Anda di halaman 1dari 12

Volume 12 No 2 Maret 2017

Konflik Komunal: Maluku 1999-2000


Oleh:
Jamin Safi, M.Pd
Pendidikan Sejarah STKIP Kie Raha Ternate
E-mail: jasminsayafi@ymail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konflik Ambon, pergolakan politik di
Maluku Utara hingga konflik etnis dan agama 1999-2000. Penelitian ini menggunakan
metode sejarah. Penelitian sejarah meliputi lima tahapan yaitu pemilihan topik, heuristik,
kritik, interpretasi, dan historiografi. Konflik yang terjadi sejak tanggal 19 Januari 1999
Maluku merupakan peristiwa berdarah yang bertepatan dengan umat Muslim merayakan Hari
Raya Idul Fitri 1419 Hijriah. Konflik bermula dari pertikaian antara sopir angkot, Jacob
Lauhery yang beragama Kristen dengan Nursalim, seorang Islam dari Batu Merah keturunan
Bugis. Konflik kemudian berkembang menjadi konflik agama (Islam dan Kristen). Di Maluku
Utara konflik juga terjadi, pergolakan politik ditingkat lokal, Maluku Utara menimbulkan
polarisasi di masyarakat hingga konflik etnis dan agama. Konflik Maluku Utara juga bagian
dari perebutan kekuasaan. Faktor lain adalah pembentukan kecamatan baru Makian Malifut
berdasarkan PP. No.42/1999 telah mendapat penolakan dari masyarakat Kao karena dianggap
bertentangan dengan hukum adat. Peristiwa tersebut menyebar sampai ke Tidore, Ternate,
Jailolo dan Bacan. Konflik Maluku Utara menelan korban ribuan jiwa, rumah dan tempat-
tempat ibadah baik umat Islam maupun Kristen hangus terbakar. Selama berlangsungnya
konflik, Pela Gandong di Ambon, Maluku dan adat se atorang di Maluku Kie Raha sebagai
sistem adat dan budaya tidak lagi berfungsi sebagai ikatan sosial yang kuat.

Kata Kunci: Konflik, Komunal, Maluku, Etnis

Abstract
This study aims to explain the conflict Ambon, political upheaval in North Maluku to
ethnic and religious conflicts 1999-2000. This study uses historical method. Historical
research includes five stages: topic selection, heuristics, criticism, interpretation, and
historiography. The conflict that occurred since 19 January 1999 Maluku is a bloody event
that coincides with Muslims celebrating the Eid al-Fitr 1419 Hijri. The conflict stems from a
dispute between an angkot driver, a Christian Jacob Lauhery with Nursalim, an Islam of the
Bugis Red Stone. Conflict then developed into religious conflict (Islam and Christian). In
North Maluku conflicts also occur, local political upheaval, North Maluku causing
polarization in society to ethnic and religious conflicts. The North Maluku conflict is also part
of a power struggle. Another factor is the creation of a new sub-district of Makian Malifut
based on PP. No.42 / 1999 has been rejected by the Kao community because it is considered
contrary to customary law. The event spread to Tidore, Ternate, Jailolo and Bacan. The
North Maluku conflict claimed thousands of lives, homes and places of worship, both Muslims
and Christians burned. During the conflict, Pela Gandong in Ambon, Maluku and indigenous
people in Maluku Kie Raha as a customary and cultural system no longer functions as a
strong social bond.

Keywords: Conflict, Communal, Maluku, Ethnicity

33
Volume 12 No 2 Maret 2017

Pendahuluan budaya seperti Pela Gandong di Ambon


Maluku merupakan wilayah dan adat se atorang di Maluku Utara—
kerajaan yang dikenal dengan penghasil Maluku Kie Raha yang merupakan empat
rempah-rempah terbesar di dunia seperti negara tradisional antara lain Bacan,
cengke dan pala. Sebagai daerah penghasil Jailolo, Tidore dan Ternate, tidak lagi
rempah terbesar, banyak pedagang- berfungsi sebagai kekuatan di masa itu.
pedagang Eropa, Arab dan lainnya mulai Ambiguitas peran Islam dalam
berdatangan. Kehadiran pedagang- bangsa Indonesia dan hubungan
pedagang tersebut mulai mempengaruhi patrimonial yang mendukung Orde Baru
kehidupan pribumi seperti Ternate, telah mempertegas perpecahan di antara
Makian, Bacan, Moti, Tidore dan Jailolo orang-orang Kristen dan Islam. Kebijakan-
baik dalam aspek ekonomi, sosial maupun kebijakan rezim dan penggunaan
budaya. Kedatangan orang-orang eropa, manipulatif agama untuk dukungan politik
awalnya di sambut dengan baik oleh memiliki konsekuensi negatif, khusunya
pribumi. Namun praktek monopoli karena kebijakan kolonial Belanda telah
perdagangan telah menimbulkan menciptakan perpecahan di antara
perlawanan seperti perlawanan Sulatan komunitas-komunitas agama (Bertrand,
Babullah, Sultan Nuku, dan Pattimura. Di 2012: 185-186). Kasus Ambon dan
Indonesia, konflik dan kekerasan sudah Maluku Utara adalah kasus pengungsi
pernah terjadi sejak zaman kolonial, akibat ulah manusia. Pada mulanya dalam
revolusi, Orde Lama dan Orde Baru. bentuk konflik sederhana yang
Konflik dan kekerasan juga pernah terjadi menimbulkan kerusuhan terbatas,
di Aceh, Sulawesi, Papua dan Maluku kemudian berlanjut menjadi kerusuhan
hingga Maluku Utara. Kekerasan sporadis dengan melibatkan kelompok
sebenarnya berakar dari dalam tradisi etnis tertentu dan akhirnya menjadi
politik kerajaan-kerajaan dan juga di dalam pertikaian antar agama Islam dan Kristen
masyarakat Indonesia itu sendiri. (Abdulrahman, 2002: 97). Atas dasar
Masalahnya adalah didalam cara uraian tersebut di atas, maka tulisan ini
bagaimana kekerasan itu di praktekkan dan bertujuan untuk menjelaskan konflik
untuk tujuan apa. Kekerasan yang terjadi di Ambon, pergolakan politik di Maluku
Maluku Utara adalah bagian dari Utara hingga konflik etnis dan agama
pertarungan elit politik lokal dalam 1999-2000.
merebut kekuasaan (Erman, 2002:vi).
Pada Rezim Orde baru, Maluku Metode Penelitian
merupakan salah satu wilayah yang kurang Penelitian ini adalah menggunakan
diperhatikan sehingga terjadinya metode sejarah melalui studi pustaka.
kesenjangan sosial dan ekonomi. Setelah Metode sejarah adalah kegiatan
Orde Baru, Baharudin Jusuf Habibie, mengumpulkan sumber-sumber sejarah,
Abdurrahman Wahid dan Megawati menilai secara kritis, dan hubungkan
Soekarno Putri, Maluku dan Maluku Utara dengan menggunakan langkah-langkah
menjadi fokus pemerintah Indonesia dalam metode sajarah. Menurut Gottschalk
diantaranya masalah kepentingan elit lokal, (1985:39) metode sejarah adalah proses
konfli etnis dan agama. Konflik yang menguji dan menganalisis secara kritis
dimulai sejak 1999 mengejutkan banyak rekaman dan peninggalan masa lampau.
pihak baik di tingkat lokal, nasional Untuk menghasilkan tulisan sejarah yang
maupun internasional. Konflik pecah mulai ilmiah maka mengikuti metode penelitian
dari antar etnis kemudian berkembang sejarah. Penelitian sejarah di tempuh
menjadi konflik agama Islam dan Kristen. melalui lima tahapan, yaitu (1) pemilihan
Awalnya kepulauan ini merupakan daerah topik, (2) heuristik, (3) kritik, (4)
aman yang dikat dengan sistem adat
34
Volume 12 No 2 Maret 2017

