Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMU KALAM

MU’TAZILAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pembimbing : Ahmad Dhiyaa Ul Haqq, M.Pd

Oleh :

Luluk Fitrotun Nikmah T20181125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER
NOVEMBER 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamual aikum Wr . Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Mu’tazilah tanpa menemui
hambatan yang berat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena itu, Kritik dan saran
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada masa mendatang. Atas kritik dan
sarannya terlebih dahulu kami ucapkan terimakasih. Kami berharap mudah – mudahan
makalah ini bisa di terima oleh Allah SWT sebagai amal ibadah yang dapat menjadikan
penyusun selalu mendapat bimbi ngan, dan hidayah dari Allah SWT serta memperoleh
limpahan rahmat, ma’unah, dan ridhonya. Kemudian semoga makalah ini dapat bermanfaat
kepada penyusun dan para pembaca, amin.

Jember , 3 November 2021


Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan konteks ini,ilmu
kalam sebelumnya menjadi sebuah keilmuan yang definitif, ia mengalami serangkaian
sejarah panjang. Ilmu kalam dengan demikian dapat dipahami dan dikontruksi dengan
melacak akar geonologisnya dalam pemikiran-pemikiran yang dicetuskan para
pemikir yang terlibat di dalamnya di samping juga memperjelas dengan
membandingkan dan terlihat hasil pemikiran para ahli sejarah.
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus
terjadi perpecahan mulai dengan munculnya khawarij dan syiah kemudian muncullah
satu kelompoklain yang berlindung di bawah syiar akal kebebasan berfikir.
Banyak aliran dan madhzab yang timbul sepanjang sejarah umat Islam. Mulai
dari timbulnya aliran berlatar belakang politik, yang kemudian aliran tersebut
mengakibatkan kemunculan aliran bercorak akidah (teologi), hingga bemacam
madhzab fikih, Ushul fikih dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian aliran Mu’tazilah?
2. Bagaimana sejarah aliran Mu’tazilah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh dari aliran Mu’tazilah?
4. Apa sajakah sekte-sekte dari aliran Mu’tazilah?
5. Apa sajakah ajaran-ajaran dari aliran Mu’tazilah?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apakah pengertian dari aliran Mu’tazilah
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah aliran Mu’tazilah
3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dari aliran Mu’tazilah
4. Untuk mengetahui apa saja sekte-sekte yang ada pada aliran Mu’tazilah
5. Untuk mengetahui ajaran-ajaran dari aliran Mu’tazilah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ALIRAN MU’TAZILAH


Secara etimologi Mu’tazilah berasaldari bahasa Arab , i’tazala yang berasal
dari kata ‘azala yang berarti memisahkan atau menyingkirkan. Mu’tazilah berarti
orang yang terpisah, tersingkir, atau tersuir. Di dalam Al-Qur’an, kata itu diulang
sebanyak sepuluh kali,yang semuanya memiliki arti sama, yaitu al-ibtiad ala syai
(menjauhi sesuatu).
Adapun secara terminologi, Mu’tazilah adalah golongan yang berpaham
bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, manusia dapat menciptakan perbuatannya
sendiri, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata oleh orang yang ada di surga, orang
yang melakukan dosa besar ditempatkan di dua tempat, yaitu mikraj Nabi
Muhammad saw, hanya dengan ruhnya.
Mu’tazilah atau Qadariyyah merupakan salah satu dari 4 aliran Islam tertua,
bersamaan dengan aliran Syi’ah, Khawarij dan Murjiah. Mu’tazilah pada awal
mulanya merupakan sekte atau aliran keagamaan, tetapi dengan segera mengambil
bagian dalam politik Islam. Seperti Von Kremer mengingatkan, Mu’tazilah timbul
karena pengaruh dari para ahli theologi Yunani, khususnya John dari Damascus
dan muridnya. Orang-orang Kristen diijinkan memasuki Istina Umayyah dan
memangku jabatan-jabatan penting dalam pemerintah. “Umat Islam dan kristen
saling menukar pendapat faham dengan ramah tamah atau perdebatan
(kontroversi), dipersenjatai dengan senjata penelitian yang sedalam-dalamnya
oleh theologi Byzantine, yang dengan segera bisa dipelajari dengan baik, orang-
orang Arab meneruskan untuk mencoba sistem penelitian mereka yang sekecil-
kecilnya mengenai dogma-dogma Islam”.1
Kiranya Iraq bukan siriah yang merupakan tempat kelahiran dan asal sekte
Mu’tazilah. Seperti yang Dozy tunjukkan bahwa “Cette antique,ou la race
semitique at la race perse se recontraient el se melangaint, et qui devint bientot le
centre de la science, puis peu de temps apres, sous les Abbasids, les sege du
governement”.2

1
Jahiz. Kitab al-Hayawan vol IV. hlm 143-144
2
Nicholson. Lit. History of the Arabs, hlm 221

2
Mu’tazilah dapat diartikan sebagai golongan yang mendawakan akal. Segala
sesuatu harus sesuai dan dapat diterima oleh akal. Apabila ada permasalahan
agama yang tidak sesuai dengan akal maka mereka pun akan meninggalkannya.

