Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Kehidupan di dunia tidak akan jauh dari keragaman karena keberagaman itu
anugerah dari Sang Pencipta mulai dari awal penciptaan. Indonesia merupakan salah
satu negara kepulauan yang diwarnai dengan masyarakat majemuk di mana terdapat
beragam identitas etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta bahasa. Indonesia
memiliki 300 lebih kelompok suku bangsa yang sifatnya berbeda dari kelompok lain.
Mereka mempunyai identitas yang berbeda dan menggunakan lebih dari 200 bahasa
khas. Kira-kira 210 juta penduduk Indonesia tersebar di lebih dari 14.000 pulau dan
kurang lebih 1,5 persen jumlah penduduknya hidup dengan cara tradisional.
Indonesia juga terdapat beragamnya agama. Islam adalah agama mayoritas
yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, sisanya beragama Protestan
(8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%). Oleh karena
itu, masyarakat Indonesia dapat disebut sebagai masyarakat yang manjemuk karena
terdiri dari beragam etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta kebudayaan sebagai
identitas yang berbeda-beda. Namun, dalam rangka menjaga kesatuan, Indonesia
memiliki semboyan nasional yaitu “Bhinneka tunggal ika” yang artinya berbeda-beda
tetapi satu. Semboyan nasional Indonesia ini merupakan satu bentuk keberagaman
yang terintegrasi yang mengidentifikasikan bentuk negara Indonesia. Selain itu,
bahasa Indonesia juga merupakan bentuk kesatuan yang mengintegrasikan
masyarakat sebagai satu identitas yaitu bangsa Indonesia.
Keberagaman identitas dan sifat kemajemukan menjadi keunikan identitas
atau suatu kebanggaan bagi masyarakat Indonesia. Namun, kondisi yang majemuk
dengan beragamnya etnik, suku bangsa, agama, dan kebudayaan sebagai identitas
menjadikan masyarakat rentan dengan konflik. Rentannya konflik merupakan sebab
dari pertentangan kebudayaan antar identitas. Setiap identitas etnik atau agama
memiliki kebudayaan masing-masing yaitu pandangan, prinsip, dan cara menjalani
hidup, dan tujuan yang berbeda. Dalam mencapai tujuannya, masing-masing
kelompok memiliki cara dan kepentingannya yang berbeda namun harus bertemu
dalam ruang kompetisi.

1
Diawali dengan pertentangan kepentingan yang dimiliki setiap identitas etnik
atau agama tersebut kemudian dapat memunculkan konflik. Konflik dapat terjadi
pada antar kelompok dengan identitas yang berbeda yang saling berinteraksi dalam
wilayah yang sama. Dari interaksi tersebut, pasti menimbulkan persepsi terhadap
kelompok-kelompok tertentu yang terkadang positif dan negatif karena perbedaan
kepentingan tersebut. Oleh karena itu, sulit untuk masyarakat Indonesia untuk
menghindari konflik terutama konflik antar etnik termasuk suku bangsa, adat, atau
agama.
Salah satu konflik yang terjadi di Indonesia yaitu konflik di Ambon. Konflik
yang terjadi di Ambon merupakan salah satu konflik yang didasarkat atas identitas
agama, yaitu Islam dan Kristen. Konflik ini terjadi dengan adanya kerusuhan sosial
dimulai dari akhir jaman Soeharto berlanjut hingga tahun 2000 namun saat ini sudah
cukup mereda. Pada beberapa artikel menyebutkan bahwa konflik yang terjadi di
Ambon bukan hanya merupakan konflik antar identitas agama, tetapi juga konflik
yang didasarkan atas adanya kesenjangan ekonomi, pihak yang berkonflik adalah
kelas atau kelompok sosial ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam hubungan antara identitas agama Islam
dan Kristen di Ambon yang menimbulkan konflik ini bukan hanya sebagai konflik
antar agama tetapi juga ada faktor lain yaitu ekonomi dan sosial yang menjadi
penyebab konflik. Namun diyakini Penyebab utama konflik ini adalah ketidakstabilan
politik dan ekonomi secara umum di Indonesia setelah Soeharto tumbang dan rupiah
mengalami devaluasi selama dan seusai krisis ekonomi di Asia Tenggara.
Rencana pemekaran provinsi Maluku menjadi Rencana pemekaran provinsi
Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara semakin memperuncing permasalahan
politik daerah yang sudah ada.Karena permasalahan politik tersebut menyangkut
agama, perseteruan terjadi antara umat Kristen dan Islam pada Januari 1999.
Perseteruan ini dengan cepat berubah menjadi pertempuran dan tindak kekerasan
terhadap warga sipil oleh kedua belah pihak.Dua pihak utama yang terlibat konflik ini
adalah kelompok milisi agama dari kedua pihak, termasuk kelompk Islamis bernama
Laskar Jihad, dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.Oleh karena itu, penulisan
makalah kali ini memiliki tujuan untuk mencoba melihat penyebab konflik antar
agama di Ambon secara historis.

