Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 5

“Permasalahan SARA”
Anggota :
1. Serly Deviyarty ( 540170004 )
2. Irene ( 540170005 )
3. Imelda Patricia ( 540170006 )
4. Denata Ferdian( 540170007 )
PENGERTIAN SARA

SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada


sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau
kesukuan dan golongan.

Pengertian lain SARA dapat disebut Diskriminasi yang merujuk kepada


pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.

SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :


1. Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan SARA yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok.

2. Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan SARA yang


dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun
tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan
diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya

3. Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos tradisi dan ide-
ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.
Undang-undang
yang mengatur tentang kasus SARA :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang


Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik
Pancasila dan Permasalahan SARA

Realitas budaya nusantara yang plural menunjukkan berbagai macam perbedaan seperti
perbedaan peta geografis dan etnis-kultural yang berpotensi sebagai sumber berbagai jenis
konflik. Jenis konflik ditimbulkan, antara lain isu SARA dan oleh adanya ketegangan antara
keinginan untuk mempertahankan diri sebagai komunitas lokal pada satu sisi, dan pada sisi
lain lemahnya perekat keadilan (makna ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai jati diri).

Konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang bersumber dari isu SARA dan isu yang
ditimbulkan oleh kecenderungan kuat sebagian warga dan kelompok komunitas nusantara
yang menolak persatuan Indonesia (NKRI). Konflik di dalam membangun sebuah masyarakat
bangsa yang utuh, aman, dan damai ditimbulkan oleh transformasi politik yang diwujudkan
melalui pembangunan bangsa secara tak adil atau yang menyimpang dari tujuan nasional
sebagai manifestasi dari kepentingan bersama.
Secara fenomenal, sebagian kerusuhan dan pemberontakan di sejumlah
daerah bermuatan bibit konflik yang berisu SARA atau berisu separatisme
disebabkan kesenjangan dari proses pembangunan yang hasilnya antara
pusat dan daerah. Keadilan yang kurang dinikmati, baik di dalam partisipasi
pembangunan, maupun di dalam penikmatan hasil pembangunan antara pusat
dan daerah, telah melahirkan kesenjangan yang mengundang konflik dan
ketegangan yang berkembang menjadi pemberontakan seperti RMS,
PRRI/Permesta, Daud Beureu di Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar Muzakkar
di Sulsel, dan gerakan OPM, secara militer atau secara represif tidak
menyelesaikan akar persoalan.

Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini sudah berhasil


dipadamkan. Namun, bara apinya mungkin saja masih tersisa. Tindakan
pemulihan kehidupan masyarakat melalui pembangunan yang berkeadilan dan
berkeseimbangan adalah jawaban jitu untuk benar-benar memadamkan
seluruh sumber api kerusuhan dan pemberontakan dalam berbagai bentuknya.
Terwujudnya keadilan akan menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur
bagi tumbuh dan berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA,
maupun separatisme.
Isu-isu SARA yang saat ini menjadi perbincangan di kalangan publik akan
sangat mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Jadi, bila kita bertolak dari Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa
Indonesia khususnya sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa di mana
dijelaskan setiap warganegara Indonesia diwajibkan memeluk agama yang
telah ada untuk diyakini. Dalam pengertian inilah maka Negara menegaskan
dalam Pokok Pikiran ke – IV UUD 1945 bahwa “Negara berdasar atas
Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
.
Pada proses reformasi ini, beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik
sosial yang bersumber pada masalah SARA khususnya masalah agama. Hal
ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama
yang tidak berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan
beragama yang berdasarkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Bila kita mengerti dan memahami apa yang telah dijabarkan dalam butir-butir
Pancasila tentunya kasus-kasus konflik social yang menjurus pada SARA
tentunya dapat kita hindari. Dengan semangat saling menghormati perbedaan
keyakinan, toleransi beragama dan tenggang rasa tentu kita bisa mewujudkan
suasana kehidupan yang harmonis dan penuh kerukunan menuju Indonesia
yang Merdeka seutuh-utuhnya.
KONFLIK PERMASALAHAN SARA
1. Sentimen Etnis Berujung Penjarahan
Peristiwa penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998
mengakibatkan Jakarta menjadi lautan aksi massa, dimana penjarahan dan pembakaran pun tak
dapat dihindarkan. Kerusuhan yang terjadi malah menular pada konflik antar etnis pribumi dan
etnis Tionghoa. Saat itu, banyak aset milik etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar oleh massa
yang kalap. Massa pribumi juga melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap
para wanita dari etnis Tionghoa kala itu. Konflik antar etnis itu menjadi catatan kelam di
penghujung pemerintahan rezim Soeharto.

2. Konflik Agama di Ambon


Konflik berbau agama paling tragis melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999, telah
berkembang menjadi aksi kekerasan brutal. Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi
kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya orang yang
meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan bakar membakar bangunan
serta sarana ibadah. Saat itu, ABRI dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa
situasi itu sengaja dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang
merusak tatanan kerukunan antar umat beragama di Ambon itu berlangsung cukup lama
sehingga menjadi isu sensitif hingga saat ini.

 
3. Tragedi Sampit, Suku Dayak vs Madura
Tragedi Sampit melibatkan suku Dayak dengan orang Madura ini dipicu banyak
faktor, di antaranya kasus orang Dayak yang didiuga tewas dibunuh warga Madura
hingga kasus pemerkosaan gadis Dayak. Warga Madura sebagai pendatang di
sana dianggap gagal beradaptasi dengan orang Dayak selaku tuan rumah. Akibat
bentrok dua suku ini ratusan orang dikabarkan meninggal dunia. Bahkan banyak di
antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh suku Dayak yang kalap dengan
ulah warga Madura saat itu. Pemenggalan kepala itu terpaksa dilakukan oleh suku
Dayak demi memertahankan wilayah mereka yang waktu itu mulai dikuasai warga
Madura.

4. Penyerangan Kelompok Syi'ah di Sampang


Aksi penyerangan terhadap pengikut Syi'ah terjadi di Kabupaten Sampang,
Madura, Jawa Timur pada Agustus 2012 silam. Sebanyak dua orang warga Syi'ah
tewas dan enam orang lainnya mengalami luka berat serta puluhan warga
mengalami luka ringan. Kasus ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun
2004. Klimaksnya adalah aksi pembakaran rumah ketua Ikatan Jamaah Ahl al-Bait,
Tajul Muluk, beserta dua rumah jamaah Syi'ah lainnya serta sebuah musala yang
digunakan sebagai sarana peribadatan. Aksi tersebut dilakukan oleh sekira 500
orang yang mengklaim diri sebagai pengikut ahlus sunnah wal jama'ah.
Upaya mengatasi konflik SARA

1. Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa


Melihat dari sila pertama Pancasila saja sudah menyiratkan akan betapa
berharganya campur tangan Tuhan dalam hidup manusia. Untuk dapat
mengatasi konflik SARA yang semakin pelik ini, kita harus mengandalkan
Tuhan dengan memohon kekuatan dari Nya untuk dapat mengatasi konflik
SARA dan mengendalikan diri.

2. Mengendalikan emosi
Ketika kita mendengar orang menghina kita atau sesuatu yang berhubungan
erat dengan kita, seringkali kita merasa tersinggung. Hal pertama yang harus
dilakukan ketika perasaan kita dicampur aduk oleh orang yang menyebalkan
adalah menenangkan hati.

3. Jangan memanggil orang lain dengan julukan berdasarkan SARA


Hal ini mungkin tidak bermasalah bagi beberapa orang karena kedekatan atau
canda gurau saja. Namun, julukan dapat pula menyinggung perasaan orang
lain. Sedekat apapun hubungan kita dengan seseorang, sebisa mungkin
jangan menyinggung atau memberi julukan berkaitan dengan masalah SARA
ini agar tidak melukai hatinya.
4. Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras,
dan golongan yang berbeda
Saat menjumpai beberapa orang dari golongan tertentu yang memiliki sifat
buruk maka jangan pernah menghakimi atau menghina golongan tersebut.

5. Jangan memaksakan kehendak pada orang lain


Jangan pernah memaksakan kehendak pada orang lain, apalagi dengan
melakukan pengancaman, pengeboman, penyogokan, teror, kekerasan, dan
lain-lain. Semua itu hanya akan memperkeruh suasana.

6. Menghormati dan mengasihi orang lain


Jangan menghina dan menjauhi orang lain bila Anda tidak mau dihina dan
dijauhi. Jangan menyuruh-nyuruh orang lain jika Jangan memperlakukan orang
lain secara kasar karena itu menyakiti hati orang lain. Hormati dan kasihi orang
lain seperti menghormati dan mengasihi diri sendiri.

7. Melakukan dan memikirkan hal-hal positif secara bersama-sama


Satu hal penting yang wajib diingat oleh setiap warga Indonesia adalah:
keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan itu memperlengkapi
kesatuan Indonesia. SARA seharusnya semakin memperkaya budaya negeri
kita tercinta dan jangan sampai memecahkan persatuan yang telah terbina
selama ini. Berpikirlah positif terhadap suku, agama, ras ,dan golongan lain.
SEKIAN DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai