Ibnu Bajjah
Makalah ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen pembimbing:
Disusun oleh:
Kelompok 9
JURUSAN JURNALISTIK 4
2019/2020
A. PENDAHULUAN
1
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 93
B. PEMBAHASAN
Ibnu Bajjah adalah filosof Muslim yang pertama dan utama dalam
sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar
Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan
nama Ibnu Bajjah.2 Orang barat menyebutnya Avenpace.3 Ia dilahirkan di
Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M. Riwayat
hidupnya secara rinci tidak banyak diketahui orang, begitu juga mengenai
pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak terdapat
informasi yang jelas.
2
T.J. De Boer, Tarikh al-Falsafat fi al-Islam, Terj. Muhammad Abd Al-Hadi Abu Zaidah,
(Khairo: Mathba’at al-Taklif, 1962), hlm. 280.
3
Majid Fakhry, A History of Muslim Philosophy, Terj. Mulyadi Kartanegara, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1986), hlm. 397.
4
Ibn Bajjah, Kitab Tadbir al-Mutawahhid, Tahkik Ma’an Ziyadah, (Beirut: Daral-Fikr, 1978), cet.
1, hlm. 3
5
Umar Farukh, Tarikhnal-Fikr al-Arabi ila Ayyam ibn Khaldun, (Beirut: t.tp., 1962), hlm. 498.
Di saat transit di Syaitibah, Ibnu Bajjah ditangkap oleh penguasa
Al-Murabith, Amir Abu Ishak Ibrahim ibnu Yusuf ibnu Tsyfin yang
menuduhnya kafir (heresy). Hal ini disebabkan Daulat Al-Murabith,
penganut teologi al-Asy’ari karenanya mereka tidak dapat menerima
pandangan-pandangan filsafatnya. Kemudian, Ibnu Bajjah dibebaskan atas
bantuan Ibn Rusyd. Filosof besar Spanyol yang pernah menjadi
muridnya.6
Setelah itu, Ibnu Bajjah berangkat pula ke Fez, Marokko. Di kota
ini, ia diangkat menjadi wazir oleh Abu Bakr Yahya ibnu Yusuf ibnu
Tashfin selama 20 tahun. Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan
napasnya yang terakhir pada bulan Ramadhan 533 H/1138 M. menurut
beberapa informasi,7 kematiannya ini karena diracuni oleh temannya,
seorang dokter yang iri hati terhadap kegeniusannya.
6
Muhammad Saghir Hasan Al-Ma’sumi, “Ibnu Bajjah”, dalam M.M.Syarif (Ed.) A History of
Muslim Philosophy, Vol. I, (Wisbaden: Otto Harossowitz, 1963), hlm. 507. (Selanjutnya disebut
Muhammad Saghir, Ibnu Bajjah).
7
Umumnya dalam literature disebutkan kematian Ibnu Bajjah karena diracuni oleh Ibnu Zuhr,
lihat: Ibid.
8
Majid Fakhry, op.cit., hlm. 360.
menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan
dalam masyarakat negara, yang disebutnya sevagai Insan
Muwahhid (manusia penyendiri)
2. Risalat al-Wada’, risalah ini membahas Penggerak Pertama
(Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3. Risalat al-Ittishal, risalah ini menguraikan tentang
hubungan manusia dengan Akal Fa’al.
4. Kitab al-Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
11
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, al-Siyasi wa al-Din wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’I, Jilid
IV, (Kairo: Maktabat al-Nahdat al-Mishiriyyat, 1967), hlm. 272.
12
W. Montgomery Watt, Islamic Theology and Philosophy, Terll. Umar Basalim, (Jakarta: Mida
Surya Grafindo, 1987), hlm. 511.
tanpa adanya kebebasan berpikir, perkembangan filsafat tidak mungkin
terjadi.
1. Metafisika (Ketuhanan)
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudad)
terbagi dua: yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak
adalah jisim (materil) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi
dari perbuatan yang mengerakkan terhadap yang digerakkan.
Gerakan ini digerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir
rentetan gerakan ini digerakkan oleh penggerak yang tidak
bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda
dengan jisim (materi).
Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul
dari substansinya sendiri sebab ia terbatas oleh jisim. Oleh karena
itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak
terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah disebut ‘aql.
Sebagaimana Aristoteles, Ibnu Bajjah juga mendasarkan fisafat
metafisikanya pada fisika. Arugumen adanya Allah adalah dengan
adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan
gerakannya bersifat tidak terbatas. 13
2. Materi dan Bentuk
Menurut pandangan Ibnu Bajjah, Materi (al-Hayula) tidak
mungkin bereksistensi dengan sendirinya tanpa materi. Jika tidak,
13
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm 192.
secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya
modifikasi (perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-
perubahan tersebut adalah suatu kemungkinan dan inilah yang
dimaksud dengan pengertian bentuk materi.
Bentuk menurut Ibnu Bajjah, bertingkat-tingkat. Tingkat
yang paling rendah adalah bentuk materi pertama dan yang paling
tinggi adlah bentik akal pemisah (al-‘aql al-mufarid). Dari bentuk
yang paling rendah sampai pada bentuk yang paling tinggi terjalin
seperti mata rantai. Akal manusiawi dapat mencapai bentuk
kesempurnaannya dengan melewati rantai tersebut dengan
berfilsafat. Jiwa seperti ini dapat berhubungan dengan Akal Aktif.
Setiap materi, menurut Ibnu Bajjah, mempunyai tiga bentuk,
bentuk rohani umum atau bentuk intelektual, bentuk khusus dan
bentuk fisik. 14
3. Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai
satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana
jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa digerakkan
dengan dua jenis alat; alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah.
Alat-alat jasmaniah diantaranya ada beberapa buatan dan ada pula
yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini
lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah
dengan pendorong naluri (al-harr al-gharizi) atau roh insting. Ia
terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa menurut Ibnu Bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal
setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan,
baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka).
Akal, daya berpikir bagi jiwa, satu bagi setiap orang yang berakal.
14
H. Sirajuddin Zar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm 194.
Ia dapat bersatu dengan Akal Fa’al yang di atasnya dengan jalan
ma’rifah filsafat.15
Filsafat jiwa Ibnu Bajjah tentang jiwa pada prinsipnya didasarkan
pada filsafat Al-Farabi dan Ibnu Sina.
4. Akal dan Ma’rifah
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat
penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui
sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan musalah
Ilahiyat. Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua jenis
a. Akal teoretis, akal ini dapat diperoleh hanya berdasarkan
pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau abstrak,
b. Akal praktis, akal ini diperoleh melalui penyelidikan
(eksperimensi) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh akal ada dua jenis
pula yang dapat dipahami, tetapi tidak dapat dihayati, yang dapat
dipahami dan dapat pula dihayati.16
5. Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan
hewani dan manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan atas
dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah
perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan
yang bersih lagi luhur.
Pandangan Ibnu Bajjah di atas sejalan dengan ajaran Islam,
yang juga mendasarkan perbuatan pada motivasi pelakunya. Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa manusia yang mendasarkan
perbuatannya atas iradah yang merdeka dan akal budi akan dapat
mencapai kebahagiaan.
15
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm 195.
16
Muslim Ishak, Tokoh-Tokoh Filsafat Islam dari Barat (Spanyol), (Surabaya: Bina Ilmu, 1980),
hlm.31.
Sercara ringkas Ibnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusia
menjadi tiga tingkat sebagai berikut.
i. Tujuan jasmaniah, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah.
Pada tujuan ini manusia sama derajatnya dengan hewan.
ii. Tujuan rohaniah khusus, dilakukan atas dasar kepuasan
rohaniah. Tujuan ini akan melahirkan keutamaan akhlaqiah
dan aqliyah.
iii. Tujuan rohaniah umum (rasio), dilakukan atas dasar
kepuasan pemikiran untuk dapat berhubungan dengan
Allah. Inilah tingkat manusia yang sempurna yang ingin
dicapai manusia penyendiri Ibnu Bajjah.
6. Politik
Pandangan politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandangan
politik al-Farabi. Sebagaimana al-Farabi, dalam buku Ara’ ahl al-
Madinat al-Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga membagi negara
menjadi negara utama dan negara yang tidak sempurna, seperti
negara jahiliah, fasiqah, dan lainnya.
Pendapat Ibnu Bajjah ini sejalan dengan al-Farabi.
Perbedaannya hanya terletak pada penekanannya. al-Farabi titik
tekannya pada kepala negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya
pada warga negara (masyarakat). 17
Warga negara utama, menurut Ibnu Bajjah, mereka tidak lagi
memerlukan dokter dan hakim. Sebab mereka hidup dalam
keadaan puas terhadap segala rezeki yang diberikan Allah, yang
dalam istilah agama disebut denga al-qana’ah. Mereka tidak mau
memakan makanan yang akan merusak kesehatan. Mereka juga
hidup saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling
menghormati. Oleh karena itu, tidaklah akan ditemukan
17
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm 198.
perselisihan antara mereka. Mereka seluruhnya mengerti undang-
undang negara dan mereka tidak mau melanggarnya.18
7. Manusia Penyendiri
Filsafat Ibnu Bajjah yang paling populer ialah manusia
penyendiri (al-insan al-munfarid). Pemikiran ini termuat dalam
magnum opnum-nya Kitab Tadbir al-Mutawahid. Sebagaimana al-
Farabi, pembicaraan Ibnu Bajjah tentang hal ini erat kaitannya
dengan politik dan akhlak.
Dalam menjelaskan manusia penyendiri, Ibnu Bajjah terlebih
dahulu memaparkan pengertian tabdir at-mutawahid. Lafal tabdir,
menurut Ibnu Bajjah adalah mengatur perbuatan-perbuatan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, dengan kata lain, aturan yang
sempurna.
Adapun yang dimaksud istila al-mutawahid menurut Ibnu
Bajjah ialah seorang filsof atau beberapa orang filsof hidup pada
salah satu negara yang tidak sempurna, mereka harus
mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat
yang tidak baik. Mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama
atau ilmuwan. Akan tetapi, apabila tidak ditemukan ulama dan
ilmuwan, mereka harus mengasingkan diri secara total, dalam arti
tidak berhubungan sama sekali dengan masyarakat, kecuali dalam
hal-hal yang tidak dapat dihindarkan sekedar keperluan atau
kebutuhan.
Apabila filsuf tidak melakukan hal demikian, mereka tidak
akan mungkin dapat berhubungan dengan Akal Fa’al karena
pemikiran mereka akan merosot dan tidak akan pernah mencapai
tingkatn Akal mustafad, yakni akal yang dapat berhubungan
dengan Akal Fa’al. Itulah sebabnya Ibnu Bajjah menyamakan
18
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm 199.
manusia penyendiri bagaikan tumbuhan. Jika tidak menyendiri
dalam menghadapi kondisi seperti itu, ia akan layu, artinya
pemikiran filsafatnya mengalami kemunduran. Jika itu terjadi,
filsof dimaksud tidak akan pernah mencapai kebahagiaan
(sa’adah)19
Filsafat manusia penyendiri menurut Ibnu Bajjah diatas mirip
dengan ajara tasawuf agar manusia meniru sifat-sifat Allah:
takhallaqu bi akhlaq Allah (hiaslah dirimu dengan akhlak-ahlak
Allah). Ini dimaksudkan bukan menyaingi Allh, tetapi manusia
diharapkan agar mengembangkan sifat-sifat baik yang terdapat
dalam dirinya.
C. KESIMPULAN
Ibnu Bajjah adalah filosof Muslim yang pertama dan utama dalam sejarah
kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad
ibnu Yahya ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Ia
juga aktif dalam dunia politik, sehingga Gubernur Saragossa Daulat Al-
19
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm 202.
Murabith, Abu Bakar ibnu Ibrahim Al-Sahrawi mengangkatnya menjadi
wazir.
Karya tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat, ialah
sebagai berikut.
1. Kitab Tadbir al-Mutawwahid, ini adalah kitab yang paling
populer dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini
berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu
menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan
dalam masyarakat negara, yang disebutnya sevagai Insan
Muwahhid (manusia penyendiri)
2. Risalat al-Wada’, risalah ini membahas Penggerak Pertama
(Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3. Risalat al-Ittishal, risalah ini menguraikan tentang
hubungan manusia dengan Akal Fa’al.
4. Kitab al-Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
1. Metafisika (Ketuhanan)
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudad) terbagi dua:
yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim
(materil) yang sifatnya finite (terbatas). Penggerak ini bersifat
azali. Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab
ia terbatas oleh jisim. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal
dari gerakan yang infinite (tidak terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah
disebut ‘aql.
DAFTAR PUSTAKA
Daral-Fikr.
RajaGrafindo Persada.
Bina Ilmu.