehnya,
"Untuk itu, orang yang hidup menyendiri, dalam beberapa segi kehidupannya
sedapat mungkin harus lain menjauhkan diri dari orang lain, tidak mengadakan
hubungan dengan orang lain, kecuali dalam keadaan mendesak atau sekadar
mènurut keperluan, atau ia pergi hijrah ke tempat yang banyak terdapat ilmu
pengetahuan, kalau ada. Sikap demikian tidak bertentangan dengan apa yang disebut
dengan ilmu peradaban, dan tidak bertentangan pula dengan apa yang tampak jelas
di dalam ilmu alam. Telah jelas bahwa manusia adalah berada menurut kodratnya.

Risalatul-Ittisal.bnu Bajjah yaitu: kaum awam (al-Jumhuryan-Nudzdzar (kaum


khawas atau kaurn Bajjah membagi manusia dalam tiga golongan yaitu : Kaum
awam (al-jumhur), an-Nudzdzar (kaum khawas atau kaum cendikiawan), dan kaum
yang bahagia. Kaum awam dapat menjangkau gambaran yang masuk akal melalui
penglihatannya kepada alam nyata, atau dari ketergantungannya kepada alam wujud.
Kaum khawas berhubungan dengan soal-soal yang masuk akal lebih dulu, barulah
kemudian mereka berhubungan dengan alam nyata. Adapun kaum yang bahagia
jumlahnya amat sedikit ialah mereka yang berhubungan langsung dengan segala
yang masuk akal. Mereka adalah orang-orang yang dapat melihat segala sesuatu
dengan jiwa [rohaninya)."

C. Filsafat Ibnu Bajjah


Ibnu Bajah dalam tulisan Ahmad Hanafi, telah mnemberi corak baru terhadap
filsafat islam di negeri Islam Barat dalam teori makrifat (epistemology) yang berbeda
sama sekali dengan corak yang telah diberikan olehAl-Ghazali di dunia timur islam.
Ibnu Bajah menolak teori ilham Al-Ghazali tersebut dan bahwa seseorang dapat
mencapai puncak makrifat dan meleburkan diri pada Akal-Faal, jika ia teladapat
terlepas dari keburukan-keburukan masyarakat, dan menyendiri serta dapat memakai
kekuatan pikirannya untukemperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin, juga
dapat menmenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya. Lebih lanjut,
Ibnu Bajjah menjelaskan bahwa masyarakat manusia itulah yang mengalahkan
perseorangan dan melumpuhkan kemampuan-kemampuan berpikirnya, serta
menghalang-halanginya dari kesempunaan, melalui keburukan-keburukannya yang
membanjir dan keinginan-keinginannya yang deras. Jadi, seseorang dapat mencapai
tingkat kemuliaan setinggi-tingginya nelalui pemikiran dan menghasilkan makrifat
yang tidak akan terlambat, apabila akal pikiran dapat menguasaiperbuatan-perbuatan
seseorang dan mengabdikan diri untumemperolehnya.
Filsafat Ibnu Bajjah yang mendasarkan pada realitas adalah wajar karena ia
adalah penganut Filsafat dan logika karya Al-Farabi meskipun dia telah memberikan
sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Selain itu, dasar filsafat Ibnu Bajjah
adalah filsafat Aristoeles, terutama metafisika dan psikologi yang disandarkan pada
fisika, dan itulah sebabnya tulisan-tulisan Ibnu Bajah penuh dengan wacana mengenai
fisika.
Pikiran Ibnu Bajjah tersebut berlawanan sekali dengan pikíran Al-Ghazali
yang menetapkan bahwa akal pikiran itu lemah dan tidak đapat dipercaya, serta semua
pengetahuan manusia sia-sía belaka karena tidak bisa menyampaikan pada suatu
kebenaran, dan cara yang paling baik untuk mencapai makrifat yang benar ialah
beribadah (tasawuf).
Dalam Risalah Al-Wada', Ibnu Bajjah mengatakan bahwa Al-Ghazali dalam
bukunya Al-Munqidz min Adh-Dhalal telah menempuh jalan khayali yang remeh,
sehingga ia telah sesat dan menyesatkan orang-orang yang memasuki fatamorgana
dan mengira bahwa pintu tasawuf telah membuka dunia pikiran dan selanjutnya
memperlibatkan kebahagiaan-kebahagiaan ketika melihat alam langit. Sebagaimana
yang telah lazim di dunia sufi, untuk mencapai derajat kesufian, seseorang diharuskan
uzlah (menjauhi masyarakat). Ini berbeda dengan uzlah yang dikemukakan oleh lbnu
Bajjah karena uzlah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap juga berhubungan
dengan masyarakat. Hanya saja, ia harus selalu bisa menguasai dirinya serta hawa
nafsunya dan tidak terbawa oleh arus keburukan keburukan kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, ia berpusat pada dirinya sendiri dan selalu merasa bahwa dirinya
menjadi panutan dan pembuat aturan aturan bagi masyarakat, bukan tenggelam
didalamnya.

1. Materi dan Bentuk


Menurut Ibnu Bajjah, “Materi dapat bereksistensi tanpa harus ada bentuk’’.
peryataan ini menolak asumsi bahwa "materi itu tidak bias bereksistensi tanpa ada
bentuk, sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa harus ada
materi." Ibnu Bajjah berargumen jika materi berbentuk, ia akan terbagi menjadi
“materi” dan “bentuk” dan begitu seterusnya. Ibnu Bajjah menyatakan bahwa “Bentuk
Pertama” merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi dalam materi yang
dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.

Menurut lbnu Bajjah, kata bentuk dipakai untuk mencakup berbagai arti: jiwa,
sosok, kekuatan, makna, dan konsep. Menurut pendapatnya, bentuk suatu tubuh
memiliki tiga tingkatan:
1) Bentuk jiwa umum atau bentuk intelektual
2) bentuk kejiwaan khusus
3) bentuk fisik.

Ibnu Bajjah membagi bentuk kejiwaan sebagai berikut:

1) Bentuk-bentuk tubuh sirkular hanya memiliki hubungan sirkular dengan materi


sehingga bentuk-bentuk itu dapat membuat kejelasan materi dan menjadi
sempurna.
2) Kejelasan materi yang bereksistensi dalam materi
3) Bentuk-bentuk yang bereksistensi dalam indra-indra jiwa- akal sehat, indra
khayali, ingatan, dan sebagainya, dan yang berada di antara bentuk-bentuk
kejiwaan dan kejelasan materi.

Bentuk-bentuk yang berkaitan dengan aktif oleh Ibnu Bajah dinamakan


bentuk-bentuk kejiwaan umum, sedangkan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan akal
sehat dinamakan bentuk-bentuk kejiwaan khusus. Pembedaan ini dilakukan karena
bentuk-bentuk kejiwaan umum hanya memiliki satu hubungan dan hubungan itu ialah
dengan yang menerima, sedangkan bentuk-bentuk kejiwaan khusus memiliki dua
hubungan-hubungan khusus dengan yang berakal sehat dan hubungan umum dengan
yarng terasa. Seorang manusia, misalnya, ingat akan bentuk Taj Mahal; bentuk ini
tidak berbeda dari bentuk nyata Taj Mahal kalau benda itu berada di depan mata
bentuk ini, selain memiliki hubungan khusus seperti yang tersebut di atas, juga
hubungan dengan wujud umum yang terasa sebab banyak orang melihat Taj Mahal.
Dari pemahaman inilah muncul teori ittishal

2. Akal dan Pengetahuan


Menurut Ibnu Bajjah, akal merupakan bagian terpenting manusia. la
berpendapat bahwa pengetahuan yang bernar dapat diperoleh lewat akal. Akal ini
merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran
dan membangun kepribadian. Sesuatu telah di katakana mengenai sumber akal dan
cara kerjanya.
Ibnu Bajjah percaya pada kemajemukan akal dan mengacu pada akal pertama
dan akal kedua. la berpendapat, akal manusia paling jauh adalah akal pertama. Lebih
jauh, ia menjelaskan tingkat-tingkat akal dengan mengatakan bahwa sebagian akal
secara langsung berasal dari akal pertama; sebagian lain berasal dari akal-akal lain,
hubungan antara yang diperoleh dan tempat asal akal yang diperoleh itu sama dengan
hubungan cahaya matahari yang ada di dalam rumah dạn cahaya matahari yang ada di
halaman rumah.
Menurut Ibnu Bajjab, akal manusia, setapak demi setapak, mendekati akal
pertama dengan:
1) meraih pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal itu, akal paling
tinggi direalisasikan sebagai bentuk
2) Memperoleh pengetahuan tanpa mempelajarinya atau berusaha meraihnya.
Metode kedua ini adalah metode orang-orang Sufi, khususnya metode Al-
Ghazali. Metode ini orang memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan.

3. Teori Ittishal
Seperti halnya Al-Farabi dan lbnu Sina, Ibnu Bajjah percaya bahwa
pengetahuan tidak diperoleh semata-mata melalui indra. Pertimbangan-pertimbangan
universal dan niscaya, isi ilmu yang prediktif dan eksplanantif serta landasan bagi
penalaran apodeiktik (aphodeitictic) tentang alam hanya dapat dicapai dengan bantuan
akal aktif (aql Faal) inteligensi yang mengatur.