Aliran Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi


yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang
dibawa kaum Khowarij dan Mursyiah. Aliran ini terbentuk karena adanya
perbedaan pendapat anatara kaum Khawarij dan Mursyiah tentang pemberian
status kafir terhadap orang yang melakukan dosa besar.
Tindakan al-Ma’mun dalam mengikuti paham Mu’tazilah tidak lepas dari
reaksi pro dan kontra di tubuh istana kekhalifaan. Yang pada awalnya pihak yang
kontra masih banyak memegang kendalisikap al-Mu’min akan tetapi setelah
beberapa tokohnya meninggal maka perkembangan selanjutnya secara totalitas
paham Mu’tazilah memegang kendali kebijaksanaan al-Ma’mun.3

B. SEJARAH MU’TAZILAH METODE ILMU KALAM

Muktazilah muncul di kota Basrah (Irak) pada abad kedua Hijriah (Antara tahun 105-
110H), pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam bin Abdul
Malik.

Awal pemberian nama Mu’tazilah menurut sebagian pendapat diberikan oleh


orang di luar Mu’tazilah. Berdasarkan ucapan Hasan al-Bashri, setelah melihat Washil
bin Atha’ memisahkan diri dari halaqah yang diselenggarakan olehnya . hasan al-
Bashri, dalam sebuah riwayat memberi komentar “i’tazala ‘anna” (dian
mengasingkan diri dari kami) akhirnya orang-orang yang mengasingkan diri tersebut
dengan (Mu’tazilah) yang berarti orang yang mengasingkan diri dari majelis Hasanal-
Bashri.

Keberadaan Mu’tazilah pada paruh kedua abad ke-9 M telah menjadi fenomena
monumental dalam realitas sejarah perkembangan ilmu kalam. Hal ini setidaknya
didasarkan pada kedua alasan mendasar. Pertama, sebagaimana dijelaskan Ibn
Khaldun dan Syahrastani, pada masa Mu’tazilah inilah ilmu kalam telah menjelma

3
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm 165

3
sebagai salah satu bangunan keilmuan yang mandiri dan definitif dalam
hasanahpemikiran Islam.4
Permasalahan yang banyak diperbincangkan pada abad pertama hijriah adalah
masalah dosa besar dan pembuat dosa besar, pertanyaan seperti hal itu banyak
diajukan kepada para ulama. Hasan Al-Basri (692-728 M) salah seorang ulama besar
di Irak, pada suatu hari mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan tentang
suatu hal yang sedang hangat dibicarakan tersebut dari salah seorang yang turut
mendengar pengajiannya. Akan tetapi sebelum Hasan Basri menjawab pertanyaan
tersebut ada seseorang yang bernama Washil bin Atha’ (699-748) menyatakan:
“pembuat dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir”. Kemudian ia meninggalkan
majelis Hasan Basri dan membentuk majelis sendiri untuk mengembangkan
pendapatnya.5
Aliran Mu’tazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal
dengan kerasionalannya dalam memikirkan, memaknai, maupun memberikan
pemahaman terhadap teks Al-Qur’an khususnya mengenai ke-Tuhanan, kenabian,
keakhratan dan selainnya yang masuk dalam kategori rukun iman dan seterusnya yang
menjadi permasalahan inti dalam bidang teologi, seperti halnya iman, kufur, mukmin,
kafir, dan sebagainya.
Kalam pada masa pra-Mu’tazilah, yang ditandai munculnya masalah-
masalah seperti: anthropomorphisme, kebebasan kehendak, status orang yang
berdos, status orang yang terlibat berperang dalam Jamal, lebih diwarnai
penggunaan dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan al-Sunnah oleh mereka
yang terlibat dalam polemik tersebut untuk mempertahankan argumentasi mereka.
muncullah kemudian metode argumentasi yang dikenal dengan motede qiyas
(analogi) yang pada awalnya dipinjam dari hasanh pemikiran fiqh.
Ada yang berpendapat bahwa kelompok Mu’tazilah telah muncul pada
pertengah abad pertama Hijriah, yakni diistilahkan pada para sahabat yang
memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik, seperti
peristiwa meletusnya Perang Jamal dan Siffin, yang kemudian mendasari
sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih jalan
tengah. Pada abad kedua Hijriah, Mu’tazilah muncul karena dorongan persoalan

4
Ibn Khaldun, The Muqaddimah, 348-354; Al- Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 43-44; Walfson The philosophy
of The Kalam.5-20
5
Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam, (Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015), 60.

4
akidah. Pedapat lain juga mengatakan bahwa penyebutan Mu’tazilah karena
mereka berbeda pendapat dengan golongan Mujriah dan Khawarij tentang tahkim
atau pemberian status bagi orang yang melakukan dosa besar. Secara teknis,
istilah Mu’tazilah menunjukkan Mu’tazilah I dan Mu’tazilah II.

