Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi


Dosen pengampu: Moh.Hendra S.Pd. M.Pd.I

Di susun oleh:

 Siti nur ainul hikmah

 Usis azizah

 Tamara inka sona

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM ZAINUL HASAN

KRAKSAAN-PROBOLINGGO

TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, atas


limpahan Rahmat, Taufiq serta Inayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Makalah sebagai salah satu tugas Aswaja
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita, nabi besar
Muhammad SAW. Adapun dalam penyusunan makalah ini penyusun mengambil
judul “beografi imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi”

Dalam kesempatan kali ini penyusun menyampaikan banyak-banyak terima kasih


kepada dosen serta teman-teman atas bimbingan, pengarahan, serta bantuan baik
materi sehingga dapat terselesainya makalah ini.

Penyusun menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki,


maka dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dan penyusun sangat
menghargai apabila ada kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan
makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini senantiasa bermanfaat khususnya bagi
penyusun selaku mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Zainul Hasan
dan bagi pembaca semua pada umumnya. Amin.
Probolinggo, 9 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
a. riwayat Al-Asy’ari dan Al-Maturidi...........................................................................4
BAB III..............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
Kesimpulan:.......................................................................................................................9
Saran..................................................................................................................................9
Daftar Pustaka..................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Asy’ari berubah pendirian dari kedudukannya sebagai pembela Mut’tazilah
menjadi pembela faham salaf di kalangan para ulama terjadi perselisihan dan
merupakan perdebatan yang terus berkembang. Abū al-Ḥasan al-Asyʿarī (‫;األشعري‬
nama lengkap: Abū al-Ḥasan ʿAlī ibn Ismāʿīl ibn Isḥāq al-Ashʿarī; c. 874–
936 M/260–324 H) sering disebut sebagai Imam al-Asyʿari atau Imam
Asy'ari oleh Muslim Sunni, adalah seorang sarjana Muslim
Arab dari yurisprudensi Syafi'i, penafsir kitab suci, pembaharu (mujaddid),
dan teolog skolastik (mutakallim), yang terkenal sebagai pendiri dari teologi
Islam Sunni Asy'ariyah. Al-Asyʿari terkenal karena mengambil posisi di antara
dua madzhab teologi yang sudah ada, yakni Atsariyah dan Mu'tazilah. Dia
membangun jalan tengah di antara paham tradisionalis Atsariyah yang menolak
rasionalitas dan paham progresif Mu'tazilah yang mengedepankan rasionalitas.[6]
Pada satu sisi paham tradisionalis menekankan arti literal dari naskh al-Qur'an dan
Hadis serta menolak ilmu kalam (teologi dialektis), di sisi lain paham progresif
yang melulu mengandalkan rasionalitas dalam perkara teologis dan menganggap
al-Quran sebagai makhluk.

Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad


bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa
Arab: ‫( )أبو منصور محمد بن محمد بن محمود الماتريدي السمرقندي الحنفي‬wafat 333 H / 944 M)
adalah imam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam. Abu
Manshur al-Maturidi, Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-
Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan
terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam
catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya

1
2

serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita
satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais
Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin
yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya.

B. Rumusan Masalah
Adapaun masalah yang di bahas dalam Makalah ini Adalah :

1. Bagaimana riwayat hidup Al-Asy’ari dan Al-Maturidi?

2. Bagaimana fungsi dan manfaat syafaat bagi manusia menurut imam Al


maturidi?

C. Tujuan
Tujuan makalah yang paling utama ialah menginformasikan, menganalisis,
dan membujuk dengan cara lugas dan memungkinkan pembaca untuk terlibat
secara kritis dalam suatu topik ilmiah:
1. Ingin mengetahui beografi imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
2. Ingin menganalisis tentang fungsi dan manfaat syafaat bagi manusia
menurut imam Al maturidi
3. Ingin mengetahui riwayat Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
BAB II
PEMBAHASAN

Imam Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Manshur Al-


Maturidi (lahir di Maturid Samarkand, yang tanggal kelahirannya sulit di lacak,
diperkirakan pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah, tetapi wafat Al-Maturidi, di
sebutkan oleh banyak referensi adalah pada tahun 333 Hijriyah).1 Al-Maturidi
sebagai pendiri aliran Al-Maturidiyah, adalah seorang ahli fiqih madzhab Hanafi,
belajar fiqih Hanafi pada dua orang ulama besar mazdhab Hanafi, yaitu
Muhammad bin Muqatil Ar-Rozi (w. 248 H), dan Nushair bin Yahya Al-Balkhi
(w. 228H). Ia mempunyai hubungan nashab dengan sahabat Nabi Saw yaitu Abu
Ayub Al- Anshori, yang rumahnya di tempati oleh Nabi Muhammad Saw pada
hari – hari awal berada di Madinah setelah hijrah. Wilayah Samarkand pada waktu
Al-Maturidi berada disana merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju,
menjadi pusat kehidupan intelektual disamping pusat perkembangan sekte – sekte
keagamaan, baik dilingkungan islam maupun non islam.