2
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang menyebabkan konflik Ambon?
2. Bagaimana fase-fase konflik Ambon?
3. Apa saja upaya untuk mengatasi konflik Ambon?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebab Konflik Ambon Maluku.


Provinsi Maluku sebelum pemekaran wilayah terdiri dari tiga kabupaten,
masing masing Maluku Utara beribukota Ternate, kabupaten Maluku Tengah
beribukota Masohi, dan Maluku Tenggara beribukota Tual. Saat ini provinsi Maluku
Maluku mengalami pemekaran wilayah kabupaten Maluku Utara menjadi provinsi
sendiri dengn ibukota Ternate sedangkan provinsi Maluku beribukota Ternate.
Secara historis daerah Maluku menjadi gudang rempah-rempah (cengkeh dan pala)
yang membuat bangsa Eropa (Belanda dan Portugis) hal ini yang menyebabkan
mayoritas penduduk di daerah ini menganut agama Kristen. Daya tarik yang dimiliki
Ambon menyebabkan banyak warga dari berbagi wilyah di Indonesia yang ingin
bermigrasi ke Ambon merubah nasib mereka yang umunnya mereka beragama
Islam.
Konflik Ambon Maluku yan berlarut-larut selama dua tahun lebih menyimpan
sebuah misteri yang pada dasarnya secara laten sudah tekondisikan sejak lama,jauh
sebelum Januari 1999.Konflik laten itu berubah menjadi manifes menjadi konflik
terbuka sejak Januari 1999.Dan boleh dikatakan akar konflik Maluku sebenarnya
konflik laten .Sedangkan konflik manifes yang tampak di permukaan sebenarnya
adalah efek atau akibat dari yang dahsyat dalam konflik laten tersebut yang menjadi
potensi konflik terpendam yang melatarbelakangi terjadinya konflik manifes .Konflik
di ambon memang bukan peristiwa spontan karena dalam struktur dan konstelasi
hubungan antar kelompok yang mengandung unsur ketegangan dan benturan
konflik yang akan juga menjadi konflik yang menancam rakyat Maluku. 1 Dan berikut
hal – hal yang melatar belakangi konflik ambon dan maluku antara lain :
1. Konflik Antar Pemuda
Asal muasal penyebab perang Ambon pada tahun 1999 bermula kompilasi
terjadi pertikaian antara salah satu pemuda Bugis beragama Islam dengan
pemuda yang berasal dari Mardika yang beragama Kristen. Pemuda asal Mardika

1
Leah Dunn Braithwaite, John, “3. Maluku and North Maluku”. Anomie and Violence: Non-truth and
reconciliation in Indonesian peacebuilding (PDF). (The Australian National University, 2010), 122.