a. Mu’tazilah I
Mu’tazilah I muncul sebagai respons politik murni, yang bermula dari
sikap atau gerakan politik beberapa sahabat yang tidak suka terhadap
kehidupan politik Islam pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Sebagaimana diketahui, pengangkatan Ali setelah Usman wafat mendapat
protes besar dari beberapa kelompok sahabat lainnya.
Aisyah, Zubair dan Thalhah mengadakan perlawanan di Madinah yang
dikenal dengan perang Jamal. Di Damaskus, Gubernur Muawiyyah
mengangkay senjata melawan pemerintahan Ali, yang dikenal dengan perang
Siffin. Melihat situasi yang kacau seperti ini, beberapa sahabat, seperti
Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqos, dan Zaid bin Sabit bersikap netral.
Mereka tidak mau terlibat dalam kekacauan tersebut, tetapi memilih
menghindar (i’tazala) dan memperdalam pemahaman Agama serta
meningkatan hubungan kepada Allah SWT.
b. Mu’tazilah II
Mu’tazilah golongan ini muncul sebagai respons terhadap persoalan
teologis yang brekembang di kalangan Khawarij dan Murjiah, akibat dari
peristiwa tahkim. Mereka berbeda pendapat tentang pemberian status kafir
kepada orang yang melakukan dosa besar. Anatara Mu’tazilah I dan
Mu’tazilah II terdapat hubungan yang sangat erat sehingga mereka tidak dapat
dipisahkan.
Menutut Mu’tazilah II, pemberian nama Mu’tazilah memiliki beberapa
versi, diantaranya sebagai berikut:
1. Versi asy Syahrsatani
Naman Mu’taziah menurut versi ini, bermula pada peristiwa yang
terjadi anatara Washil bin Atha’, Amr bin Ubaid, dan Hasan bin al-Bashri
di Basrah. Ketika Washil mengikuti pelajaran yang diberikan gurunya,
Hasan al-Bashri dimasjid Basrah, datanglah seorang yang bertanya

5
mengenai pendapat Hasan al-Bashri tentang orang yang melakukan dosa
besar.
2. Versi al-Bagdadi
Versi al-Bagdadi menyebutnya bahwa Washil bin Atha’ dan
temannya, Amr bin Ubaid diusir oleh Hasan al-Bashri dari majelisnya
karena ada perbedaan diantara mereka tentang masalah qadar dan orang
yang berdosa besar. Keduanaya menjauhan diri dari Hasan al-Bashri dan
berpendapat bahwa orang yang berdosa itu tidak mukmin dan tidak kafir.
Oleh sebab itu, golongan ini disebut Mu’tazilah.
3. Versi Tasy Kubra Zadah
Versi ni mengatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari
masuk masjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang
disangkanya majelis Hasan al-Bashri. Setelah mengetahui bahwa itu bukan
majelis Hasan al-Bashri, ia berdiri dan meninggalkan majelis sambil
berkata “Ini kaum Mu’tazilah”. Sejak saat itu, kaum tersebut disebut kaum
Mu’tazilah.
4. Versi al-Mas’udi
Versi al-Mas’udi memberikan keterangan asal-usul kemunculan
Mu’tazilah tanpa menyangkutpautkan dengan peristiwa antara Washil bin
Atha’ dan Hasan al-Bashri. Mereka dinamakan Mu’tazilah karena
berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan pula kafir,
tetapi menduduki tempat diantara kafirdan mukmin (al-manzilah bain al-
manzilatain). Artinya, menurut mereka, orang yang berbuat dosa besar itu
jauh dari golongan mukmin dan kafir.
Kaum Mu’tazilah pernah membuat gempar dunia Islam selama 300
tahun pada abad-abad permulaan Islam. Dalam sejarahnya, Mu’tazilah
pernah membunuh ulama Islam, diantaranya ulama Islam yang terkenal,
yaitu Syekh Buwaithi-pengganti Imam Syafi’i dalam suatu peristiwa yang
dikenal dengan “Peristiwa Qur’an Makhluk”. Selain itu, Imam Ahmad bin
Hambal yang merupakan pelapor mazhab Hambali mengalami siksaan
dalam penjara selama 15 tahun.

6
C. TOKOH-TOKOH MU’TAZILAH

Pelopor aliran muktazilah adalah seorang penduduk Basrah, murid dari Hasan al-Bashri yang
bernama Washil bin Atha’ (80-131H/699-748M). Beliau merupakan pencetus lima prinsip
ajaran muktazilah. Di antara tokoh-tokoh aliran ini adalah sebagai berikut.

a. Bisyr al-Maris (wafat tahun 218 H)


b. Ibrahim bin Sayyar an-Nasam. Beliau adalah tokoh terkemuka muktazilah yang
dikenal fasih dan cerdas. Beberapa pemikirannya mendahului masanya, seperti
methode of doubt dan empirika yang menjadi dasar renaissance di Eropa.
c. Abul Hudzail al-Allaf (wafat tahun 235 H). Nama aslinya Abdul Hudzail Muhammad
bin al-Hudzail. Beliau adalah murid dari Usama at-Tawil, murid dari Washil bin
Atha’. Masa puncak kebesarannya berada pada masa pemerintahan al-Makmun.
beliau merupakan orang yang suka berdebat dengan orang-orang zindik, skeptik,
Majusi, dan Zoroaster.
d. Ahmad bin Abu Daud (wafat tahun 240 H)
e. Amru bin Bahr al-Jahiz (wafat tahun 250 H)

Pada perkembangan Muktazilah selanjutnya muncul tokoh-tokoh berikut.

a. Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat tahun 303 H)


b. Abu Qosim Abdullah al-Ka’bi (wafat tahun 321 H)
c. Abu Hasyim Abdullah bin Abu Ali al-Jabbai (wafat 321 H)
1. Wasil bin ‘Ata al Ghazzal (80-131 H)
Ia adalah pendiri aliran Mu’tazilah dan menjadi pimpinan/ketua yang pertama. Ia
juga dikenal sebagai orang yang meletakkan ajaran-ajaran yang lima yang menjadi
dasar dari semua golongan Mu’tazilah. Namun kebanyakan pendapat-pendapatnya
belum matang.6

2. Abu al-Huzail al-Allaf (135-226 H)


Ia mempunyai nama lengkap Abdul Huzail Muhammad bin al-Huzail al-‘Alaf.
Sebutan al-‘Alaf diperolehnya karena rumahnya terletak di kampung penjual makanan
binatang (kata al-‘alaf artinya makanan binatang).