Abu al-Hasan al-Asy arī (a; nama lengkap: Abu al-Hasan 'Ali ibn Ismail
ibn Ishaq al-Ash'arī; c. 874-936 M/260-324 H)[1][2] sering disebut sebagai Imam
al-Asy'ari atau Imam Asy'ari oleh Muslim Sunni, adalah seorang sarjana Muslim
Arab dari yurisprudensi Syafi'i, penafsir kitab suci, pembaharu (mujaddid), dan
teolog skolastik (mutakallim), yang terkenal sebagai pendiri dari teologi Islam
Sunni Asy'ariyah. Al-Asy'ari terkenal karena mengambil posisi di antara dua
madzhab teologi yang sudah ada, yakni Atsariyah dan Mu'tazilah. Dia
membangun jalan tengah di antara paham tradisionalis Atsariyah yang menolak
rasionalitas dan paham progresif Mu'tazilah yang mengedepankan rasionalitas.
Pada satu sisi paham tradisionalis menekankan arti literal dari naskh al- Qur'an
dan Hadis serta menolak ilmu kalam (teologi dialektis), di sisi lain paham
progresif yang melulu mengandalkan rasionalitas dalam perkara teologis dan
menganggap al-Quran sebagai makhluk.

3
4

A. Riwayat Al-Asy’ari dan Al-Maturidi


Abu al-Hasan al-Asy’ari dilahirkan pada tahun 260 H. Sejak masih muda, Abu al-
Hasan al-Asy’ari telah ditinggal wafat oleh ayahnya. Kemudian, atas wasiat
ayahnya Abu al-Hasan al-Asy’ari dipasrahkan untuk menimba sanad Hadits
kepada Syekh Zakaria as-Saji, salah satu ulama yang terkenal dengan kepakaran
ilmu hadits dan ilmu fiqih yang juga murid terbaik Imam Ahmad bin Hanbal.
Selain itu, Abu al-Hasan al-Asy’ari juga mengambil sanad hadits kepada Abu
Khalaf al-Jahmi, Abu Sahl bin Sarh, Muhammad bin Ya’qub al-Muqri’, dan
Abdurrahman bin Khalaf al-Bashri (Tajuddin as-Subuki, Thabaqat Syafi’iyyah al-
Kubra, Beirut: Darul Kutub al-Islamiyyah, 2009, vol. 3, hal. 347). Memang benar,
semasa mudanya Abu al-Hasan al-Asy’ari menimba ilmu kepada Ali al-Juba’i
seorang tokoh ulama Mu’tazilah yang juga ayah tirinya sebagaimana yang dicatat
oleh Shalahuddin ash-Shafadi dalam kitab al-Wafi bil Wafayat. Akan tetapi, justru
pengalamannya berdiskusi bersama para pakar sekte Mu’tazilah di masa mudanya
kelak menjadi bekal untuk mematahkan setiap argumentasi sekte Mu’tazilah
ketika ia telah terpanggil untuk membela manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah.
Abu al-Hasan al-Asy’ari lebih terkenal dengan pemikirannya di dalam ilmu
aqidah dengan karya monumentalnya yang berjudul “Maqalat al-Islamiyyin” yang
berisikan sejarah perkembangan berbagai sekte dalam Islam sejak zaman kenabian
hingga di masanya. Akan tetapi, ia juga memiliki beberapa karya besar dalam
berbagai bidang ilmu. Di dalam ilmu Hadits, Abu al-Hasan al-Asy’ari membuat
kitab khusus yang berisikan bantahan terhadap Ibnu Rawandi, salah satu tokoh
Mu’tazilah yang menentang hadits mutawattir. Di bidang tafsir Al-Qur’an, beliau
menulis kitab tafsir al-Mukhtazin. Di bidang ushul fiqh, beliau menulis kitab al-
Ijtihad dan al-Qiyas. Menurut Ibnu as-Sakir, Abu al-Hasan al-Asy’ari memiliki 90
karya tulis. Menurut Ibnu Hazm, Ibnu Katsir, dan Ibnu Imad al-Hambali, beliau
memiliki 55 karya tulis. Dan menurut Tajuddin as-Subuki, beliau memiliki 21
karya tulis. Akan tetapi, saat ini hanya ada 8 karya beliau yang tercetak, yaitu
kitab Maqalat al-Islamiyyah, kitab al-Luma’ fi Radd ala Ahli Zaigh wal Bida’,
kitab Tasir al-Qur’an, kitab al-Imad fi Ru’ya, kitab Risalah al-Iman, kitab Risalah
al-Istihsan al-Khaud di Ilm al-Kalam, kitab Qaul Jumlah Ashab al-Hadits wa
5

Ahlussunnah fi al-I’tiqad, dan kitab al-Ibanah an Ushul ad-Diyanah (lihat majalah


Shaut al-Azhar edisi Rabi’ul Awwal 1440 H, hal. 170) Sang Penerus Manhaj Para
Sahabat Nabi Peran Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam bidang ilmu aqidah adalah
sebagai tokoh yang menguatkan argumentasi serta dalil-dalil yang telah
diutarakan oleh para ulama di zaman sebelumnya. Ia adalah tokoh yang terang-
terangan melawan segenap aqidah yang menyimpang dari pemahaman yang
diajarkan para sahabat Nabi. Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah
pemukiman di kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang
terletak di seberang sungai. Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin
Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Dalam
manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu
Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari,
seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi
menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan
oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-
Imam.

Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu


Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman
kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama
besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur
(w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-
Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi). Abu Manshur al-Maturidi,
Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai
dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak
kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir,
Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka.
Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah
menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para
pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah
6

(pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud),


dan beberapa julukan lainnya

Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi.

Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte


Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah
mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte
Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar
tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan
beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal
ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur
perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur
tengah.

Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling


berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu
mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi
nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak
pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu
terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan
bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah
penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh
al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-
Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu
hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal
melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

Tokoh kita ini berguru kepada Abu Bakar Ahmad al-Juzjani, Abu Nashr Ahmad
al-‘Iyadh, dan Nushair bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H), dan Muhammad bin
Muqatil ar-Razi (w. 248 H). Seluruh guru Abu Manshur al-Maturidi tersebut
mengambil sanad keilmuan kepada Abu Sulaiman bin Musa al-Juzjani.
Sedangkan, Abu Sulaiman bin Musa al-Juzjani mengambil sanad keilmuan
7

kepada al-Qadhi Abu Yunus (w. 182 H) dan Muhammad bin al-Hasan (w. 189 H)
yang merupakan dua murid terbaik imam Abu Hanifah. Murid-murid Abu
Manshur al-Maturidi yang paling masyhur adalah Abu Qasim as-Samarkandi (w.
342 H), Ali ar-Rustaghni (w. 350 H), dan Abu Muhammad Abdul Karim bin
Musa al-Bazdawi (w. 390 H). (Dr. Ahmad Hamdi Ahmad Ali, Juhud al-Madrasah
al-Maturidiyyah [Kairo: Maktabah al-Azhariyyah li at-Turats], 2017, hal. 35).

Para ulama ahli sejarah sepakat menyatakan bahwa Abu Manshur al-Maturidi
wafat pada tahun 333 H. Abu Manshur al-Maturidi wafat pada usia sekitar 100
tahun dan dimakamkan di daerah Samarkand.

B. Fungsi dan manfaat syafaat bagi manusia manurut menurut imam Al


maturidi

Dengan disyariatkannya syafaat dan pengakuan tentang adanya syafaat


dalam system kepercayaan islam, dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yangdibangun atas pensyaratan dan kepercayaan terhadap syafaat
tersebut. Yang demikian itu dikarenakan kepercayaan terhadap syafaat yang
memiliki persyaratan yang rasional itu, bertujuan untuk membanngkitkan cita-cita
dalam jiwa para pelaku maksiat dan kalbu orang-orang berdosa, agar dapat
mendorong mereka untuk kembali dari perbuatan jahat mereka, mengevaluasi
tindakan mereka yang keliru dan mencegah untuk berlarut-larut dalam
kemaksiatan.4 Sebabnya apabila mereka melihat bahwa kembali dari jalan yang
batil menuju jalan yang benar akan menyelamatkan mereka dari akibat-akibat
perbuatan jahat mereka yang mereka lakukan sepanjang umur mereka, maka
mereka akan memperoleh kesempatan untuk mengubah perilaku mereka dan
mengganti perbuatan mereka dengan yang lebih di ridhai Allah SWT.
Kepercayaan ini yang dari sebagian segi mungkin saja dapat membangkitkan
hasrat menentang kebenaran dalam diri para pelaku maksiat, dapat pula
memperbaiki perilaku orang-orang yang berdosa dan mendorongnya untuk
bertobat, serta mencampakkan perbuatan-perbuatan dosa besar yang selama ini
8

mereka lakukan. Hakikat ini akan menjadi jelas manakalah kita pikirkan secara
mendalam persoalan tobat yang telah disepakati para ulama dan dinyatakan oleh
Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi. Sebab seandainya pintu taubat itu tertutup
dihadapan para pelaku maksiat dan pelaku dosa meyakini bahwa perbuatan
maksiatnya yang hanya sekali ia lakukan akan menyebabkan dirinya selamanya
berada dalam neraka dan dia tidak akan pernah bisa terbebas darinya, maka tidak
diragukan lagi bahwa keyakinan seperti ini akan menyebabkan berlarut-larutnya
kejahatan dan perbuatan dosa. Sebab mereka meyakini bahwa kalaupun mereka
mengubah kelakuan atau perilaku mereka untuk masa-masa mendatang, toh
semuanya itu tidak bakal mengubah nasib mereka, sehingga mereka akan
meyakini bahwa tidak ada gunanya lagi meninggalkan kemaksiatan dan
menikmati kelezatannya, untuk kemudian diganti dengan beribadah dan ketaatan
hingga akhir hayat mereka. Ini tentu saja berbeda dengan seandainya orang
tersebut menemukan harapan dan adanya pintu terbuka, dan yakin bahwa Allah
SWT akan menerima tobatnya mana kala ilakukan dengan semurni-murninya, dan
bahwa ia kembali kejalan yang benar, niscayahal itu bisa mengubah nasibnya
diakhirat kelak, bisa menyelamatkan dirinya dari akibat perbuatan jahatnya dan
dari siksa pedih yang akan dihadapinya. Pada kondisi seperti itu,kemungkinan dia
akan meninggalkan kemaksiatannya, kembali kepada ketaatan, memohon ampun
atas dosa-dosanya, dan meminta dijauhkan dari kejahatan- kejahatannya.
Keyakinan ini mempunyai dampak yang konstruktif dalam mendidik manusia
khususnya kaum muda. Betapa banyaknya kaum muda yang terjerumus dalam
kejahatan, menghabiskan malam-malamnya dalam kenikmatan yang diharamkan ,
kemudian berbalik seratus delapan puluh derajat karena naungan taubat dan
keyakinan bahwa tobat itu bisa memperbaiki orang-orang yang berdosa dan
bahwa pintu rahmat selamanya terbuka, kemudian mereka menghabiskan malam-
malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan ketaatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan:
Beliau patut di contoh dengan ahlak dan kajian ilmu kaidah nya dan
Syafaat secara umum adalah memohon dihapuskan dosa dan kesalahan
seseorang.selanjutnya menurut Al-Maturidi syafaat Rasul itu diperuntukkan bagi
orang mukmin yang berdosa bukan bagi orang mukmin yang telah dijanjikan
masuk surga, dan syafaatRasul ini bertalian erat dengan adanya hak pengampunan
dosa si mukmin dari tuhan.Dengan demikian, syafaat Rasul itu datang karena
adanya kesalahan seorang mukmin yang mengharuskan adanya hukuman Tuhan.
Tetapi karena dia telah memiliki kebaikan yang paling Agung (A'zamul Khair)
berupaa iman dan sudah barang tentu memiliki pula amal-amal kebaikan yang
bernilai taat terhadap ajaran agama, maka seharusnyalah ia telah memiliki hak
pengampunan dari Tuhan atas kesalahannya yang menyebabkan adanya hukuman
(dosa) sekalipun itu berupa dosa besar, sehingga dengan datangnya syafaat Rasul,
si mukmin tersebut tidak kekal berada dineraka.

B. Saran
melangkah maju dengan kalam yang rasional tetapi tetap menjunjung
tinggi petunjuk Al-qur'an dan Al-sunnah (Kalam Ahlussunnah Waljamaah). Maka
pemikiran kalam Al-maturidi menjadi pilihan yang paling tepat. Dengan
menerapkan kalam al-maturidi yang rasional motiveren itu, niscaya setiap insan
muslim akan senantiasa terppacu sumber senerginya untuk selalu aktif dan kreatif
dalam bebuat, baik perbuatan yang bersifat ruhani-ukhrawi maupun perbuatan
yang bersifat jasmani-duniawi. Sehingga kesejahteraan duniawi akan
teroptimalisasikan secara berimbang. Kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan
ukhrawi akan sama-sama terraih secara maksimal.

9
10

DAFTAR PUSTAKA

AR, Fathur Rohman. "Latar Belakang Pemikiran Abu Hasan Asy’ari Dan Abu
Mansur Al-Maturidzi Dalam Konsep Ahlussunnah Wal Jama’ah." Pena
Islam Jurnal Pendidikan Agama Islam 4.2 (2021): 30-44.

AR, Fathur Rohman. Latar Belakang Pemikiran Abu Hasan Asy’ari Dan Abu
Mansur Al-Maturidzi Dalam Konsep Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pena
Islam Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2021, 4.2: 30-44.

Hanafi, M.A, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1980.

Putri, Ainun, et al. "AHLUSUNNAH WAL-JAMA'AH." El-Afaq; PROSIDING


FAI 1.1 (2022).

Anda mungkin juga menyukai