Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AHLI SUNNAH (MATURIDIYAH)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Dra. Halimah, S.M., M.Ag.

Disusun oleh kelompok 2:

Muhammad Hafizh Taufik (11190340000062)

Sayyid Jafar Ash Shodiq Almunawar (11190340000070)

Muhammad Aziz Herdiansyah (11190340000115)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Puji Syukur kami kepada Allah SWT karena dengan segala kuasaNyalah kami dapat
menyusun makalah terkait Ilmu kalam yang membahas pemikiran kalam pada aliran Ahli
Sunnah Maturidiyah

Kami menghaturkan terimakasih kepada dosen pengampu Mata kuliah Ilmu


Kalam,juga kepada teman-teman sekalian yang telah memberikan sumbangsih berupa materi
maupun non-materi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini meskpun masih jauh dari
kata sempurna. Mohon maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, karena kami (penulis) masih sama-sama dalam proses belajar. Dengan ini, kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima Kasih

Palembang, 10 Mei 2021

Penulis
A. Sejarah Ahli Sunnah Maturidiyah
1. Biografi Singkat Abu Mansur Maturidi

Secara mendasar dapat dikatakan bahwa aliran maturidiyah merupakan perlawanan


kepada aliran mu'tazialh yang cenderung menyimpang dari jalur sebenarnya karena
menggunakan akal (atau ra'yu) di dalam teologi Islam. Maturidiyah dipelopori oleh Abu
Mansur Maturidi yang dalam teologi Islamnya menggunakan pendekatan naql dan ra'yu.

Abu Mansur Maturidi memiliki nama lengkap Abu Mansur Muhammad ibn
Muhammad ibn Maturid. Beliau dilahirkan pada tahun 238 H/853 M di daerah Maturid yang
merupakan bagian dari Samarqand.

Al-Maturidi menerima pendidikan yang cukup baik dalam berbagai ilmu pengetahuan
keislaman di bawah asuhan empat ulama terkemuka pada masa itu, yaitu: Syaikh Abu Bakar
Ahmad ibn Ishaq, Abu Nashr Ahmad ibn al-Abbas ibn al-Husain al-Ayadi al-Ansari alFaqih
al-Samarqandi, Nusair ibn Yahya al-Balkhi (w.268/881), dan Muhammad ibn Muqatil al-Razi
(w.248/862). Mereka adalah murid-murid Abu Hanifah (w.150/767)

Oleh karena itu, melihat kecenderungan mazhab fiqihnya, ia mengikuti mazhab Hanafi
dan beliau juga termasuk ulama hanafiyah 1 . Hal ini dipengaruhi oleh guru-gurunya yang
termasuk mengikuti mashab Hanafiyah.

2. Kondisi Sosio Kultural Masyarakat Pada Masa Al -Maturidi

Abad ke-2 dan ke-3, saat di mana al-Maturidi hidup, kondisi politik dalam dunia Islam
yang berpusat di Bagdad, tengah mengalami disintegrasi, terutama sejak masa Kekhalifahan
al-Ma’mum (198-218/813-833). Hal ini kemudian mengakibatkan lahirnya dinasti-dinasti kecil
di wilayah kekuasaan Abbasiyah2. Daerah Asia Tengah juga tidak terlepas dari kondisi ini.
Pada awal abad ke-3/9 di Khurasan berdiri dinasti Tahiriyah (205-259 H/827-873 M). Setelah
itu digantikan oleh dinasti Samaniyah (261-389 H/874-999 M) yang berpusat di Bukhara,
kekuasaannya meliputi Khurasan dan Transoxiana.3 Di bawah pemerintahan dinasti inilah al-
Maturidi menghabiskan sebagian besar dari umurnya. Menurut Ludmila Polonskaya dan
Alexei Malashenki (1994: 12), kondisi politik di wilayah kekuasaan Samaniyah cukup stabil,
dan kebebasan berfikir cukup terjamin, sehingga sangat kondusif bagi perkembangan ilmu

1
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 259
2
Zaydan’s, Jurji. History of Islamic Civilization, 1978 diterjemah ke dalam bahasa Inggris oleh DS. Morgolioth,
New Delhi: Kitab Bhavan. Hal 240.
3
Hasan Ibrahim. 1965. Tarikh al-Islam. Juz III. Cet. VII. Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Mishriyyah.hal. 82
pengetahuan. Samarqand dan Bukhara, menurut Watt (1990: 38), dikenal sebagai pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam yang penting di wilayah ini. Penduduk yang berdiam
di Asia Tengah terdiri dari orang-orang Iran, Turki dan Arab. Mayoritas muslim mengikuti
mazhab Hanafi di samping juga ada beberapa pengikut Syafi’i. Di daerah Khurasan, terdapat
aliran Khawarij di Sajistan dan Mu’tazilah di Naisabur. 4
Aliran Syi’ah Qaramithah juga
terdapat di daerah ini. Menurut Syahrastani aliran Qaramithah di Khurazan dikenal juga dengan
nama al-Ta’limiyyah dan al-Mulhidah, tokohnya yang terkemuka adalah Ahmad Nahshabi
yang sangat keras menentang para ulama salaf. Abu Zahrah menegaskan, Samarqand
merupakan tempat diskusi para ulama fiqh, ushul fiqh dan para muhaddisin dan mutakallimin
dari berbagai aliran mazhab. Al-Maturidi hidup di tengah-tengah perlombaan yang
berlangsung ketat dalam rangka menghasilkan penalaran dan pemikiran.

3. Lahirnya Maturidiyah

Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap aliran Mu'tazilah yang
memiliki konsep teologi Islamnya menggunakan pendekatan ra'yu atau menggunakan akal
pikiran secara berlebihan. Setidaknya hal ini diinformasikan di dalam kitab Rass Awa'il al-
Adilalh li al-ka'bi, Kitab Radd Tahdhib al-Jadal li al-Ka'bi dan Kitab Bayan Wahm al-
Mu'tazilah yang memberikan respon ketidakpuasan terhadap konsep maturidiyah tersebut.
Tetapi hal ini juga bukan membuat dilarangnya menggunakan akal dalam teologi Islam,
melainkan akal juga digunakan dalam teologi Islam.

Faktor lainnya yang menjadi latar belakang munculnya aliran Maturidiyah adalah
kekhawatiran Abu Mansur terhadap meluasnya paham Syi'ah khususnya aliran Qaramithah.
Dengan keadaan seperti itu menjadikan dorongan untuk Abu Mansur untuk menggunakan
metode sintesis naql dan akal dalam pemikiran kalam5 yang merupakan menjadi jalan tengah
antara aliran rasional ala Mu’tazilah dan aliran tradisional ala Hambali. Menarik untuk
dicermati, bahwa dalam pemikiran teologinya al-Maturidi memberikan otoritas yang cukup
besar pada akal, paling tidak bila dibandingkan dengan alAsy’ari yang juga dikenal sebagai
tokoh yang memadukan antara al-aql dan al-naql dalam teologinya. Misalnya, baik dan buruk
dapat diketahui melalui akal meski tak ada wahyu, karena baik dan buruk dinilai berdasarkan
substansinya, demikian menurut al-Maturidi. Sedangkan menurut al-Asy’ari, baik dan buruk
dinilai menurut syara’/ wahyu.

4
Ahmad Amin. 1964. Zhuhr al-Islam. Juz I dan IV. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah.hal. 261
5
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 261
4. Perkembangan Maturidiyah

Setelah Abu Mansur Maturodi meninggal tongkat kepemimpinan dilanjutkan kepada


murid-muridnya yakni Abd al-Hakim al-Samarqandi, Abu al-hasan Ali ibn Said al-Rastafgani,
Abu Muhammad Abd al-Karim Ali ibn Musa al-Bazdawi, dan Abu al-Laith al-Bukhari.

Di antara keempat murid tadi yaitu al-Bazdawi memiliki cucu yang bernama Abu al-
Yusr Muhammad ibn Muhammad ibn Abdul Karim al-Bazdawi. Pada masa ini pandangan
teologinya cenderung mendekati Ash'ariyah sehingga mada masa itu juga menyebabkan
Maturidiyah terbagi menjadi dua yakni Maturidiyah Samarqand yang cenderung mendekati
Mu'tazilah pemikirannya, sedangkan yang kedua Maturidiyah Bukhara yang dipimpin
Maturidi sendiri yang cenderung mendekati Asy'ariyah7.

Perbedaan kedua pecahan aliran ini adalah menurut Maturidiyah Samarqand percaya
kepada Tuhan dan bersyukur kepadanya sebelum ada wahyu adalah wajib, sedangkan menurut

6
al-Bagdadiy, Abu Manshr ,Abd al-Qahir ibn Thahir al-Tamimiy. 1981. Kitab Ushl al-Din. Cet. III . Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah. Hal. 308.
7
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 264
Bukhara menyatakan bahwa akal hanya dapat sampai pada percaya kepada Tuhan tetapi tidak
dapat mengetahui wajibnya hal itu sebelum adanya wahyu.

Selanjutnya Maturidiyah masuk ke masa selanjutnya yaitu masa Najm al-din


Muhammad al-Nasafi yang merupakan murid dari al-Bazdawi juga dan setelah itu
perkembangan Maturidiyah dipelopori oleh Abdul Mu'in Maymun ibn Muhammad al-
Makhuliy al-Nasafi, kemudian’Ala al-Din Abu Bakar Muhammad al-Samarqand, Nur al-Din
Muhammad al-Shabuni, Hafidz al-Din Abu al-Barakat Abdullah al-Nasafi dan seterusnya
sampai kepada masa Hasan Kafia Pruscak Basnawi.

Bagaimana perkembangan (materi) ajaran Maturidiyah? Apakah mengalami


pergeseran dari paham al-Maturidi sendiri? Ayyub Ali, dalam Aqidah al-Islam wa al-Imam al-
Maturidi, sebagaimana yang dikutip oleh Ceric8 menyatakan bahwa berbeda dengan orang-
orang Asy’ariyah setelah wafatnya al-Asy’ari, orang-orang Maturidiyah tidak menambahkan
sesuatu yang substansial pada pemikiran teologi al-Maturidi. Hal ini, lanjut beliau, disebabkan
karena

(1) Orang-orang Maturidiyah lebih banyak berkonsentrasi pada masalah fiqh.

2) Dasar pemikiran teologi Maturidiyah-Hanafiyah telah dibuat oleh Abu Hanafiah,


sedangkan al-Maturidi hanya menyempurnakannya, berbeda dengan al-Asy’ari yang baru
meletakkan dasar pemikiran teologi Asy’riyah yang kemudian disempurnakan oleh para
pengikutnya

Aliran Maturidiyah, seperti telah dikemukakan sebelumnya banyak dianut oleh umat
Islam yang memakai mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sendiri banyak dianut oleh umat Islam di
kawasan Turki baik Barat maupun Asia Tengah, dan di anak benua India.9 Juga terdapat di Irak
dan negeri-negeri non Arab, bercampur dengan mazhab Syafi’i. Menurut Ibnu Khaldun,
mazhab Hanafi pada masa ini dianut oleh umat Islam di Iraq, India, Cina, daerah seberang
sungai Euprat dan Tigris, serta negeri-negeri non-Arab seluruhnya, bersaing dengan mazhab
Syafi’i.10

8
Mustafa Ceric. , 1995. Roots of Synthetic Theologi in Islam: A Study of the Theology of Abu Mansur al-
Maturidi, Kuala Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and Civilization. Hal.232.
9
Goldziher, Ignaz. 1991. Pengantar Teologi dan Hukum Islam, terj.: Henri Setiawan. Jakarta: Indonesia-
Nederland Cooperation in Islamic Studies (INIS). Hal. 46-47.
10
Ibnu Khaldun. 1986. Muqaddimah. terj. Ahmadie Thoha. Cet. I. Jakarta : Pustaka Firdaus. Hal.571
B. Pokok-Pokok Ajaran (Maturidi Samarkand dan Bukhara)
1. Tentang pelaku dosa besar

Dalam membicarakan kedudukan pelaku dosa besar, aliran Maturidiyah Samarkhan


sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Asy’ariyah. Bagi mereka amal tidak dianggap
sebagai komponen utama dari imam. Oleh karena itu, orang yang melakukan dosa besar tidak
keluar dari imam. Oleh karena itu, orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari imam,
meskipun amalnya tetap dihisab dan ia akan mendapat siksa, serta Allah dapat saja
mencurahkan rahmat-Nya kepada pelaku dosa besar. Itulah sebabnya al-Maturidi berpendapat
11
bahwa pelaku dosa besar tidak kekal di neraka, diserahkan pada kebijaksanaan Allah.

2. Tentang Iman Dan Kufur

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah
tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan, dimana suatu penegasan bahwa
keimanan itu tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu.Apa yang di
ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui
ucapan lidah.

Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda.Al-Bazdawi


menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tidak bisa bertambah dengan adanya ibadah-
ibadah yang dilakukan.Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa
ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang,
esnsi yang digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan kehadiran
baying-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah.12

3. Mengenai perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia

Terdapat perbedaan antara samarkhan dan Bukhara mengenai perbuatan Tuhan dan
manusia.

a. Perbuatan Tuhan

Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal
yang baik saja. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan hal yang baik

11
Muhammad hasbi,” Ilmu Kalam”,(trustmedia publishing; Yogyakarta, 2015) hlm. 97
12
Mustopa kamal, “pokok-pokok ajaran maturidiyah”, http://karya-kamal.blogspot.com/2015/12/makalah-
pokok- pokok-ajaran-aliran.html (diakses pada 28 maret 2021, pukul 16.56)
untuk manusia. Demikian juga dengan pengiriman Rasul dipandang Maturidiyah Samarkand
sebagai kewajiban Tuhan. Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama
dengan Asy'ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun ,
sebagaimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah
kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi
orang yang berdosa besar. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman Rasul,
sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat
wajib dan hanya bersifat mungkin saja.

b. Perbuatan manusia

Perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara mengenai


perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham Mu’tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ari. Kehendak dan daya berbuat pada diri
manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata
sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya
untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatanya. Oleh
karena itu manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu’tazilah.
Maturidiyah Bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya
saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan
perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan,
hanya Tuhanlah yang dapat menciptakan, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang
telah diciptakan Tuhan baginya.

4. Mengenai sifat-sifat Tuhan

Maturidiah Bukhara yang mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat


bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan tidak
memiliki sifat-sifat jasmani.

Golongan Samarkhand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, melainkan tidak lain
dari Tuhan. Maturidiah Samarkhand sependapat dengan Mu’tazilah dalam mengahadapi ayat-
ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jasmani, yaitu tangan, muka, mata, dan kaki adalah
kekuasaan Allah.13

13 Ibid
5. Tentang Kehendak Mutlak Dan Keadilan Tuhan

Maturidiyah golongan bukhara menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai


kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-
galanya. Tidak ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan
Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya adalah baik dan tidak mampu
untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.14

6. Tentang akal dan wahyu

Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan,


oleh karena Allah sendiri yang memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam
ini. Hal ini menunjukkan bahwa akal manusia dapat mencapai ma‘rifatullah. Oleh karen itu,
akal sudah mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sebelum datangnya wahyu.
Sehingga akan berdosa bila tidak percaya kepada Tuhan sebelum datangnya wahyu.

Demikian halnya dengan kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, menurut


Maturidiyah Samarkand, akal dapat mengetahui keawajiban manusia untuk berterima kasih
kepada Tuhan, meski tanpa bantuan wahyu.

Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat baik yang
terdapat di dalamnya, dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk. Dengan demikian, akal
juga dapat mengetahui bahwa yang buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah baik. Akal
selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan dan melarang manusia mengerjakan perbuatan-
perbuatan yang membawa kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian
menjadi wajib dengan kemestian akal. Namun, yang diketahui akal hanyalah sebab wajibnya
perintah dan larangan itu. Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk,
akal tidak berdaya untuk mewajibkannya. Karena kewajiban tersebut hanya dapat diketahui
oleh wahyu.

Al Bazdawy mengatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban mengerjakan


yang baik dan menjauhi yang buruk, karena akal hanya dapat mengetahui baik dan buruk saja.
Sedangkan yang menentukan kewajiban mengenai yang baik dan buruk itu adalah Tuhan
sendiri. Demikian halnya dengan kewajiban mengetahui Tuhan. Akal hanya mampu

14 Ibid
mengetahui Tuhan, tetapi ia tidak dapat mengetahui dan menentukan kewajiban mengetahui
Tuhan. Dalam hal ini, yang mengetahui dan menentukannya adalah wahyu.

Pada prinsipnya, akal menurut paham aliran Maturidiyah Bukhara, tidak dapat
mengetahui kewajiban-kewajiban, melainkan hanya dapat mengetahui sebab-sebab dari proses
kewajiban itu menjadi wajib. Oleh karenanya, mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih
kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia. Bahkan mereka (para
alim ulama Bukhara) berpendapat bahwa sebelum datangnya Rasul, percaya kepada Tuhan
tidaklah wajib dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah suatu dosa. Dari sini, kelihatan bahwa
Maturidiyah Bukhara lebih mendekati faham Asy‘ariyah yang lebih mempungsikan wahyu
ketimbang akal15.

C. Latar Belakang Perbedaan Pemikiran Maturidiyah dan Asy’ariyah


Sebenarnya aliran Maturidiyah dan Asy’ariyah adalah 2 hal yang berkesinambungan .
Jadi keduanya mempunyai kemiripan dari segi latar belakang kemunculannya. Pertama,
Asyariyah muncul karena pada waktu itu untuk menangkal pemikiran-pemikiran Mu’tazilah.
Karena pada saat itu Mu’tazilah mulai bangkit dengan pemikiran-pemikirannya, lalu dari
pemimpin Asy’ariyah ingin menangkal supaya pemikirannya tidak menyimpang terlalu jauh.
Kemudian seiring berjalan waktu, muncullah tokoh baru yang bernama Maturidi. Maturidi
inilah melanjutkan ajaran Asy’ariyah, namun Maturidi ini lebih terbuka, artinya ketika
berpendapat tidak hanya menggunakan wahyu tapi boleh menggunakan akal dengan Batasan-
batasan tertentu sebaliknya Asy’ariyah hanya boleh menggunakan wahyu ketika berpendapat.

Lebih spesifik, Abu Hasan Al-Asy’ari suatu ketika memperoleh petunjuk dari Nabi
Muhammad SAW lewat mimpi, di mana intinya Nabi memerintahkan kepada Al-Asy’ari
meninggalkan teologi rasionalistik dan kembali berpegang pada ajaran al-Qur’an dan sunnah
Rasul. Setelah itu Al-Asy’ari mengurung diri di dalam rumah selama 15 hari merenungkan
apa saja yang telah diajarkan guru-guru Mu’tazilah, kemudian setelah menemukan
kemantapan jawabannya, dia ke Masjid dan mengumumkan bahwa dirinya telah
meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan sebaliknya akan membela faham salaf yang berpegang
pada al-Qur’an dan As-sunnah. 1

Sementara, latar belakang pemikiran al Maturidi yang menyebabkan lebih


mengedapan kan rasio adalah:

1
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Kairo, An-Nahdah, 1936), hlm. 67.
Pertama, al-Maturidi adalah penganut mazhab Hanafi, suatu mazhab yang dikenal
sebagai aliran rasional di bidang fikih. Ditambah lagi dengan latar belakang pendidikan al-
Maturidi di bawah asuhan empat ulama terkemuka pada masanya yang juga tokoh-tokoh
Hanafiyah. Dengan demikian, pengaruh pemikiran Hanafi tentu cukup “kental” pada diri al-
Maturidi, bukan hanya di bidang fikih, tapi juga dalam bidang Kalam. Perlu dicatat bahwa Abu
Hanifah, disamping sebagai ahli fikih, beliau juga seorang Mutakallim, salah satu karyanya
dalam bidang ini adalah al-Fiqh al-Akbar, sehingga al-Bagdadiy memasukkannya kedalam
kelompok Mutakallim dari kalangan fuqaha.6

Kedua, situasi dan kondisi masyarakat di daerah kediaman al- Maturidi (Samarqand)
dan Asia Tengah pada umumnya, cukup heterogen dari segi etnis, agama dan aliran teologi. Di
samping itu, diskusi antar aliran teologi dan fikih sudah merupakan tradisi di kalangan ulama
Samarqand. Oleh karena itu, al-Maturidi telah akrab dengan penggunaan argumen-argumen
rasional, apalagi dalam menghadapi tokoh-tokoh Mu’tazilah seperti al-Ka’bi yang ahli dalam
filsafat.

Setelah pembahasan sebelumnya, maka terlihat ada titik perbedaan antara


Maturidiyah dan Asy’ariyah. Perbedaan tersebut antara lain:

 Menurut Asy’ariyah mengetahui Tuhan diwajibkan dengan wahyu, sedangkan


menurut Maturidiyah diwajibkan dengan akal
 Menurut Asy’ariyah sesuatu perbuatan tidak mempunyai sifat baik dan buruk
karena baik dan buruk sudah diperintahkan oleh wahyu, sedangkan Maturidiyah
menyatakan bahwa setiap perbuatan itu sendiri ada sifat baik dan sifat buruk16

 Tentang janji dan ancaman Tuhan. Menurut Asy’ariyah menyatakan bahwa siksaan
dapst diturunkan kepada orang yang taat dan memberikan pahala kepsda orang yang
durhaka, sedangkan Maturidiyah menyatakan orang yang taat akan mendapatkan
pahala dan orang sebaliknya akan mendapatkan siksa karena Allah tidak akan salah
dan Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
 Asy'ariyah dan Maturidiyah sepakat bahwa al-Quran itu qadim. Pada hal ini tidak
ada perbedaan pendapat melainkan hanya perbedaan redaksi saja ketika mereka
berdua menjabarkan tentang keberadaan al-Quran
 Mengenai sifat-sifat Tuhan, Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan memilili sifat
yang ada apda dzatnya, namun sifat tersebut bukan dzat, dan juga bukan bentuk lain
dari dzat. Berbeda dengan Maturidiyah yang mengatakan bahwa sifat Tuhan
memang sudah seperti itu dan tidak ada klasifikasi mengenai dzat-dzat Tuhan
 Konsep keimanan di dalam Asy’ariyah yaitu manusia hanya perlu melakukan
pengucapan dua kalimat syahadat dan tidak diwajibkannya akal untuk mencari tau
tentang keimanan. Maksudnya ketika blm pernah datang sebuah wahyu atau utusan
ke suatu tempat, maka penduduk tempat tersebut tidak diwajibkan untuk beriman
dikarenakan ketidaktahuan tentang keimanan. Berbeda dengan Maturidiyah yang
menyatakan bahwa keimanan itu berdasarkan dua hal yakni pengikraran dengan dua
kalimat syahadat dan pembenaran(meyakini dengan hati) tentang keimanan. Hal
lein yang menjadi perbedaan ialah diwajibkan akal untuk mencari tahu tentang
kebenaran dan keimanan.

15
M. baidillah, “perbandingan antar aliran: akal dan wahyu”
https://mbaidillahsdnmantaren3.wordpress.com/2016/07/09/perbandingan-antar-aliran-akal-dan-wahyu/ (diakses
pada 28 maret 2021, pukul 17.08)
16
https://www.kompasiana.com/tafsirulanwar/5bb367c012ae9463d86e46f5/perbedaan-pemikiran-antara-aliran-
asy-ariyah-dengan-aliran-maturidiyah?page=all
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1964. Zhuhr al-Islam. Juz I dan IV. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah

al-Bagdadiy, Abu Manshr „Abd al-Qahir ibn Thahir al-Tamimiy. 1981. Kitab Ushl al-Din. Cet.
III . Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah.

Ceric, Mustafa. , 1995. Roots of Synthetic Theologi in Islam: A Study of the Theology of Abu
Mansur al-Maturidi, Kuala Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and
Civilization.

Goldziher, Ignaz. 1991. Pengantar Teologi dan Hukum Islam, terj.: Henri Setiawan. Jakarta:
Indonesia-Nederland Cooperation in Islamic Studies (INIS).

Hitti, Philip K. 1974. History of the Arabs. ed. X. Cet. IV. London: Mac Millan Press Ltd..

Ibnu Khaldun. 1986. Muqaddimah. terj. Ahmadie Thoha. Cet. I. Jakarta : Pustaka Firdaus.

Hasan, Hasan Ibrahim. 1965. Tarikh al-Islam. Juz III. Cet. VII. Mesir: Maktabah al-Nahdah al-
Mishriyyah.

Hasbi, Muhammad. 2015. Ilmu Kalam. Yogyakarta:trustmedia publishing.

Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September


2007

Mustopa kamal, “pokok-pokok ajaran maturidiyah”,


http://karyakamal.blogspot.com/2015/12/makalah-pokok-pokok-ajaran-aliran.html
M. baidillah, “perbandingan antar aliran: akal dan wahyu”,
https://mbaidillahsdnmantaren3.wordpress.com/2016/07/09/perbandingan-antar-
aliran-akal-dan-wahyu/

https://www.kompasiana.com/tafsirulanwar/5bb367c012ae9463d86e46f5/perbedaan-
pemikiran-antara-aliran-asy-ariyah-dengan-aliran-maturidiyah?page=all

M. baidillah, “perbandingan antar aliran: akal dan wahyu”,


https://mbaidillahsdnmantaren3.wordpress.com/2016/07/09/perbandingan-antar-
aliran-akal-dan-wahyu/

http://sarnohanipudin.blogspot.com/2014/12/ilmu-kalam-aliran-al-asyariyah-dan-
al.html?m=1
Watt, W. Montgomery. 1985. Islamic Phylosophy and Theology, Edinburg: The University
Press. . 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis Tokoh Orientalis, terj. Hartono
Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai