Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan ilmunya ilmu pengetahuan, atau induk dari ilmu
pengetahuan (mother of science). Dengan berfilsafat maka lahirlah sebuah ilmu
pengetahuan, karena berfilsafat merupakan mengoptimalkan daya nalar dan kritis
akal manusia. Filsafat merupakan ilmu untuk mencari kebenaran yang penuh
dengan tanda tanya sehingga tak heran jika terdapat perbedaan pendapat
dikalangan filosof tentang esensi sesuatu hal ini tidaklah menjadi hal yang tabuh
karena setiap Filosof harus menerima hasil pemikiran orang lain. Semakin
banyak orang yang mau berfilsafat maka semakin berkembanglah ilmu
pengetahuan.
Filsafat mulai dikenal didunia Islam pada abad IX di zaman
pemerintahan daulah Abbasiyah. Pada masa itu lahirlah ilmu kedokteran,
geometri, astronomi, kimia dan lainnya dengan tokoh-tokohnya yang Mashur.
Dengan munculnya filsafat ditengah-tengah kehidupan umat islam, yang
memberikan kebebasan seluas mungkin untuk berkembengnya pikiran secara
bebas, meskipun harus menentang kebiasaan lama, membuka tabir baru terhadap
perkembangan sejarah dan peradaban dunia islam.
Islam telah melahirkan tokoh-tookoh filsafat yang terkenal di dunia
islam dan dunia barat karena pemikiranya yang tidak akan lekang oleh waktu.
Dalam perkembangannya filsafat memiliki sejarah yang menarik,. Betapa
menariknya perkembangan filsafat islam untuk kita pelajari tanpa
mengesampingkan tokoh dan pemikirannya.
Ibnu Miskawaih adalah salah satu tokoh filsafat islam yang memiliki
pemikiran-pemikiran khususnya di bidang akhlaq. Beliau adalah cendikiawan
muslim yang tetap berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dalam berfikir. Untuk lebih
jelasnya, maka dalam makalah ini akan di bahas lebih lanjut tentang Ibnu
Miskawaih dan pemikiran filsafatnya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah riwayat hidup Ibnu Miskawaih ?
2. Bagaimanakah pemikiran Ibnu Miskawaih tentang :
a. Metafisika (Ketuhanan)
b. Jiwa,
c. Kenabian,
d. Akhlak
3. Apa saja karya – karya Ibnu Miskawaih
4. Konsep pendidikan Ibnu Miskawaih

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menjelaskan tentang riwayat hidup Ibnu Miskawaih.
2. Membantu mahasiswa untuk memahami pandangan Ibnu Miskawaih tentang :
a. Metafisika (Ketuhanan)
b. Jiwa
c. Kenabian,
d. Akhlak
3. Membantu mahasiswa untuk dapat mengetahui karya – karya Ibnu
Miskawaih.
4. Mengetahui konsep ppendidikan Ibnu Miskawaih

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. RIWAYAT HIDUP MISKAWAIH


Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin
Maskawaih. Maskawaih dilahirkan di Ray (Teheran sekarang) Iran. Mengenai
tahun kelahirannya, terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dari penulis, MM
Syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M. Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H.
Abdul Aziz Izzat menyebutkan tahun 325 H. Sedangkan wafatnya, para tokoh
sepakat pada 9 shafar 421 H/16 Februari 1030 M.
Maskawaih adalah salah seorang tokoh filsafat dalam Islam yang
memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia pun seorang
sejarawan, tabib, ilmuwan dan sastrawan. Pengetahuannya tentang kebudayaan
Romawi, Persia, dan India, disamping filsafat Yunani, sangat luas.
Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu
Maskawaih. Nama tersebut diambil dari nama kakeknya yang semula beragama
Majusi kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang diperoleh dari
nama sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah dipandang sebagai yang berhak
menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam
sepeninggalnya. Dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa
Maskawaih tergolong penganut aliran Syi’ah. Gelar ini juga sering disebutkan
yaitu al-Khazim yang berarti bendaharawan, disebabkan kekuasaan Adhud al
Daulah dari Bani Buwaihi, ia memperoleh kepercayaan sebagai
bendaharawannya.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Maskawaih hidup pada masa
pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi yang
beraliran Syi’ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani Buwaihi yang mulai
berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas mengangkat Ahmad bin
Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar Mu’izz al Daulah pada 945 M. Dan
pada tahun 945 M itu juga Ahmad bin Buwaih berhasil menaklukkan Baghdad di

3
saat bani Abbas berada di bawah pengaruh kekuasaan Turki. Dengan demikian,
pengaruh Turki terhadap bani Abbas digantikan oleh Bani Buwaih yang dengan
leluasa melakukan penurunan dan pengangkatan khalifah-khalifah bani Abbas[3].
Puncak prestasi bani Buwaih adalah pada masa ‘Adhud al Daulah (tahun
367 H – 372 H). Perhatiannya amat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan kesusasteraan, dan pada masa inilah Maskawaih memperoleh
kepercayaan untuk menjadi bendaharawan ‘Adhud al Daulah. Juga pada masa ini
Maskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib, ilmuwan, dan pujangga. Tapi,
disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati Maskawaih, yaitu
kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah agaknya
Maskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang etika
Islam.

B. PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH


Pemikiran Ibnu Maskawih mencakup beberapa hal, diantaranya ialah:
1. Filsafat Ketuhanan
Menurut Ibnu Maskawaih membuktikan adanya tuhan adalah muda,
karena kebenarannnya tentang adanya tuhan telah terbukti pada dirinya sendiri
dengan jelas. Namun kesukarannya adalah karena keterbatasan akal manusia
untuk menjangkaunya. Tetapai orang yang berusaha keras untuk memperoleh
bukti adanya, sabar menghadapi berbagai macam kesukaran, pasti akhirnya
akan sampai juga, dan akan memperoleh bukti yang meyakinkan tentang
kebenaran adanya.
Miskawaih mengatakan bahwa sebenarnya tentang adanya tuhan
pencipta itu telah menjadi kesepakatan filosof sejak dahulu kala. Tuhan
pencipta itu Esa, Azali (tanpa awal) dan bukan materi (jisim).Tuhan ada tanpa
diadakan dan ada-Nya tidak bergantung pada kepada yang lain. Tampaknya
pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Al-Farabi. Argumen yang digunakan
Ibnu Miskawaih untuk membuktikan adanya tuhan yang paling ditonjolkan
adalah adanya gerak atau perubahan yang terjadi pada alam. Argumen gerak

4
ini diambil dari Aristoteles. Tuhan adalah sebagai pencipta segala sesuatu.
Menciptakan dari awal segala sesuatu dari tiada menjadi ada, sebab tidak ada
artinya mencipta.
Alam diciptakan oleh Tuhan dari tiada, alam melami gerakan yang
bersifat natur bagi alam yang menimbulkan perubahan. Tiap-tiap bentuk yang
berubah digantikan oleh bentuk yang baru, bentuk yang lama menjadi tiada,
dengan demikian terjadilah ciptaan yang terus-menerus. Pendapat ini sepaham
dengan pendapat Aristoteles bahwa segala sesuatu selalu dalam perubahan
yang mengubahnya dari bentuk semula.
Nampak pemikiran Ibnu Miskawaih sepaham dengan pemikiran
Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta sebagai suatu proses
penjadian. Walaupun demikian ia menganut teori emanasi yang berbeda
dengan Al-Farabi. Bagi Miskawaih Allah menjadikan alam ini secara emanasi
dari tiada menjadi ada, sedangkan menurut Al-Farabi alam dijadikan secara
pancaran dari sesuatu akal, bahan yang sudah ada menjadi ada. Akan tetapi
menurut Ibnu Rushd creatio ex nihilo hanyalah interpretasi kaum teolog saja.

