Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya,  bahasa
daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di Indonesia.
Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain itu masing-masing suku
bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan
melakukan segala yang tertera didalamnya. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah
atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau
masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda, mereka akan mengelompok
menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan
pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi). Secara umum,
kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan
horizontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan
agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui
prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial,
sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi
permukiman.

Sedangkan perbedaan horizontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan
faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan
dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin
ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.

Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi
sebagai sumber konflik, antara lain perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari
sekelompok etnik, perubahan sosial, perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses
ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan
ideologi. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang
mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk
menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar
masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarahlah yang
mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan
yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun
memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu,pancasila
sebagai ideologi yang menjadi poros dan tujuan bersama untuk menuju integrasi,kedaulatan
dan kemakmuran bersama. Sehingga masalah sosial terkait SARA (Suku Agama Ras dan
Antargolongan) di Indonesia perlu diperhatikan karena tanah air kita ini terdiri dari negara
kepulauan dan memiliki berbagai suku bangsa yang mempunyai perbedaan antar daerah. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial antar kelompok masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah :

1. Bagaimana peranan Pancasila dalam menyelesaikan kasus SARA dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara ?
2. Bagaimana peranan Pancasila dalam membangun persatuan bangsa ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mengetahui cara penyelesaian kasus SARA dengan Pancasila


2. Mengetahui peranan Pancasila dalam membangun rasa persatuan bangsa.
1.4 Manfaat penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat bagimana menyikapi


permasalahan SARA.
2. Menyadarkan masyarakat tentang arti penting Pancasila dalam mewujudkan rasa
persatuan bangsa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian teori
2.1.1 Pancasila
1. Definisi
Pancasila ialah sebagai dasar negara sering juga disebut dengan dasar falsafah negara (dasar
filsafat negara atau philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee).
Dalam hal tersebut Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan
negara. Dengan kata lain ialah , Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur seluruh
penyelenggaraan negara.

Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan
kehidupan bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal tersebut berarti juga bahwa semua peraturan
yang ada dan berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.
2. Fungsi Pancasila
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara itu maka Pancasila berfungsi sebagai  : sumber
dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Negara Indonesia. Dengan demikian
Pancasila ialah :

1. asas kerohanian tertib hukum Indonesia;


2. suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
3. cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
4. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
5. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
6. Pancasila ialah sebagai kepribadian bangsa Indonesia, yang berarti Pancasila lahir
bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia serta ialah ciri khas bangsa Indonesia
dalam sikap mental ataupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakan dengan
bangsa lain.
7. Perjanjian Luhurberarti Pancasila telah disepakati secara nasional sebagai dasar
negara tanggal 18 Agustus 1945 melalui sidang pada PPKI (Panitia Persiapan
kemerdekaan Indonesia)
8. Sumber dari segala sumber tertib hukumberarti , bahwa segala peraturan perundang-
undangan yang telah berlaku di Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila atau
tidak bertentangan dengan Pancasila.
9. Cita- cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia, ialah masyarakat adil
serta makmur yang merata materil serta spiritual yang berdasarkan Pancasila.
10. Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
11. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.

2.1.2 Suku,Ras,Agama, dan Antar Golongan (SARA)


1. Definisi
SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas
yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap
tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada
identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan ini mengebiri
dan melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat pada manusia. SARA
dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu :

 Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun
pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina
identitas diri maupun golongan.
 Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh
suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja
atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi
maupun kebijakannya.
 Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide
diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.Dalam pengertian lain SARA dapat
di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap
individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili
oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai
dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk
membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran
politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan.

2. Konflik SARA
Menurut pengertian, konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) yaitu suatu
kekerasan yang dilatarbelakangi sentimental antar suku, agama, ras,atau golongan tertentu.
Konflik Sara biasanya karena adanya egoisitas seseorang atau sekelompok orang yang
dilakukan dengan jalan kekerasan. Konflik tersebut bisa disebabkan hanya karena hal sepele,
seperti tersinggung, diledek atau hal-hal yang sekiranya tidak perlu dibesar-besarkan. Bukan
hanya fisik yang terkena dampaknya, psikispun terganggu. Pasca konflik tersebut seseorang
mungkin saja trauma akibat perlakuan yang tidak pernah dialami sebelumnya dan tidak mau
mengalaminya lagi. Sedangkan primordialisme yaitu suatu paham yang menganggap bahwa
kelompoknya lebih tinggi dan lebih hebat dari kelompok lain. Primordialisme tertuju kepada
pemikiran suatu kelompok terhadap kelompok lain. Paham tersebut mengakibatkan anggota-
anggotanya lebih menghormati kelompoknya sendiri dibandingkan dengan kelompok lain.
Primordialisme dapat berdampak positif dan juga dapat berdampak negative.  Dampak
positifnya, lebih mengeratkan hubungan antar anggota-anggotanya tetapi dampak negatifnya,
melihat kelompok lain lebih rendah dan hina dihadapan mereka, serta segala halnya harus
seperti yang mereka lakukan. Ada sekelompok orang yang ingin mendominasi suatu
kelompok tertentu dan ingin menguasai semua hal yang menurut mereka berharga dan tak
ternilai harganya. Entah itu Sumber Daya Alam, Sumber Daya manusia, Pertambangan dan
lain sebagainya. Tetapi kelompok yang terdominasi ini melawan sekuat tenaga dan terjadilah
konflik. Namun kelompok tersebut tidak dapat melawan maka, mereka tidak segan-segan
menyakiti atau bahkan membunuh demi kepentingan mereka. Setelah mereka mengambil dan
mengeruknya sampai habis, lalu mereka meninggalkan dan mencari yang lainnya, ini akan
berlanjut terus menerus karena ambisi manusia tidak pernah reda. Konflik tersebut
seharusnya dapat diatasi bila kita saling menghormati satu sama lain dan menjaga agar tidak
terjadi konflik yang berkelanjutan demi keutuhan hidup yang tentram dan damai.

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Pancasila dan Permasalahan SARA yang ada di Indonesia

Permasalahan SARA yang ada di Indonesia sangatlah beragam. Mulai dari konflik
Suku,Agama,Ras maupun Golongan. Seperti yang sudah kita ketahui dan kita pelajari sejak
masih di Sekolah Dasar, bahwa semboyan Negara Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari buku atau kitab Sutasoma karya Mpu
Tantular. Kata Bhineka Tunggal Ika merupakan bahasa Jawa kuno yang jika
diartikan bhinneka berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, tunggal berarti satu,
sedangkan ika berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka
Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia
tetap satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Dipersatukan dengan bendera, lagu
kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.

Seakan kontras akan semboyan yang selama ini selalu kita bicarakan, kejadian yang ada di
lapangan justru jauh dari makna Bhineka Tunggal Ika. Banyaknya konflik yang terjadi karena
keberagaman suku, agama, atau apapun itu adalah indikasi bahwa tidak semua orang paham
akan makna semboyan negara kita tersebut. Jika mereka mengaku paham akan makna
semboyan Bhineka Tunggal Ika, mereka justru akan memahami perbedaan tersebut sebagai
keberagaman yang akan memperkaya negeri mereka. Tetapi yang terjadi adalah keberagaman
tersebut dijadikan alasan untuk menonjolkan perbedaan prinsip dan pendapat antar kelompok
dan golongan. Bagi yang menjadikan SARA sebagai konflik, maka mereka belum memahami
kesamaan yang ada dalam diri mereka, karena sebenarnya mereka adalah satu darah, satu
bangsa, dan satu tanah air yaitu Indonesia.

Jika kita lihat fenomena maraknya konflik berbau SARA saat ini, sebenarnya merupakan
refleksi proses panjang bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang
sedang diuji. Jika kita melihat kembali pada masa lalu, tidak akan ada kita lihat orang
berperang atas nama perbedaan. Para pahlawan contohnya. Walaupun mereka berbeda daerah
asal, tapi mereka sama-sama bertujuan dan bertempur melawan penjajah. Tidak ada yang
saling berdebat bahwa cara peperangan yang baik adalah dari daerahku, atau agama yang
paling baik untuk dipertahankan dan disebarkan pada masyarakat adalah agamaku. Semua
seakan berjalan selaras dan saling berdampingan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
mengakui banyak perbedaan dan seharusnya tidak ada konflik yang berujung pada kekerasan.
Konflik sebagai alat berekspansi merupakan sifat dasar manusia yang ingin memperluas
wilayah kekuasaannya, sehingga menimbulkan konflik. Kalau ada solusi untuk konflik itu
maka ada perubahan untuk penyesuaian, sedangkan kalau tidak ada solusi maka yang terjadi
adalah peperangan.

Dengan adanya konflik SARA yang sering muncul akhir-akhir ini, mungkin kita tidak bisa
hanya menyalahkan orang-orang yang berkonflik saja, tetapi kita juga patut mengamati
kinerja pemerintahan dalam menangani konflik. Selama ini pemerintah hanya menyampaikan
slogan-slogan untuk meredam konflik, tanpa ada ketegasan dalam sebuah aturan dan tindakan
kongkrit. Pemerintah seolah menggampangkan kasus ini hanya menurunkan anggota militer
yang contohnya dalam kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah di Banten yang saat terjadi
penyerangan hingga merusak satu rumah dan menelan tiga korban jiwa, mereka tetap tidak
berkutik untuk menghalang massa tersebut.

Sedangkan jika dilihat dari dasar negara kita pada sila ketiga yang berbunyi “Persatuan
Indonesia” mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu, menjaga perdamaian antar
individu dan antar kelompok. Dalam sila tersebut jelas digambarkan sebagai pohon beringin
yang melambangkan negara yang besar dimana rakyatnya bisa berlindung dibawah satu
pemerintahan yang kuat. Pancasila adalah ideologi bangsa, suatu jati diri bangsa, kepribadian
bangsa, cita – cita bangsa. Jika kita gagal mempertahankan makna dari salah satu sila
tersebut, maka dengan kata lain kita pun mulai menghancurkan sendiri jati diri bangsa kita
dihadapan bangsa lain, kita menjatuhkan martabat bangsa kita yang mengaku sebagai negara
dan bangsa yang menganut sistem demokrasi. Cita-cita yang luhur mulia yang dibuat oleh
para perintis kemerdekaan sedikit demi sedikit pudar karena tingkah laku kita yang tidak bisa
menjadi sikap dan perilaku kita.

Dalam sila “Persatuan Indonesia” diharapkan kita bisa mendukung antara satu dengan yang
lain, membentuk tujuan bersama yang nantinya dapat kita wujudkan dalam tindakan toleransi
kepada semua golongan tanpa melihat adanya status perbedaan yang dapat mewujudkan
Indonesia yang aman, nyaman, dan layak untuk dijadikan contoh sebagai negara
keberagaman yang dapat menyatukan perbedaan sehingga terciptalah keselarasan yang indah.

Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas, heterogenitas


atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang mengatasnamakan
Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.  Berbagai ketentuan
normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan
“Persatuan Indonesia“. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran dalam
Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945 tentang Warga
Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara. Keempat, Pengakuan terhadap
keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1) seperti
yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui
kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan
daerah dan penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3)
penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat
disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat
menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas
pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain. Justru pluralitas itu merupakan aset
yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.  Beberapa prinsip yang dapat digali dari
Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara
lain: Pertama, Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan,
namun mencoba merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh
menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan
persatuan Indonesia. Implikasi dari paham ini adalah berbagai produk hukum dan
perundangan yang tidak sejalan dengan pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu
dicabut, karena jika tidak akan membawa risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber
bahan Pancasila adalah di dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan
kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks ini
pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-
nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh masyarakat.

3.2 Penanganan Konflik/Kasus SARA di Indonesia


Indonesia adalah negara hukum, dimana semua hal di Indonesia diatur dengan hukum. Hal
tersebut berlaku pula dalam konflik/kasus SARA. Berikut adalah Undang-undang yang
mengatur tentang kasus SARA yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis
Pasal 4
1. Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:
Memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan
pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan,
perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu
kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
2. Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis
yang berupa perbuatan:
3. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di
tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
4. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau
tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
5. mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat
umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
6. melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul,
pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi
ras dan etnis.

Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain
berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1,
angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik
Pasal 28
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45
(2) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Pasal 156 KUHP “barang siapa di depan umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian
atau merendahkan terhadap satu atau lebih suku bangsa indonesia di hukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 4 (empat tahun) dengan hukuman denda setinggi-tingginya
450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Pasal 157 Ayat 1 “barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan
atau lukisan di muka umum yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan,
kebencian, atau merendahkan di antara atau terhadap golongan rakyat indonesia, dengan
maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun enam bulan ”.

UUD No 32 Tahun 2004 Pasal 78 Huruf B “dalam kampanye dilarang menghina seseorang,
agama, ras, suku, golongan, dan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah atau partai
politik. ”.

Pasal 116 Ayat 2 “bagi tiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 Huruf B. Maka akan diancam
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga bulan) atau palin lama 18 (delapan belas bulan)
dan atau denda paling sedikit 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak
6.000.000,00 (enam juta rupiah)”

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai fakta yang telah kami paparkan di bab sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan bahwa Pancasila telah menata kehidupan sosial di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkaitan dengan konflik SARA yang sering terjadi di negara ini, Pancasila telah
menjelaskan tentang pentingnya persatuan yang sebagaimana tercantum dalam Sila ketiga
Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Namun rendahnya pemahaman masyarakat
tentang makna sila-sila Pancasila khususnya Sila ketiga ini menimbulkan banyaknya konflik
SARA yang terjadi.

4.2 Saran
Melihat kurangnya pemahaman dan pengaplikasian masyarakat terhadap sila-sila dalam
Pancasila khususnya sila ketiga, maka kami menyarankan agar pemerintah lebih
mengedukasi masyarakat tentang makna-makna sila dalam Pancasila dan kita sebagai
masyarakat juga harus membantu pemerintah dalam mewujudkan dan demi tericptanya rasa
persatuan,persaudaraan, rasa sebangsa dan setanah air.

DAFTAR PUSTAKA
http://jhonmiduk8.blogspot.com/2014/06/indonesia-tanpa-diskriminasi-sara.html (diakses 4
Desember 2016)
http://www.documents.tips_makalah-pancasila-sara (diakses 4 Desember 2016)
http://research.amikom.ac.id/index.php/sti/article/download/6184/4597 (diakses4 Desember
2016)
PERMASALAHAN SARA DAN PANCASILA DI INDONESIA

TUGAS MAKALAH

Disusun oleh :
Nama : EDOA BUAHBARANTA GINTING
NIM : 165060401111038
Kelas : C

PENDIDIKAN KEWANEGARAAN
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Anda mungkin juga menyukai