Dalam mengelaborasi akal aktif", Ibnu Bąjah memaparkan empat prinsip


tentang proses akal tersebut dapat terbentuk, sebagai berikut:
1) Hubungan antara sarana dan tujuan. Sarana khususnya sangat diperlukan bagi
tujuan di alam; tetapi di alam gagasan, tujuanlah yang pertama-tama hadir. Dan
gagasan itu biasanya mendahuiui "badan, atau tidak akan ada kepastian yang
mengatası (dan mengarahkan) permainan kejadian dan kehancuran tak terkendali
yang sebaliknya.
2) Dari proses perubahan. Segala sesuatu menjadi bukan seperti mereka sekarang;
mereka tidak menjadi sebab-sebab, tetapi menjadi seperti sebab-sebab yang
menghasilkan perubahan dalam diri mereka. Dengan demikian, perubahan
dikuasai oleh bentuk-bentuk universal. Akibat-akibat bukan ditimbulkan oleh
bentuk partikular khusus, melainkan oleh sebab dari suatu sifat yang tepat. (Oleh
karena itu, kesediaan menerima perubahan, watak-watak dasar sesuatu adalah
formal dan univérsal, bukan material dan idiosinkratik.)
3) Daya imajinasi yang membimbing insting binatang. Binatang tidak mencari air
minum atau makanan tertentu, seperti teman mencari teman. atau orang tua
mencari keturunan, tetapi makanan atau air apapun yang akan memenuhi tabiat
dasar mereka, Binatang tidak mempunyai konsep-konsep universal. Gagasan-
gagasan yang menjelma dalam tíngkah laku mereka pasti hadir secara implisit
dan objektif bukan eksplisit dan stubjektif" Keempat
4) Kerja pikiran itu sendiri. Kita menduga bahwa kita memahami suatu substansi
sepanjang kíta dapat menisbahkan predikat-predikat terhadapnya, tanpa predikat-
predikat itu, kita tidak mengetahui apa-apa tentangnya dan kita pun tidak dapat
mengatakan bahwa kita benar-benar memahami.

Teori ini dapat dilihat dari kemungkinan wahyu kenabian dan pengetahuan
khusus orang-orang yang dekat dengan Tuhan, yaitu para wali auliya, yang di
antaranya ia sebutkan para sahabat Nabi (shahabat). Melalui interaksi khusus antara
akal dan imajinasi, orang-orang itu memperoleh dari malaikat, yaitu, menurut bahasa
para ilsuf, mereka memperoleh dari inteligensí-inteligensi tak mewujud yang
mengatur bola-bola langit, suatu"penglihatan hati", demikian Ibnu Bajah
menyebutnya yang menggemakan ungkapan Socrates tentang mata hati.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori ittishal lbnu Bajjah, yaitu
tentang hubungan manusia dengan akal aktif. Tujuan teori ini adalah bagaimana cara
mencapai, mengenal, dan mengetahui Tuhan,: yaitu dengan cara mengetahui
perbuatan-perbuatan tuhan memahami sesuatu melalui gagasan gagasan universalnya.
sebab setiap perbuatan ada tujuannya, baik perbuatan manusia maupun tuhan. baik
bersifat jasmani maupun rohani.

Sebagaimana dalam tulisan Abdul Hadi tentang Tbnu Bajjah diuraikan bahwa
“Perbuatan manusia memiliki sejumlah yang berbeda tingkatannya. Ada perbuatan
untük tujuan jasmani, seperti makan dan minum, memakai pakaian, atau membuat
rumah sebagai tempat tinggal. Ada pula perbuatan dengan tujuan rohani, yang
meliputi sejumlah tingkatan yang juga berbeda seperti, perbuatan memakai pakaian
yang indah dan serasi, yang menimbulkan kenikmatan pada indra batin, dan perbuatan
yang menimbulkan kenikmatan pada daya khayal”

Sebagai ilustrasi teori itishal ini, Ibu Bajjah menggambarkan sebuah


kehidupan dan segala tujuan hidup seseorang dengan ungkapan sebagai Berikut:

“seseorang bisa hidup dengan baik di dunia, mengurus urusan- urusannya, tetap sehat,
dan memiliki rumah dan harta-benda, tetapi tak satu pun di antara semua itu sama
dengan kehormatan atau kemuliaan, dan kita tidak bisa meyakinkan diri bahwa hal-hal
tersebut merupakan puncak dari sejenis kehidupan yang mengagumkan. mereka hanya
tujuan bagi jiwa yang dangkal. hanya lazim bagi binatang tak rasional dan karenanya
bersifat kebinatangan."
Ibnu Bajjah berpendapat bahwa "Hanya ketika bertindak secara rasionallah,
kita menjadi bebas." Tujuan kita yang sebenarnya adalah pengetahuan spiritual,
berhubungan dengan akal aktif dan dengan Tuhan"

Anda mungkin juga menyukai