Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Puji Syukur kami kepada Allah SWT karena dengan segala kuasaNyalah kami dapat
menyusun makalah terkait Ilmu kalam yang membahas pemikiran kalam pada aliran Ahli
Sunnah Maturidiyah
Penulis
A. Sejarah Ahli Sunnah Maturidiyah
1. Biografi Singkat Abu Mansur Maturidi
Abu Mansur Maturidi memiliki nama lengkap Abu Mansur Muhammad ibn
Muhammad ibn Maturid. Beliau dilahirkan pada tahun 238 H/853 M di daerah Maturid yang
merupakan bagian dari Samarqand.
Al-Maturidi menerima pendidikan yang cukup baik dalam berbagai ilmu pengetahuan
keislaman di bawah asuhan empat ulama terkemuka pada masa itu, yaitu: Syaikh Abu Bakar
Ahmad ibn Ishaq, Abu Nashr Ahmad ibn al-Abbas ibn al-Husain al-Ayadi al-Ansari alFaqih
al-Samarqandi, Nusair ibn Yahya al-Balkhi (w.268/881), dan Muhammad ibn Muqatil al-Razi
(w.248/862). Mereka adalah murid-murid Abu Hanifah (w.150/767)
Oleh karena itu, melihat kecenderungan mazhab fiqihnya, ia mengikuti mazhab Hanafi
dan beliau juga termasuk ulama hanafiyah 1 . Hal ini dipengaruhi oleh guru-gurunya yang
termasuk mengikuti mashab Hanafiyah.
Abad ke-2 dan ke-3, saat di mana al-Maturidi hidup, kondisi politik dalam dunia Islam
yang berpusat di Bagdad, tengah mengalami disintegrasi, terutama sejak masa Kekhalifahan
al-Ma’mum (198-218/813-833). Hal ini kemudian mengakibatkan lahirnya dinasti-dinasti kecil
di wilayah kekuasaan Abbasiyah2. Daerah Asia Tengah juga tidak terlepas dari kondisi ini.
Pada awal abad ke-3/9 di Khurasan berdiri dinasti Tahiriyah (205-259 H/827-873 M). Setelah
itu digantikan oleh dinasti Samaniyah (261-389 H/874-999 M) yang berpusat di Bukhara,
kekuasaannya meliputi Khurasan dan Transoxiana.3 Di bawah pemerintahan dinasti inilah al-
Maturidi menghabiskan sebagian besar dari umurnya. Menurut Ludmila Polonskaya dan
Alexei Malashenki (1994: 12), kondisi politik di wilayah kekuasaan Samaniyah cukup stabil,
dan kebebasan berfikir cukup terjamin, sehingga sangat kondusif bagi perkembangan ilmu
1
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 259
2
Zaydan’s, Jurji. History of Islamic Civilization, 1978 diterjemah ke dalam bahasa Inggris oleh DS. Morgolioth,
New Delhi: Kitab Bhavan. Hal 240.
3
Hasan Ibrahim. 1965. Tarikh al-Islam. Juz III. Cet. VII. Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Mishriyyah.hal. 82
pengetahuan. Samarqand dan Bukhara, menurut Watt (1990: 38), dikenal sebagai pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam yang penting di wilayah ini. Penduduk yang berdiam
di Asia Tengah terdiri dari orang-orang Iran, Turki dan Arab. Mayoritas muslim mengikuti
mazhab Hanafi di samping juga ada beberapa pengikut Syafi’i. Di daerah Khurasan, terdapat
aliran Khawarij di Sajistan dan Mu’tazilah di Naisabur. 4
Aliran Syi’ah Qaramithah juga
terdapat di daerah ini. Menurut Syahrastani aliran Qaramithah di Khurazan dikenal juga dengan
nama al-Ta’limiyyah dan al-Mulhidah, tokohnya yang terkemuka adalah Ahmad Nahshabi
yang sangat keras menentang para ulama salaf. Abu Zahrah menegaskan, Samarqand
merupakan tempat diskusi para ulama fiqh, ushul fiqh dan para muhaddisin dan mutakallimin
dari berbagai aliran mazhab. Al-Maturidi hidup di tengah-tengah perlombaan yang
berlangsung ketat dalam rangka menghasilkan penalaran dan pemikiran.
