Anda di halaman 1dari 32

KERAJAAN MALAKA

LETAK KERAJAAN
Berdasarkan Sulalatus Salatin kerajaan ini merupakan kelanjutan
dari Kerajaan Melayu di Singapura, kemudian serangan Jawa dan Siam
menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke Malaka.
Kerajaan Malaka berkembang setelah Kerajaan Samudera Pasai
mulai mengalami kemunduran. Lokasi nya di sebagian semenanjung
Malaya dan Riau
SUMBER SEJARAH
1. Sulalatus Salatin
Mengatakan bahwa kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu di
Singpura, kemudian serangan Jawa dan Siam menyebabkan pusat pemerintahan
berpindah ke Malaka.
2. Kronik Dinasti Ming
Mencatat Parameswara sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kisar Tongle di
Nanjing pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya.
Sebagai balasan upeti yang diberikan, Kaisar Cina menyetujui untuk memberikan
perlindungan pada Malaka, kemudian tercatat ada sampai 29 kali utusan Malaka
mengunjungi Kaisar Cina. Pengaruh yang besar dari relasi ini adalah Malaka
dapat
terhindar dari kemungkinan adanya serangan Siam dari utara, terutama setelah
Kaisar
Cina mengabarkan penguasa Ayutthaya akan hubungannya dengan Malaka.
Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat
akan
kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang
menjadi pusat
perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu pangkalan armada
Ming.
3. Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho (1409)
Mengambarkan Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka4. Pararaton
Disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu Bhra Hyang Parameswara
sebagai
suami dari Ratu Majapahit, Ratu Suhita.
RAJA-RAJA
1. Iskandar Syah atau Parameswara
Raja Parameswara merupakan pendiri kerajaan Malaka sekaligus
menjadi raja pertama kerajaan ini. Ia memerintah dari tahun 1396-1414
M. pada abad ke-15 M, teradi perang paregreg yang mengakibatkan
Parameswara melarikan diri dari Blambangan ke Tumasik (Singapura
sekarang) dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaya
dan mendirikan perkampungan Malaka.
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di kerajaan Malaka dan
akibat dekatnya kerajaan Malaka dengan kerajaan Islam Samudera Pasai,
maka Parameswara kemudian memeluk agama Islam dan berganti nama
menjadi Iskandar Syah, dan merubah corak kerajaan dari sebelumnya
beragama Hindu menjadi kerajaan atau kesultanan Islam.
2. Muhammad Iskandar Syah
Muhammad Iskandar Syah merupakan anak dari Iskandar Syah
yang memerintah kerajaan Malaka sesudah ayahnya, yaitu dari tahun
1414-1424 M. pada masa pemerintahannya, Muhammad Iskandar
Syah berhasil memperluas daerah kekuasaan kerajaan Malaka sampai
seluruh Semenanjung Malaya.
Untuk memuluskan ambisinya menjadi kerajaan Malaka tunggal
yang menguasai jalur perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka,
maka ia harus berhadapan dengan kerajaan Samudera Pasai yang
kekuatannya jauh lebih besar. Oleh karena itu, ia memilih untuk
melakukan hubungan diplomatik dengan cara menikah dengan putri
dari raja Pasai saat itu.
3. Sri Parameswara Dewa Syah
Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya adalah
Raja Ibrahim (Sri Parameswara Dewa Syah) yang tidak menganut Islam.
Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia meninggal
karena terbunuh pada 1445.
4. Mudzafat Syah
Setelah Muhammad Iskandar Syah meniggal, maka digantikan oleh
Mudzafat Syah dengan gelar sultan. Mudzafat Syah merupakan raja
pertama yang bergelar sultan di kerajaan Malaka. Ia memerintah dari
tahun 1424-1458 M.
Pada masa pemerintahannya, ia berhasil memperluas kekuasaan
sampai ke Pahang, Indragiri, sampai ke Kampar. Tetapi, pada masa ini
pula, kerajaan Malaka mendapat serangan dari kerajaan Siam, akan tetapi
berhasil ditumpas atau digagalkan.
