Anda di halaman 1dari 5

Strategi Melawan Konflik SARA Untuk Memperkukuh Persatuan &

Kesatuan Bangsa
I. Pendahuluan

Indonesia adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya, 
bahasa daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di
Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, Indonesia
memang negara yang besar karena mampu merdeka dan bersatu dengan mengesampingkan
perbedaan-perbedaan tersebut. Isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) menjadi salah
satu sorotan dari dinamika politik beberapa tahun terakhir.

SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas
yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap tindakan
yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan
golongan dapat dikatakan sebagai konflik SARA. Konflik internal bernuansa suku, agama, ras,
dan antar-golongan (SARA) merupakan salah satu bentuk kekerasan yang paling ganas. Menurut
Nono Anwar Makarim, jumlah korban jiwa dalam konflik ini lebih besar dari pada korban akibat
terorisme dan perang antarnegara.1 Dengan mengutip Pauline H Baker dan Angeli E Weller,
Makarim menyebutkan bahwa sejak Perang Dingin berakhir, telah terjadi lebih dari 100 ‘konflik
internal’ di dunia. Definisi ‘konflik internal’ adalah setiap konflik yang terjadi atas dasar
identitas kelompok atau golongan sosial, termasuk bahasa, ras, agama, aliran, suku, kelas,
kumpulan, dalam berbagai kombinasinya.2

Perkembangan sejarah kebangsaan Indonesia juga diwarnai sejumlah konflik bernuansa


SARA. Menurut Tamrin Amal Tomagola, konflik bernuansa SARA di bumi nusantara ini telah
terjadi sejak zaman kolonial. Gerry van Klinken bahkan menilai persoalan SARA merupakan
warisan pra-kolonial khas Melayu yang telah ada sebelum “Indonesia” itu ada. 3 Demikian pula
pada masa awal kemerdekaan di zaman rezim Orde Lama, konflik SARA sudah muncul ke
permukaan. Namun demikian, pada dua masa itu, persoalan SARA muncul secara wajar sebagai
suatu dinamika kultural masyarakat. Konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) telah
meluas di Indonesia. Segala cara dan upaya dilakukan untuk memecah belah bangsa oleh para

1
Lihat: Tempo Edisi 6-12 Januari 2003, hal 82.
2
Baker, Pauline H dan Angeli E Weller (1998) An Analytical Model of Internal Conflict and State Collapse: Manual
For Practitioners, The Fund for Peace, Washington DC.
3
van Klinken, Gerry “Decentralisation, Violence, and Democracy: The Colonial Roots of Ethnic Conflict in Indonesia”
disampaikan dalam International Conference Indonesian Transition to Democracy: Issues and Actors in the Local
and International Perspective kerjasama ISAI dan KontraS, Jakarta 17-19 Januari 2002. Penjelasan lebih spesifik dan
detail mengenai hal ini dapat disimak dalam Hussin Mutalib (1995), Penerjemah AE Priyono dan Christiadi, Islam
dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu, LP3ES, Jakarta.
pihak yang tidak bertanggung jawab. Negara dan kita Masyarakat Indonesia tidak boleh kalah
apalagi ikut ke dalam arus Isu SARA.

II. Pembahasan

Konflik bisa terjadi akibat adanya perbedaan pandangan antara dua atau lebih kelompok
masyarakat di suatu wilayah. Perbedaan pandangan ini bisa terjadi dalam lingkup suku, agama,
ras, dan antar golongan. Tak adanya managemen terhadap perbedaan pandangan ini
mengakibatkan konflik muncul secara perlahan-lahan.
Di Indonesia yang penuh keberagaman ini, konflik sudah biasa terjadi. Hanya saja,
banyak orang memanfaatkan konflik ini untuk kepentingan lain hingga pecah menjadi lebih
besar. Mari mengingat agar hal mengerikan ini tak terjadi lagi di masa depan.

1. Konflik Antar Suku di Sampit (2001)


Barangkali kerusuhan yang terjadi di Sampit adalah kerusuhan antar suku paling
mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Konflik ini diduga akibat adanya warga Dayak
yang dibantai oleh Warga Madura yang menetap di sana. Versi lain mengatakan jika kedua suku
saling membakar rumah dan mengakibatkan Suku Dayak yang memenuhi hampir semua wilayah
Kalimantan Tengah murka.

Akibat hal ini, 500 orang dikabarkan meninggal dunia. Dari jumlah itu 100 di antaranya
mengalami pemenggalan kepala oleh Suku Dayak. Pemenggalan ini dilakukan oleh Suku Dayak
karena mereka ingin mempertahankan wilayah yang saat itu mulai dikuasai oleh Suku Madura.
Pihak Kepolisian setempat sebenarnya sudah menangkap orang-orang yang dianggap sebagai
dalang dari kerusuhan. Namun setelah ditangkap, Kantor Polisi justru dikepung oleh Suku Dayak
hingga Polisi tepaksa melepaskan kembali tahanan. Konflik yang terjadi di tahun 2001 ini
akhirnya berakhir setelah setahun berlangsung.

2. Konflik Antar Agama di Ambon (1999)


Konflik yang ada kaitannya dengan agama terjadi di Ambon sekitar tahun 1999. Konflik
ini akhirnya meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam dan Kristen yang berakhir
dengan banyaknya orang meninggal dunia. Orang-orang dari kelompok Islam dan Kristen saling
serang dan berusaha menunjukkan kekuatannya.

Konflik ini awalnya dianggap sebagai konflik biasa. Namun muncul sebuah dugaan jika
ada pihak yang sengaja merencanakan dengan memanfaatkan isu yang ada. Selain itu ABRI juga
tak bisa menangani dengan baik, bahkan diduga sengaja melakukannya agar konflik terus
berlanjut dan mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang terjadi di Ambon membuat
kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi memanas hingga waktu yang cukup lama.
3. Konflik Antara Etnis (1998)
Kerusuhan yang terjadi di penghujung Orde Baru 1998 awalnya dipicu oleh krisis
moneter yang membuat banyak sektor di Indonesia runtuh. Namun lambat laun kerusuhan
menjadi semakin mengerikan hingga berujung pada konflik antara etnis pribumi dan etnis
Tionghoa. Kerusuhan melebar dan menyebabkan banyak aset-aset miliki etnis Tionghoa dijarah
dan juga dibakar karena kemarahan.

Selain menjarah dan membakar banyak hal penting dari etnis Tionghoa. Mereka juga
melakukan tindak kekerasan kepada para wanita dari etnis ini. Kasus pelecehan seksual banyak
dilaporkan hingga kasus pembunuhan pun tak bisa dihindari. Konflik antar etnis yang terjadi di
Indonesia benar-benar membuat negeri ini menjadi lautan darah.
Guna menghindari konflik antar sesama maupun kelompok, ada beberapa hal yang dapat
kita lakukan sebagai upaya mengatasi konflik SARA adalah :

1. Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa


Doa pada Tuhan sangat penting dalam kehidupan orang beriman. Melihat dari sila
pertama Pancasila saja sudah menyiratkan akan betapa berharganya campur tangan Tuhan dalam
hidup manusia. Satu hal yang harus kita ingat: di manapun kita ditempatkan oleh Tuhan, kita
harus selalu bersyukur atas hidup kita dan memuliakan nama Tuhan selamanya.
2. Mengendalikan diri
Sebagai manusia biasa yang memiliki perasaan, ada kalanya kita tidak dapat memendung
suatu cobaan atau godaan dari makhluk ciptaan tuhan lain yang mengundang kita untuk berbuat
yang tidak baik. sebaiknya kita dapat mengendalikan diri kita dari keinginan untuk berbuat yang
tidak baik tersebut karena banyak kerugiannya dari pada keuntungannya. Karena Tuhan maha
mengetahui dan adil untuk umat-Nya.
3. Tidak menyinggung/menyakiti hati orang lain.
Tidak mungkin ada asap apabila tidak ada api, apabila kita tidak ingin diperlakukan tidak
baik oleh orang lain maka kita terlebih dahulu tidak melakukan hal yang tidak baik kepada orang
lain. Memanggil atau menghardik orang dengan kata-kata yang menyinggung SARA sangat
besar dampaknya untuk memicu terjadinya konflik sara.
4. Hilangkan prasangka buruk kepada orang lain.
Berprasangka tidak baik kepada orang lain merupakan penyakit hati yang harus
dihilangkan. Walaupun sangkaan itu benar adanya, kita tetap tidak boleh berprasangka buruk
kepada orang lain terlebih lagi apabila prasangka kita itu tidak terbukti dan hanya rekaan kita
saja tanpa adanya bukti. Selain menjadikannya suatu jurang pemisah juga dapat menjadi
pemercik api perkelahian antara kita dengan orang lain.
5. Saling menghormati dan menghargai.
Jalan satu-satunya agar terjalin suatu hubungan yang harmonis dan menjadi jembatan dari
seluruh perbedaan yang ada ialah rasa saling menghormati dan menghargai diantara sesama
makhluk tuhan. Dengan cara ini kita merasa manjadi satu bagian yang berharga diantara lainnya,
dan merasa setara tanpa ada perbedaan.
6. Menjalin hubungan dengan melakukan kegiatan positif bersama-sama.
Suatu hubungan sosial berarti suatu interaksi dari beberapa makhluk sosial yang terjadi di
suatu lingkungan. Untuk memelihara suatu hubungan yang harmonis maka diperlukan interaksi
yang harmonis pula yaitu melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama yang melibatkan
semua pihak yang dilakukan dengan bahagia.

Cara menjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan sekolah adalah

 Saling tolong menolong jika ada teman atau warga sekolah lainnya butuh bantuan.
 Berteman dengan siapa saja tanpa pandang bulu, tidak membedakan teman berdasarkan
agama, ras, suku, dan, budaya.
 Rutin mengikuti upacara bendera setiap hari senin.
 Menjaga nama baik sekolah dengan tidak mengikuti geng sekolah, tawuran, dan
perbuatan yang tidak bermanfaat lainnya.
 Menjunjung tinggi sikap toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama warga sekolah.
 Menaati peraturan yang berlaku di sekolah.

III. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan yang dapat kita tarik dari essay di atas adalah konflik bisa terjadi akibat
adanya perbedaan pandangan antara dua atau lebih kelompok masyarakat di suatu wilayah.
Perbedaan pandangan ini bisa terjadi dalam lingkup suku, agama, ras, dan antar golongan. Tak
adanya managemen terhadap perbedaan pandangan ini mengakibatkan konflik muncul secara
perlahan-lahan. Konfik ini disebut SARA. Dimana konflik ini adalah hal yang sangat
mengerikan.
Saran dari penulis yaitu kita sebagai anak bangsa dan generasi muda bangsa Indonesia
harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Cara-cara yang dapat kita
lakukan sebagai upaya melawan konflik ini antara lain : saling tolong menolong; tidak
membedakan ras, suku dan agama, tidak terlibat tawuran; dll. Dengan begitu kita mampu
mewujudkan generasi dan bangsa yang satu dan utuh.
Daftar Pustaka

Buku :

Baker, Pauline H dan Angeli E Weller (1998) An Analytical Model of Internal Conflict and State
Collapse: Manual For Practitioners, The Fund for Peace, Washington DC.

Van Klinken, Gerry “Decentralisation, Violence, and Democracy: The Colonial Roots of Ethnic
Conflict in Indonesia” disampaikan dalam International Conference Indonesian Transition to
Democracy: Issues and Actors in the Local and International Perspective kerjasama ISAI dan
KontraS, Jakarta 17-19 Januari 2002. Penjelasan lebih spesifik dan detail mengenai hal ini dapat
disimak dalam Hussin Mutalib (1995), Penerjemah AE Priyono dan Christiadi, Islam dan
Etnisitas: Perspektif Politik Melayu, LP3ES, Jakarta.

Surat Kabar :

Tempo Edisi 6-12 Januari 2003, hal 82.

Internet :

https://www.boombastis.com/konflik-sara/60197

https://www.pkbtv.com/2017/01/23/tips-cegah-konflik-sara-upaya-mengatasinya/

Anda mungkin juga menyukai