3. Lahirnya Maturidiyah
Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap aliran Mu'tazilah yang
memiliki konsep teologi Islamnya menggunakan pendekatan ra'yu atau menggunakan akal
pikiran secara berlebihan. Setidaknya hal ini diinformasikan di dalam kitab Rass Awa'il al-
Adilalh li al-ka'bi, Kitab Radd Tahdhib al-Jadal li al-Ka'bi dan Kitab Bayan Wahm al-
Mu'tazilah yang memberikan respon ketidakpuasan terhadap konsep maturidiyah tersebut.
Tetapi hal ini juga bukan membuat dilarangnya menggunakan akal dalam teologi Islam,
melainkan akal juga digunakan dalam teologi Islam.
Faktor lainnya yang menjadi latar belakang munculnya aliran Maturidiyah adalah
kekhawatiran Abu Mansur terhadap meluasnya paham Syi'ah khususnya aliran Qaramithah.
Dengan keadaan seperti itu menjadikan dorongan untuk Abu Mansur untuk menggunakan
metode sintesis naql dan akal dalam pemikiran kalam5 yang merupakan menjadi jalan tengah
antara aliran rasional ala Mu’tazilah dan aliran tradisional ala Hambali. Menarik untuk
dicermati, bahwa dalam pemikiran teologinya al-Maturidi memberikan otoritas yang cukup
besar pada akal, paling tidak bila dibandingkan dengan alAsy’ari yang juga dikenal sebagai
tokoh yang memadukan antara al-aql dan al-naql dalam teologinya. Misalnya, baik dan buruk
dapat diketahui melalui akal meski tak ada wahyu, karena baik dan buruk dinilai berdasarkan
substansinya, demikian menurut al-Maturidi. Sedangkan menurut al-Asy’ari, baik dan buruk
dinilai menurut syara’/ wahyu.
4
Ahmad Amin. 1964. Zhuhr al-Islam. Juz I dan IV. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah.hal. 261
5
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 261
4. Perkembangan Maturidiyah
Di antara keempat murid tadi yaitu al-Bazdawi memiliki cucu yang bernama Abu al-
Yusr Muhammad ibn Muhammad ibn Abdul Karim al-Bazdawi. Pada masa ini pandangan
teologinya cenderung mendekati Ash'ariyah sehingga mada masa itu juga menyebabkan
Maturidiyah terbagi menjadi dua yakni Maturidiyah Samarqand yang cenderung mendekati
Mu'tazilah pemikirannya, sedangkan yang kedua Maturidiyah Bukhara yang dipimpin
Maturidi sendiri yang cenderung mendekati Asy'ariyah7.
Perbedaan kedua pecahan aliran ini adalah menurut Maturidiyah Samarqand percaya
kepada Tuhan dan bersyukur kepadanya sebelum ada wahyu adalah wajib, sedangkan menurut
6
al-Bagdadiy, Abu Manshr ,Abd al-Qahir ibn Thahir al-Tamimiy. 1981. Kitab Ushl al-Din. Cet. III . Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah. Hal. 308.
7
Hamka, “Maturidiyah : Kelahiran dan Perkembangannya”, Hunafa. Vol 4 No 3 , September 2007 , hal 264
Bukhara menyatakan bahwa akal hanya dapat sampai pada percaya kepada Tuhan tetapi tidak
dapat mengetahui wajibnya hal itu sebelum adanya wahyu.
Aliran Maturidiyah, seperti telah dikemukakan sebelumnya banyak dianut oleh umat
Islam yang memakai mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sendiri banyak dianut oleh umat Islam di
kawasan Turki baik Barat maupun Asia Tengah, dan di anak benua India.9 Juga terdapat di Irak
dan negeri-negeri non Arab, bercampur dengan mazhab Syafi’i. Menurut Ibnu Khaldun,
mazhab Hanafi pada masa ini dianut oleh umat Islam di Iraq, India, Cina, daerah seberang
sungai Euprat dan Tigris, serta negeri-negeri non-Arab seluruhnya, bersaing dengan mazhab
Syafi’i.10
8
Mustafa Ceric. , 1995. Roots of Synthetic Theologi in Islam: A Study of the Theology of Abu Mansur al-
Maturidi, Kuala Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and Civilization. Hal.232.
9
Goldziher, Ignaz. 1991. Pengantar Teologi dan Hukum Islam, terj.: Henri Setiawan. Jakarta: Indonesia-
Nederland Cooperation in Islamic Studies (INIS). Hal. 46-47.
10
Ibnu Khaldun. 1986. Muqaddimah. terj. Ahmadie Thoha. Cet. I. Jakarta : Pustaka Firdaus. Hal.571
B. Pokok-Pokok Ajaran (Maturidi Samarkand dan Bukhara)
1. Tentang pelaku dosa besar
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah
tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan, dimana suatu penegasan bahwa
keimanan itu tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu.Apa yang di
ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui
ucapan lidah.
Terdapat perbedaan antara samarkhan dan Bukhara mengenai perbuatan Tuhan dan
manusia.
a. Perbuatan Tuhan
Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal
yang baik saja. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan hal yang baik
11
Muhammad hasbi,” Ilmu Kalam”,(trustmedia publishing; Yogyakarta, 2015) hlm. 97
12
Mustopa kamal, “pokok-pokok ajaran maturidiyah”, http://karya-kamal.blogspot.com/2015/12/makalah-
pokok- pokok-ajaran-aliran.html (diakses pada 28 maret 2021, pukul 16.56)
untuk manusia. Demikian juga dengan pengiriman Rasul dipandang Maturidiyah Samarkand
sebagai kewajiban Tuhan. Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama
dengan Asy'ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun ,
sebagaimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah
kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi
orang yang berdosa besar. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman Rasul,
sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat
wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
b. Perbuatan manusia
Golongan Samarkhand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, melainkan tidak lain
dari Tuhan. Maturidiah Samarkhand sependapat dengan Mu’tazilah dalam mengahadapi ayat-
ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jasmani, yaitu tangan, muka, mata, dan kaki adalah
kekuasaan Allah.13
13 Ibid
5. Tentang Kehendak Mutlak Dan Keadilan Tuhan
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat baik yang
terdapat di dalamnya, dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk. Dengan demikian, akal
juga dapat mengetahui bahwa yang buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah baik. Akal
selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan dan melarang manusia mengerjakan perbuatan-
perbuatan yang membawa kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian
menjadi wajib dengan kemestian akal. Namun, yang diketahui akal hanyalah sebab wajibnya
perintah dan larangan itu. Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk,
akal tidak berdaya untuk mewajibkannya. Karena kewajiban tersebut hanya dapat diketahui
oleh wahyu.
14 Ibid
mengetahui Tuhan, tetapi ia tidak dapat mengetahui dan menentukan kewajiban mengetahui
Tuhan. Dalam hal ini, yang mengetahui dan menentukannya adalah wahyu.
Pada prinsipnya, akal menurut paham aliran Maturidiyah Bukhara, tidak dapat
mengetahui kewajiban-kewajiban, melainkan hanya dapat mengetahui sebab-sebab dari proses
kewajiban itu menjadi wajib. Oleh karenanya, mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih
kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia. Bahkan mereka (para
alim ulama Bukhara) berpendapat bahwa sebelum datangnya Rasul, percaya kepada Tuhan
tidaklah wajib dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah suatu dosa. Dari sini, kelihatan bahwa
Maturidiyah Bukhara lebih mendekati faham Asy‘ariyah yang lebih mempungsikan wahyu
ketimbang akal15.
Lebih spesifik, Abu Hasan Al-Asy’ari suatu ketika memperoleh petunjuk dari Nabi
Muhammad SAW lewat mimpi, di mana intinya Nabi memerintahkan kepada Al-Asy’ari
meninggalkan teologi rasionalistik dan kembali berpegang pada ajaran al-Qur’an dan sunnah
Rasul. Setelah itu Al-Asy’ari mengurung diri di dalam rumah selama 15 hari merenungkan
apa saja yang telah diajarkan guru-guru Mu’tazilah, kemudian setelah menemukan
kemantapan jawabannya, dia ke Masjid dan mengumumkan bahwa dirinya telah
meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan sebaliknya akan membela faham salaf yang berpegang
pada al-Qur’an dan As-sunnah. 1
1
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Kairo, An-Nahdah, 1936), hlm. 67.
Pertama, al-Maturidi adalah penganut mazhab Hanafi, suatu mazhab yang dikenal
sebagai aliran rasional di bidang fikih. Ditambah lagi dengan latar belakang pendidikan al-
Maturidi di bawah asuhan empat ulama terkemuka pada masanya yang juga tokoh-tokoh
Hanafiyah. Dengan demikian, pengaruh pemikiran Hanafi tentu cukup “kental” pada diri al-
Maturidi, bukan hanya di bidang fikih, tapi juga dalam bidang Kalam. Perlu dicatat bahwa Abu
Hanifah, disamping sebagai ahli fikih, beliau juga seorang Mutakallim, salah satu karyanya
dalam bidang ini adalah al-Fiqh al-Akbar, sehingga al-Bagdadiy memasukkannya kedalam
kelompok Mutakallim dari kalangan fuqaha.6
Kedua, situasi dan kondisi masyarakat di daerah kediaman al- Maturidi (Samarqand)
dan Asia Tengah pada umumnya, cukup heterogen dari segi etnis, agama dan aliran teologi. Di
samping itu, diskusi antar aliran teologi dan fikih sudah merupakan tradisi di kalangan ulama
Samarqand. Oleh karena itu, al-Maturidi telah akrab dengan penggunaan argumen-argumen
rasional, apalagi dalam menghadapi tokoh-tokoh Mu’tazilah seperti al-Ka’bi yang ahli dalam
filsafat.
Tentang janji dan ancaman Tuhan. Menurut Asy’ariyah menyatakan bahwa siksaan
dapst diturunkan kepada orang yang taat dan memberikan pahala kepsda orang yang
durhaka, sedangkan Maturidiyah menyatakan orang yang taat akan mendapatkan
pahala dan orang sebaliknya akan mendapatkan siksa karena Allah tidak akan salah
dan Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Asy'ariyah dan Maturidiyah sepakat bahwa al-Quran itu qadim. Pada hal ini tidak
ada perbedaan pendapat melainkan hanya perbedaan redaksi saja ketika mereka
berdua menjabarkan tentang keberadaan al-Quran
Mengenai sifat-sifat Tuhan, Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan memilili sifat
yang ada apda dzatnya, namun sifat tersebut bukan dzat, dan juga bukan bentuk lain
dari dzat. Berbeda dengan Maturidiyah yang mengatakan bahwa sifat Tuhan
memang sudah seperti itu dan tidak ada klasifikasi mengenai dzat-dzat Tuhan
Konsep keimanan di dalam Asy’ariyah yaitu manusia hanya perlu melakukan
pengucapan dua kalimat syahadat dan tidak diwajibkannya akal untuk mencari tau
tentang keimanan. Maksudnya ketika blm pernah datang sebuah wahyu atau utusan
ke suatu tempat, maka penduduk tempat tersebut tidak diwajibkan untuk beriman
dikarenakan ketidaktahuan tentang keimanan. Berbeda dengan Maturidiyah yang
menyatakan bahwa keimanan itu berdasarkan dua hal yakni pengikraran dengan dua
kalimat syahadat dan pembenaran(meyakini dengan hati) tentang keimanan. Hal
lein yang menjadi perbedaan ialah diwajibkan akal untuk mencari tahu tentang
kebenaran dan keimanan.
15
M. baidillah, “perbandingan antar aliran: akal dan wahyu”
https://mbaidillahsdnmantaren3.wordpress.com/2016/07/09/perbandingan-antar-aliran-akal-dan-wahyu/ (diakses
pada 28 maret 2021, pukul 17.08)
16
https://www.kompasiana.com/tafsirulanwar/5bb367c012ae9463d86e46f5/perbedaan-pemikiran-antara-aliran-
asy-ariyah-dengan-aliran-maturidiyah?page=all
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad. 1964. Zhuhr al-Islam. Juz I dan IV. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah
al-Bagdadiy, Abu Manshr „Abd al-Qahir ibn Thahir al-Tamimiy. 1981. Kitab Ushl al-Din. Cet.
III . Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Ceric, Mustafa. , 1995. Roots of Synthetic Theologi in Islam: A Study of the Theology of Abu
Mansur al-Maturidi, Kuala Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and
Civilization.
Goldziher, Ignaz. 1991. Pengantar Teologi dan Hukum Islam, terj.: Henri Setiawan. Jakarta:
Indonesia-Nederland Cooperation in Islamic Studies (INIS).
Hitti, Philip K. 1974. History of the Arabs. ed. X. Cet. IV. London: Mac Millan Press Ltd..
Ibnu Khaldun. 1986. Muqaddimah. terj. Ahmadie Thoha. Cet. I. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Hasan, Hasan Ibrahim. 1965. Tarikh al-Islam. Juz III. Cet. VII. Mesir: Maktabah al-Nahdah al-
Mishriyyah.
https://www.kompasiana.com/tafsirulanwar/5bb367c012ae9463d86e46f5/perbedaan-
pemikiran-antara-aliran-asy-ariyah-dengan-aliran-maturidiyah?page=all
http://sarnohanipudin.blogspot.com/2014/12/ilmu-kalam-aliran-al-asyariyah-dan-
al.html?m=1
Watt, W. Montgomery. 1985. Islamic Phylosophy and Theology, Edinburg: The University
Press. . 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis Tokoh Orientalis, terj. Hartono
Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.