6
Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1986.),53

7
Ia menjadi pemimpin aliran Mu’tazilah Basrah. Ia juga mempelajari buku-buku
Yunani dan ia juga banyak terpengaruh dengan buku-buku itu. 7 Kaum Mu’tazilah
mulai mengalami perkembangan dengan pesat pada saat dipimpin oleh Abdul Huzail
Muhammad bin al-Huzail al-‘Alaf. Pemikiran-pemikiran yang dipikirkan oleh Abdul
Huzail Muhammad bin al-Huzail al-‘Alaf antara lain :
1) Tentang aradl, dinamakan aradl bukan karena mendatang pada benda-benda,
karena banyak aradl yang terdapat bukan pada benda, seperti waktu, abadi dan
hancur. Ada aradl yang abadi dan ada yang tidak abadi.
2) Menetapkan adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atom)
3) Gerak dan diam, benda yang banyak bagian-bagiannya bisa bergerak dengan
satu bagian yang bergerak. Menurut Mustakallimin, hanya bagian itu sendiri
yang bergerak.
4) Hakekat manusia, hakekatnya adalah badannya, bukan jiwanya. (nafs/rukh).
5) Gerak penghuni surga dan neraka, gerak-gerik mereka akan berakhir dan
menjadi ketenangan (diam). Di dalam ketenangan ini terkumpul semua
kesenangan dan siksaan.
6) Qadar, manusia bisa mengadakan perbuatan-perbuatannya di dunia, akan tetapi
kalau sudah berada di akhirat tidak berkuasa lagi.
7) Khabar tentang sesuatu yang dapat dicapai pancaindra hanya bisa di terima
apabila diberitakan oleh sekurang-kurangnya dua puluh orang. Seorang
diantaranya dari ahli surga (maksudnya golongan Mu’tazilah).

3. Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam (wafat 231 H)


Ia adalah murid Abdul Huzail Muhammad bin al-Huzail al-‘Alaf, ia mempunyai
nama lengkap Ibrahim bin Sayyar bin an-Nazzam, ia seorang tokoh Mu’tazilah yang
terkemuka, lancar bicara, banyak mendalami filsafat, dan banyak pula karyanya. Ia
dilahirakan pada tahun 185 H di Basrah dan wafat pada tahun 231 H. Pada waktu
masih kecil, ia banyak bergaul dengan orang-orang yang non-muslim kemudian setelah
menginjak dewasa ia banyak berhubungan dengan filsuf-filsuf.
Ia adalah filsuf pertama dari kalangan Mu’tazilah yang paling dalam
pemikirannya, yang paling berani. Banyak pemikirannya yang berlainan dengan orang-
orang Mu’tazilah lainnya, pemikiran-pemikiran tersebut antara lain :

7
Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1986.),54

8
1) Tentang benda (jisim); selain gerak, semua yang ada disebut jisim, termasuk
warna, bau, dsb.
2) Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi-bagi. Ia mengatakan
bahwa sesuatu bagian bagaimanapun kecilnya dapat dibagi-bagi (boleh jadi
benar bisa dibagi dalam fikiran).
3) Teori lompatan (thafrah).
4) Tidak ada ,,,diam’ (inrest). ,,Diam hanyalah istilah bahasa, pada hakekatnya
semua yang ada bergerak.
5) Hakekat manusia; hakekatnya adalah jiwanya, bukan badannya, seperti
pendapat Al-Alaf. Badan hanyalah alat saja. Ia juga mengatakan bahwa badan
itu adalah penjara jiwa, kalau lepas dari badan akan kembali ke alamnya.
6) Berkumpulnya contradictiedalam suatu tempat, menunjukkan adanya Tuhan.
7) Berita yang benar adalah yang diriwayatkan oleh imam yang ma’sum.
8) I’jaz Qur’an (daya pelemah) terletak dalam pemberitaan hal-hal yang gaib.
9) Teori sembunyi (kumun), “semua makhluk dijadikan Tuhan sekaligus dalam
satu waktu yang sama. Karena itu sebenarnya Nabi Adam tidak lebih dahulu
dari pada anak-anak, demikian pula se-orang ibu tidak lebih dahulu dari pada
anaknya. Lebih dahulu atau kemudian hanyalah dalam lahir ke dunia saja,
bukan asal kejadiannya.

4. Bisyr bin al-Mu’tamir (wafat 226 H)


Ia adalah salah satu orang pendiri aliran Mu’tazilah di Baghdad. Pandangan-
pandangannya tentang kesusteraan menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang
pertama kali mengadakan ilmu Balaghah, seperti yang dikutip oleh al-Jahiz dalam
bukunya al-Bayan wat Tabyin.8

5. Jahiz Amr bin Bahr (wafat 255 H)


Ia terkenal tajam penanya, banyak karangan yang telah ia buat serta gemar
membaca buku-buku filsafat terutama filsafat alam. Karyanya yang masih ada hanyalah
yang berkaitan dengan kesusasteraan.9

8
Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1986.),56
9
Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1986.),56

9
Orang-orang Muktazillah banyak berkiprah di dunia pemerintahan karena kebanyakan
tokoh-tokohnya adalah orang cerdik pandai dan orator ulung.

