Anda di halaman 1dari 7

KONFLIK AMBON (Islam Vs Kristen)

A. Latar Belakang Konflik Ambon


Konflik yang terjadi di Maluku sering dibilang sebagai konflik antara umat Islam dan
Kristen, walaupun kenyataannya latar belakang konflik ini lebih kompleks. Pada zaman
penjajahan Belanda dulu, masyarakat Maluku dibagi sesuai dengan garis agama secara geografis
dan sosial. Massa penjajahan Belanda, Belanda memberikan orang Kristen akses yang lebih
besar dalam bentuk Pendidikan dan posisi politik, sementara orang Muslim lebih diberi akses
untuk berdagang dan berbisnis. Pada masa pemerintahan Soeharto, Maluku mengalami banyak
perubahan sosial, dengan adanya praktek- praktek tradisional yang menjadi salah satu peredam
ketegangan antara umat Muslim dan Kristen, namun sayangnya hal ini hanya Nampak dari
lapisan luarnya saja.
Adanya kebijakan transmigrasi dari pemerintah pada tahun 1950 dari Bugis, Buton dan
Makassar ke Maluku, membuat pertumbuhan Muslim di Maluku semakin bertambah. ICMI
(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) didirikan Soeharto yang bertujuan untuk mengamankan
dukungan politik dari kelompok Muslim Ketika kekuasaan militernya memudar. Adanya
pengangkatan M. Akib Latuconsina pada tahun 1992 yang dulunya merupakan direktur ICMI di
Maluku diangkat menjadi Gubernur Maluku menyebabkan semua bupati di provinsi Maluku
beragama Islam, hal ini membuat kesal umaat Kristen yang bertempat tinggal di sana.
Konflik kekerasan yang terjadi di Maluku Sebagian besar lebih berpusat di Ambon. Pada
tahun 1999 sampai 2002 konflik kekerasan di Ambon menewaskan hampir dari 5.000 nyawa,
konflik ini merupakan konflik yang paling dahsyat di Indonesia setelah keruntuhan rezim
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1998, terjadi lagi kerusuhan, kali ini bukan di Ambon, tetapi
di Ketapang, Jakarta Utara dengan pelaku konflik antara preman Ambon yang beragama Muslim
dan Kristen. Setelah adanya kerusuhan tersebut, TNI AL Indonesia mengirim hampir 200
preman Ambon untuk Kembali ke Maluku, menurut para saksi terjadinya konflik pertama kali di
Ambon dipicu oleh adanya provokasi dari preman- preman ini.
Awal mula terjadinya konflik di Maluku yakni adanya target kekerasan untuk para
pendantang Muslim dari Bugis, Buton dan Makassar. Setelah adanya perpindahan penduduk
besar- besaran, konflik mulai menyebar ke wilayah luar dari Maluku. Pecahnya konflik ini
diperparah dengan adanya rumor seputar symbol keagamaan, seperti terjadinya serangan pada
masjid ataupun gereja. Konflik di Maluku ini sempat mereda karena adanya PEMILU pada Mei
1999. Hingga akhirnya pada Juli 1999 pemilihan di Ambon dimenangkan oleh partai PDIP,
pengumuman kemenangan ini berakhir dengan kekerasan dikarenakan kemenangan PDIP seperti
halnya kemenangan umat Kristen. Hal ini membuat masing- masing dari umat beragama yang
ada di Maluku untuk memberikan pertahanan diri dan melakukan kekerasan kepada siapapun
dari agama yang berbeda.
Puncak konflik ini yaitu adanya pembantaian Tobelo dan serangan terhadap Gereja Silo
yang berada di tengah pusat Kota Ambon pada tanggal 26 Desember 1999. Gereja ini merupakan
salah satu Gereja Protestan Maluku yang terbesar dan terbakar habis pada hari selesai perayaan
Natal. Sementara itu, pada hari yang sama umat Muslim di Masjid desa Tobelo terburnuh hampir
800 orang oleh umat Kristen. Adanya serangan ini membuat antara kedua umat tersebut terlibat
lebih jauh dalam konflik kekerasan, sampai- sampai para apparatpun tidak dapat menanganinya.
Setelah sekian lama ketenangan terjadi di Maluku. Pada bulan September 2011 Ambon
Kembali mengalami kerusuhan yang disebabkan oleh kematian tukang ojek beragama Muslim
yang Bernama Saiman di Kawasan komunitas Kristen, dalam hal ini masyarakat sangat mudah
sekali untuk diprovokasi, hanya sebatas pesan masuk yang menyebar, pesan tersebut berisi
bahwa Saiman telah mati dibunuh oleh orang Kristen. Menurut Guru besar sosiologi FISIP
Universitas pattimura, Tony Pariela mengatakan bahwa konflik Ambon yang terjadi baru- baru
ini menandakan bahwa penyelesaian konflik agama pada 1999 belum terselesaikan hingga
tuntas.
