Anda di halaman 1dari 9

.

Konflik Antar Suku di Sampit (2001)


Barangkali kerusuhan yang terjadi di Sampit adalah kerusuhan antar suku paling
mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Konflik ini diduga akibat adanya
warga Dayak yang dibantai oleh Warga Madura yang menetap di sana. Versi lain
mengatakan jika kedua suku saling membakar rumah dan mengakibatkan Suku
Dayak yang memenuhi hampir semua wilayah Kalimantan Tengah murka.

Konflik Sampit [image source]Akibat hal ini, 500 orang dikabarkan meninggal
dunia. Dari jumlah itu 100 di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh Suku
Dayak. Pemenggalan ini dilakukan oleh Suku Dayak karena mereka ingin
mempertahankan wilayah yang saat itu mulai dikuasai oleh Suku Madura. Pihak
Kepolisian setempat sebenarnya sudah menangkap orang-orang yang dianggap
sebagai dalang dari kerusuhan. Namun setelah ditangkap, Kantor Polisi justru
dikepung oleh Suku Dayak hingga Polisi tepaksa melepaskan kembali tahanan.
Konflik yang terjadi di tahun 2001 ini akhirnya berakhir setelah setahun
berlangsung.
2. Konflik Antar Agama di Ambon (1999)
Konflik yang ada kaitannya dengan agama terjadi di Ambon sekitar tahun 1999.
Konflik ini akhirnya meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam dan
Kristen yang berakhir dengan banyaknya orang meninggal dunia. Orang-orang dari
kelompok Islam dan Kristen saling serang dan berusaha menunjukkan
kekuatannya.
Konflik Antar Agama di Ambon (1999) [image source]Konflik ini awalnya
dianggap sebagai konflik biasa. Namun muncul sebuah dugaan jika ada pihak yang
sengaja merencanakan dengan memanfaatkan isu yang ada. Selain itu ABRI juga
tak bisa menangani dengan baik, bahkan diduga sengaja melakukannya agar
konflik terus berlanjut dan mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang
terjadi di Ambon membuat kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi
memanas hingga waktu yang cukup lama.
3. Konflik Antara Etnis (1998)
Kerusuhan yang terjadi di penghujung Orde Baru 1998 awalnya dipicu oleh krisis
moneter yang membuat banyak sektor di Indonesia runtuh. Namun lambat laun
kerusuhan menjadi semakin mengerikan hingga berujung pada konflik antara etnis
pribumi dan etnis Tionghoa. Kerusuhan melebar dan menyebabkan banyak aset-
aset miliki etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar karena kemarahan.
Konflik Antara Etnis (1998) [image source]Selain menjarah dan membakar banyak
hal penting dari etnis Tionghoa. Mereka juga melakukan tindak kekerasan kepada
para wanita dari etnis ini. Kasus pelecehan seksual banyak dilaporkan hingga kasus
pembunuhan pun tak bisa dihindari. Konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia
benar-benar membuat negeri ini menjadi lautan darah.
4. Konflik Antar Golongan Agama (Ahmadiyah dan Syiah) (2000-an)
Indonesia memiliki banyak sekali golongan-golongan dalam sebuah agama. Misal
Islam ada yang memposisikan sebagai NU, Muhammadiyah, hingga Ahamdiyah.
Sayangnya, ada beberapa golongan yang dianggap menyimpang hingga akhirnya
dimusuhi oleh golongan lain yang jauh lebih dominan. Konflik yang paling
nampak terlihat dari golongan Ahmadiyah yang mengalami banyak sekali tekanan
dari kelompok mayoritas di wilayahnya.
Konflik Antar Golongan Agama (Ahmadiyah) [image source](2000-an)Mereka
dianggap menyimpang hingga akhirnya diusir, rumah ibadah dan warga dibakar
hingga aksi kekerasan lainnya. Jemaah dari Ahmadiyah dipaksa kembali ke ajaran
asli dan meninggalkan ajaran lamanya.
Selanjutnya ada kelompok lagi bernama Syiah yang juga ditekan di Indonesia.
Kelompok ini dianggap sesat dan harus diwaspadai dengan serius. Sayangnya,
masyarakat terlalu ekstrem hingga banyak melakukan kekerasan pada kelompok
ini mulai dai pembakaran rumah ibadah hingga pesantren. Hal ini dilakukan
dengan dalih agar Islam di Indonesia tidak tercemar oleh ajaran pengikut Syiah.

5. Konflik Antar Golongan dan Pemerintah (GAM, RMS, dan OPM)


Konflik yang terjadi dengan kelompok-kelompok tertentu sering terjadi di
Indonesia. Paling heboh hingga sampai di bawa ke dunia internasional adalah
masalah dengan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Konflik ini terjadi akibat
banyak dari milisi GAM menginginkan lepas dari Indonesia. Sayangnya
pemerintah tak mau hingga adu kekuatan terjadi selama bertahun-tahun. Konflik
ini akhirnya selesai setelah muncul sebuah kesepakatan yang salah satunya adalah
membuat Aceh menjadi daerah otonomi khusus.
Gerakan Aceh Merdeka [image source]Selain GAM adalah lagi RMS atau
Republik Maluku Selatan dan Operasi Papua Merdeka atau OPM. Kelompok ini
menginginkan merdeka dan lepas dari Indonesia. Untuk memenuhi hasrat ini
tindakan-tindakan pemberontakan kerap terjadi dan membuat warga sekitar merasa
sangat terganggu. Pasalnya gerakan separatis seperti ini hanya akan membuat
situasi menjadi buruk.
Inilah lima konflik SARA yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga di tahun-tahun
berikutnya konflik semacam ini tak akan pernah ada karena hanya akan membuat
negeri ini menjadi lebih kacau dari sebelumnya. Bagaimana menurut sobat
Boombastis terkait konflik-konflik yang ada di Indonesia?
Jakarta - Dua kelompok massa terlibat bentrokan di Aceh Singkil. Satu rumah
ibadah luluh lantak akibat dibakar salah satu kelompok massa. Ini pemicu yang
menyulut pecahnya bentrokan di provinsi berjuluk Serambi Makkah tersebut.

"Dipicu adanya pembangunan rumah ibadah yang tidak disetujui warga," kata
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (13/10/2015).

"Itu adalah rumah yang hendak dijadikan tempat ibadah," tegasnya lagi.

Sebelum terjadi bentrok, kata Badrodin, sudah dilakukan pembicaraan antara


berbagai pemimpin daerah dan salah satu kelompok massa. Namun, salah satu
kelompok massa tidak puas dengan upaya yang dilakukan pihak pemerintah.

"Akhirnya terjadi pembakaran rumah ibadah," kata Badrodin.

Bentrokan diperkirakan pecah sekitar pukul 14.00 WIB. Kapolri menyebut petugas
kepolisian sudah berada di lokasi guna meredam pertikaian kedua kelompok
tersebut.

Selain itu, salah satu warga tewas diduga terkena peluru airgun.
(ahy/nrl)
Kontak Informasi Detikcom
Redaksi: redaksi[at]detik.com
Media Partner: promosi[at]detik.com
Iklan: sales[at]detik.com

Leeghttp://www. gatra.com/ nasional- cp/1-nasional/ 2613-ambon- sejarah-


panjang- konflik-antar- etnis
Ambon: Sejarah Panjang Konflik Antar Etnis
Senin, 12 September 2011 10:15
Kerusuhan di Ambon, Minggu, 11 September 2011 (FOTO ANTARA/Izaac
Mulyawan)
Ambon kembali membara pada Ahad (11/9/2011) kemarin. Kota yang tenang itu
tiba-tiba bergolak. Dua kelompok massa bentrok dan mengamuk, menyebabkan
kerusakan di berbagai sudut kota. Ibukota provinsi Maluku itu memanas dan
mencekam.
Massa saling melempar batu. Sepeda motor dihentikan lalu dibakar. Letusan
senjata api terdengar. Toko-toko tutup. Warga pun tak berani keluar rumah, bahkan
sebagian mengungsi. Sementara pasukan polisi bekerja keras mengendalikan
situasi. Keterbatasan jumlah aparat membuat kondisi tak terkendali selama
beberapa saat.
Setelah mendapat tambahan pasukan dari Makassar, aparat akhirnya menguasi
dapat menguasai keadaan beberapa jam kemudian. Tidak ada korban tewas, walau
banyak yang mengalami luka.
Kerusuhan dipicu oleh hal yang sepele, yakni kecelakaan seorang tukang ojeg.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam
menjelaskan, kematian tukang ojek bernama Darmin Saiman ditunggangi isu
pembunuhan yang beredar via pesan pendek (SMS). Emosi warga pun memuncak,
sehingga terjadi amuk massa.
Ketua Pemuda Maluku Indonesia Bersatu (PMIB) Ronald A Syuta menyatakan
prihatin atas apa yang terjadi di kota Ambon. Pihaknya menghimbau kepada
seluruh masyarakat Maluku, baik yang berada di Maluku maupun di luar Maluku
agar bisa menahan diri dan tidak mudah terprovokasi situasi yang berkembang dan
memecah belah persatuan warga.
“Kami mengharapkan Gubernur, para bupati, tokoh agama, tokoh masyarakat
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar bisa menahan diri tidak
mudah terprovokasi, ” ujar Ronald. Ia meminta agar aparat mengusut kejadian di
Ambon dan mengantisipasi kejadian serupa. Pihaknya juga mendesak agar
presiden tetap menjaga kondisi Maluku yang damai dan aman.
Jika ditelisik lebih jauh, kerusuhan di Ambon yang sudah terjadi beberapa kali,
semua akibat hasutan informasi berantai. Isu yang tidak berdasar fakta sengaja
dihembuskan untuk menyulut emosi kelompok-kelompok yang kerap bertikai.
Akibatnya, emosi tak terkendali membuat kekacauan di kota Ambon. Parahnya,
persoalan kemudian dibelokkan ke masalah berbau SARA.
Kerusuhan Ambon pertama dan kedua juga diawali dengan persoalan sepele yang
berujung ke konflik etnis. Pada kerusuhan 15 Juli 1999 yang diawali dengan
bentrok di pulau Saparua, misalnya, menurut hasil investigasi pemerintah,
diakibatkan oleh dendam pribadi yang memicu amuk massa lantaran rekayasa
pihak-pihak tertentu.
Awalnya pecah kerusuhan di Desa Siri Sori Islam, Desa Ullath, Siri Sori Amalatu
dan Saparua pada tanggal 15 dan 16 Juli 1999. Peristiwa tersebut menyulut
kerusuhan di seantero Kotamadya Ambon dan daerah-daerah pinggirannya.
Akibatnya, beberapa rumah dan bangunan yang menjadi kantor pemerintah
terbakar, dan puluhan korban meninggal dunia.
Lantaran gampang tersulut kerusuhan, Ambon –dan Maluku pada umumnya–
kemudian menjadi ajang adu domba oleh pihak-pihak yang menginginkan
Indonesia tercerai berai. Hingga saat ini tercatat sudah 3 kali Ambon dilanda
kerusuhan hebat. Dan semuanya berawal dari persoalan sepele: bentrok individu
yang sudah jamak terjadi.
Yang perlu disadari, Ambon telah menjadi bagian dari pusaran konflik kepentingan
nasional dan regional. Wilayah Indonesia Timur itu menjadi salah satu titik
kulminasi konflik di Asia Tenggara.
Seperti diletahui, Asia Tenggara dijadikab obyek pusaran konflik dunia pasca
perang dunia II. Kawasan ini menjadi “target” perebutan pengaruh bagi kubu
Komunis maupun Liberalis, yang ditandai dengan pembentukan pakta militer
SEATO (South East Asia Treaty Organizations) oleh Amerika Serikat dan sekutu,
dan upaya perluasan Pakta Warsawa Uni Soviet di Vietnam pasca kejatuhan
Vietnam Selatan.
Rebutan pengaruh itu diformulasikan dalam bentuk latent. Nah, intervensi
kepentingan asing, tampaknya, mengangkat konflik latent tersebut menjadi gejala
konflik sosial. Bentrok antar masyarakat banyak terjadi di lokasi yang mengalami
ekskalasi konflik yang sangat tinggi.
Pola ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan konflik di tingkat negara. Artinya jika
suatu negara memiliki kerawanan konflik, maka akan mengalami efek spiral ke
masyarakat. Kasus yang banyak terjadi di Indonesia tercermin dalam konflik yang
berdimensikan SARA (Suku, Agama. Ras, dan Antar Golongan). Konflik ini
sering timbul secara sporadis ataupun masif, seperti terjadi di Ambon.
Dalam batas tertentu, konflik antar masyarakat mengalami ekskalasi pada momen-
momen tertentu, seperti menjelang pemilihan umum, pemilihan eksekutif atau
presiden dan menjelang/usai hari raya agama. Dalam momen poltik, konflik antar
masyarakat seringkali dimanfaatkan oleh elit untuk melakukan bargaining dengan
rival politiknya. Dalam saat momen keagamaan, konflik di masyarakat seringkali
berkembang menjadi konflik SARA tingkat nasional.
Jadi, masyarakat perlu menyadari konstelasi politik seperti ini. Tentu semua pihak
menghimbau agar semua komponen masyarakat tidak terpancing isu provokatif
yang memecah belah bangsa! (HP)
http://nasional. kompas.com/ read/2011/ 09/12/21105640/ Kekuatan.
Asing.Mungkin. Bermain
Kekuatan Asing Mungkin Bermain
Khaerudin | Nasru Alam Aziz | Senin, 12 September 2011 | 21:10 WIB
TRIBUNNEWS.COM/ BIAN HARNANSA Prabowo Subianto.

Anda mungkin juga menyukai