PELANGGARAN HAM
DOM DI ACEH TAHUN 1989-1998
Kelompok 7
1. Darul Larasati Prasetyaningrum
2. Deo Dedianto
3. Gea Febrianingrum
4. M. Alfiyan Chairi Hakim
5. Retno Wulandari
15.8555
15.8560
15.8632
15.8748
15.8844
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun makalah ini ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah PKN yang berjudul Kasus Pelanggaran HAM, DOM Aceh Tahun
1989-1998 tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini di tujukan sebagai salah satu mata kuliah PKN di
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS). Makalah ini berisikan tentang bagaimana
kasus pelanggaran HAM Daerah Operasi Militer yang di berlakukan di Aceh pada
tahun 1989-1998. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak dan sumber yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga penulis dapat melewati
kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan sara
yang membangun dari pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................
1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................
3
2.1 Definisi HAM ......................................................................................................
3
2.2 Pengertian Pelanggaran HAM..............................................................................
8
2.3 Kasus Pelanggaran HAM DOM di Aceh Tahun 1989-1998 ...............................
11
2.4 Jenis Pelanggaran HAM pada Saat DOM Aceh...................................................
14
2.5 Pengusutan Masalah dan Peran Pemerintah.........................................................
19
BAB III PENUTUP .................................................................................................
33
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................
33
3.2 Saran ....................................................................................................................
34
Daftar Pustaka ...........................................................................................................
35
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud Hak Asasi Manusia.
2. Mengetahui apa saja yang termasuk pelanggaran HAM.
3. Mengetahui kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Aceh pada
tahun 1989-1998.
4. Mengetahui bagaimana penyusutan kasus pelanggaran HAM yang ada di
Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi HAM
Hak Asasi Manusia atau disingkat HAM merupakan hak dasar yang dimiliki
oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana secara kodrati HAM
sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak
mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah keyakinan
yang dimiliki oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk ciptaan Tuhan
yang memiliki derajat yang sama dengan manusia yang lainnya sehingga mesti
berhak bebas dan memiliki martabat serta hak-hak secara sama.
Pengertian HAM seperti yang dikemukakan oleh Jan Matersondari (komisi
hak asasi manusia PBB), dalam Ari Wibowo (2008:3), ialah hak-hak yang melekat
pada manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut Burhanuddin Lopa, dalam Ari Wibowo (2008:3), pada kalimat mustahil
dapat hidup sebagai manusia hendaklah diartikan mustahil dapat hidup sebagai
manusia yang bertanggung jawab. Alasan ditambahkan kata tanggung jawab
tersebut ialah disamping manusia memiliki hak, juga memiliki tanggung jawab
atas segala yang dilakukannya.
Mulai lahir, manusia telah mempunyai hak asasi yang mesti dijunjung tinggi
dan diakui semua orang yaitu HAM. Hak Asasi Manusia mucul dari keyakinan
manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk Tuhan adalah
sama serta sederajat. Manusia dilahirkan memiliki martabat juga hak-hak yang
sama. Bagi dasar itulah manusia mesti diperlakukan secara sama setimpal dan
beradab. HAM bersifat universal, artinya berlaku bakal semua manusia tanpa
mebeda-bedakannya berdasarkan atas ras, keyakinan, suku dan bangsa (etnis).
Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), cakupannya sangatlah luas,
baik HAM yang bersifat individual (perseorangan) maupun HAM yang bersifat
komunal atau kolektif (masyarakat). Upaya penegakannya juga sudah berlangsung
berabad-abad, walaupun di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, secara
eksplisit baru terlihat sejak berakhirnya perang Dunia II, dan semakin intensif
sejak akhir abad ke-20. Sudah banyak juga dokumen yang dihasilkan tentang hal
itu, yang dari waktu ke waktu terus bertambah. Khusus dalam kehidupan kita
7
pendidikan
kewarganegaraan,
dan
memilih
pengajaran,
tempat
memilih
tinggal
di
pekerjaan,
wilayah
memilih
negara
dan
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif
atas dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Macam-macam HAM menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999
antara lain:
a. Hak untuk hidup
b. Hak mengembangkan diri
c. Hak memperoleh keadilan
d. Hak atas kebebasan pribadi
10
demikian
pelanggaran
HAM
merupakan
tindakan
11
Pemukulan
Penganiayaan
Pencemaran nama baik
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapat
Menghilangkan nyawa orang lain
Apa yang terjadi di Aceh dalam satu dekade ini khususnya pada masa orde
baru ( 1989 1998 ) merupakan tragedi kemanusiaan yang mengandung
pelanggaran HAM yang berat. Mencabut hak hidup orang yang belum terbukti
bersalah adalah pelanggaran yang paling asasi, apalagi jika hal itu dilakukan
secara primitif di abad modern yang serba canggih sekarang ini. Secara
Machiavelis pun kita akan menganjurkan kepada Soeharto dan tentara-tentaranya
agar memakai senjata mutakhir dan modern kalau memubuh rakyat, jangan
dengan cara yang sadis dan kejam seperti di Aceh. Kill Them Softly, bunuhlah
mereka secara lembut dengan cara berdebat secara terbuka dan demokratis tentang
persoalan-soalan yang di perselisihkan. Kalau dengan cara biadab, dinosaurus di
zaman dulu pun bisa melakukannya. Pembunuhan yang dilakukan alat-alat Negara
terhadap orang-orang Aceh sangat mudah dibuktikan, tanpa perlu turun tim pecari
12
pakta seorang pun. Anjing saja bisa mengendus di mana mayat-mayat para
syuhada itu terkubur secara serampangan. Maka, TFP DPR yang dipimpin Hari
Sabarno, hendaknya ada lagi TFP yang dibentuk Komnas HAM dan TFP ABRI
yang bertolak ke Aceh dalam waktu dekat. Sehingga, pelanggaran HAM dan
hukum, yang sebagian besar diduga dilakukan aparat keamanan bisa segera dan
dipertanggungjawabkan. Dibanding kasus penculikan dan penghilangan para
aktivis prodemokrasi di Jakarta apa yang terjadi di Aceh jauh lebih dahsyat.
Betapa banyak korban akibat operasi yang bersandikan Jaring Merah itu. Di
antaranya, banyak anak-anak yang kini menjadi yatim, wanita menjadi janda, dan
tidak sedikit yang mengalami trauma sepanjang hidupnya akibat diperkosa secara
bergilir oleh oknum-oknum militer. Karena itu, DOM adalah sebuah upaya yang
sistematis untuk memusnahkan orang Aceh dibumi Nusantara ini. Bahwa DOM
yang ada di Serambi Mekah ini tidak lain dari penghancuran kultur dan etnis
Aceh. Persis seperti yang dialami komunitas muslim Bosnia dan Albania di
Semenanjung Balkan.
Sesuai Pasal 28I ayat (5), dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, perbuatan seorang atau
kelompok, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja, atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau
mencabut hak asasi manusia, baik seseorang atau kelompok yang dijamin oleh
undang-undang dimaksud akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran hak asasi yang
demikian, disebut pelanggaran hak asasi yang ringan. Lain halnya pelanggaran
hak asasi yang berat, seperti pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-wenang
atau di luar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa,
perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematik. Berdasarkan hal
tersebut, dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau suatu lembaga
mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, atau
mediasi hak asasi manusia. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan
13
pribadi
manusia
Indonesia
seutuhnya
dan
kemampuan
pengurangan,
penyimpangan,
atau
penghapusan
pengakuan,
pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Penegakan hak asasi manusia ini merupakan hal penting bagi negara
Indonesia. Oleh karena itu, selain dimuat dalam UUD45 dan dijabarkan melalui
UU. No. 39 Tahun 1999, juga dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM). Keseriusan pemerintah menegakkan HAM ini juga dapat
diperhatikan dengan adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM ini merupakan pengadilan
khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Kedudukan Pengadilan
HAM ini berada di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Ruang lingkup
kewenangan pengadilan Ham, menurut UU No. 26 Tahun 2000 pasal 4-6, yaitu:
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat; Pengadilan HAM berwenang juga
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesia; dan Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh
seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan
dilakukan.
14
gerakan separatis GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sejak tahun 1976. DOM
yang diberlakukan awalnya untuk tujuan menciptakan rasa aman dan
kesejahteraan masyarakat Aceh. Namun sejak Aceh dinyatakan sebagai
Daerah Operasi Militer, yang tejadi adalah banyaknya pelanggaranpelanggaran HAM. Selain itu terjadi juga pembantaian peradaban
religious. Banyak masyarakat aceh yang tidak mempunyai hubungan
dengan GAM dan DOM menjadi korban. Sehingga banyak disebut juga
sebagai pemusnahan dan pembantaian peradaban muslim pada masa rezim
Soeharto. Pelanggaran-pelanggaran ham tersebut dilakukan oleh aparat
militer yang seharusnya bertugas sebagai alat pertahanan Negara, bukan
melanggar HAM. Dalam kontitusi Indonesia, konsep HAM ada dalam
pasal 28A. Sebenarnya Negara Indonesia merupakan Negara yang
menghormati HAM dan memiliki tujuan untuk menegakan HAM, yang
terlihat pada saat itu malah sebaliknya. Berbagai pelanggaran hak asasi
manusia terjadi di Aceh selama operasi militer. Operasi ini ditandai
sebagai perang paling kotor di Indonesia yang melibatkan eksekusi
sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan dan penghilangan, dan
pembakaran desa. Amnesty International menyebut diluncurkannya
operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM. Desa yang dicurigai
menyembunyikan anggota GAM dibakar dan anggota keluarga tersangka
militan diculik dan disiksa.
15
membuat
korban/keluarga
selalu
berada
dalam
kondisi
16
17
c. Hak hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik.
d. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan ( rights of legal equality).
e. Hak hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak
untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pelanggaran HAM yang
terjadi di Aceh kebanyakan pelanggaran atas hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi
dan juga hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights). Berikut ini adalah beberapa contoh kasus dari
setiap jenis hak asasi yang dilanggar pada saat DOM Aceh.
1. Hak Asasi Pribadi
a. Status Wajib Lapor yang Tak Jelas
Meski kesalahan belum jelas, namun mereka
meninggalkan
terpaksa
siksaan pada
pada
surat-surat
seperti
19
(58)
dijemput
penculik. Korban
Kontras Aceh
dan
Utara ini pada 27 Juli 1990 didatangi lima anggota GPK di rumahnya
untuk minta makan sekaligus istirahat. Kalau tak diperkenalkan, ia
diancam akan dibunuh di bawah todongan senapan.
Tak
lama
20
kemudian,
terdengar bunyi
senjata dari
senilai Rp 3 juta
adalah Nurdin,
Samalanga,
Aceh
Utara, menjadi
lumpuh dan
sekaligus
pantai.
petugas,
di
21.20 WIB.
menjelaskan ke mana Apa Don hendak dibawa. Karena sampai Minggu sore tak
kembali, tutur Ely Zohra, ia melaporkan kasus penjemputan misterius itu ke
Kodim Aceh Utara dan Korem 011/Lilawangsa, kedua institusi militer tersebut itu,
katanya, juga tidak dapat memberikan informasi tentang ke mana raibnya Apa
Don.
2.5 Pengusutan Masalah dan Peran Pemerintah
Upaya Pemerintah Dalam Menyelesaikan Konflik Di Aceh
Meskipun status DOM telah dicabut pada akhir Juli 1998 dan secara
resmi diumumkan pencabutan DOM pada tanggal 7 Agustus 1998 oleh
Jenderal Wiranto sebagai Menhankam/Panglima TM di depan sejumlah
ulama di kota Lhokseumawe Aceh Utara, namun kondisi Aceh semakin
hari semakin bertambah sulit. Pasukan Penindak Rusuh Massa (PPRM)
yang dikirim pemerintah pusat pasca DOM telah ditarik kesatuannya
masing-masing serta diadakannya penandatanganan kesepakatan Jeda
Kemanusiaan di Jenewa tanggal 12 Mei sampai 15 Januari 2001 dan
sejumlah solusi-solusi lain yang sedang diproses bahkan telah dilakukan
juga belum memberi perubahan yang signifikan pada suhu konflik di
Aceh.
Pasukan Penindak Rusuh Massa , Operasi Wibawa, Operasi
Meunasah, dibawah komando Polri yang tidak disertai dengan tujuan yang
pasti dan langkah-langkah yang konkret, menyebabkan dampak serius bagi
masyarakat Aceh. Cara ini bukan mendekatkan rakyat kepada Indonesia,
22
2.
1998.
Meminta pemerintah daerah Aceh untuk membongkar kuburan massal korban
DOM dan menguburkan kembali sesuai syariat Islam dengan segala biaya di
3.
tanggung pemerintah.
Memberikan bantuan kesejahteraan dalam bentuk beasiswa bagi anak yatim,
penyaluran kredit usaha, modal kerja atau bantuan lainnya kepada para janda,
korban perkosaan, cacat dan bentuk rehabilitas ekonomi maupun rehabilitas
4.
sosial lainnya.
Merehabilitas dan membangun kembali bangunan-banguan desa-desa bekas
wilayah operasi keamanan, termasuk rehabilitas mental spritual bagi semua
5.
23
tidak
bisa
memberikan
keputusan.
Namun
kalangan
24
25
26
Dalam hal ini tak salah jika ada tekanan agar Inpres Nomor IV tahun
2001 di bidang keamanan diarahkan untuk memberikan kewenangan
kepada TNI agar melakukan operasi militer terbatas, dan GAM disebut
sebagai kelompok separatis. Sebelum inpres tersebut dikeluarkan, sekitar
15 kompi pasukan TNI sedang berlatih di Batujajar, Jawa Barat untuk
diterjunkan ke Aceh. Sebelumnya, 2.500 personil dari berbagai kasatuan
TNI sudah dikirim ke Aceh dengan mendompleng pengamanan Presiden
Abdurrahman Wahid ketika berkunjung ke Serambi Mekah (Kompas,
Exxon Mobil dan Gejolak Aceh, 24 September 2001). Penanganan bidang
keamanan ini diberi nama Operasi Keamanan dan Penegakan Hukum
(OKPH) dilakukan dengan penuh perhitungan, yang disebut sebagai
operasi terbatas. (Sinar Harapan, Upaya-Upaya Penyelesaian Konflik Aceh
Pasca DOM, 14 Mei 2003).
Selanjutnya, Presiden Abdurrahman Wahid menggagas pemberian
otonomi khusus kepada masyarakat Aceh yang gagasan ini tidak pernah
diundangkan. Karena terlanjur dimakzulkan oleh MPR. Gagasan
pemberian otonomi khusus akhirnya di undangkan oleh Presiden
Megawati Soekarnoputeri, melalui UU No 18 tahun 2001 tentang
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan syariat Islam untuk Aceh. Selain
itu, Presiden Megawati pada 11 Oktober 2001 memperpanjang Inpres No
IV Tahun 2001 menjadi Inpres No VII Tahun 2001. inpres ini berisi enam
langkah intruksi untuk menyelesaikan Aceh secara konprehensif di bidang
politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban masyarakat, keamanan,
serta informasi yang tidak jauh berbeda dengan inpres No IV Tahun 2001.
(Ahmad Farhan Hamid, Jalan Damai Nanggroe Endatu, catatan seorang
wakil rakyat Aceh, Suara Bebas, Jakarta. 2006 hal 110).
Kedua inpres ini isinya sama tentang langkah-langkah menyeluruh
dalam penyelesaian kasus Aceh, baik di bidang ekonomi, sosial, politik
dan keamanan. Langkah ini di anggap sebagai antitesis dari langkah yang
dibangun oleh Presiden Abdurrahman Wahid, khusunya ketika ada jeda
kemanusiaan I dan II hingga moratorium. Upaya itu sebagai suatu cara
27
perhatian
khusus.
Namun
seperti
pemimpin-pemimpin
memberitahu
masyarakat
internasional
bagaimana
repotnya
28
agar
GAM
memiliki
wacana
hati
nurani
untuk
29
operasi
pemulihan
keamanan
harus
ditingkatkan
30
perlawanan. Sebab, rakyat Aceh akan dipakai oleh GAM untuk melawan.
Ia menyatakan satu-satunya jalan untuk menghentikan pertikaian di Aceh
adalah dengan berunding dan menghentikan kekerasan. Sedangkan
menurut Jenderal Ryamizard Ryacudu (KSAD) bahwa TM Angkatan Darat
tidak perlu lagi berunding dengan GAM. Ia mengemukakan GAM adalah
gerakan separatis yang sudah jelas ingin merusak keutuhan negara dan
harus ditumpas habis. (Kompas 12 Juli 2002).
Pemerintah kembali menghadapi kesulitan dalam menentukan
langkah penyelesaian kasus Aceh. Pemerintah berjanji akan mengambil
keputusan tentang penyelesaian masalah Aceh di awal Agustus 2002.
Menurut Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono jika pihak GAM
bersedia untuk tetap konsisten pada hasil dialog Geneva (Swiss), maka
pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan bahwa dialog akan
diteruskan. Sebelumnya di Sigli pada saat kunjungannya di Aceh, Menko
Polkam mengatakan bahwa pemerintah ingin berdialog dengan pimpinan
GAM di Aceh. Juru bicara GAM Sofyan Dawood mengatakan
kewenangan untuk melakukan dialog tersentral pada para juru runding
GAM di Geneva (Swiss). Menurutnya GAM tidak bisa melaksanakan
dialog apabila harus meletakkan senjata dan menerima UU Otonomi
Khusus NAD. Pihak GAM juga tidak akan bersedia berdialog jika tidak
melibatkan Henry Dunant Centre sebagai mediator.
Dalam
pidato
"Progress
Report"
Sidang
Tahunan
Majelis
31
Darussalaam
(NAD).
Menurut
Susilo
Bambang
32
hasil.
Sejumlah
faktor
menjadi
kendala,
pertama
untuk
membangun
ekonomi
sulit
dilaksanakan
karena
33
Kebijaksanaan
Penyelesesaian
Konflik Aceh
Hasil/ Dampak
Presiden Habibie
(1998-1999)
Presiden Abdurrahman
Wahid
1. Jeda Kemanusiaan
2. Pengehentian permusuhan
(CoHA)
3. Inpres IV/2001 untuk
penanganan masalah konflik
Aceh
4. Otonomi Khusus Bagi
Aceh
34
3. CoHA mengalami
kegagalan karenagencatan
senjata yang menjadi acuan
uatamanya tidak diindahkan
oleh kedua belah pihak.
Presiden Megawati
Soekarnoputeri
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa. Hak asasi manusia meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi,
hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas
oleh siapapun. Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
Operasi militer Indonesia di Aceh 1989-1998 atau juga disebut Operasi
Jaring Merah adalah operasi kontra-pemberontakan yang diluncurkan pada akhir
1989 sampai 22 Agustus 1998 melawan gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) di Aceh. Selama periode tersebut, Aceh dinyatakan sebagai "Daerah
Operasi Militer" (DOM), di manaTentara Nasional Indonesia diduga melakukan
pelanggaran hak asasi manusia dalam skala besar dan sistematis terhadap pejuang
GAM maupun rakyat sipil Aceh. Operasi ini ditandai sebagai perang paling kotor
di Indonesia yang melibatkan eksekusi sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan
dan penghilangan, dan pembakaran desa. Amnesty International menyebut
diluncurkannya operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM.
Apa yang terjadi di Aceh dalam satu dekade ini khususnya pada masa orde
baru ( 1989 1998 ) merupakan tragedi kemanusiaan yang mengandung
pelanggaran HAM yang berat. Mencabut hak hidup orang yang belum terbukti
bersalah adalah pelanggaran yang paling asasi, apalagi jika hal itu dilakukan
secara primitif di abad modern yang serba canggih sekarang ini.
36
3.2 Saran
Sebagai warga Negara yang bertanggung jawab hendaknya kita senantiasa
mnghidari pelanggaran HAM agar tercipta Negara yang berkeadilan sosial. Lebih
menghargai kehidupan seseorang sehingga peristiwa pelanggaran HAM seperti
yang ada di Aceh tidak terulang kembali.
37
DAFTAR PUSTAKA
Barus Fauzan. 2015. Analisis Peristiwa Aceh 1990.
https://fauzanbrs94.wordpress.com/2015/04/22/analisis-peristiwa-aceh1990/ (Diakses pada 9 Januari 2017).
Chaidar Al, Dkk. 1999. Aceh Bersimbah Darah Mengungkap Penerapan Status
Daerah Operasi Militer(DOM) di Aceh 1989-1998. Jakarta : Pustaka AlKautsar. Buku Islam Utama. https://paulusmtangke.wordpress.com/hakasasi-manusia/ (Diakses 14 Januari 2017)
Info Aceh. 2013. DOM Aceh 1989-1998.
http://sekilasinfoaceh.blogspot.co.id/2013/03/dom-aceh-19891998_4715.html (Diakses pada 9 Januari 2017).
Muhammad Jafar. AW. (2009), Perkembangan Dan Prospek Partai Politik Lokal
Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis - Magister Ilmu Politik pada
Program Pascasarjana : Universitas Diponegoro.
Wikipedia. 2016. Operasi Militer Indonesia di Aceh 1990-1998.
https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_militer_Indonesia_di_Aceh_19901998 (Di akses pada 10 Januari 2017).
38