2. Filsafat Jiwa
Menurut Ibnu Maskawaih, Jiwa berasal dari limpahan akal aktif
(‘aqlfa’al). jiwa bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak
dapat diraba oleh salah satu panca indera.
Jiwa tidak bersifat material, ini dibuktikan Ibnu Maskawaih dengan
adanya kemungkinan jiwa dapat menerima gambaran-gambaran tentang
banyak hal yang bertentangan satu dengan yang lain.
Misalnya, jiwa dapat menerima gambaran konsep putih dan hitam
dalam waktu dalam waktu yang sama, sedangkan materi hanya dapat
menerima dalam satu waktu putih atau hitam saja. Jiwa dapat menerima
gambaran segala sesuatu, baik yang indrawi maupun yang spiritual. Daya
pengenalan dan kemampuan jiwa lebih jauh jangkauannya dibanding daya

5
pengenalan dan kemampuan materi. Bahkan dunia materi semuanya tidak
akan sanggup memberi kepuasan kepada jiwa.
Lebih dari itu, di dalam jiwa terdapat daya pengenalan akal yang tidak
didahului dengan pengenalan inderawi. Dengan daya pengenalan akal itu, jiwa
mampu membedakan antara yang benar dan yang tidak benar berkaitan
dengan hal-hal yang diperoleh panca indera. Perbedaan itu dilakukan dengan
jalan membanding-bandingkan obyek-obyek inderawi yang satu dengan yang
lain dan membeda-bedakannya.
Dengan demikian, jiwa bertindak sebagai pembimbing panca indera
dan membetulkan kekeliruan yang dialami panca indera. Kesatuan aqliyah
jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa itu mengetahui dirinya
sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan demikian jiwa
merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal, subyek
yang berpikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiga-tiganya
merupakan sesuatu yang satu.
Ibnu Maskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa
binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber pertimbangan
tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Lebih jauh menurutnya,
jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari tingkat
yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut:
1) Al nafs al bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
2) Al nafs al sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang
3) Al nafs al nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.
Manusia dikatakan menjadi manusia yang sebenarnya jika ia memiliki
jiwa yang cerdas. Dengan jiwa yang cerdas itu, manusia terangkat derajatnya,
setingkat malaikat, dan dengan jiwa yang cerdas itu pula manusia dibedakan
dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling besar
kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya selalu cenderung mengikuti ajakan
jiwa yang cerdas itu. Manusia yang dikuasai hidupnya oleh dua jiwa lainnya

6
(kebinatangan dan binatang buas), maka turunlah derajatnya dari derajat
kemanusiaan.
Berkenaan dengan kualitas dari tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga
macam tersebut, Maskawaih mengatakan bahwa jiwa yang rendah atau buruk
mempunyai sifat ‘ujub, sombong, pengolok-olok, penipu dan hina dina.
Sedangkan jiwa yang cerdas mempunyai sifat-sifat adil, harga diri, berani,
pemurah, benar, dan cinta.

3. Filsafat Kenabian
Dalam pemikiran Ibnu Miskawaih, nabi adalah seorang seorang
muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena pengaruh
akal aktif atas daya imajinasinya. Hakikat-hakikat ini dapat diperoleh pula
oleh para filosof. Tetapi ada perbedaan pada cara untuk memperolehnya.
Dikatakan kekuatan imajinasi seseorang mampu meningkat lagi hingga
melewati batas yang biasa pada kebanyakan manusia. Seseorang setelah
mencapai tingkat tersebut dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat
atau kebenaran.
Bilamana seseorang melanjutkan pemikiran terus menerus setelah tiba
pada tingkatan tersebut maka tilikan rohaninyan akan makin kuat dan tilikan
pengamatannya makin tajam, dan terpancarlah baginya hal ihwal illahiat
sejelas-jelasnya. Sehingga perbedaan mengenai cara memperoleh hakikat atau
kebenaran antara nabi dan filosofialah nabi memperoleh kebenaran diturunkan
langsung dari akal aktif langsung kepada kepada nabi sebagai rahmat Allah,
sedangkan filosof memperoleh kebenaran dengan cara berusaha dan berfikir
secara terus menerus.
Menurut pemikiran Ibnu Miskawaih manusia mengalami evolusi,
berkembang bukan hanya secara fisik, tetapi berkembang pula tingkat
ecerdasannya, cara berfikirnya bertambah maju sehingga menjadi bijaksana
bahkan mendekati derajat malaikat. Manusia menurut fitrahnya mempunyai
kemampuan dan kemauaan untuk mencapai kesempurnaan. Hal ini bisa

7
dicapai melalui mawas diri, perenungan, beribadah dengan baik, menjaga dan
membersihkan jiwa dari perbuatan jahat dan tercela.