interpretasi, dan (4) historiografi yang berfungsi sebagai ikatan sosial dalam
(Kuntowijoyo, 2013:69). kehidupan mereka baik antar agama, suku,
Dalam penelitian ini mengikuti dan saudara.
prosedur dalam metode sejarah. Langkah Meletusnya Konflik di Ambon, Maluku
pertama adalah pemilihan topik, topik yang Dalam panggung sejarah, Maluku
diangkan dalam tulisan ini adalah Konflik selalu diwarnai dengan konflik yang
Komunal: Maluku 1999-2000. Langkah bernuansa SARA. Migrasi orang Buton,
kedua adalah heuristik, yaitu Bugis Makassar (BBM) yang semakin
mengumpulkan sumber pustaka berupa meningkat di Ambon dan wilayah Maluku
buku, arsip dan dokumen yang lainnya menimbulkan persaingan dagang
berhubungan dengan konflik Maluku dengan penduduk pribumi. Persaingan
1999-2000. Setelah pengumpulan sumber, dagang antara pendatang dan orang Ambon
dilanjutkan dengan langkah ketiga yaitu bermuara pada kesenjangan sosial dan
kritik sumber. Kritik sumber dilakukan ekonomi. Pada tanggal 19 Januari 1999
dengan cara ferivikasi data/sumber sejarah bertepatan dengan umat Islam merayakan
yang diperoleh. Kritik meliputi kritik Hari Raya Idul Fitri 1419 Hijriah, “hari
eksternal yaitu dilakukan untuk kemenangan”. Bagi umat Islam, “hari
mengetahui keaslian data, sedangkan kritik kemenangan” adalah manusia kembali suci
internal lebih menekankan pada aspek isi setelah melaksanakan ibadah puasa selama
sumber. Kritik ini internal dilakukan untuk satu bulan. Tradisi perayaan hari raya Idul
mengetahui kebenaran data sejarah. fitri adalah umat Islam biasanya
Langkah keempat adalah interpretasi, yaitu merayakan hari tersebut dengan saling
penafsiran serta menghubungkan fakta- maaf dan memaafkan antara satu dengan
fakta sejarah fakta-fakta sejarah. langkah yang lainnya. Namun kenyataannya situasi
terakhir dalam metode sejarah adalah berubah menjadi tragedi berdarah.
historiografi. Tahapan historiografi yaitu Insiden awal dari pertikaian yang
kegiatan menyusun fakta-fakta sejarah terjadi bukan tidak pernah terjadi
menjadi suatu kisah dalam bentuk tulisan sebelumnya. Orang-orang Ambon
sejarah. setempat ingat soal meletusnya kekerasan
yang kerap terjadi antara penduduk Kristen
Hasil Penelitian dan Pembahasan Mardika dan Batu Merah yang sebagian
Sejak awal, kepulauan Maluku besar Muslim (Bertrand, 2012: 201).
didiami oleh dua suku asli, yaitu suku Pertikaian yang terjadi antara sopir angkot
Alune dan Suku Wemale. Dari dua suku yang beragama Kristen dengan seorang
asli tersebut, kemudian beranakpinak pemuda keturuanan Bugis yang beragama
melahirkan sejumlah suku-suku lainnya, Islam di Batu Merah berkembang menjadi
seperti suku Alifuru, Togitil, Furu Aru, konflik Agama (Islam dan Kristen.
Ternate, Seram, Buru, Takabu, Tobelo, Informasi mengenai konflik tersebut
Banda, Rana, dan Moa. Keragaman suku- berbeda-beda. Menurut The Human Rigt
suku itulah kemudian muncul istilah Watch Report, March 1999 (Trijono, 2001:
Maluku. Sedikitnya, pada waktu itu, 39-40) bahwa terdapat dua versi penyebab
terdapat 41 sub etnis yang mendiami konflik Maluku 1999, antara lain, pertama
kepulauan Maluku (Suaedy dkk, 2000:13). versi Tim Pengacara Gereja yang dianut
Kehidupan di Maluku sebelum konflik oleh kebanyakan warga komunitas Kristen
1999 bukanlah hal yang tidak munggkin. dan kedua versi Tim Pencari Fakta Muslim
Orang-orang Islam dan Kristen, Hidup Ambon. Menurut versi pertama, Tim
berdampingan antara Islam dan Kristen Pengacara Gereja yang dianut oleh
sudah lama terjalin tanpa gesekan yang kebanyakan warga komunitas Kristen
berarti. Disisi lain, kebersamaan tersebut bahwa:
juga diperkuat dengan adanya sistem pela
35
Volume 12 No 2 Maret 2017

“Seorang sopir angkutan kota Sedangkan versi kedua adalah versi Tim
beragama Kristen, Jacob Lauhery Pencari Fakta Muslim Ambon, mengatakan
atau dikenal sehari-hari dengan bahwa konflik 1999 diawali:
nama Yopi, menjadi korban “Seorang Pemuda Muslim dari
penodongan dan penganiyaan dua Batu Merah sebagai korban
pemuda Muslim keturunan Bugis, penganiayaan yang dilakukan Yopi.
salah satunya bernama Nursalim. Pemuda Muslim tersebut bekerja
Menurut versi ini, Yopi yang ketika sebagai kenek angkutan kota yang
dengan kendaraan angkotnya baru dikemudiakan oleh sopir yang
saja tiba di terminal Batu Merah bernama Yopi. Menuru versi ini,
didekati Salim dengan meminta Yopi sebenarnya adalah sopir
uang Rp. 500. Yopi menolak kendaraan angkutan kota milik
permintaan itu sambil mengatakan warga keturunan Bugis di Batu
tidak punya uang karena baru saja Merah. Sebelum kejadian itu, Yopi
menarik angkotnya. Kemudian Yopi telah menggunakan mobil itu untuk
menjalankan mobilnya ke terminal keperluan pribadi dengan
Mardika mencari penumpang. menyewakan kepada orang lain.
Setengah jam kemudian, Yopi Kemudian, atas nama pemiliknya si
kembali ke terminal Batu Merah kenek pemuda Muslim itu
masih dengan tanpa penumpang. menanyakan kepada Yopi uang
Salim kembali mendekati Yopi sewa mobil itu. Yopi menolak
meminta uang dan lagi Yopi permintaan itu dan mengancam
menolaknya karena tidak membawa kenek untuk tidak mengungkit-
uang. Menurut versi ini, Yopi ungkitnya. Pertengkaran mulut
meminta pemuda tersebut untuk terjadi antara kedua pemuda itu.
menghentikan perbuatannya. Beberapa penumpang Kristen di
Sebagai reaksi balik, Salim dalam mobil membela Yopi dengan
mengancam mengeluarkan pisau memaki-maki si kenek pemuda
dari balik bajunya dan Muslim. Kemudian si kenek itu lari
mengarahkannya keleher Yopi. ke Batu Merah meminta bantuan
Yopi melawan dan mendorong pada temannya karena di ancam
pemuda tersebut sambil menutup Yopi. Akhirnya, kedua kelompok
mobil dan lari ke kampung pemuda itu bentrok dan
Mardika. Hal tersebut berlangsung menimbulkan pertikaian massa di
dua kali, ketika Yopi kembali ke antara mereka”.
terminal Batu Merah, Salim masih Kerusuhan di Maluku merupakan
disana kembali menodongkan konspirasi RMS untuk mewujudkan
pisaunya. Yopi kemudian lari sebuah negara Kristen yang berdaulat
pulang kerumahnya mengambil sebagai pengejawantahan dari gerakan
pisau badik diikuti oleh teman- Oikumene yang dibangun kolonial Belanda
temannya dari kampung Mardika pada permulaan abad XX. Perwujudan
untuk mencari Salim. Namun Salim Negara Kristen di Maluku merupakan
sudah tidak ada disana. Yopi dan tindak lanjut dari pernyataan Gereja
teman-temannya akhirnya kembali Kristen dalam sebuah Sinode pada tanggal
pulang. Namun 15 menit kemudian, 6 September 1936 (Gereja Protestan
ratusan pemuda Muslim dari Batu Maluku). Terjadinya Idul Fitri berdarah
Merah datang ke rumah Yopi, tanggal 19 Januari 1999 bagi umat Kristen
namun tidak menemukan Yopi dan dan pemerintah RMS serta tokoh Gereja
kemudian menyerang warga menjadi sebuah catatan khusus untuk
kampung Mardika di sekitarnya”. menyusun kekuatan sehingga memasuki
36
Volume 12 No 2 Maret 2017

milenium baru dapat menjadi realisasi cita- Konflik masih berlangsung sampai
cita Gubernur Jenderal Hindia Belanda, pada tanggal 26 Desember 1999. Konflik
Frederik William Inderburg, melalui tersebut berawal ketika gereja Silo di kota
Kristening politik untuk membangun Ambon dibakar masyarakat tanpa ada
negara Kristen Maluku yang merdeka pencegahan yang berarti dari aparat
berdasarkan ajaran Kristen (Husni keamanan (Leirissa, 2001: 38). Bantuan
Putuhena dalam Waileruny, 2010:152). militer kepada pihak Muslim. Bagaimana
Konflik agama Islam dan Kristen yang pun tidak signifikan dalam mengalihkan
terjadi adalah peristiwa “gelap berdarah” keseimbangan strategi kepada umat
dalam sejarah Maluku. Kekejian setingkat Muslim. Peristiwa perusakan gereja Silo
itu belum pernah terjadi sebelumnya di hanya sejauh 300 meter dari masjid Al
Ambon, bahkan selama masa penindasan Fatah, dan para tentara tampak
oleh pasukan Indonesia terhadap menunjukan keberpihakan mereka.
pemberontak daerah yang dikenal dengan Perusakan gereja Silo itu merupakan
nama RMS (Republik Maluku Selatan) pukulan yang simbolis bagi umat Kristen.
hampir setengah abad yang lalu. Tetapi Namun orang-orang Muslim tetap
pengamatan pengamatan yang lebih terperangkap di daerah kumuh yang sempit
seksama mengungkapkan bahwa gugutan didekat pelabuhan kota. Atas kerusakan
yang diwarnai kekerasan tidak muncul gereja Silo itu orang-orang Kristen
begitu saja tanpa alasan sama sekali. Unsur membalas dengan cara membakar masjid
kontekstual terpenting di Ambon adalah terdekat yaitu masjid An-Nur. Baru setelah
tingkat penetrasi oleh negara ke dalam Laskar Jihad dari Jawa tiba pada Mei 2000,
masyarakat yang sangat tinggi bahkan keseimbangan strategi Muslim mendekati
menurut standar Indonesia. Pemerintahan sejajar dengan pihak Kristen. Orang-orang
modern membentang memasuki bagian Kristen memaparkan kedatangan Laskar
timur Nusantara dengan intensitas yang Jihad sebagai eskalasi perang yang serius,
semakin meningkat sepanjang abad ke-20. namun orang-orang Muslim sering
Ambon adalah basis bagi penjajahan menyambut mereka karena mereka
birokratis seperti ini. Tumbuhnya menjanjikan keamanan (Klinken, 2007:
pemerintahan membentuk sejarah kota itu 173).
(Chauvel dalam Klinken, 2007:150-151). Beberapa pengamat di Jakarta
Pada tanggal 24 Juli 1999 konflik memperkirahkan, tidak siapnya aparat
bermula di negeri Poka dalam bilangan keamanan dalam menangani kerusuhan di
Kotamadya Ambon yang segera menjalar Ambon akibat adanya “perang” antara
kedalam kota Ambon. Pada hari pertama kelompok sendiri di tubuh militer. Di satu
itu seluruh pusat ekonomi (kebanyakan sisi ada kelompok militer yang dikenal
Cina) di Jalan A.J. Patty dibakar habis sebagai militer hijau, yang disebut-sebut
sehingga para pengusaha Cina eksodus dari dekat dengan kelompok Islam, disisi lain,
Ambon. Wilayah Kristen dan wilayah ada kelompok yang dikenal sebagai militer
Islam. Kota Ambon terbagi dua: wilayah nasionalis, dan dikenal dekat dengan
Kristen dan wilayah Islam. Konflik juga kelompok pelangi, sebutan untuk gabungan
melanda pulau Seram. Pada tanggal 18 kelompok “berwarna” (Suaedy, dkk. 2000:
dan19 Agustus sejumlah negeri Islam 69). Ada persepsi bahwa pihak
menyerang negeri Piru yang sebagian besar TNI/POLRI terlibat, atau minimal tidak
berpenghuni Kristen. Konflik itu berulang netral, dalam konflik Maluku telah
kembali tanggal 2 Desember. Menyusul berkembang cukup luas di masyarakat.
konflik di Kairatu (Seram Barat) pada Bahkan, ketidak percayaan komunitas
tanggal 19 September (Leirissa, 2001: 37- Maluku terhadap TNI/POLRI dalam
38). mengatasi konflik Maluku boleh dikatakan
demikian sangat besar. Telah berkembang
37
Volume 12 No 2 Maret 2017

sikap menolak TNI, khususnya terdapat institusi sosial yang berfungsi untuk
Angkatan Darat (AD). Sementara dipihak mengikat perbedaan agama maupun etnis.
Muslim berkembang sikap anti POLRI. Pela adalah ikatan hubungan antara
Persepsi demikian itu berkembang tidak dua atau lebih desa atau negeri Salam dan
terlepas dari kenyataan bagaimana peran Sarani berdasarkan ikatan perjanjian
dan kinerja TNI/POLRI selama dalam kontrak untuk tidak berkonflik satu sama
menangani konflik yang berkembang di lain. Gandong adalah ikatan sosial antar
lapangan (Trijono (2001: 105). negeri atau desa berdasarkan huubungan
Ketua Sinode Gereja Protestan darah atau keturunan. Gandong sediri
Maluku berpendapat, “Agama punya berarti kandungan, ikatan hubungan antar
otoritas dan punya entitas yang independen anak negeri berdasarkan hubungan saudara
yang harus dimuarakan pada satu keturunan atau satu kandungan ibu
kepentingannya yang paling penting yakni yang sama (Ziwar Effendi dalam Trijono,
kepentingan etnik. Menurutnya, “Fakta 2001: 25). Peristiwa berdara sejak Januari
menyatakan konflik Maluku bukan konflik 1999 di Maluku, Pela Gandong sebagai
agama, karena bila itu konflik agama, warisan para leluhur yang berfungsi
maka itu jauh lebih buruk. Sebab dalam sebagai ikatan sosial sudah tidak efektik.
konflik, proses Islam-Kristen tetap jalan, Pertarungan Elit Lokal di Maluku
kalau konflik agama tidak mungkin begitu. Utara
Ada banyak orang Islam yang Setelah runtuhnya rezim Orde Baru,
menyelamatkan orang Kristen dan perebutan kekuasaan mulai terjadi secara
sebaliknya dalam konflik” (Waileruny, serentak di berbagai daerah-daerah salah
2010: 200). satu di antaranya adalah di Wilayah
Di Maluku tidak terdapat suatu Maluku Utara. Dimana wilayah ini
lembaga politik yang menyatukan sebelumnya berada di bawah provinsi
keseluruhan wilayah itu dalam suatu Maluku yang ibu kotannya di Ambon.
bentuk geo-politik, seperti di Maluku Utara Dalam sebuah konferensi untuk
dimana sejak abad ke-16 telah muncul memberikan input bagi menteri dalam
kerajaan-kerajaan di Ternate, Tidore, dan negeri di Jakarta dalam rangka sidang
Bacan (kerajaan ke-4 adalah Jailolo di MPR mendatang, aktivis HMI setempat,
Halmahera lenyap dalam abad ke-17). Syaiful Bachri Ruray, mengusulkan
Struktur politik yang menyatukan negeri- pentingnya pembentukan provinsi baru
negeri di Maluku, baik Islam maupun dengan nama provinsi Maluku Uatara. Di
Kristen, adalah birorasi Belanda sejak balik layar, ide tersebut sebenarnya
zaman VOC di abad ke-17. Dalam masa merupakan pimikiran Bupati Halmahera,
VOC di kota Ambon terdapat seorang Bahar Andili. Usulan tersebut akhirnya
Gouverneur, dan dibawahnya terdapat membakar imajinasi semua dan memicu
Resident yang masing ditempatkan di Hila gelombang nasionalisme dan persatuan
(untuk jazirah Hitu, Buru dan Seram Barat lokal (Klinken, 2007: 186). Sebelum
seitar Piru dan Hoamoal, di Haruku yang Habibi kehilangan kursi kepresidenannya,
mencakup pulau Haruku dan Seram Barat dia menandatangani sebuah undang-
sekitar Kairatu, dan di Saparua yang undang yang menyatakan bahwa Maluku
mencakup Nusalaut dan Seram Timur Utara menjadi provinsi baru (UU 46/1999,
sejak dari Amahai. Gubernur dan para 4 Oktober 1999). Undang-undang itu
Residen itu diperkuat dengan benteng- mempertimbangkan berbagai kepentingan
benteng (Leirissa, 2001: 41-42). Namun kelompok elit Maluku Utara. Saat itu para
orang-orang Maluku di Ambon dan pulau- elit tersebut mulai tarik-menarik menuju
pulau sekitarnya dikenal dengan budaya dua kubu, yang satu diseputar sultan
Pela Gandong. Budaya tersebut sebagai Ternate dan sebagian lagi mengitari
mereka yang menentangnya. Provinsi itu
38
Volume 12 No 2 Maret 2017

dinamakan Maluku Utara bukan nama tegas berseru agar keputusan itu diubah
yang terdengar terlalu tradisional—Maluku (Streit dalam Klinken, 2007: 194). Pada
Kie Raha seperti yang dikehandaki sultan pertengahan Mei 1999 daftar calon
(Klinken, 2007: 188). sementara Golkar muncul untuk pemilihan
Upaya untuk mendapat dukungan tingkat kabupaten, semua rival Mudaffar
dari Pemerintah Pusat oleh kedua belah sudah tersingkir. Yang paling utama dari
pihak semakin gencar, dalam menuju semua rifal-rifal yang tersingkir adalah
kandidat Gubernur Maluku Utara. Pihak Syaiful Bahri Ruray, seorang Makian dan
Pemerintah kecuali dewan adat didukung pahlawan bagi Mahasiswa Universitas
sepenuhnya oleh rakyat Maluku Utara, Khairun. Mahasiswa kemudian
tokoh dalam pihak ini antara lain adalah berdemonstrasi secara terbuka menentang
Bahar Andili, Abdullah Assagaf, Thaib sultan, misalnya ketika dia berkunjung ke
Armayn, dan elit lokal lainnya termasuk Pulau Kayoa (Klinken, 2007: 194-195).
Sultan Tidore. Sedangkan sultan Ternate Selain mengetuai Golkar Cabang
hanya mendapat dukungan dari dewan adat Maluku Utara dan menjadi dewan di
Ternate, Jailolo dan Kao (Nur, 2009: 60). tingkat kabupaten, sultan juga punya kartu
Etnik Makian memegang banyak jabatan rahasia—yakni kekuatan fisik. Generasi
eksekutif puncak di daerah Maluku bagian Muda Sultan Babullah (Gemusba),
utara. Selain itu, Bupati Bahar Andili dari menggambarkan dirinya sebagai
Halmahera Tengah, Adiknya Syamsir “pengamanan tradisional kraton” dan
Andili memimpin kota Ternate, yang telah mengklaim aura budaya yang mengelilingi
di sempalkan dari Maluku Utara sebagai sultan dalam tema mapan. Gemusba adalah
sebagai kabupaten ketiga menjelang akhir salah satu sarana untuk memobilisasi
Orde Baru. Kesuksesan mereka bukan dukungan bagi sultan dalam masyarakat.
adalah bukanlah berkat koneksi-koneksi Para pemimpinnya menggambarkan
aristokratik dengan kesultanan, melainkan budaya desa asal dari para anggota
berkat kerja keras dan sikap saling Gemusba sebagai masyarakat yang fanatik
membantu. Banyak diantara para setia padanya. Desa-desa ini terletak di
mahasiswa yang bermotivasi tinggi di wilayah geografis yang masuk
Universitas Khairun dan STAIN Ternate “kerajaannya”nya—tempat-tempat seperti
dan juga orang Makian (Klinken, 2007: Pulau Hiri di ujung barat daya Ternate,
193). Pergolakan politik ditingkat lokal Kao dan Tobelo yang keduanya terletak di
menimbulkan suasana yang tidak stabil di Halmahera (yang terakhir ini kebanyakan
masyarakat. Dominasi orang Makian Kristen). Kenyataannya Gemusba
dalam pemerintahan menjadikan posisi bukanlah organisasi adat yang muncul dari
mereka semakin kuat untuk menjadikan akar rumput. Gemusba punya hubungan
Maluku Utara sebagai provinsi baru. yang solit dengan Golkar dan Militer
Sedangkan sultan Ternate yang (Klinken, 2007: 195)
menghendaki provinsi Maluku Kie Raha Pertarungan elit lokal untuk
tidak tercapai. Penetapan Maluku Utara membentuk provinsi baru telah
sebagai provinsi Maluku Utara adalah menimbulkan polarisasi di Maluku Utara.
tanda kekalahan sultan Ternate dalam Keinginan sultan Ternate, Mudaffar Syah
merebut jabatan gubernur. membentuk provinsi baru dengan nama
Pada Desember 1998, Mudaffar Syah provinsi Maluku Kie Raha sebagai bagian
mencalonkan dirinya sebagai ketua Golkar yang tidak terpisahkan dari sejarah empat
cabang Maluku Utara. Ternyata rapat itu kerajaan di Maluku yaitu Ternate, Tidore,
memilih calon lain (Abdul Kahar Bacan dan Jailolo. Sedangkan kelompok
Limatahu), namun ‘para penjaga istana’ yang menghendaki provinsi Maluku Utara
yang militan dan loyal terhadap sultan mendapat dukungan pemerintah dan
telah mengelilingi gedung itu dan dengan masyarakat Maluku Utara. Pertarungan
39
Volume 12 No 2 Maret 2017

merebut kursi kekuasaan (Gubernur) yang Kesultanan Tidore yang secara laten
penuh dengan kekacauan itu, akhirnya bersaing dengan hegemoni kesultanan
pada bulan Oktober 2002 jabatan gubernur Ternate (Jan Nanere dalam Totona, 2014).
Maluku Utara jatuh ke Thaib Armayn. Motif lokal dalam konflik Maluku
Utara antara laian: (1) bias kerusuhan antar
Dari Konflik Etnik Hingga Agama agama di Ambon, (2) konflik antar batas
Pada tanggal 24 Juni pemerintah di 11 desa di Kao dan Jailolo berdasarkan PP.
Jakarta, atas permintaan Bupati Maluku No. 42/1999, (3) Konflik status Provinsi,
Utara, mengeluarkan sebuah peraturan, dan (4) persaingan suksesi lokal. Ia
yang dikenal dengan PP. No.42/1999 kemudian menjelaskan bahwa persaingan
tentang pembentukan dan penataan elit politik Jakarta turut memperparah
kecamatan baru Makian Malifut. Beberapa konflik-konflik di daerah (Ruray, 2000: 8).
tim pemerintah kabupaten dikirim untuk Pada awalnya konflik Islam dan Kristen
“mensosialisasikan” hal ini ke desa-desa terjadi di Ambon, Maluku pada Januari
Kao yang terkait. Orang-orang Kao yang 1999 Maluku kemudian menyebar ke
merasa dilangkahi, menerima dengan sikap Maluku Utara.
bermusuhan. Masyarakat mahasiswa etnik Kerusuhan di Kao dan Malifut
Kayoa di Ternate pada gilirannya sebagai akibat dari pembentukan
menanggapi tantangan tersebut. Mereka kecamatan Makian Malifut. Kerusuhan
mengancam orang-orang Kao melalui yang meletus pada tanggal 18 Agustus
sebuah stasiun radio lokal: “Siapa pun 1999 itu ternyata menggagalkan
yang hendak coba-coba menghalangi PP. pembentukan kecamatan tersebut. Dalam
No.42/1999 harus berhadapan dengan para konflik yang terjadi dalam bulan Oktober
mahasiswa Makayoa” (Hulaleng dalam korban terutama diderita oleh orang
Klinken, 2007: 198). Makian sehingga sekitar 16.000 orang dari
Penolakan masyarakat Kao terhadap 16 desa terpaksa mengungsi ke Ternate
rencana pembentukan wilayah Malifut dan Tidore dimana mereka memanaskan
menjadi kecamatan Makian Daratan situasi sehingga di kedua tempat itu terjadi
didasarkan pada pranata sosial, aturan dan kekerasan terhadap orang Kristen yang
mekanisme adat setempat yang sudah ada terpaksa mengungsi ke Minahasa
sejak zaman kesultanan dan Belanda. Bagi (Tomagola, 2000).
masyarakat suku di Halmahera, batas Konflik yang terjadi di Halmahera
wilayah kesukuan telah diatur dan Utara khususnya antara masyarakat Kao
disepakati bersama sejak zaman dan Malifut berawal dari penyerangan
kesultanan. Pelangaran terhadap wilayah warga Malifut yang Muslim ke warga Kao
kesukuan merupakan pelanggaran terhadap yan Kristen, pada Rabu 18 Agustus 1999
adat yang harus dibayar mahal dengan ketika rumah warga Kristen dilakukan
darah, dan sebagai pemerintah daerah pengrusakan dan pembakaran oleh warga
Maluku Utara harusnya memahami kondisi Malifut. Sehingga pembalasan
tersebut. Aspirasi itu tidak diakomodir oleh penyerangan dari warga Kao Kristen juga
pemerintah setempat yang memang saat itu dilakukan ketika bala bantuan datang dari
didominasi oleh kelompok-kelompok suku tetangga desa (Totona, 2014: 122).
Makian, Tidore, dan Kayoa yang Penyerangan pun mulai terjadi baik itu
notabenenya mempunyai interest tertentu penyerangan terhadap orang-orang Makian
terhadap potensi sumber daya alam di maupun Kao. Selama kurang lebih 24
wilayah Malifut yang mengandung tahun berada di Malifut, status wilayah
tambang emas. Bahkan sejarah telah mereka terkatung-katung. Sebelum akhir
mencatat bahwa ketiga etnik tersebut di petaka 24 Agustus 1999, sering terjadi
atas selalu bergabung membentuk suatu perkelahian antar pemuda dari kedua suku
kelompok elit di bawah hegemoni yang berbeda agama tersebut, disamping
40
Volume 12 No 2 Maret 2017

pembabatan hasil-hasil kebun milik warga antara warga “Muslim Putih” dan dan
Makian Malifut oleh suku asli Kao warga Muslim dari dewan adat atau
terhadap keberhasilan ekonomi penduduk “Muslim Kuning”. Saat rasa ukhuwah dan
pendatang ini (Bujang, 2000: 121). rasa persaudaraan Muslim timbul untuk
Dua bulan kemudian Propinsi membantu sesama warga Muslim di
Maluku Utara benar-benar menjadi fakta Tobelo dan Galela, pertikaian di Ternate
resmi yang menuntut pelaksanaan antara ”putih” dan “kuning” mencuat,
secepatnya. Malifut merupakan bagian dari menghambat langkah sesama warga
rangkaian implementasi tersebut. Pada Muslim untuk membantu saudara-
Minggu sore tanggal 24 Oktober para saudaranya (Ahmad dan Oesman, 2000:
pejuang Kao yang dipimpin oleh seorang xx-xxi).
pria bernama Benny Bitjara menyerang Yang paling mengejutkan polisi dan
balik setelah pagi harinya diancam oleh militer, wakil Kuning mereka tampil
orang Makian karena melanggar batas dengan sangat buruk ketika pertempuran
wilayah. Tiap rumah Makian di wilayah itu pecah di Ternate pada tanggal 26
di bakar habis. Seluruh penduduk Makian Desember 1999. Pada tanggal 28
yang berjumlah 17.000 orang mengungsi permusuhan itu pun memuncak menjadi
ke barat menyeberang selat menuju skala peperangan yang sungguh
Ternate dan Tidore. Ini merupakan mengerikan. Pihak Kuning bisa dipaksa
kemenangan putaran pertama bagi Sultan mundur dari kekuasaan mereka di wilayah
Mudaffar (Klinken, 2007: 199). Betapa perkampuangan Tanah Tinggi dan
sulitnya kehidupan masa itu, kecurigaan Kampung Pisang dan mundur hingga ke
dari masyarakat yang berbeda etnis dan utara. Keesokan harinya peperangan pecah
agama semakin kuat. Perasaan curiga sehari penuh, dengan korban meninggal 29
tersebut juga merupakan salah satu orang dan yang terluka parah 39 orang.
‘penyakit’ pemicu konflik. Faktor lain Klinken mengutib Bubandt, siang harinya
adalah peran provokator dari masing- pasukan kuning akhirnya mundur ke istana
masing etis maupun agama yang membuat sultan, sultan sendiri tampaknya dipaksa
suasana semakin ‘panas’. melepas dan membakar pakaian
Berita-berita mengenai di sekitar kebesarannya sebelum diperbolehkan
Tobelo pada tanggal 26 Desember dengan mengungsi ke Sulawesi Utara (lihat
cepat mencapai Ternate. Orang-orang Klinken, 2007: 202-203).
Muslim di Galela, barat Tobelo, telah Pendapat mengenai adanya upaya
mengontrak kelompok-kelompok Islam di mengenai isu Kristenisasi mencuat di
Ternate Selatan. Rasa berang kepada para masyarakat, khususnya kaum Muslim
pengikut setia sultan Ternate tumbuh bahwa setelah warga Muslim Makian
diantara berbagai koalisi Islam, yang saat dirangsek keluar dari Malifut oleh
itu dikenal dengan orang-orang putih, mayoritas kristen di Kao, maka wilayah
tepatnya sejak November sebelumnya. Halmahera Utara akan dijadikan pusat
Militer, sebagaimana kita lihat, dengan Kristenisasi di Maluku Utara. Pendapat ini
tidak bertanggungjawab meminta para menguat di masyarakat luas ketika
preman sultan membantu “mengamankan” dokumen yang memuat skenario
kota Ternate dari kekacauan (Klinken, pembantaian suku Makian Malifut yang
2007: 202). Saat konflik terbuka di Tobelo, Islam berjudul “Sosol Berdarah”. Ketika
dimana warga Muslim saling berhadapan pertikaian tanggal 6 Nopember 1999 di
dengan warga Kristen, pada saat yang Ternate ditemukan beberapa lembar surat
sama tanggal 27 Desember 1999 di Ternate di desa Kayu Merah dan Ubo-Ubo Ternate
juga muncul konflik berdarah. Di Tobelo di dalam rumah keluarga Kristen tentang
warga Muslim dan Kristen saling upaya Kristenisasi Maluku Utara.
berhadapan, di Ternate pertikaian berdarah Lembaran surat dan dokumen gelap “Sosol
41
Volume 12 No 2 Maret 2017

Berdarah” tersebut beredar luas dalam sementara seorang sekutu sultan Tidore,
bentuk copyan (Bujang, 2000: 120). Bahar Andili, seorang birokrat karir, juga
Setelah penyerangan terhadap orang- maju sebagai calon. Tomagola melihat
orang Kristen di Ternate pada tanggal 6 kekerasan yang terjadi adalah akibat dari
November, para komandan polisi dan kompetisi untuk mendapatkan jabatan
militer di Ternate menyuruh sultan gubernur, serta faktor destabilisasi Malifut.
“mengerahkan orang-orangnya”. Para Kemudian kekerasan itu juga disebabkan
pemuda yang kasar dari luar kota telah oleh eksploitasi Australia atas tambang
menghentikan lalu lintas dan dengan emas setempat, yang hasil-hasilnya sangat
agresif memaksa orang-orang menunjukan diperebutkan oleh orang-orang Kristen dan
identitas mereka. Berita-berita bahwa Muslim yang bersekutu dengan kedua
orang-orang merah Kristen, yang dianggap sultan tadi (Bertrand, 2012: 210). Konflik
sebagai mitra sultan (yang warnanya di Maluku Utara 1999-2000 adalah bagian
Kuning), telah menyerang orang-orang dari perebutan kekuasaan antar elit lokal,
Muslim Tobelo kemudian berbalik bias dari konflik agama Islam dan Kristen
membuat kaum Putih bergerak melawan di Ambon, pembentukan kecamatan baru
sultan. Koalisi kaum putih semakin Makian Malifut berdasarkan PP. No.
menggalang para anggotannya dari masjid- 42/1999, hingga menimbulkan konflik
masjid di selatan Ternate (Toboko dan etnis dan agama.
Mangga Dua) dan dari desa-desa di Tidore Penutup
yang dikenal ganas. Komandan mereka Konflik Ambon, Maluku terjadi
adalah Abubakar Wahid, seorang sejak tanggal 19 Januari 1999 bertepatan
pensiunan pejabat Departmen Pendidikan dengan umat Islam merayakan Hari Raya
dan Kebudayaan dari Tidore (Klinken, Idul Fitri 1419 Hijriah. Konflik bermula
2007: 202). pertikaian antara sorang sopir angkot yang
Konflik yang terjadi di Maluku Utara bernama Jacob Lauhery sering dipanggil
dari Agustus 1999 telah menelan banyak Yopi dengan seorang pemuda Muslim
banyak korban nyawa dan harta menurut keturunan Bugis yang beragama Islam di
Violent Conflict in Indonesia Study bahwa Batu merah. Peristiwa tersebut kemudian
korban jiwa akibat konflik di Maluku berkembang menjadi konflik agama (Islam
Utara dalam waktu sebelas bulan mulai dan Kristen) di Ambon, Maluku dan
dari awal Agustus 1999 sampai Juni 2000, sekitarnya. Konflik dan kekerasan yang
tercatat 3.257 orang tewas dan 2.635 orang tejadi sejak Januari 1999, menimbulkan
luka-luka. Ironisnya korban yang banyak korban jiwa dan harta benda.
berjatuhan adalah perempuan dan anak- Banyak warga kehilangan tempat tinggal
anak yang tidak bersalah (Totona, 2014: dan sebagian warga mengungsi hingga di
81). Sulawesi. Tempat-tempat ibadah baik
Tomagola juga menunding umat Islam maupun Kristen rusak/terbakar.
persaingan antara sultan Ternate dan sultan Di Maluku Utara konflik dan
Tidore sebagai sebab sebagian kekerasan kekerasan pun terjadi. Perebutan
itu. Sultan Ternate, yang menarik kekuasaan di tingkat lokal antara sultan
dukungan antara lain dari orang-orang Ternate yang didukung oleh dewan adat
Kristen di Halmahera Utara, sudah lama dengan kubu menentang sultan Ternate
merupakan saingan sultan Tidore yang (Sultan Tidore, Bahar Andili, Syamsir
basis dukungannya lebih besar dari Andili, Thaib Armayn dan dukungan dari
kalangan Muslim di Halmahera Tengah masyarakat Maluku Utara) telah
dan Selatan. Ketika pemerintah Habibie menimbulkan perpecahan pada masyarakat
memutuskan untuk sebuah provinsi baru di baik itu etnis maupun agama (Islam dan
Maluku Utara, sultan Ternate turut Kristen). Pembentukan kecamatan baru
bersaing untuk jabatan gubernur, Makian Malifut berdasarkan PP.
42
Volume 12 No 2 Maret 2017

No.42/1999 mendapat penolakan dari Klinken, Gerry van. 2007. Perang Kota
penduduk Kao karena di anggap melanggar Kecil, Kekerasan Komunal dan
adat. Konflik mulai terjadi antara orang Demokratisasi di Indonesia.
Kao dengan orang Makian sebagai suku Jakarta: KITLV-Jakarta dan
pendatang dari Pulau Makian karena Yayasan Obor Indonesia.
ancaman gunung api (Gunung Kie Besi, Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu
Makian). Peristiwa tersebut kemudian Sejarah. Yogyakarta: TiaraWacana.
menyebar ke Tidore, Ternate, Jailolo, dan Leirissa, RZ. 2001. Kerusuhan Komunal di
Bacan. Konflik Maluku Utara adalah Provinsi Maluku dalam Kumpulan
peristiwa berdarah yang belum pernah Makalah Diskusi Sejarah Lokal,
terjadi sebelumnya. Konflik yang terjadi sub tema Konflik Komunal dan
sejak Agustus 1999 hingga Juni 2000 di Ketersingkiran Sosial (penyunting)
Maluku Utara menelan korban jiwa, rumah Andi Syamsu Rijal SS. Jakarta:
dan tempat ibadah (Masjid dan Gereja) Proyek Peningkatan Kesadaran
rusak/terbakar. Kebanyakan korban dari Sejarah Nasional Direktorat
peristiwa tersebut adalah perempuan dan Jenderal Kebudayaan Departemen
anak-anak yang tidak berdosa. Pendidikan Nasional.
Ucapan Terima Kasih Gottschalk, Louis. 1985. Mengerti Sejarah,
Penulis mengucapkan terima kasih (penerjemah) Nugroho Noto
kepada berbagai pihak yang telah Susanto. Jakarta: UI Press.
membantu terlaksananya penelitian ini. Erman, Erwiza (pengantar) dalam
Tak lupa, penulis juga menyampaikan Nordholt, Henk Schulte 2002.
ucapan terima kasih kepada dewan redaksi Kriminalitas Modernitas dan
Jurnal Istoria terbitan Pendidikan Sejarah, Identitas dalam Sejarah Indonesia.
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri (Pengantar) Erwiza Erman, Peneliti
Yogyakarta atas kesempatan yang pada Pusat Studi Sumberdaya
diberikan sehingga tulisan ini dapat Regional, LIPI. Yogyakarta:
dipublikasikan pada edisi Maret 2017. Pustaka Pelajara.
Nur, Abubakar Muhammad. 2009. Merajut
Daftar Pustaka Damai di Maluku Utara (Telaah
Abdulrahman, Jusuf. 2002. Kesultanan Konstruksi Konflik Malifut 1999-
Ternate dalam Jou Ngon Ka Dada 2000. Ternate: Ummu Press.
Madopo Fangare Ngom Ka Alam Ruray, Syaiful Bahri. Tragedi Halmahera:
Madiki. Manado: Media Pustaka. Antara Bosnia dan Papolo dalam
Andrianto, Tuhana Taufiq. 2000. Konflik Ahmad, Kasaman H dan Oesman,
Maluku. Yogyakarta: Gama Global Herman (penyunting). Damai Yang
Media. Terkoyak, Catatan Kelam dari
Bertrand, Jacques. 2012. Nasionalisme dan Bumi Halmahera. Ternate:
Konflik Etnis di Indonesia. Kelompok Studi PODIUM, LPAM
Yogyakarta: Ombak. Pemuda Muhammadiyah Maluku
Bujang, Agus Salim. 2000. Keragam Utara dan Madani Press.
Budaya dan Konflik di Halmahera Suaedy, Ahmad dkk. 2000. Luka Maluku:
Utara dalam Ahmad, Kasaman H Militer Terlibat. Yogyakarta:
dan Oesman, Herman (penyunting). Institut Studi Arus Informasi.
Damai Yang Terkoyak, Catatan Tomagola, Tamrin Amal. The Bleeding
Kelam dari Bumi Halmahera. Halmahera of North Moluccas,
Ternate: Kelompok Studi naskah untuk Workshop on
PODIUM, LPAM Pemuda Political Violence in Asia, Centre
Muhammadiyah Maluku Utara dan for Development and Environment,
Madani Press. University of Oslo, 5-7 June 2000.
43
Volume 12 No 2 Maret 2017

Totona, Abdullah. 2014. Kaum Intelektual Trijono, Lambang. 2001. Keluar dari
dan Ambiguitas: Kajian Mengenai Kemelut Maluku, Refleksi
Peran dan Posisi Kaum Intelektual Pengalaman Praktis Bekerja Untuk
pada Konflik Maluku Utara 1999- Perdamaian Maluku. Yogyakarta:
2000. Program Magister Ilmu Pustaka Pelajar.
Religi dan Budaya Universitas Waileruny, Samuel. 2010. Membongkar
Sanata Dharma. Tesis. Tidak Konspirasi di Balik Konflik
Diterbitkan. Di undu dalam Maluku. Jakarta: Yayasan Pustaka
https://repository.usd.ac.id/2013/2/ Obor Indonesia
116322017_full.pdf
.

44

Anda mungkin juga menyukai