Kalau para tokoh Mu’tazilah memandang adanya natur pada setiap makhluk yang
mereka namakan sebagai qadar Tuhan, maka Muhammad Abdul menyebutnya dengan istilah
lain. Menurutnya Tuhan meniupkan ‘ruh’ pada setiap makhluk padaawal kejadiannya.dalam
istilah Syara’, ruh tersebut dinamkan malak, dan dalam istilah ilmiah disebut dengan al-quwa
al-thabi’iyah, yang membedakan antara jenis manusia dan binatang.10

D. SEKTE-SEKTE MU’TAZILAH
Kelompok Mu’tazilah pada permulaannya mempunyai dua cabang, yaitu
sebagai berikut:
a. Basrah (Irak)
Mu’tazilah cabang Basrah dipimpin oleh Washil bin Atha’ (wafat 131 H) dan
umar bin Ubaid (wafat 144) dengan murid-muridnya, yaitu Usman ath-Thawil,
Hafasah bin Salim, Hasan bin Zakwan, khalid bin Safwan, dan Ibrahim bin
Yahya al-Madani. Pada abad kedua Hijriah, Mu’tazilah cabang Bashrah
dipimpin oleh Abu Hudzail al-Allaf (wafat 235 H), Ibrahim bin Sayyar an-
Nazham (wafat 221 H), Abu Basyar al-Marisi (wafat 218 H), dan Abu Ali al-
Juba’i (wafat 303 H).
b. Bagdad
Mu’tazilah cabang bagdad didirikan oleh Basyar bin al-Muktamar, salah
seorang pemimpin Basrah yang pindah ke Bagdad, kemudian dibantu oleh
pengikut-pengikutnya, yaitu Abu Musa al-Murdar, Ahmad bin Abi Daud
(wafat 240 H), dan Ja’far bin Harib al-Hamdani (wafat 236 H). Mereka adalah
imam-imam Mu’tazilah disekitar abad kedua dan ketiga Hijriah di Basrah dan
Bagdad.
Adapun para khalifah yang secara terang-terangan menganut atau
setidaknya mendukung aliran Mu’tazilah cabang Bagdad adalah:
a. Ma’mun bin Harun Rasyid, Khalifah Bani Abbas (berkuasa dari tahun 198
sampai 218 H)
b. Al-Muktasim bin Harun ar-Rasyid (berkuasa dari tahun 218 sampai 227 H)

10
Nukman Abas

10
c. Al-Wasiq bin al-Muktasim (berkuasa dari tahun 227 sampai 232 H
1. Doktrin-Doktrin Aliran Muktazilah

Muktazilah memliki asas dan landasan tersendiri. Doktrin yang terkenal adalah lima
landasan pokok Muktazilah atau yang dikenal dengan usulul khamsah.

a. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Kaum Muktazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat tuhan, tetapi tuhan adalah zat
tunggal tanpa zat. Tuhan mendengar dengan zat-nya. Melihat dengan zat-nya, dan berkata
dengan zat-nya. Menurut mereka sifat tuhan tidak ada. Oleh karena itu, mereka
memfatwakan, bahkan pernah memaksakan orang, agar meyakini bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk. Al-Qur’an itu hadis (baru), buka n firman Allah yang qadim sebagaimana
keyakinan ahhlussunnah wal jama’ah. Fatwa tersebut telah menghebohkan dunia islam dan
membunuh ribuan ulama Islam pada abad kedua Hijriah dalam peristiwa yang disebut dengan
“Peristiwa Qur’an Makhluk”,

Adanya perbedaan dengan kelompok-kelompok lain, membuat kelompok lain


mengelari Muktazilah dengan “Mu’athilah” karena mereka telah meniadakan sifat-sidat
tuhan dan menghapuskannya. Kaum Muktazilah sendiri menyebut diri mereka sebagai “al-
Adlu wa at-Tauhid” (pengemban keadilan dan tauhid).

b. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)

Kaum Muktazilah ingin menyucikan perbuatan Tuhan dari persamaan dengan


perbuatan makhluk. Mereka sangat yakin jika Tuhan mahaadil. Oleh karena itu, dia tidak
akan menindas makhluk-nya.

Manusia dihukum tuhan karena mengerjakan dosa dan diberi pahala karena
melakukan amal ibadah ayng baik. Oleh karena itu, menurut kaum Muktazilah, semua
perbuatan manusia dibuat dan diciptakan oleh manusia sendiri, perbuatan baik maupun
buruk. Semua perbuatan manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan. Bahkan menurut
mereka, Tuhan tidak tahu apa yang dilakukan manusia.

c. Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)

Tuhan Yang Mahaadil dan Bijkasana tidak akan melanggar janji-Nya. Kaum
Muktazilah yakin bahwa janji dan ancaman ini pasti terjadi, yaitu janji Tuhan yang berupa
pahala (surga) bagi orang yang berbuat baik dan ancaman berupa siksa (neraka) bagi orang

11
yang berbuat durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberikan pengmpunan bagi orang-
orang yang bertobat.

Mereka berpandangan bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’du)
terhadap pelaku dosa besar (walaupu di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam neraka, dan
kekal di dalamnya. Akan tetapi, siksa yang diberikan kepada mereka lebih ringan dari siksa
orang kafir. Inilah yang mereka sebut dengan janji dan ancaman. Mereka yang berpaham
seperti ini juga sering disebut dengan Wa’idiyyah.

d. Al-Manzilah Baina al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)

Pokok ajaran al-manzilah baina al-manzilatain adalah orang islam yang melakukan
dosa besar (maksiat) selain syirik dan belum bertobat, tidak dikatakan kafir atau mukmin,
tetapi disebut dengan fasik. Keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada tuhan dan tidak
cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Di akhirat kelak, orang yang melakukan dosa
besar, tidak akan dimasukkan ke dalam surga dan tidak dimasukkan ke dalam nerakayang
dahsyat siksanya seperti orang kafir. Lalu, siapakah yang disebut kafir oleh kaum
Muktazilah?