Selain beberapa faktor di atas keberagaman latar belakang rakyat Ambon itu sendiri menjadi
penyebab yang jauh lebih mendalam daripada hanya sekedar pertikaian kedua agama, melainkan
juga didorong oleh berbagai faktor lain seperti:
1. Konflik Antar Pemuda
Asal muasal penyebab dari perang Ambon pada tahun 1999 bermula ketika terjadi
pertikaian antara salah satu pemuda keturunan Bugis beragama Islam dengan pemuda yang
berasal dari Mardika yang beragama Kristen. Pemuda asal Mardika yang berprofesi sebagai
supir angkot tersebut tidak mau memberi walaupun sudah berkali – kali dimintai uang oleh
pemuda Bugis yang merupakan preman terminal Batu Merah itu. Akhirnya keduanya terlibat
dalam perkelahian melibatkan senjata tajam yang dibawa pemuda asal Mardika.
2. Peperangan Antar Desa
Pemuda preman yang beragama Islam tersebut mengatakan kepada warga bahwa ia
akan dibunuh oleh orang Kristen. Warga yang tersulut tanpa berpikir panjang kemudian
menyerang desa Mardika membawa parang, tombak, dan berbagai jenis senjata tajam lain.
Warga bahkan membakar ratusan rumah dan membuat satu Gereja Silale ikut terbakar juga,
yang membuat warga – warga di kampung sekitar desa Merdika ikut menyerang warga
muslim. Akibatnya ratusan orang terluka, ratusan rumah hancur berantakan, terbakar habis,
dan fasilitas umum serta gereja rusak. Kerusuhan ini kemudian merambat dan meluas ke
beberapa daerah sampai merusak kota Ambon, sehingga area Muslim dan area Kristen
mengalami perpecahan.
3. Peristiwa Pemilihan Umum
Pada bulan Juli 1999 suasana di kota Ambon sudah agak tenang sampai terjadinya
ketegangan karena  pemilu di daerah Poka dan merambat ke daerah lain serta kawasan lain
di Ambon. Dengan kondisi tersebut, rakyat makin was was dan pada akhirnya juga
mempersenjatai diri dengan senjata tajam. Kondisi tersebut menyebabkan hanya tersisa satu
desa yang masyarakatnya masih tetap hidup berbaur, yaitu desa Wayame.
4. Kerusuhan
Penyebab perang Ambon juga bisa dilihat dari kondisi rakyat setelah kunjungan
Presiden dan Wakil Presiden ke Ambon. Di berbagai wilayah, kerusuhan memuncak dan
memanas hingga banyak rakyat yang luka dan tewas. Kerugian yang dialami cdii
masyarakat pada saat itu berupa korban tewas, luka – luka dan kerugian yang tidak sedikit
pada peristiwa di awaal bulan Januari tahun 2000 ini. Ketahuilah juga mengenai penyebab
perang antar suku di Papua, sejarah perang balkan, sejarah perang suriah serta sejarah
perang bosnia dan serbia.
5. Gerakan Jihad
Upaya untuk mengadakan rekonsiliasi atau perdamaian diadakan di berbagai tempat
dan selama sesaat kondisi kota Ambon mereda. Namun kemudian timbul adanya isu
mengenai gerakan Jihad yang berpusat di Yogya, Jakarta dan Bogor sehingga masyarakat
Ambon terutama non muslim kemudian resah lagi. Isu tentang ancaman Jihad semakin
memanas dan muncul penolakan akan gerakan Jihad termasuk dari masyarakat Muslim di
Ambon. Puncaknya dalam suatu acara yang dihadiri oleh Wakil Presiden dan juga dihadiri
oleh kelompok Milisia Batu Merah muslim dan kelompok Kudamati dari Kristen
menyebabkan kerusuhan mulai merebak lagi dan berlangsung berkepanjangan.
6. Kebangkitan RMS
Penyebab perang Ambon 1999 yang terus berkelanjutan membuat pemerintah tidak
lagi sanggup menangani masalah tersebut. Pada saat ini muncul Front Kedaulatan Maluku
yang merupakan warisan dari organisasi Republik Maluku Selatan (RMS) sehingga semakin
memperkeruh suasana di Ambon pada saat itu. RMS merupakan organisasi terlarang yang
dibentuk pada 1950 oleh kaum separatis. Sejak saat itu keadaan di Ambon semakin
memanas dan semakin terlihat perpecahan antar umat beragama.