5. Sultan Mansyur Syah
Ia merupakan putra dari Mudzafat Syah yang memerintah kerajaan
Malaka sejak tahun 1458-1477 M. saat ia memimpin, kerajaan Malaka
berhasil menjalani masa keemasannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kerajaan Malaka berhasil menjadi pusat perdagangan dan penyebaran
Islam di Asia Tenggara.
Sultan Mansyur Syah meneruskan pekerjaan ayahnya dengan
memperluas daerah kekuasaan, baik di Semenanjung Malaya maupun di
wilayah Sumatera Tengah. Ia juga berhasil mengalahkan kerajaan Siam
dengan menewaskan raja kerajaan Siam saat itu. Putra mahkota kerajaa
Siam ditawan dan kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Mansyur
Syah.
Kebesaran dan keberhasilan kerajaan Malaka dalam mencapai
masa kejayaannya tidak terlepas dari peranan laksamana Hang Tuah.
Bahkan, laksamana Hang Tuah disamakan dengan kebesaran Patih Gajah
Mada dari kerajaan Majapahit. Cerita Hang Tuah dituangkan dalam
sebuah hikayat yaitu hikayat Hang Tuah
6. Sultan Alaudin Syah
Ia merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah yang memerintah kerajaan
Malaka dari tahun 1477 M sampai dengan 1488 M. pada masa
pemerintahannya, kerajaan Malak mulai mengalami kemunduran dibuktikan
dengan mulai lepasnya daerah kekuasaan satu persatu. Hal itu disebabkan
karena Sultan Alaudin Syah dianggap tidak cakap dalam memerintah.
7. Sultan Mahmud Syah
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah yang memerintah kerajaan
malaka dari tahun 1488-1511 M. ia sekaligus menjadi raja terakhir kerajaan
Malaka dikarenakan pada masa pemerintahannya, kerajaan Malaka menjadi
kerajaan yang kecil dengan hanya sebagian wilayah Semenanjung Malaya saja
yang menjadi daerah kekuasannya. Hal ini diperparah dengan serangan yang
diadakan oleh Portugis dibawah pimpinan Alfonso d`Alberquerque yang
berhasil menjatuhkan kerajaan Malaka, dan akhirnya runtuhlah kerajaan
Malaka.
KEHIDUPAN EKONOMI
Sejak Kerajaan Malaka berkuasa, jalur perdagangan
internasional yang melalui Selat Malaka semakin ramai. Bersamaan
dengan melemahnya kekuatan Majapahit dan Samudera Pasai,
kerajaan Malaka tidak memiliki persaingan dalam perdagangan. Tidak
adanya saingan di wilayah tersebut, mendorong kerajaan Malaka
membuat aturan-aturan bagi kapal yang sedang melintasi dan
berlabuh di Semenanjung Malaka. Aturan tersebut adalah
diberlakukan pajak bea cukai untuk setiap barang yang datang dari
wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti untuk pedagang
yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri).
Kehidupan Sosial dan Budaya
Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami
perkembangan yang pesat seperti munculnya karya2 sastra yang mengambarkan
tokoh2 kepahlawanan dari kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Sedangkan kehidupan sosial kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor
letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup
dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan
bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat2 individualisme.
Tingkat keorganisasian pelabuhan ditingkatkan dengan membuat
peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban
melaporkan nama jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang
sedang berlabuh, dan sebagainya.
Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan
dengan memiliki kapal dan awak-awaknya. Kapal tersebut disewakan
kepada pedagang yang hendak menjual barangnya ke luar negeri.
Selain peraturan-peraturan tentang perdagangan, kerajaan Malaka
memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam
perdagangan dan diplomatik.
PENINGGALAN KERAJAAN
• Masjid agung deli
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli
memulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada tanggal 21 Agustus 1906 (1
Rajab 1324 H). Keseluruhan pembangunan rampung pada tanggal 10 September
1909 (25 Sya‘ban 1329 H) sekaligus digunakan yang ditandai dengan pelaksanaan
sholat Jum’at pertama di masjid ini. Keseluruhan pembangunannya
menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden. Sultan memang sengaja
membangun masjid kerajaan ini dengan megah, karena menurut prinsipnya hal
itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun.
Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan, namun
konon Tjong A Fie, tokoh kota Medan dari etnis Tionghoa yang sezaman dengan
Sultan Ma’mun Al Rasyid turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.
MESJID KUBRO KAMPAR TIMUR PENINGGALAN SULTAN MALAKA
Sekitar abad 15, Kerajaan malaka diserang oleh Portugis dan Raja Malaka
beserta pengikutnya melarikan diri. Dalam pelariannya Sutan Mahmud Raja
Malaka melakukan pelarian ke Penyengat, kemudian menelusuri Sungai Kampar
hingga akhirnya ia menetap dan tinggal di kampar serta memerintah dan
meninggal di kampar, beliau membentuk Kerajaan baru yang disebut Kerajaan
Kampar
PENYEBAB KERUNTUHAN
Kerajaan Malaka runtuh dikarenakan adanya serangan
dari Portugis dibawah kendali Alfonso d`Alberquerque yang
berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Malaka pada tahun
1511 Masehi. Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu
setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512 M, Sultan
Mahmud Syah dibantu dengan Adipati Unus mencoba untuk
menyerang Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis.
Namun, serangan mereka berhasil dipadamkan oleh pasukan
portugis.
KERAJAAN ACEH
LETAK KERAJAAN
Kerajaan Aceh adalah kelanjutan kerajaan Samudra Pasai, wilayah
kerajaan Aceh melingkupi Aceh dan sebagian pesisir Sumatera.
Kerajaan Aceh berkembang setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan
mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak
kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan
dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu.
Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar
perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan
Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya.
RAJA-RAJA
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Adalah raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun
1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerjaan Aceh melakukn
perluasan ke beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan Pasai.
Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di
Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
2. Sultan Salahuddin
Setelah Sultan Ali Mughayat Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya
yg bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M,
selama menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan
pemerintahaan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan
mengalami kemerosostan yg tajam. Oleh karena itu, Sultan Salahuddin
3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Ia melakukan
berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk
pemeintahan Kerajaan Aceh
Pada masa pemeintahannya, Kerajaan Aceh melakukan
perluasaan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan
terhadap Kerajaan Malaka ( tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru
berhasil diduduki. Pada masa pemerintahaannya, kerajaan Aceh
mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan
sering terjadi.
4. Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36
M. Di bawah pemerintahannya, Kerjaan Aceh mengalami kejayaan.
Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerjaan besar adn berkuasa atas
perdagangan Islam, bahakn menjadi bandar transito yg dapat
menghubungkan dgn pedagang Islam di dunia barat.
Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dgn
menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya.
Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan
menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga
menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir
Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan
pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah,
Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan
aceh memiliki wilayah yang sangat luas.
5. Sultan Iskandar Thani.
Ia memerinatah Aceh tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan
pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda.
Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg
bernama Nuruddin ar-Raniri. Ia menulis buku sejarah Aceh berjudul
Bustanu’ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat di
hormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat
Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, tahta kerjaan di pegang
oleh permaisurinya ( putri Sultan Iskandar Thani ) dgn gelar Putri Sri
Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).
KEHIDUPAN EKONOMI
Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang
pesat. Dearahnya yg subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan
Aceh atas daerah – daerah pantai timur dan barat Sumatera
menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa
daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan
ekspor penting timah dan lada.
Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka yg merupakan jalan
dagang internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa
asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang,
juga berdagang dengan Aceh.
Kehidupan Sosial-Budaya
Kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Aceh sangat kental dengan
nuansa islamis. Terdapat satu buah hukum adat yang melandasi kehidupan
sosial budaya masyarakat Aceh pada saat itu, yaitu Qanun Meukuta Alam Al-
Asyi.
Menurut Qanun Meukuta Alam al-Asyi, pengangkatan sultan haruslah
semufakat dengan hukum adat. Oleh, karena itu pada saat pegangkatan atau
pelantikan Sultan, Sultan harus berdiri di atas Tabal, sedangkan Ulama yang
memegang Al-Quran berdiri di sebelah kanan dan perdana mentri yang
memegang pedang berdiri di sebelah kiri.
Barang – barang yg di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari
Minagkabau ), rempah – rempah ( dari Maluku ). Bahan impornya
seperti kain dari Koromendal
( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina ), minyak wangi (
dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam
perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.
PENINGGALAN KERAJAAN
1. Masjid Raya Baiturrahman
Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama dan yang paling dikenal adalah Masjid
Raya Baiturrahman. Masjid yang dibangun Sultan Iskandar Muda pada sekitar
tahun 1612 Masehi ini berada di pusat Kota Banda Aceh. Saat agresi militer
Belanda II, masjid ini sempat dibakar. Namun pada selang 4 tahun setelahnya,
Belanda membangunnya kembali untuk meredam amarah rakyat Aceh yang
hendak berperang merebut syahid.
1. Benteng Indrapatra
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya adalah Benteng Indrapatra.
Benteng ini merupakan benteng pertahanan yang sebetulnya sudah mulai
dibangun sejak masa kekuasaan Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu tertua di Aceh,
tepatnya sejak abad ke 7 Masehi. Benteng yang kini terletak di Desa Ladong,
Kec. Masjid Raya, Kab. Aceh Besar ini pada masanya dulu memiliki peranan
penting dalam melindungi rakyat Aceh dari serangan meriam yang diluncurkan
kapal perang Portugis.
1. Gunongan
Gunongan adalah peninggalan Kerajaan Aceh yang berupa sebuah taman lengkap
dengan bangunan keratonnya. Taman ini berdasarkan sejarahnya merupakan
bukti cinta Sultan Aceh pada permaisurinya yang sangat cantik. Permaisuri yang
tak diketahui namanya ini merupakan putri raja Kerajaan Pahang yang ditawan
karena kerajaannya kalah perang. Sang Sultan jatuh cinta dan
mempersuntingnya, hingga kemudian si permaisuri tersebut meminta dibuatkan
sebuah taman yang sama persis dengan istana kerajaannya yang terdahulu untuk
mengobati rasa rindunya.
Makam Sultan Iskandar Muda
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya adalah Makam dari Raja Kerajaan
Aceh yang paling ternama, Sultan Iskandar Muda. Makam yang terletak di
Kelurahan Peuniti, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental dengan
nuansa Islami. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat indah dan
menjadi salah satu bukti sejarah masuknya Islam di Indonesia.
Uang Emas Kerajaan Aceh
Aceh berada di jalur perdagangan dan pelayaran yang sangat strategis.
Berbagai komoditas yang berasal dari penjuru Asia berkumpul di sana pada
masa itu. Hal ini membuat kerajaan Aceh tertarik untuk membuat mata
uangnya sendiri. Uang logam yang terbuat dari 70% emas murni kemudian
dicetak lengkap dengan nama-nama raja yang memerintah Aceh. Koin ini masih
sering ditemukan dan menjadi harta karun yang sangat diburu oleh sebagian
orang. Koin ini juga bisa dianggap sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Aceh
yang sempat berjaya pada masanya.
PENYEBAB KERUNTUHAN
* Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1030, tdk ada raja – raja besar
yg mampu mengendalikan daerah Aceh yg demikian luas. Di bawah Sultan
Iskandar Thani ( 1637 – 1641 ), sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda,
kemunduran itu mulai terasa & terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar
Thani.
* Timbulnya pertikaian yg terus menerus di Aceh aantara golongan
bangsawan ( teuku ) dgn golongan utama ( teungku ) yg mengakibatkan
melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri prtikaian terjadi
karena prbedaan aliran dlmm agama ( aliran Syi’ah dan Sunnah wal Jama’ah )
* Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan diri seperti Johor, Pahang,
Perlak, Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu menjadikan daerahnya sbg
negara merdeka kembali, kadang – kadang di bantu bangsa asing yg
menginginkan keuntungan perdagangan yg lebuh besar.
Kerajaan Aceh yg berkuasa selama kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena
dikuasai oleh Belanda awal abad ke-20.

Anda mungkin juga menyukai