Menurut kaum Muktazilah, orang kafir adalah orang yang tidak patuh terhadap yang
wajib dan sunah, atau disebut pelaku maksiat. Mereka membagi maksiat ke dalam dua
bagian, yaitu maksiat besar dan maksiat kecil. Maksiat besar dinamakan kufur.

Adapun yang membawa seseorang pada kekufuran ada tiga macam, yaitu sebagai
berikut.

1. Seseorang yang menyamakan Allah dengan makhluk.


2. Seseorang yang menganggap Allah tidak adil atau zalim.
3. Seseorang yang menolak eksistensi Nabi Muhammad saw. yang menurut nas sudah
disepakati kaum muslimin.
e. Al-Amru bil Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an al-Munkar

Kaum Muktazilah sepakat mengatakan bahwa akal manusia sanggup membedakan


yang baik dan buruk. Hal itu disebabkan sifat-sifat yang baik dan yang buruk. Itu dapat
dikenal dan manusia wajib memilih yang baik dan menjauhi yang buruk.

Kelima prinsip di atas merupakan standar bagi kemuktazilahan seseorang. Artinya,


seseorang baru dapat dikatakan Muktazilah apabila dia menganut dan mengakui kelima

12
prinsip dasar tersebut. Apabila dia tidak mengakuinya atau bahkan menambahkan satu dari
kelima hal tersebut maka orang itu tidak dapat disebut sebagai Muktazilah.

Selain kelima prinsip pokok di atas, berikut ini adalah beberapa ajaran Muktazilah
yang menjadi ciri khasnya.

1. Akal adalah di atas dalil naqli (Al-Qur’an dan hadis).


2. Al-Qur’an adalah hawadis (barang baru), tidak qadm.
3. Manusia tidak akan mampu melihat Zat Allah kelak di akhirat.
4. Orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat, lalu mati, tidak mukmin dan
tidak kafir, tetapi antara kedunya.
5. Mikraj Nabi Muhammad saw. hanya dengan ruhnya.
6. Perbuata manusia diciptakan oleh manusia sendiri, bukan karena takdir Allah.
7. Arsy, kursi, timbangan di akhirat, hisab amal, dan malaikat Kiriman katibin tidak ada
8. Surga dan neraka tidak kekal.
9. Syafaat dan siksa kubur tidak ada.
10. Allah wajib membuat yang baik dan yang lebih baik.
11. Tuhan tidak memiliki sifat. Dia mendengar dan melihat dengan zat-Nya.
12. Tidak ada mukjizat selain Al-Qur’an.
13. Tidak ada sesuatu atau seseorang yang dianggap keramat.
14. Surga dan neraka belum tersedia sekarang.

Dari doktrin-doktrin Muktazilah, terlihat jelas bahwa akal adalah satu-satunya


sandaran pemikiran mereka. Kaum Muktazilah tidak mau tunduk pada arti harfiah dari
teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiah. Mereka
maninggalkan arti harfiah teks dan mengambil arti majazinya. Dengan kata lain, mereka
tingalkan arti yang tersurat dari nas wahyu dan mengambil arti yang tersirat. Mereka
dikenal banyak memakai takwil dalam memahami wahyu.

Menurut mereka, akal yang kuat menggambarkan manusia yang kuat. Keadilan
Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran mereka. Keadilan tuhan membawa mereka
kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan. Al-Qur’an adalah sunatullah yang
mengatur segala perjalanan di alam ini.

Teologi rasional Muktazilah ini menempatkan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan
manusia dalam berpikir dan bertobat. Hukum alam ciptaan Tuhan membawa pada
perkembangan islam di bidang filsafat dan sains, antara abad VIII dan XIII M.
13
Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran
(al-amr bi al-ma’ruf wa an-nahyu an al munkar). Ajaran ini menekankan keberpihakan pada
kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, di antaranya dengan
menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Al-amr bi al-ma’ruf wa an-
nahy’an al-munkar bukan monopoli konsep Mu’tazilah. Frase tersebut sering digunakan di
dalam Al-Qur’an. Arti asal al-ma’ruf adalah yang telah diakui dan diterima oleh masyarkat
karena mengandung kebaikan dan kebenaran. Lebih spesifik lagi, al-ma’ruf adalah yang
diterima dan diakui Allah.11 Adapun al-munkar adalah sebaliknya, yaitu sesuatu yang tidak
dikenal, tidak diterima, atau buruk. Frase tersebut berarti seruan untuk berbuat sesuatu yang
muncul dari dan sesuai dengan keyakinan yang sebenar-benarnya serta menahan diri dengan
mencegah timbulnya perbuatan yang bertentangan dengan norma Tuhan.12

Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini
terletak pada tatanan pelaksanaannya. Menurut Mu’tazilah, jika memang diperlukan,
kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Lalu, sejarah telah mencatat
kekerasan yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.13

Untuk menanggapi pendapat mu’tazilah yang mengatakan bahwa perbuatan


manusia bukan ciptaan tuhan, al-Baqillani mengemukakan bahwa Allah adalah
pencipta semua perbuatan manusia, sebab dia berkuasa terhadap semua yang mereka
lakukan.
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan
bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut paham Qadariyah atau free wiil.
Menurut Al-Juba’i dan Abd Al-Jabbar, manusialah yang berbuat baik dan buruk.
Kepatuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas kehendak dan
kemauannya sendiri. Daya (al-istitha’ah) untuk mewujudkan kehendak itu telah
terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.14

E. AJARAN MU’TAZILAH

Ajaran Mu’tazilah berdasarkan atas lima ajaran fundamental yaitu:

1. Tauhid (penegasan Allah)


2. Keadilan (al-Adil)

11
Izutsu, op. Cit., .hlm. 257-258
12
Ibid.,hlm. 259-260
13
Nasution, op. Cit., hlm. 56.
14
Nasution,Teologi...,hlm.102

14
3. Janji dan ancaman (Wa’d wal wa’id)
4. Mereka yang berbuat dosa besar akan diletakkan di tempat pertengahan, yaitu
dengan kata lain, mereka bukanlah termasuk orang mu’min dan bukan juga
termasuk kafir.
5. Amar ma’ruf nahi munkar (memerintah untuk berbuat baik dan melarang
kejahatan).

Masalah-masalah lain yang termasuk ajaran-ajaran mereka ialah:

1. Kebebasan untuk berbuat, bertentangan dengan determinisme orthodos,


yaitu perbuatan-perbuatan baik adalah berasal dari manusia. Mulai dari situ
mereka di sebut Qadariyyah, bertentangan dengan aliran Jabariyyah.
2. Al-Qur’an adalah makhluk, jika tidak Al-Qur’an akal kekal bersama
Tuhan
3. Allah tidak akan bisa dilihat dengan mata pada hari kebangkitan.15

Mula-mula aliran Mu’tazilah atau aliran Qadariyyah lahir pada akhir masa
kekuasan bani Umayyah, ketika Hasan Basri (meningal pada tahun 728 M), ditanya
untuk memberikan pendapat tentang suatu masalah yang menjadi pertentangan antara
Khawarij dan Murjiáh’. Kontraversi ini berhubungan dengan dosa besar, yang
dijalankan oleh orang mukmin atau orang kafir. Seorang dari murid hasan, washil ibn
Atho’ al ghazal orang persia, menjawab bahwa orang semacam ini tidak termasuk
orang mukmin juga tidak termasuk orang kafir, tetapi akan berada di derajat antara
ke-2nya (pertengahan). Dia menghindarkan (diri) disalah satu ujung masjid dan mulai
menerangkan tentang pendapatnya kepada kelompok teman-temannya dan berkumpul
di sekelilingnya ketika hasan basri mendengar tentanghal ini, dia bekata “wasil sudah
melarikan diridari kitab” (I’tazala an-na). Maka dari itu pengikut-pengikut wasil
dinamakan mu’tazilah, atau schismatic16 atau separatis.

Qadariyyah (kaum pengikut kemauan bebas) atau mu’tazilah (separatis), yang


pendapatnya terpenting, seperti yang browne17katakan, tatkala mengutip stainer.18
“adalah merupakan karakteristik terbaik, sebagai protes sebagian manusia yang sehat
terhadap tuntutan-tuntutan tyrani yang diajarkan oleh ajaran orhtodoks”. Mereka

15
Mas’udi, Muruj vol II. hlm 191-192
16
Baghdady, al-farq bayn al-firaq,hlm 97-98
17
Lit. History of Persiavol 1, 281
18
Mu’tazilaten, hlm 4

15
menamakan diri mereka sebagai kaum pengikut keadilan dan ketauhitan (pengesaan
Allah). Sebagai pengikut keadilan, mereka yakin bahwa doktrin orthodoks mengenai
takdir Allah (yang menggambarkan bahwa Allah menyiksa manusia yang berdosa,
seperti hal nya sudah merupakan nasib yang tidak bisa ia lawan/tentang) menyatakan
bahwa Allah tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap hamba-Nya. Sebagai kaum
pengikut ajaran ketauhidan (pengesaan allah), mereka yakin bahwa orang-orang yang
berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kekal dan tetap ada bersama Allah dan
menganggap bahwa sifat-sifat Allah terpisah dari dzat Allah, merupakan kaum
pengikut polytheisme atau orang musyrik (menyekutukan allah dengan yang lain)19

Ajaran mu’tazilah yang keluar dari ajaran resmi berhubungan dengan adanya
ajaran presdestinasi orthodox. Namun demikian beberapa dari pengikut Mu’tazilah
berpendapat bahwa allah tidak menginginkan kealiman dan dia tidak akan menyiksa
makhluk-makhlu-nya kecuali karena perbuatan-perbuatan mereka sendiri. Hal ini
ditekankan dibeberapa ayat Al-Qur’an : “tiap-tiap bertanggung jawab atas apa yang
telah diperbuatnya”20. Hal ini berarti bahwa manusia tidak mencurahkan tanggung
jawab ini keada juru penolong atau orang suci. Penebusannya tergantung kepada
rahmat atau karunia Allah, maka seharusnya setiap manusia dengan tulus ikhlas dan
konstan untuk berbuat kebajikan. Jika tidak berbuat yang demikian rupa, maka dia
akan selamat dan termasuk ke dalam golongan orang-orang berbahagia.21

Mu’tazilah pada mulanya merupakan aliran keagamaan (religious party) yang


tidak mencampuri urusan politik, tidak seperti syiah, politik. Mereka mendiskusikan
kepemimpinan umat Islam (Imamah) dan syarat sebagai seorang pemimpin (imam)
berdasarkan atas perasamaan diantara seluruh umat Islam. 22 Begitulah ditunjukkan
dengan ayat ini dalam Al-Qur’an: “hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadi kamu berbangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.23

19
Browe vol 1 hlm 281
20
QS. 38, S, 74: Al-Muddatsir.
21
Yusuf Ali, The Holy Qur’an vol II hlm 1645
22
Mas’udi, Murujvol II, hlm 191-192, dimana dia membicarakan poin ini secara mendetail
23
QS. 13. S, 49: Al-Hujurat

16
Tidak dapat diragukan bahwa Mu’tazilah menganggap ajaran-ajaran mereka berasal dari
Ali. Kita jarang menemukan sebuah buku tentang Syiah dan selanjutnya buku-buku
Mu’tazilah di mana mereka tidak memproklamirkan bahwa tidak ada seorang pendiri
Mu’tazilah (sekte Mu’tazilah) selain dari pada Ali “kepadanya mereka menamakan sebagai
guru besar (Profesor) dan pemimpin mereka”. Hal ini sudah jelas bahwa Mu’tazilah
dihubungkan dengan Wasil Bin ‘Ata sendiri merupakan murid Abu Hasyim Ibn Muhammad,
dan bahwa Abu Hasyim Ibn Muhammad, dan bahwa Abu Hasyim merupakan murid ayahnya.
Muhammad dan Muhammad merupakan murid ayahnya, Ali.

Sekalipun demikian, harus diingat bahwa Mu’tazilah tidaklah dalam batas-batas yang
sama dengan golongan-golongan Ali. Mereka tidak setuju dengan beberapa golongan Ali dan
mengambil sikap yang berbeda terhadap yang lain, sesuai dengan keyakinan-keyakinan
mereka yang bermacam-macam.

Faham-faham mu’tazilah sudah terang dalam literatur syiáh sampai sekarang. Sebagai
akibat adanya persamaan besar atau mu’tazilah dan syiah, paraahli sejarah menjadi bingung
dan tidak bisa membedakan antara buku-buku syi’ah dan muktazilah, dalam masalah
ketuhidan.

1. Pertama terdiri dari pasal-pasal yang berhubungan dengan ketuhidan (keesaan allah).
2. Kedua terdiri dari penyelidikan-penyelidikan yang berhubugan dengan keadilan dari
allah.

Muktazilah sepakat dengan khawrij dalam penetapan bahwa imam (kepemimpinan)


bisa berlaku bagi quraisy seperti halnya bisa berlaku bagi umat muslim yang lainya.
Mereka juga sepakat bahwa hal ini tidak perlu menunjukkan seorang pemimpin untuk
seluruh umat muslim. Hal ini bisa dipahami dari doktrin khawarij bahwa “kedaulatan
semata-mata kepunyaan Allah sendiri”, begitulah ditegaskan dalam Al-Qur’an.
Namun demikian mengizinkan prinsip ini kecuali dalam satu perkara, bahwa seluruh
umat islam harus berifat adil dan bersih dan bahwa tidak seorangpun yang sudah
berbuat dosa akan hidup di tengah-tengah mereka.24

24
Mas’udi, murujvol 11 hal 91. Lihat tarikh islam saya vol 1 hal. 454-462

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mu’tazilah dapat diartikan sebagai golongan yang mendawakan akal. Segala
sesuatu harus sesuai dan dapat diterima oleh akal. Apabila ada permasalahan
agama yang tidak sesuai dengan akal maka mereka pun akan meninggalkannya.
Muktazilah muncul di kota Basrah (Irak) pada abad kedua Hijriah (Antara
tahun 105-110H), pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah
Hisyam bin Abdul Malik.
kelompok Mu’tazilah telah muncul pada pertengah abad pertama Hijriah,
yakni diistilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral
dalam peristiwa-peristiwa politik, seperti peristiwa meletusnya Perang Jamal dan
Siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam
konflik tersebut dan memilih jalan tengah. Pada abad kedua Hijriah, Mu’tazilah
muncul karena dorongan persoalan akidah. Pedapat lain juga mengatakan bahwa
penyebutan Mu’tazilah karena mereka berbeda pendapat dengan golongan
Mujriah dan Khawarij tentang tahkim atau pemberian status bagi orang yang
melakukan dosa besar. Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjukkan Mu’tazilah I
dan Mu’tazilah II

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini kurang dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca agar makalah ini dapat di revisi dengan
baik sebagai ajang pembelajaran pembuatan makalah yang sempurna.

18
DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. ILMU KALAM. Bandung: Pustaka Setia.

Latifah, Nok Aenul dan Abdul Mutolib. 2015. PAHAM ILMU KALAM. Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.

Hasan, Ibrahim Hasan. 1968. SEJARAH Dan KEBUDAYAAN ISLAM. Yogyakarta: Kota
Kembang

Esha, In’am Muhammad. 2010. FALSAFAH KALAM SOSIAL. Malang: UIN-Maliki Press

Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, 1978 Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi

Nasution, Harun. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional. Jakarta: UI Press. 1987

Abbas, Nukman. 2006. Al Asy’ari. Jakarta: Erlangga

Hanafi, Ahmad. 1986. Theology Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

19

Anda mungkin juga menyukai