4
yang berprofesi sebagai supir angkot ini tidak mau memberi tahu berkali-kali
dimintai uang oleh pemuda Bugis yang merupakan terminal preman Batu Merah
itu. Akhirnya terlibat terlibat dalam perkelahian yang dilakukan senjata tajam
yang dilakukan pemuda asal Mardika.
2. Peperangan Antar Desa
Pemuda preman yang beragama Islam ini mengatakan kepada warga bahwa
ia akan dipindahkan oleh orang Kristen. Warga yang tersulut tanpa berpikir
panjang kemudian menyerang desa Mardika membawa parang, tombak, dan
berbagai jenis senjata tajam lain. Warga bahkan membakar rumah dan membuat
satu Gereja Silale ikut terbakar juga, yang membuat warga - warga di kampung
sekitar desa Merdika ikut menyerang warga muslim. Melawan orang rusak,
rusak, rusak, rusak, dan rusak. Kerusuhan ini kemudian merambat dan meluas ke
beberapa daerah sampai menghancurkan kota Ambon, jadi daerah Muslim dan
daerah Kristen semakin perpecahan.
3. Peristiwa Pemilihan Umum
Pada bulan Juli 1999, suasana di kota Ambon sudah agak tenang hingga
terjadi karena pemilihan di daerah Poka dan merambat ke daerah lain serta
daerah lain di Ambon. Dengan kondisi tersebut, rakyat makin adalah dan pada
akhirnya juga mempersenjatai diri dengan senjata tajam. Kondisi tersebut
menyebabkan hanya tersisa satu desa yang masyarakatnya masih tetap hidup
berbaur, yaitu desa Wayame.
4. Kerusuhan
Penyebab perang Ambon juga bisa dilihat dari masalah rakyat setelah
kunjungan Presiden dan Wakil Presiden ke Ambon. Di berbagai wilayah,
pertengkaran memuncak dan memanas hingga banyak orang yang terluka dan
terbunuh. Kerugian yang dialami cdii masyarakat pada saat itu merupakan
korban tewas, luka - luka dan kerugian yang tidak sedikit pada peristiwa di bulan
Januari tahun 2000 ini. Ketahuilah also Mengenai penyebab Perang antar suku di
Papua , Sejarah Perang balkan , Sejarah Perang Suriah Serta Sejarah Perang
Bosnia Dan Serbia .
5. Gerakan Jihad

5
Upaya untuk melaksanakan rekonsiliasi atau perdamaian yang diadakan di
berbagai tempat dan selama sesaat di kota Ambon mereda. Namun kemudian
timbul isu tentang Gerakan Jihad yang berpusat di Yogyakarta, Jakarta dan Bogor
sehingga masyarakat Ambon menjadi non muslim kemudian resah lagi. Isu
tentang tantangan Jihad semakin memanas dan muncul tantangan akan gerakan
Jihad termasuk dari masyarakat Muslim di Ambon. Puncaknya dalam suatu acara
yang dihadiri oleh Wakil Presiden dan juga dihadiri oleh kelompok-kelompok
Milisia Batu Merah muslim dan kelompok Kudamati dari Kristen menyebabkan
kerusuhan mulai merebak lagi dan berjalan berkepanjangan.
6. Kebangkitan RMS
Penyebab perang Ambon 1999 yang terus membuat pemerintah tidak lagi
menyelesaikan masalah tersebut. Pada saat ini muncul Front Kedaulatan Maluku
yang merupakan warisan dari organisasi Republik Maluku Selatan (RMS) sehingga
semakin memperkeruh suasana di Ambon pada saat itu. RMS merupakan
organisasi terlarang yang dibentuk pada 1950 oleh kaum separatis. Sejak saat itu
keadaan di Ambon semakin memanas dan semakin terlihat perpecahan antar
umat beragama.
7. Kepentingan Pihak Lain
Pada dasarnya 1999 dari tahun 1999 adalah keberadaan kesalah pahaman
yang timbul antara dua pemuda yang berbeda agama dan digunakan oleh pihak -
pihak lain untuk mengambil keuntungan demi kepentingan kelompoknya. Itulah
sebabnya jika terus dilakukan analisis, maka akan terlihat konflik ini bukan hanya
- karena pertikaian antara Islam dan Kristen saja.
8. Faktor Ekonomi, Sosial dan Politik
Ambon adalah daerah dengan kontribusi warga beragama Kristen. Konflik ini
didasari dengan isu SARA yang terjadi berulangkali hingga berhasil membuat kota
Ambon kacau balau dan tatanan masyarakatnya pun porak poranda, sehingga
meningkatkan kesulitan ekonomi dan kesengsaraan rakyat Ambon. Dalam
Kondisi Masalah, akan lebih mudah untuk Konflik dengan sesama rakyat. 2
B. Fase konflik Ambon Maluku.
2
Jon Goss, “Understanding the Maluku Wars: Overview of Sources of Communal Conflict and
Prospects for Peace” (PDF). Cakalele (dalam bahasa English). (Honolulu: University of Hawaii, Center for
Southeast Asian Studies., 2000), 13.

6
1. Fase pertama, dimulai tanggal 19 Januari 1999 yang bertepaan dengan Hari Raya
Idul Fitri dimana terjadi perkelahian antara pemuda Batumerah dengan Merdika
yang menjalar dan membesar menjad konflik antara warga desa beda agama,
konflik, makin tajam denan pembakaran gerejadan masjid.
2. Fase kedua, dimulai dari akhir Juli hingga Desember 1999 diawali dari konflik
yang tejadi di perumahan Poka pada tanggal 24 Juli 1999 yang menyebabkan
ketegangan antar kampong, akibat hal ini terjadi pemilahan disegala sektor yang
membedakan kepentingan dan kebutuhan antara masyarakat Islam dan Kristen.
3. Fase ketiga, di mulaidari 26 April hingga akhir Juni 2000. Konflik yang diawali
dengan pawai perdamaian yag berakhir bentrok. Dalam fase ini bukan hanya
sporadis bahkan sudah terencana dan kekuata Islam lebih kuat dibanding
kekuatan Kristen atas bantuan Laskar Jihad dari Jawa.
4. Fase keempat, dimulai dari tanggal 27 Juni 2000 hingga Februari, in dimulai
dengan diberlakukannya status darurat sipil. Tetapi setelah tiga hari konflik
kembali pecah .
5. Fase kelima, dimulai dari Februari 2002. Fase ini berawal dengan ditandatangani

perjanjian Malino, 12 Februari 2002. Sehari kemudian bom meledak di


perbatasan Batumerah-Mardika.Konflik yang terjadi di Ambon secara bertahun-
tahun tamapknya membuat warga menjai salin pengertian. Musuh mereka
bukan atau kelompok yang berbeda agama tetapi orang yang mengacaukan
Ambon. Fase ini juga ditandai dengan pembubaran Laskar Jihad yang diikuti
dengan penarikan pasukannya dari Maluku
Namun ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa konflik Ambon Maluku
ini terbagi menjadi empat babak atau empat fase yakni :
1. Januari-Maret 1999
Peristiwa sepele, dan dianggap biasa oleh masyarakat, yaitu konflik antara
preman Batu Merah yang beragama Muslim dengan supir angkot yang beragama
Kristen. Yang kemudian menyebabkan pertikaian antar kelompok agama dan
suku bangsa yang kemudian meledak menjadi kerusuhan yang besar di Ambon.
Akhirnya kerusuhanpun meluas keseluruh pulau Ambon tanpa dapat terkendali.
Kota dan desa-desa di Ambon dibakar dan diratakan dengan tanah. Kerusuhan
yang berlarut-larut itu memakan banyak korban jiwa.Kota Ambon dan sebagian

7
desa-desa sekitarnya tersegregasi ketat dan terbagi menjadi dua wilayah yaitu
wilayah Islam dan Kristen. Masyarakat dan wilayah Kristen disebut dengan
merah, dan yang Muslim disebut dengan putih. Pemerintah daerah, aparat
keamanan, pemuka-pemuka agama dan adat kemudian sibuk melakukan
rekonsiliasi dengan berbagai gebrakan. Upacara Panas Pela dilakukan disana-sini,
sehingga pada akhir Maret sampai dengan pertengahan Juli 1999, Ambon mulai
reda dari kerusuhan besar.
2. Juli-November 199
Suasana Ambon dalam keadaan tenang-tenang tegang bersamaan dengan
adanya kampanye menjelang pemilu. Setelah pemilu ketegangan pun meningkat
dan pecah didaerah Poka dan kemudian meluas di bagian lain di ambon.
Segregasi semakin ketat. Di Ambon hanya tersisa satu desa yang masyarakatnya
masih tetap berbaur yaitu Wayame. Masyarakat semakin mempersenjatai diri
dengan berbagai bentuk senjata, mulai dari parang.
3. Akhir Desember 1999-Pertengahan Januari 2000
Pada saat itu konflik mereda namun kesiap siagaan masih tinggi. Hal ini
terjadi di Pulau Seram dan Pulau Buru. Tanda-tanda akan meledaknya kerusuhan
menguat setelah adanya kunjungan dari presiden dan wakil presiden konflik
kembali memanas dan terjadi lagi kerusuhan diberbagai wilayah. Akibatnya
banyak korban jiwa yang berjatuhan.
4. April-Agustus 2000
Situasi di Ambon sudah kembali tenang sedangkan upaya rekonsiliasi
dilakukan di berbagai tempat. Tapi gerakan Jihad yang berpusat di Yogyakarta,
Jakarta, Bogor mulai meresahkan masyarakat Ambon. Isu-isu tentang ancaman
Jihad mulai muncul dan pernolakan kedatangan Jihad muncul juga dari
masyarakat Muslim, apalagi Kristen. Setelah wakil presiden berkunjung di Ambon
dalam acara SBJ, yang juga dihadiri oleh kelompok Milisia Batumerah yang
beragama muslim dengan Kudamati yang beragama kristen, meyebabkan
kerusuhan mulai merebak dan menjadi berkepanjangan.
Ketidak mampuan pemerintah untuk menangani konflik menyebabkan
kebangkitan Front Kebangkitan Maluku (FKM) pada 2000 yang merupakan
sebuah gerakan yang mengangkat warisan Republik Rakyat Maluku (RMS). RMS

8
kemudian dianggap sebagai gerakan Kristen yang memperburuk dinamika konflik
antar Agama.3

C. Upaya untuk mengatasi konflik Ambon


Pada persoalan penyebab dan aktor konflik, baik pihak Kristen maupun Islam
memiliki persepsi yang bertolak belakang mengenai persepsi upaya-upaya resolusi
konflik. Model-model penyelesaian konflik umumnya menggunakan untuk
kepentingan elitis karena dalam proses konsolidasi para warga tidak diajak untuk
merumuskan perjanjian damai antar dua komunitas yang mengalami konflik. Dengan
kata lain perjanjian damai Malino II yang digagas pemerintah tidak mendapatkan
respons yang positif dari dua komunitas, karena kurangnya sosialisasi perjanjian
damai oleh pemerintah kurang dan isi dari perjanjian itu kurang mewakili aspirasi
masyarakat yang bertikai. Faktor yang mempengaruhi kegagalan perjanjian damai
gagal dilaksanakan.
1. Kondisi Ambon pasca konflik yang kurang kondusif.
2. Adanya rekonsialisasi secara alamiah dengan cara masing-masing baik di
komunitas Islam maupun Kristen.
3. Keterlibatan oknum tentara dan polisi yang melakukan pembiaran atas konflik
Ambon.
4. Kurangnya komunikasi yang menyebabkan proses sosialisasi damai kurang
berjalan dengan baik.
Cara untuk menyelesaikan konflik Ambon adalah adalah dengan memperbaiki
rekonsiliasi yang ada di Maluku Ambon ini. Selain itu, seharusnya penduduk yang
ada, perlu menyadari akan pentingnya kerukunan antar berbagai kelompok dan
agama yang ada di sana. Mereka perlu diberikan penyuluhan akan warna warni
suku bangsa, ras, maupun agama yang ada di Indonesia sebagai satu kesatuan
yang utuh yang harus dijaga karena merupakan ciri khas dari Bangsa Indonesia
itu sendiri. Mereka perlu diberi arahan akan nuansa yang baru jika adanya
kerukunan antar umat beragama maupun berbagai suku dan kelompok.

3
Jacques Bertrand, Nationalism and ethnic conflict in Indonesia (Cambridge University Press, 2004),
181.

9
Cara lain untuk menyelesaikan konflik Ambon adalah dengan memperkokoh
pertahanan yang ada di daerah tersebut agar mampu melerai pihak – pihak yang
bersengketa. Selain itu, dengan merekatkan interksi sosial natar masyarakatnya
akan mampu membendung konflik – konflik yang ada. Interaksi sosial antar
warga dapat tumbuh jika mereka sadar akan kondisi lingkungan mereka.
Penyelesaian masalah ini hanya melalui kesadaran warganya dan interaksi sosial
yang kuat dan kokoh. Rekonsiliasi itu harus sesuai dengan makna dasarnya
sebagai upaya damai di antara pihak-pihak yang berseteru (re-establishing
normal relations between belligerents) harus dipelihara dan dijaga dari
kemungkinan provokasi dari kekuatan-kekuatan lain yang tidak menghendakinya.
Thomas dan Kilmann mengusulkan empat langkah agar rekonsiliasi berjalan
seperti diharapkan.
1. Akomodasi, yaitu langkah memahami dan memenuhi kepentingan pihak
lain.
2. Penghindaran, yaitu menghindari dan melupakan hal-hal yang menjadi
sumber konflik di masa lalu.
3. Kolaborasi, yaitu usaha bersama yang sungguh-sungguh dalam mencari
solusi terbaik.
4. Kompromi, yaitu kesediaan dari kedua belah pihak untuk berbagi dan
membuat kompromi-kompromi yang menguntungkan bersama. 4

BAB III
4
Christopher R Duncan, Violence and Vengeance: Religious Conflict and Its Aftermath in Eastern
Indonesia (Cornell University Press., 2013), 58.

10
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Konflik antar agama yang terjadi di Ambon merupakan konflik yang awalnya
ditimbulkan oleh perkelahian antar preman dari dua daerah yang berbeda yang juga
merupakan daerah segregasi Islam dan Kristen. Hal ini kemudian menjadikan
sebagian besar umat Islam dan Kristen terprovokasi sehingga menimbulkan
kerusuhan besar. Namun, di balik konflik kerusuhan tersebut, yang menjadi
penyebab utama konflik antar agama di Ambon yaitu apa yang menjadi faktor
pembentuk segregasi antara umat Islam dan Kristen di Ambon sehingga terbagi-bagi
menjadi dua daerah yang tersegregasi berdasarkan perbedaan agama tersebut.
Sesuai dengan data temuan konflik antar agama di Ambon, ternyata yang
menjadi penyebab segregasi masyarakat di Ambon berdasarkan agamanya adalah
pengaruh dari pemerintahan pusat. Disebutkan bahwa segregasi yang terjadi antara
Kristen dan Islam awalnya dibentuk oleh pemerintahan masa penjajahan Belanda.
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintahan lebih memihak dan menganggap
unggul kelompok yang beragama Kristen. Hal ini mengakibatkan adanya
ketimpangan yang dirasakan oleh kelompok beragama Islam yang kemudian hanya
bekerja menjadi pedagang.
Seiring berjalannya masa hingga sampai pada masa Orde Baru, kelompok
beragama Islam menjadi lebih sukses dari berdagang dengan kondisi yang lebih baik
dari kelompok beragama Kristen, banyak juga pendatang dari sekitar Maluku untuk
berdagang di Ambon. Selain itu muncul intelektual-intelektual ekonomi di mana
pada masa Orde Baru, pemerintah mengangkat intelektual ekonomi dari kelompok
beragama Islam tersebut dalam pemerintahan sehingga lebih dianggap unggul.
Dalam hal ini, terjadi ketimpangan bagi kelompok beragama Kristen. Pada dasarnya
ketimpangan terjadi tidak membawa perbedaan agama, namun sebagian besar
adalah kelompok beragama sama.
Dengan analisa teori interaksionisme simbolik mengenai hubungan antar
etnik, perbedaan yang terjadi antara umat Islam dan Kristen di Ambon pada awalnya
merupakan hasil konstruksi pemerintah, baik pada masa penjajahan Belanda sampai
pada masa pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, pemerintah merekonstruksi

11
struktur yang ada pada masyarakat di Ambon sampai menimbulkan ketimpangan
yang dirasakan sebagian besar kelompok agama yang berbeda. Kemudian
ketimpangan tersebut diprovokasi sebagian orang sehingga menimbulkan konflik
antar umat beragama secara menyeluruh pada masyarakat di Ambon.

12

Anda mungkin juga menyukai