4. Filsafat Akhlak
Sebagai “Bapak Etika Islam”, Ibnu Maskawaih dikenal juga sebagai
Guru Ketiga (al Mu’allim al tsalits), setelah al Farabi yang digelari Guru
Kedua (al Mu’allim al tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru
Pertama (al Mu’allim al awwal) adalah Aristoteles. Teori Maskawaih tentang
etika dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Tahzib al Akhlaq wa That-hir
al ‘Araq (Pendidikan budi pekerti dan pembersihan watak).
Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Ibnu Maskawaih
memberikan pengertian khuluq sebagai keadaan jiwa yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan
sebelumnya.
Dengan kata lain, khuluq merupakan keadaan jiwa yang mendorong
timbulnya perbuatan secara spontan. Keadaan jiwa tersebut bisa merupakan
fitrah sejak kecil, dan dapat pula berupa hasil latihan membiasakan diri,
hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan baik.
Dari pengertian itu dapat dimengerti bahwa manusia dapat berusaha
mengubah watak kejiwaan pembawa fitrahnya yang tidak baik menjadi baik.
Manusia dapat mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat
maupun lambat. Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang
dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan
lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan
yang diperolehnya.
Ibnu Maskawaih menetapkan kemungkinan manusia mengalami
perubahan-perubahan khuluq, dan dari segi inilah maka diperlukan adanya
aturan-aturan syari’at, diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam
ajaran tentang adab sopan santun. Adanya itu semua memungkinkan manusia
dengan akalnya untuk memilih dan membedakan mana yang seharusnya

8
dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dari sini pula Ibnu Maskawaih
memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam
hubungannya dengan pembinaan akhlaq.

C. KARYA-KARYA IBNU MASKAWAIH


Jumlah karya tulisnya dalam Abdul Aziz Dahlan yang mendasarkan
kepada penulis masa lalu adalah sebanyak delapan belas buah judul yang
kebanyakan berbicara tentang jiwa dan akhlak (etika). Lain halnya dengan
Yaqut memberikan daftar 13 buah karya Miskawaih. Untuk bahan rujukan,
penulis rinci sebagai berikut:
1. Al-fauz Al-akbar (tentang keberhasilan besar
2. Al-fauz Al-Ashghar (tentang keberhasilan kecil)
3. Tajarib Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal sampai
ke masa hidupnya)
4. Uns Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, pribahasa, dan kata-kata mutiara)
5. Tartib As-Saadah (tentang akhlak dan politik)
6. Al-Musthafa ( syair-asyair pilihan)
7. Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)
8. Al-Jami
9. As-Siyar (tentang aturan hidup)
10. Tahzib Al-Akhlak (pendidikan Akhlak)
11. Ajwibah wa Al-As’ilah fi an-Nafs wa Al-Aql (Tanya jawab tentang jiwa)
12. Al-Jawab fi Al-Masa’il As-Salas (jawaban tentang tiga masalah)
13. Taharat An-Nafs (kesucian jiwa)
14. Risalah fi Al-Ladzadzat wal-Alam fi Jauhar An-Nafs
15. Risalah fi jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi fi
Haqiqat Al-Aql
16. Risalah fi Haqiqah Al-Aql.

9
Muhammad Baqir ibn Zain Al-Hawanshari yang dikutip Fuad Al-
Ahwani, mengatakan bahwa ia juga menulis beberapa risalah pendek dalam
bahasa parsi (Raudhatul Al-Jannah, Teheran, 1287 H/ 1870 M, hlm. 70 ).

D. KONSEP PENDIDIKAN IBNU MASKAWAIH


Ibnu Miskawaih merupakan sosok yang sangat terkenal juga dalam
bidang pendidikan, ide-ide cemerlang yang beliau cetuskan merupakan sebuah
wahana baru dalam bidang pendidikan yang terlahir dari karya seorang Ibnu
Miskawaih.
Sepak terjang Ibnu Miskawaih tidak diragukan lagi dalam dunia
pendidikan dan pemikiran. gagasan yang beliau tuangkan dan lahirkan
merupakan salah satu era terobosan dalam menanggapi kemajuan dunia dalam
bidang Pendidikan. Pemikiran Ibnu Miskawaih sudah seharusnya menjadi
tauladan bagi mereka yang ingin sukses dalam meraih masa depan yang
gemilang.
Untuk mencapai target pendidikan moral beliau menekankan pada
keutuhan dan bagaimana sikap bathin yang mampu mendorong perbuatan
yang bernilai luhur seara spontanitas, agar tercapai kesempurnaan dan
kebahagian yang sempurna.Dalam buku Ahmad Syari'i mengatakan bahwa
kesempurnaan manusia itu ada dua macam yaitu: pertama kesempurnaan
teoritis ( dengan mempelajari ilmu logika ) dan kedua praktis
( kesempurnaan yang diaplikansikan dengan jalan-jalan empirik). Pendidikan
dan peserta didik adalah dua indicator yang sangat diperhatikan oleh beliau
dan keberhasilan pendidikan itu haruslah didukung oleh peran-aktif dari
orang, sebagai pembimbing ketika pelajar/anak didik berada diluar wilayah
sekolah.
Menurut Ibnu miskawaih, moral atau akhlak adalah suatu sikap mental
(halu li al-nafs) yang mengandung daya dorong untuk berbuat tampa berpikir
dan pertimbangan.Dalam konsep pendidikan Ibnu miskawaih menunjukkan
bahwa manusia sebagai daya berpikir, daya bernafsu, hikmah, unsur-unsur

10
inilah yang sangat mempengaruhi sikap dan perbuatan manusia dan
bagaimana manusia bersikap berani, sederhana dan juga bersikap adil. Konsep
ini merupakan landasan pikir bahwa konsep pendidikan beliau adalah
pendidikan yang berbasis moral education.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Nama lengkap Ibnu Miskawaih ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn
Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. Di rayy (sekarang
Teheran), dan meninggal di isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/ 16
Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi (320-450
H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah dan beliau
pernah menjadi bendahara sehingga mendapat gelar al-Knazain dan gelar Abu
Ali, indikasi inilah yang membuat ia dianggap penganut Syi’ah.
Dalam dunia islam beliau dikenal sebagai seorang sejarawan, sastrawan,
filosof, dan moralis karena luasnya ilmu pengetahuan yang beliau miliki.
Menurut pemikirannya Tuhan adalah pencipta tidak berjisim dan azali. Tuhan
Esa, Ia tidak terbagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak ada yang
setara denganNya. Ia ada tanpa diadakan, adanya tidak bergantung pada yang
lain sementara yang lain membutuhkanNya.
Banyak dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan
Aristoteles tetapi lebih platonis. Dalam hal penciptaan alam semesta misalnya
yang diciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Pada masalah esensi
ruh yang kekal dan bergerak. Terlepas dari pengaruh pemikiran yunani tersebut
pemikiran Ibnu Maskawai berpengaruh pada perkembangan islam yang telah
memberika kemajuan dalam masalah akhlak terutama. Beliau adalah orang
yang pertama kali menulis tentang akhlak melalui karya-karya beliau yang
mazhur seperti namanya. Manusia ada yang memiliki sifat baik dari asalnya
yang jumlahnya sedikit dan cenderung untuk berbuat baik, ada yang memiliki
sifat buruk dari aslnya yang jumlahnya banyak dan cenderung berbuat jahat,
dan diantara keduanya ada golongan yang dapat beralih pada kejahatan hal ini
tergantung pada pendidikan dan lingkungan dimana ia tinggal.

12
B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami susun, kami sadar makalah kami
masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran kami
harapkan untuk memperbaiki makalah kami kedepan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

13
DAFTAR PUSTAKA

1) A .Mustofa. 1997. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.


2) Hernawan, A. Heris & Sunarya, Yaya. 2011. Bandung: CV. Insan Mandiri,
3) Sudarsono. 2010. Filsafat Islam. Cetakan Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta.
4) Supriadi, Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
5) http://abulraihan.wordpress.com/2008/05/12/pemikiran-ibnu-maskawaih-dan-
ibnu-thufail/

14

Anda mungkin juga menyukai