7. Kepentingan Pihak Lain
Pada dasarnya penyebab dari perang Ambon pada tahun 1999 adalah adanya kesalah
pahaman yang timbul antara dua pemuda yang kebetulan berbeda agama dan dimanfaatkan
oleh pihak – pihak lain untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan kelompoknya. Itulah
sebabnya jika terus dilakukan analisa, maka akan terlihat bahwa konflik ini bukan hanya
semata – mata karena pertikaian antara Islam dan Kristen saja.
8. Faktor Ekonomi, Sosial dan Politik
Ambon dulunya adalah daerah dengan mayoritas warga beragama Kristen. Konflik
ini didasari dengan isu SARA yang terjadi berulangkali hingga berhasil membuat suasana
kota Ambon kacau balau dan tatanan masyarakatnya pun porak poranda, sehingga
mengakibatkan kesulitan ekonomi dan kesengsaraan rakyat Ambon. Dalam kondisi
kesulitan, akan lebih mudah untuk mengalami konflik dengan sesama.

B. Dampak Konflik Ambon


Konflik Ambon ini sudah pasti akan memberikan dampak negatif bagi kehidupan
masyarakat Ambon setelahnya. Adapun akibat – akibat yang merugikan masyarakat Ambon
karena konflik berkepanjangan tersebut adalah:
 Korban jiwa berjatuhan
Banyak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi saat terjadinya konflik Ambon
ini. Ribuan nyawa melayang sebagai akibatnya, termasuk pihak yang tidak bersalah
sehingga menjadi tragedi kemanusiaan yang paling besar dan melibatkan dua kelompok
agama besar.
 Keamanan yang tidak kondusif
Situasi keamanan menjadi kacau karena konflik ini sebab kerusuhan dan perang
terjadi secara terbuka tanpa menghiraukan pihak yang tidak bersalah. Ditambah lagi
penanganan yang kurang cekatan dari pihak berwajib membuat konflik meluas ke berbagai
daerah di Ambon.
 Rusaknya kerukunan umat beragama
Pertikaian ini sudah tentu merusak kerukunan antar umat beragama di Ambon yang
sebelumnya terjalin baik. Akibatnya orang – orang akan berpandangan apatis terhadap
apapun yang berikutnya terjadi dan merasa terancam dengan semua pihak yang berbeda
keyakinan dengan mereka.
 Kerugian materil
Pertikaian yang merusak rumah dan tempat – tempat usaha sudah tentu membebani
rakyat dengan kerugian materiil dan keadaan perekonomian yang merosot. Kedua pihak
yang bertikai semakin merugi karena aksi saling serang dan balas yang terus berlangsung
terhadap properti kedua pihak. Begitu pula kegiatan perekonomian yang lumpuh karena
banyak orang takut beraktivitas di luar rumah.
Dibawah ini akan kami sajikan beberapa gambar sebagai bahan pendukung penjelasan kami di
atas mengenai dampak peristiwa konflik ambon.
C. Penyelesaian konflik ambon
Sampai pada akhirnya masyarakat Maluku menyadari bahwa mereka sudah Lelah
bertempur, dalam hal ini berbagai upaya untuk mengakhiri konflik pun segera dilakukan,
beberapa orang yang terlibat dalam upaya perdamaian yakni dari petugas keamanan,
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Dua pendekatan upaya dalam penyelesaian konflik
di Maluku yakni yang pertama dalam bentuk pendekatan keamanan dan darurat, yang kedua
yakni dalam bentuk pendekatan pemulihan dan pembangunan. Namun sayangnya dalam hal ini
tidak ada strategi serta perencanaan jangka panjang baik dari pemerintah maupun dari masyarakt
sipil, pendekatan penyelesaian konflik yang pertama yakni mengandalkan pihak militer yang
didatangkan dari luar daerah Maluku. Sementara itu pemerintah pusat memulai perundingan
damai antara kelompok Muslim dan Kristen pada Februari 2002.
Sebelum pemerintah mengadakan perundingan damai pada Februari 2002, ada beberapa
upaya perdamaian dari pemerintah yang tidak berhasil. Salah satunya yakni Gubernur Maluku
membentuk satuan “Tim 6” yang terdiri dari masing- masing pemimpin agama, tugas mereka
yakni menghentikan adanya kekerasan yang terjadi di Ambon dan mencegah terjadinya
penghancuran symbol- symbol keagamaan seperti gereja dan masjid, juga mencegah terjadinya
penghancuran rumah- rumah warga. Mereka dibentuk untuk berkomitmen dalam upaya
perdamaian, tetapi sayangnya dalam hal ini justru sebaliknya, mereka diduga terlibat dalam
kekerasan. Adanya bentukan “Tim 6” tadi tidak berpengaruh dalam upaya perdamaian. Alhasil
perdamaian yang ditempuh dengan cara seperti ini pun gagal.
Sementara itu, bantuan yang diberikan pemerintah juga bermasalah. Tidak adanya
dukungan dari militer dalam mendistribusikan bantuan, akhirnya persediaan makanan dan
kebutuhan lainnya pun tidak dapat dibagikan. Di sisi lain, militer dalam hal ini tidak
mendapatkan dukungan logistic yang cukup. Adanya pemisahan antara kelompok Kristen dan
Muslim juga menjadi tantangan untuk pendistribusian bantuan. Dengan adanya hal ini, membuat
pemerintah lebih terdorong untuk menanggapi kasus kekerasan yang berkembang di Maluku.
Sampai pada akhirnya pemerintah pusat pun memimpin proses perdamaian. Pada 11
Februari 2002 di pegunungan Malino Sulawesi Selatan terjadilah penandatanganan perjanjian
damai Malino II, yang mana dalam hal ini ada dua tokoh negara pada saat itu ikut andil di
dalamnya, beberapa tokoh negara tersebut yakni: Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri
Kordinator Urusan Politik, Hukum, serta Jusuf Kalla, Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat.
Atas perintah dari Jusuf Kalla, Gubernur Maluku memilih perwakilan dari masing- masing
kelompok (Muslim dan Kristen), 35 dari komunitas Muslim, dan 34 dari komunitas Kristen, 69
orang tersebut lalu berkumpul di Malino selama tiga hari. Hingga pada akhirnya mereka
melakukan penandatanganan perjanjian damai Malino II.
Namun, dalam hal ini harus diakui bahwa pasca penandatanganan perjanjian Malino II
masih ada persoalan besar yang masih belum bisa dituntaskan. Terbukti dengan adanya kematian
Saiman salah satu tukang ojek yang beragama Muslim. Dilansir dari (detiknews.com) dalam hal
ini keterlibatan para apparat sebenarnya sudah ada di setiap ranting dalam konflik. Namun, yang
dilakukan pemerintah pusat pada ssat itu dalam mengatasi konflik Ambon adalah Perjanjian
Malino II, padahal yang sebenarnya hingga kini perjalanan Perjanjian Malino II justru
ditinggalkan pemerintah. Di sini bisa dilihat bahwa peran negara dalam menangani konflik
Ambon sangat minim. Oleh sebab itu, Ketika ada bentrokan Kembali, pendekatan pasca
peperangan yang dilakukan pemerintah yakni dengan adanya penambahan pasukan Brimob dan
TNI.

D. Pencegahan Konflik
Pencegahan Konflik dilakukan dengan upaya:
1. Memelihara kondisi damai dalam masyarakat;
2. Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai;
3. Meredam potensi Konflik
4. Membangun sistem peringatan dini.
5. Menghargai pendapat dan kebebasan orang lain.
E. Kesimpulan dan saran
Dari penjelasan di atas maka dapat kami simpulkan bahwa konflik ambon adalah konflik
yang terjadi antara umat islam dan kristenyang pada mulanya disebabkan oleh adanya target
kekerasan untuk para pendantang Muslim dari Bugis, Buton dan Makassar. Disamping itu
konflik yang menjadi penyebab perang Ambon di tahun 1999 juga disebabkan oleh keberagaman
latar belakang rakyat Ambon itu sendiri. yang jauh lebih mendalam daripada hanya sekedar
pertikaian kedua agama, melainkan juga didorong oleh berbagai faktor lain seperti ekonomi,
sosial dan politik dalam masyarakatnya.
Akibatnya dari konflik tersebut banyak korban jiwa berjatuhan, keamannan menjadi tidak
kondusif, rusaknya kerukunan antar umat beragama dan kerugian materil yang cukup besar.
Setelah melalui waku yang cukup lama namun pada akhirnya konflik ini dapat diselesaikan
melalui jalan damai dengan perjanjian-perjanjian salah satu diantaranya adalah perjanjian
malino.
Dengan demikian kedepannya supaya hal seperti konflik ambon ini tidak terulang
kembali di Negara kita khususnya bagi kalagan muda mudi hendaknya bisa memelihara kondisi
damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai,
meredam potensi Konflik, membangun sistem peringatan dini dan menghargai pendapat dan
kebebasan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai