Salah satu konflik yang terjadi di Indonesia adalah konflik Ambon (Maluku) pada
September 1999 yang merenggut hampir 5.000 nyawa melayang dan
menyebabkan penderitaan berupa kemiskinan, menghancurkan sistem sosial pada
masyarakat yaitu konflik yang terjadi karena berdasarkan atas identitas agama
yaitu agama Islam dengan agama Kristen. Dimana sebenarnya konflik tersebut
berawal dari individu dengan individu bukan antar kelompok, yang kemudian
meluas hingga menjadi konflik antar kelompok.
Konflik ini dimulai ketika dengan perkelahian pemuda keturunan Bugis yang
beragama Islam dengan pemuda asal Mardika beragama Kristen. Pemuda asal
Mardika yang bekerja sebagai supir angkot ini dimintai uang oleh pemuda
keturunan Bugis tadi yang dikenal sebagai preman, kejadian ini terjadi di terminal
Batu Merah. Karena pemuda asal Mardika tersebut tidak dapat memenuhi
keinginan pemuda keturunan Bugis tadi. Kejadian ini terjadi berulang sampai tiga
kali dan tetap pemuda asal Mardika ini tidak dapat memenuhi keinginan pemuda
keturunan Bugis sehingga menimbulkan amarah dan perkelahian diantara mereka.
Mereka adu pukul dan ingin membunuh satu sama lain.
Pemuda asal Mardika ini merasa terancam dan dia pulang kerumah mengambil
parang dan kembali lagi ke terminal Batu Merah untuk menemui preman tersebut.
Kemudian terjadilah aksi kejar-kejaran dimana preman tersebut berlari masuk ke
kompleks pasar Desa Batu Merah. Kemudian preman tersebut ditahan oleh warga
Batu Merah dan ia ditanyai tentang permasalahan yang terjadi, maka preman
tersebut menjawab dengan jawaban bahwa “ia akan dibunuh oleh orang Kristen”.
Jawabannya ini kemudian memicu terjadinya kerusuhan yang terjadi di Ambon
yang dimana antara warga Muslim dengan warga Kristen saling menyerang.
Warga Muslim menyerang warga Kristen dan sebaliknya warga Kristen yang
muncul untuk mempertahankan diri.
Jika dilihat dari keseluruhan, konflik ini hadir dengan adanya isu-isu yang
mengandung SARA, adanya provokator, dan pandangan yang sempit atau mudah
terpancing. Banyak sekali stigma ataupun paradigma masyarakat tentang konflik
diatas. Dengan hadirnya konflik tersebut, seharusnya kita dapat belajar untuk
tidak ikut terprovokasi akan isu-isu yang kurang jelas dari mana asal usulnya serta
kabar burung yang menyebabkan miskomunikasi dan perselisihan. Toleransi dan
saling menghargai adalah kunci utama perdamaian bangsa. Dengan menerapkan
sikap toleransi antar sesama masyarakat memungkinakan tidak terjadinya konflik
antar masyarakat di Indonesia.
Saya tegaskan kembali bahwa Indonesia dapat menjadi negara yang adil dan
sejahtera bila masyarakat mau menghargai dan memberikan toleransi kepada
perbedaan yang ada.